Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT-73560/PP/M.XB/16/2016
bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam sengketa banding ini koreksi kredit pajak atas Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Juli 2013 sebesar Rp683.862.036,00, yang berasal dari Koreksi Pajak Masukan y
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT-73560/PP/M.XB/16/2016Jenis Pajak | : | PPN | ||||||||||
Tahun Pajak | : | 2012 | ||||||||||
Pokok Sengketa | : | bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam sengketa banding ini koreksi kredit pajak atas Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Juli 2013 sebesar Rp683.862.036,00, yang berasal dari Koreksi Pajak Masukan yang berhubungan dengan kegiatan unit usaha/divisi kebun sebesar Rp683.862.036,00, yang tidak disetujui Pemohon Banding; | ||||||||||
Menurut Terbanding | : | bahwa memenuhi ketentuan Pasal 23A UUD 1945, dalam melakukan koreksi, Terbanding menggunakan dasar hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 16B Undang-Undang PPN. Terbanding berpendapat bahwa ketika PKP memproduksi BKP yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN, ketika itu pulalah ketentuan yang menyatakan bahwa Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan berlaku tanpa menunggu kepastian adanya penyerahan BKP tersebut. Itulah sebabnya frase yang digunakan dalam Pasal 16B adalah "yang atas penyerahannya", bukan "Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan"; | ||||||||||
Menurut Pemohon Banding | : | bahwa sebagai perusahaan integrated, dalam melakukan kegiatan usahanya tersebut, Pemohon Banding mengelola perkebunan kelapa sawit yang menghasilkan hasil perkebunan kelapa sawit yaitu Tandan Buah Segar (TBS). Adapun hasil perkebunan kelapa sawit Pemohon Banding ini tidak dimaksudkan untuk dijual, tetapi seluruhnya akan diolah lebih lanjut menjadi produk CPO dan PK. CPO dan PK yang dihasilkan inilah yang kemudian dijual kepada pihak lain dan merupakan pendapatan bagi Pemohon Banding. Karena Pemohon Banding tidak melakukan penyerahan/penjualan TBS (yang dibebaskan dari PPN) karena TBS tersebut masih merupakan barang dalam proses yang harus diolah lebih lanjut menjadi CPO dan PK sebagai produk akhir yang merupakan BKP, maka seluruh Pajak Masukan Pemohon Banding berkaitan dengan kegiatan usaha penyerahan Barang Kena Pajak yang atas penyerahannya terutang PPN 10% seharusnya dapat dikreditkan oleh Pemohon Banding | ||||||||||
Menurut Majelis | : | bahwa
koreksi pengkreditan Pajak Masukan dengan DPP PPN sebesar
Rp6.838.620.360,00 dan PPN Masukan sebesar Rp683.862.036,00 dilakukan
oleh Terbanding berdasarkan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (5)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, yang mengatur bahwa:
“Apabila dalam
suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang
terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak,
sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan
pasti dari pembukuannya, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang
terutang pajak”, bahwa memori penjelasan Pasal 9 ayat (5) Undang-Undang PPN antara lain dijelaskan bahwa: ”yang dimaksud dengan penyerahan yang tidak terutang pajak yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan adalah penyerahan barang dan jasa yang, antara lain, dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud Pasal 16B”; bahwa Terbanding juga mengacu pada ketentuan dalam Pasal 16B ayat (3), yang mengatur bahwa: “Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan”, dan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 (selanjutnya disebut PP-31), antara lain diatur bahwa: “Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis adalah barang hasil pertanian”, dan bahwa ”Barang hasil pertanian adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang pertanian, perkebunan, dan kehutanan yang dipetik langsung, diambil langsung atau disadap langsung dari sumbernya termasuk yang diproses awal dengan tujuan untuk memperpanjang usia simpan atau mempermudah proses lebih lanjut”, dan dalam Lampiran PP-31, antara lain diatur bahwa jenis barang perkebunan kelapa sawit yang dibebaskan dari pengenaan PPN adalah TBS; bahwa Terbanding juga merujuk Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak (selanjutnya disebut PMK-78) dengan menyebutkan bahwa PMK-78 mengatur tentang perusahaan terintegrasi dan mengatur unit/divisi dan PMK-78 tidak memberi pedoman penghitungan Pajak Masukan apabila pada perusahaan terintegrasi melakukan penyerahan sebagian produksi di unit/divisi yang menghasilkan BKP yang tidak terutang PPN kepada pihak ketiga, dan bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor: 57/PHUM/2010 mengenai Perkara Permohonan Uji Materi Terhadap Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak pada telah diputuskan bahwa norma atau kaidah di dalam PMK-78/PMK.03/2010 tidak bertentangan dengan peraturan perundangan perpajakan yang lebih tinggi; bahwa selanjutnya Terbanding menegaskan bahwa Pemohon Banding memiliki Unit perkebunan (kelapa sawit) yang menyerahkan TBS kepada pihak luar maupun pihak dalam yaitu unit pengolahan (kelapa sawit) Pemohon Banding, dan bahwa penyerahan TBS oleh unit perkebunan (kelapa sawit) dibebaskan dari pengenaan PPN, dan juga memiliki Unit pengolahan (kelapa sawit) yang menyerahkan CPO, PK, jasa olah, jasa angkut, yang atas penyerahannya dikenakan PPN; bahwa menurut Terbanding atas penyerahan TBS yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang perkebunan kelapa sawit yang dibebaskan dari pengenaan PPN sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 16B ayat (1) huruf b Undang-Undang PPN jo. Pasal 2 ayat (2) huruf c dan Pasal 1 angka 2 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 maka Pajak Masukan atas pupuk, dan sebagainya yang dibayar untuk perolehan TBS, tidak dapat dikreditkan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 16B ayat (3) Undang-Undang PPN; bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Terbanding karena menurut Pemohon Banding perusahaannya bergerak dalam bidang Industri Minyak Kelapa Sawit dimana produk yang dijual oleh Pemohon Banding adalah Minyak Kelapa Sawit (CPO) dan Inti Sawit (PK) yang merupakan Barang Kena Pajak yang penyerahannya terhutang Pajak Pertambahan Nilai, dan bahwa sebagai perusahaan integrated, Pemohon Banding mengelola perkebunan kelapa sawit yang menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS), yang tidak dimaksudkan untuk dijual melainkan seluruhnya akan diolah lebih lanjut menjadi produk CPO dan PK. CPO dan PK yang kemudian dijual kepada pihak lain; bahwa Pemohon Banding menegaskan bahwa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang PPN dan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 Tanggal 1 Mei 2007 tentang perubahan keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN, maka produk CPO dan PK tidak termasuk sebagai barang yang dibebaskan dari pengenaan PPN, sehingga atas penyerahan CPO dan PK yang dilakukan oleh Pemohon Banding harus dikenakan PPN sebesar 10%, dan bahwa karena Pemohon Banding tidak melakukan penyerahan/penjualan TBS (yang dibebaskan dari PPN) karena TBS tersebut masih merupakan barang dalam proses yang harus diolah lebih lanjut menjadi CPO dan PK sebagai produk akhir yang merupakan BKP, maka seluruh Pajak Masukan Pemohon Banding berkaitan dengan kegiatan usaha penyerahan Barang Kena Pajak yang atas penyerahannya terutang PPN 10% seharusnya dapat dikreditkan oleh Pemohon Banding; bahwa menurut Pemohon Banding, penentuan dapat dikreditkannya suatu Pajak Masukan haruslah dikaitkan dengan bidang usaha dan penyerahan yang dilakukan dan bukan dikaitkan dengan jenis barang yang dihasilkan oleh Pemohon Banding, yang secara implisit sesuai dengan Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang PPN Nomor 42 Tahun 2009 dinyatakan bahwa: "...Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama", dan bahwa pada Pasal 9 ayat (5) Undang-Undang PPN Nomor 42 Tahun 2009 diatur bahwa: "Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak"; bahwa menurut Pemohon Banding ketentuan dalam Pasal 16B ayat (3) Undang-Undang PPN Nomor 42 Tahun 2009 mengatur bahwa: "Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan", dan bahwa menurut Pemohon Banding, kalimat "atas penyerahan" dalam Pasal 16B ayat (3) Undang-Undang PPN Nomor 42 Tahun 2009 merujuk pada penyerahan akhir dari Pemohon Banding sebagaimana memori penjelasan Pasal 16B ayat (3) Undang-Undang PPN Nomor 42 Tahun 2009, yang menyebutkan bahwa: "Berbeda dengan ketentuan pada ayat (2), adanya perlakuan khusus berupa pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai mengakibatkan tidak adanya Pajak Keluaran sehingga Pajak Masukan yang berkaitan dengan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang memperoleh pembebasan tersebut tidak dapat dikreditkan”, dan bahwa dari memori penjelasan tersebut, sangatlah dimengerti bahwa yang menyebabkan Pajak Masukan atas perolehan BKP strategis tidak dapat dikreditkan adalah karena BKP yang diberikan fasilitas dibebaskan diserahkan, sehingga tidak ada Pajak Keluaran; bahwa menurut Pemohon Banding Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-90/PJ/2011 tentang Pengkreditan Pajak Masukan pada Perusahaan Terpadu (Integrated) Kelapa Sawit hanya merupakan surat edaran internal Direktorat Jenderal Pajak sehubungan dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor: PMK-78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak; bahwa adapun Peraturan Menteri Keuangan Nomor: PMK-78/PMK.03/2010 adalah merupakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak, dalam rangka melaksanakan Pasal 9 ayat (6) Undang-Undang PPN Nomor 42 Tahun 2009, yang menyebutkan bahwa: "Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan", dan bahwa apabila tidak ada penyerahan yang tidak terutang pajak (dalam hal ini TBS) maka PMK-78/PMK.03/2010 tidak dapat diterapkan; bahwa berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, maka dapat dipastikan bahwa Pemohon Banding menyerahkan/menjual hasil produksi secara terpusat (sentralisasi), sehingga penyerahan TBS dari unit kebun ke unit pabrik yang dilakukan oleh Pemohon Banding masih merupakan rangkaian proses produksi dan tidak bisa dianggap sebagai penyerahan/penjualan; bahwa menurut Majelis, alasan koreksi yang dilakukan oleh Terbanding adalah karena Tandan Buah Segar (TBS) yang dihasilkan oleh Pemohon Banding adalah Barang Kena Pajak yang bersifat strategis (BKP yang bersifat strategis) yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN sebagaimana dimaksud Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007, sehingga Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan TBS tersebut yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 16B ayat (3) Undang-Undang PPN; bahwa kegiatan usaha yang dilakukan oleh Pemohon Banding adalah usaha terpadu (integrated), yang terdiri dari kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai berupa Tandan Buah Segar (TBS) dan Barang yang terutang Pajak Pertambahan Nilai berupa hasil pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) menjadi Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel (PK); bahwa menurut Majelis, TBS yang dihasilkan oleh Pemohon Banding pada faktanya telah digunakan untuk kegiatan produksi selanjutnya yaitu untuk menghasilkan CPO dan PK yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha Pemohon Banding serta tidak digunakan untuk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawan atau tidak digunakan untuk tujuan konsumtif, yang dalam Pasal 2 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-87/PJ./2002 Tanggal 18 Februari 2002 tentang Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Pemakaian Sendiri dan atau Pemberian Cuma-Cuma Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak, telah diatur bahwa: "Pemakaian Barang Kena Pajak dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak untuk tujuan produktif belum merupakan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak sehingga tidak terutang Pajak Pertambahaan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah"; bahwa selanjutnya Majelis berkesimpulan, bahwa Pemohon Banding dalam usahanya yang bersifat terpadu (integrated) tidak melakukan penyerahan barang yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai berupa Tandan Buah Segar (TBS) melainkan Barang yang terutang Pajak Pertambahan Nilai berupa hasil pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) yaitu Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel (PK), dan oleh karena itu Pajak Masukan untuk menghasilkan TBS sebagai bahan baku untuk menghasilkan CPO dan PK dapat dikreditkan, sesuai dengan penjelasan Peraturan Menteri Keuangan Nomomr 78/PMK.03/2010 yang menyebutkan bahwa: "Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata digunakan untuk kegiatan yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai dapat dikreditkan seluruhnya'', sehingga koreksi Terbanding berdasarkan ketentuan dalam Pasal 16B ayat (3) Undang-undang PPN tidak mempunyai alasan yang kuat, dengan demikian koreksi Pajak Masukan yang berhubungan dengan kegiatan unit usaha/divisi kebun sebesar Rp683.862.036,00, tidak dapat dipertahankan; |
||||||||||
Menimbang | : | bahwa
berdasarkan pemeriksaan bukti-bukti, penjelasan dan dokumen yang
disampaikan Pemohon Banding dan Terbanding dalam persidangan serta data
yang ada dalam berkas Banding, Majelis berpendapat terdapat cukup bukti
dan alasan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon
Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-115/WPJ.19/2015
Tanggal 20 Januari 2015, tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
Masa Pajak Juli 2013 Nomor: 00092/407/13/092/14 Tanggal 1 September
2014, sehingga Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan dihitung kembali
menjadi sebagai berikut:
|
||||||||||
menimbang | : | bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai sanksi administrasi, kecuali bahwa besarnya sanksi administrasi tergantung pada penyelesaian sengketa lainnya; | ||||||||||
Mengingat | : | Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundangundangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini; | ||||||||||
Memutuskan | : | Menyatakan
mengabulkan seluruhnya permohonan Banding Pemohon Banding
terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-115/WPJ.19/2015 Tanggal 20
Januari 2015 tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Juli
2013 Nomor: 00092/407/13/092/14 Tanggal 1 September 2014, atas Pemohon
Banding sehingga penghitungan PPN menjadi sebagai berikut:
Demikian diputus di Jakarta pada hari Rabu Tanggal 30 Maret 2016 berdasarkan musyawarah Majelis XB Pengadilan Pajak yang ditunjuk dengan Keputusan Ketua Pengadilan Pajak Nomor: KEP-010/PP/2015 Tanggal 29 Juli 2015 dan Surat Penetapan Ketua Pengadilan Pajak Nomor: Pen.00471/PP/PM/VIII/2015 Tanggal 31 Agustus 2015 dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut:
diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari Rabu Tanggal 24 Agustus 2016 oleh Hakim Ketua, dihadiri oleh para Hakim Anggota dan Panitera Pengganti, tidak dihadiri oleh Pemohon Banding, serta tidak dihadiri oleh Terbanding. |
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.