Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-79869/PP/M.XVB/24/2017
Jenis Pajak | : | Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Tahun Pajak | : | 2015 | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pokok Sengketa | : | bahwa yang menjadi nilai sengketa dalam sengketa banding ini adalah Dasar Pengenaan Pajak Air Permukaan sebesar Rp333.849.600.000,00 yang tidak disetujui Pemohon Banding; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Menurut Terbanding | : | bahwa pada saat Kontrak Karya ditanda tangani pada tanggal 30 Desember 1991, Pemerintah Daerah Provinsi Papua telah mengeluarkan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Irian Jaya Nomor 5 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pengambilan Air Bawah Tanah, Air Permukaan dan Pembuangan Limbah, yang diantaranya mengatur pungutan Daerah terhadap pengambilan air permukaan sehingga oleh karenanya berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 13 butir (x) Kontrak Karya dan penjelasannya dimaksud Pemohon Banding wajib untuk mentaati Peraturan Daerah dimaksud, bahwa selanjutnya Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Irian Jaya Nomor 5 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pengambilan Air Bawah Tanah, Air Permukaan dan Pembuangan Limbah, yang menjadi dasar pengenaan Pajak Air Permukaan terhadap Pemohon Banding, diatur dengan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Irian Jaya Nomor 17 Tahun 1998 tentang Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan di Wilayah-wilayah Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya dan Kabupaten Paniai, selanjutnya dicabut dengan Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan di Provinsi Papua dan terakhir dengan berlakunya UU PDRD, Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 11 Tahun 2002 dicabut dengan Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah yang menjadi dasar pengenaan Pajak Air Permukaan terhadap Pemohon Banding (vide Pasal 31, Pasal 32 dan Pasal 33 Perdasi Pajak Daerah), sehingga jelaslah bahwa Perdasi Pajak Daerah bukanlah Perda Pajak Daerah yang berlaku setelah Kontrak Karya ditandatangani sebagaimana didalilkan oleh Pemohon Banding. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Menurut Pemohon | : | Pemohon Banding berpandangan bahwa penghitungan debit air (water volumetric) yang dilakukan oleh Pemohon Banding dengan mempertimbangkan beberapa titik penghitungan dan kontribusi debit air (water volumetric) dari masing-masing anak sungai yang bergabung dengan sungai Aghawagon - Otomona secara proporsional berdasarkan jarak atau panjang sungai yang dimanfaatkan untuk kepentingan tailing tersebut merupakan metode penghitungan yang lebih tepat dan lebih akurat. Perhitungan debit air (water volumetric) Pemohon Banding tersebut adalah sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Menurut Majelis | : | Koreksi Dasar Pengenaan Pajak Air Permukaan sebesar Rp333.849.600.000,00 Menimbang, bahwa berdasarkan pokok sengketa a quo, dan atas pertanyaan majelis di persidangan, Pemohon banding menyatakan dengan tegas bahwa pokok masalah dalam sengketa a quo adalah sengketa yuridis dan materi atas pengenaan pajak air permukaan, dan Pemohon Banding mempermasalahkan besarnya pungutan Pajak Air Permukaan, sehingga Majelisakan memeriksa besaran ketetapan pajaknya; Menimbang pendapat Pemohon Banding, yang menyatakan karakteristik Kontrak Karya bersifat Lex Specialis, Majelis berpendapat sebagai berikut: bahwa Pemohon Banding adalah perusahaan pertambangan di Indonesia yang beroperasi di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua berdasarkan Kontrak Karya antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemohon Banding yang ditandatangani pada tanggal 30 Desember 1991. bahwa Kontrak Karya tersebut dibuat berdasarkan dan sesuai dengan UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang UU Pokok Pertambangan. Pasal 10 UU Pokok Pertambangan 1967:
bahwa Pemohon Banding dalam keterangan tertulisnya menjelaskan bahwa ketentuan dalam KK dengan sifat Lex Specialis-nya tersebut lahir dan terbentuk bukan dengan proses yang mudah dan sederhana, melainkan melalui suatu proses panjang dan kompleks dimana seluruh Departemen yang terkait (misalnya Departemen Pertambangan dan Energi, Departemen Keuangan, Departemen Dalam Negeri, Departemen Kehakiman, Departemen Lingkungan Hidup, Departemen Kehutanan, BKPM, Dirjen Pajak, Dirjen Anggaran, dsb.) secara transparan dan terbuka membahas dan meneliti draft KK tersebut, sebelum akhirnya dikonsultasikan dan dibahas dengan DPR RI sehingga akhirnya disetujui oleh DPR RI; bahwa berdasarkan Penjelasan Pemohon Banding dan ketentuan di atas, dalam persidangan Pemohon Banding tidak dapat menyerahkan bukti berupa surat rekomendasi terkait hasil konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat, sehingga Majelis tidak meyakini Kontrak Karya telah memenuhi ketentuan Pasal 10 UU Pokok Pertambangan 1967; bahwa berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang mengatur tentang jenis dan hirarki dalam peraturan perundang- undangan yang terdiri dari:
bahwa dalil Pemohon Banding Surat Menteri Keuangan Nomor: S.1032/MK.04/1988 tanggal 15 Desember 1988 yang menyatakan bahwa Kontrak Karya tidak dapat dipersamakan atau diberlakukan sama dengan Undang-undang tidak dapat dipertimbangkan Majelis karena Surat Tersebut ditujukan kepada Direktur Jenderal Pajak bukan kepada Terbanding dan bukan merupakan suatu peraturan atau keputusan lembaga hukum yang berwenang/berkompetensi untuk memberikan pendapat/penilaian atas kedudukan suatu peraturan serta tidak secara khusus menyebut Pajak Daerah; bahwa masalah perpajakan di dalam Kontrak Karya bersifat “Lex Specialis”, Majelis sependapat dengan ahli Prof. GG, SH, LLM, Ph.D yaitu doktrin “Lex specialis derogat legi generali” hanya dapat diberlakukan terhadap produk hukum yang sama dengan substansi masalah yang diatur sama, sedangkan antara Kontrak Karya dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan dua produk hukum yang berbeda dimana Kontrak Karya merupakan produk hukum perdata dan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 merupakan produk hukum publik; bahwa sesuai ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata bahwa salah satu syarat sahnya suatu perjanjian adalah sebab yang halal dan dalam Pasal 1337 KUHPerdata dijelaskan bahwa yang menentukan suatu sebab yang terlarang apabila dilarang oleh Undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum; bahwa sesuai ketentuan Pasal 23A Undang-Undang Dasar 1945, pajak dan pungutan lain lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-undang; bahwa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah termasuk Pajak Air Permukaan merupakan pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa dan telah diatur dengan Undang-undang yaitu Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009, sehingga secara yuridis Undang-undang tersebut merupakan implementasi dari konstitusi Undang-Undang Dasar 1945; bahwa berlakunya kontrak karya secara nailed down disebabkan Undang-Undang yang berlaku dari waktu ke waktu memberikan penegasan dalam pasal-pasalnya bahwa ketentuan dalam Kontrak Karya tetap mengikat secara hukum seperti yang diatur dalam beberapa UU yaitu:
bahwa berdasarkan beberapa ketentuan di atas, sifat lex specialis KK terhadap UU ditunjukkan dengan adanya aturan atau pasal-pasal yang tercantum dalam undangan-undang yang saat ini berlaku berupa penegasan bahwa ketentuan dalam Kontrak Karya mengikat secara hukum; bahwa menurut butir menimbang UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dinyatakan sebagai berikut:
bahwa berdasarkan uraian di atas, tidak terdapatnya ketentuan dalam UU PDRD yang berkaitan dengan keberlakuan ketentuan dalam Kontrak Karya sebagai ketentuan yang diberlakukan secara khusus (Lex Specialis), menunjukan bahwa DPR yang merupakan perwakilan dari seluruh rakyat Indonesia tidak menghendaki UU PDRB tunduk terhadap Kontrak Karya dengan pertimbangan pajak daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah serta untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian daerah; bahwa berdasarkan uraian diatas terbukti bahwa Kontrak Karya tidak diatur secara khusus dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Majelis berpendapat Kontrak Karya tidak dapat diberlakukan sebagai Lex Specialis terhadap Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah karena tidak mempunyai landasan yuridis yang kuat, Menimbang, dalil Terbanding yang menyatakan adanya dampak lingkungan atas pemanfaatan air permukaan yang berasal dari sungai Aghawagon – Otomona Kabupaten Mimika Provinsi Papua yang digunakan untuk mendorong dan mengendapkan sisa produksi berupa pasir sisa tambang (Tailing), dapat diuraikan sebagai berikut: bahwa untuk memanfaatkan air permukaan tersebut, Pemohon banding mengajukan ijin untuk pengambilan dan atau pemanfaatan air permukaan dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Irian Jaya memberikan ijin Nomor 540/154/SET Tanggal 4 Januari 1995 Perihal Ijin Pemanfaatan Sungai Aikwa untuk Penyaluran Limbah Pertambangan (tailing) dan Surat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Irian Jaya Nomor 540/2102/SET Tanggal 20 Juni 1996 Perihal Ijin Pemanfaatan Sungai Aghwa-Otomona-Ajkwa-Minajerwi untuk Penyaluran Limbah Pertambangan (Tailing); bahwa dengan adanya kegiatan Pemohon Banding berupa mendorong dan mengendapkan sisa produksi berupa pasir sisa tambang (Tailing), maka akan menyebabkan terganggu ekosistem sungai Aghawagon yang disebabkan pendangkalan sungai sehingga Majelis berpendapat sudah sepatutnya apabila Pemerintah Daerah menarik pajak atas pemanfaatan air permukaan dalam rangka perbaikan lingkungan dan ekosistem sungai Aghawagon yang terjadi dari waktu ke waktu; Menimbang, kewenangan (diskresi) Pemerintah Daerah untuk menetapkan Tarif Pajak Air Permukaan menurut butir menimbang pada UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dapat diuraikan sebagai berikut: bahwa Negara Kesatuan RI merupakan negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945 bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan bangsa yang aman, tertib, sejahtera dan berkeadilan; bahwa Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah; bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian daerah, perlu dilakukan perluasan objek pajak daerah dan retribusi daerah dan pemberian diskresi dalam penetapan tarif; bahwa berdasarkan uraian di atas Majelis berpendapat pemberian diskresi dalam penetapan tarif pajak atas air permukaan adalah telah sesuai dengan jiwa UU PDRB yaitu pajak daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang penting untuk mewujudkan tata kehidupan bangsa yang aman, tertib, sejahtera dan berkeadilan sehingga perlu dilakukan perluasan objek pajak daerah dan retribusi daerah dan pemberian diskresi dalam penetapan tarif; Menimbang, ketentuan Pasal 18 Ayat (1) ii Kontrak Karya, yang menyatakan: “Dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya berdasarkan Persetujuan ini, Perusahaan tunduk kepada undang-undang dan peraturan-peraturan yang dari waktu ke waktu berlaku di Indonesia, mempunyai hak untuk membangun fasilitas-fasilitas yang dianggap perlu dengan ketentuan bahwa dalam hubungan dengan kegiatan-kegiatan Perusahaan, tetapi tunduk kepada ketentuan dalam pasal 13, Perusahanan harus membayar biaya dan pungutan yang berlaku umum untuk pelayanan yang diberikan, fasilitas yang diminta dan hak-hak khusus yang dibrikan oleh Pemerintah; dengan ketentuan bahwa jasa-jasa, faslitas dan hak-hak tersebut diminta oleh perusahaan; bahwa Pemohon Banding Meminta Fasilitas Pemanfaatan Sungai Aikwa untuk penyaluran limbah Pertambangan (tailing) kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Irian Jaya berdasarkan Surat Nomor 2330/19/1994 perihal Ijin Pemanfaatan Aikwa untuk penyaluran limbah Pertambangan (tailing); bahwa berdasarkan Surat Permohonan Ijin Pemohon Banding Nomor 2330/19/1994, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Irian Jaya menjawab dengan Surat Nomor 540/154/SET tanggal 4 Januari 1995 yang intinya dalam rangka kelancaran tugas kegiatan industri pertambangan di Tembagapura/Timika Kabupaten Fak Fak, menyetujui permohonan dimaksud; bahwa dengan adanya permintaan ijin untuk menggunakan fasilitas aliran sungai Aikwa untuk penyaluran limbah Pertambangan (tailing) dan persetujuan dari Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Irian Jaya, maka telah sesuai dengan ketentuan Pasal 18 Ayat (1) ii Kontrak Karya, sehingga Pemohon Banding harus tunduk kepada undang-undang dan peraturan-peraturan yang dari waktu ke waktu berlaku di Indonesia dan harus membayar biaya dan pungutan yang berlaku umum untuk fasilitas yang diminta dan hak-hak khusus yang diberikan oleh Pemerintah; bahwa terkait dengan frasa “.....tetapi tunduk kepada ketentuan dalam pasal 13”, Majelis memaknainya bahwa frase tersebut terkait dengan selain fasilitas dan hak-hak khusus yang diminta dan yang diberikan oleh Pemerintah berdasarkan permintaan perusahaan; bahwa peraturan-peraturan yang dari waktu ke waktu berlaku di Indonesia yang terkait dengan sengketa a quo adalah Pasal 1 angka 17 dikaitkan dengan Pasal 21 ayat (1) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (selanjutnya disebut UU PDRD) dan Pasal 32 ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah (selanjutnya disebut Perdasi Pajak Daerah), yang menyatakan bahwa:
bahwa dengan demikian Majelis berpendapat pemanfaatan air permukaan oleh Pemohon Banding yang memanfaatkan air sungai Aghawagon – Otomona Kabupaten Mimika Provinsi Papua untuk mendorong dan mengendapkan sisa produksi berupa pasir sisa tambang (Tailing) merupakan obyek Pajak Air Permukaan (PAP); Menimbang, bahwa terkait ketentuan-ketentuan khusus yang terdapat dalam Kontrak Karya, Pasal 1 angka 20 Kontrak Karya menegaskan mengenai definisi dari kata "Pemerintah" dimana ““Pemerintah” berarti Pemerintah Republik Indonesia, Menteri, Departemen, Badan, Lembaga, Pemerintah Tingkat Wilayah, Daerah tingkat I atau tingkat II-nya”. Oleh karena itu, sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 20 Kontrak Karya tersebut, Majelis berpendapat Pemerintah Daerah Tingkat I (Provinsi) Papua yang dikepalai oleh Gubernur Provinsi Papua atau Terbanding termasuk ke dalam cakupan definisi “Pemerintah”; Menimbang, bahwa Pemohon Banding telah membuat kesepakatan dengan Pemerintah Daerah Provinsi Papua pada tanggal 06 Desember 2012 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, pada angka 1 antara lain menyebutkan: "Pajak air Permukaan akan dihitung dan dibayarkan oleh Perusahaan berdasarkan tarif dari Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah, khususnya Bab VI tentang Pajak Air Permukaan…". bahwa Perjanjian yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Papua dengan Pemohon Banding adalah dalam rangka penggunaan kewenangan (diskresi) Pemerintah Daerah Provinsi Papua dalam penetapan tarif dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian daerah, sebagaimana tertuang dalam konsideran UU PDRB; bahwa isi kesepakatan antara Pemerintah Provinsi Papua dan Pemohon Banding pada tanggal 06 Desember 2012 ("KesepakatanTahun 2012"), dinyatakan bahwa kedua pihak menyadari adanya perbedaan antara ketentuan-ketentuan di dalam Kontrak Karya dan di dalam peraturan perundang-undangan pajak dan retribusi daerah, sehingga Kesepakatan Tahun 2012 tersebut pada dasarnya dibuat sebagai suatu bentuk jalan keluar atas perbedaan tersebut dalam konteks itikad baik Pemohon Banding dan Pemerintah Provinsi Papua dalam menyelesaikan perbedaan tersebut; bahwa Perdasi Papua Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah telah mendapat persetujuan Pemerintah Pusat berdasarkan:
bahwa kesepakatan tanggal 06 Desember 2012 sejalan dengan prinsip-prinsip otonomi daerah dimana Provinsi Papua sesuai dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua telah diberikan kewenangan dan keleluasaan yang besar untuk menyelenggarakan pemerintahan yang lebih efektif dan membangun daerah dengan memperhatikan nilai-nilai/kearifan budaya, kondisi geografis dan tingkat kesulitan/kemahalan yang tinggi. bahwa kesepakatan tanggal 06 Desember 2012 merupakan suatu perikatan yang sah sebagaimana dimaksud Pasal 1320 KUHPer jo. Pasal 1337 KUHPer: Pasal 1320 KUHPer “Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:
Pasal 1337 KUHPer “Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.” bahwa dalam konteks perjanjian yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1320 KUHPer jo Pasal 1337 KUHPer, dan ketentuan Pasal 1338 KUHPer mengatur: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” bahwa berdasarkan uraian di atas, terbukti para pihak telah membuat kesepakatan baru dengan mengesampingkan ketentuan dalam Penjelasan Pasal 13 Paragraf 10 Kontrak Karya, dimana Pemohon Banding secara sadar mengakui adanya pajak-pajak yang dikenakan oleh Pemerintah Daerah dalam hal ini Pajak Air Permukaan yang dihitung berdasarkan tarif sesuai Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 4 Tahun 2011; Menimbang, bahwa Terbanding menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Pajak Air Permukaan (selanjutnya disingkat SKPD-PAP) Nomor 973/1714/Dispenda tanggal 03 Agustus 2015 berdasarkan Volume air sungai yang dimanfaatkan untuk pengangkutan tailing PT. GG Indonesia sebesar 115 m3/detik berdasarkan Keputusan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Papua Nomor: 094/674 Tahun 2014 Tentang Penetapan Volume Air Permukaan Yang dimanfaatkan Untuk Proses Pengangkutan dan Pengendapan Tailing Pemohon Banding, bahwa pemanfaatan volume air Volume Air sebesar 115 m3/detik adalah seluruh debit Sungai Aghawagon – Sungai Otomona berdasarkan rata-rata hasil pengukuran debit harian di Jembatan Otomona Tahun 2011 sd 2015; bahwa volume air yang dimanfaatkan untuk pengangkutan tailing selama Bulan Juli 2015 oleh Terbanding dihitung dengan cara : 115m3/detik x 60 detik x 60 menit x 24 jam x 30 hari = 308.016.000m3. bahwa Harga Dasar Air yang digunakan Terbanding berdasarkan Peraturan Gubernur Papua Nomor 60 Tahun 2012 tentang Besarnya Nilai Perolehan Air Permukaan (Bukti T-4) dan Tarif Pajak ditetapkan berdasarkan Pasal 36 Perdasi Pajak Daerah. Dengan demikian menurut Terbanding Perhitungan besarnya Pajak Air Permukaan yang harus dibayar dihitung dengan menggunakan rumus 115m3/detik x 60 detik x 60 menit x 24 jam x jumlah hari dalam bulan x Rp.1200 x 10% ditambah Denda Pajak berdasarkan Pasal 48 ayat (5) Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah. bahwa Pemohon Banding tidak setuju pemanfaatan volume air Volume Air sebesar 115 m3/detik dengan alasan bahwa berdasarkan data empiris yang diperoleh dari pengukuran secara faktual, rata-rata debit air (water volumetric) di sepanjang sungai Otomona adalah sebesar 42.68 m3/detik. bahwa dalam dalam Dokumen STUDI AMDAL 300 K yang diketuai oleh Prof. Dr. Otto Soermarwoto Tabel 4.15 Hal 4-48 Hasil Pengukuran Debit Beberapa Sungai di Daerah Studi menunjukan bahwa Debit Sungai Otomona mempunyai debit 119 m3/det. Hal ini sesuai dengan hasil Pengukuran rata-rata debit harian yang dilakukan oleh Pemohon Banding di Jembatan Otomona yang nilai rata-rata dari Tahun 2011 s/d 2015 berkisar antara 108 m3/det s/d 122 m3/det. bahwa berdasarkan Surat Keterangan Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup Provinsi Papua Nomor 660/171/I/BPLH tanggal 9 Mei 2016 dinyatakan bahwa agar muara Sungai Ajkwa dan Laut Arafura tidak tercemar oleh tailing maka Volume air yang diperlukan untuk mengangkut tailing dari Titik Penaatan Pandan Lima (Titik Kontrol Akhir ModADA) yang terletak di ujung ModADA adalah 106,16 m3 /det s/d 114,76 m3/det. bahwa sesuai dengan Pendapat Ahli Hidrologi Sungai DR. FG, MS, yang disampaikan secara tertulis, menyatakan bahwa Tailing yang masuk ke periaran sungai dari hulu paling ujung alur sungai, diangkut oleh aliran sungai dari hulu sampai hilir, mulai terjadi pengendapan di zone tranfer (zone2) yaitu di takik lereng (perubahan gradien besar ke kecil), dan pengendapan di daerah dataran (zone 3 atau zone sedimentasi). Karena material sedimen (tailing) menyatu dengan aliran sungai baik debit besar maupun kecil, maka air sungai mengalami penurunan fungsi air. Dengan kata lain Pemohon Banding menggunakan seluruh Volume Air yang mengalir dari hulu sampai hilir. Berdasarkan data yang ada maka, total Volume air yang mengalir dari Hulu sampai muara sungai adalah berkisar antara 155 m3/det. Terdiri dari Volume air yang masuk di Jembatan Otomona sebesar 115 m3/det dan volume air hujan yang tertampung di ModADA sebesar 40 m3/det. bahwa dalam persidangan, Majelis bertanya kepada Ahli Hidrologi Sungai Dr. GFG, MS, apakah debit air sebesar 47 m3/detik seperti yang disampaikan oleh Pemohon Banding dalam persidangan akan mampu mengangkut tailing sampai ke pembuangan akhir; bahwa menurut ahli Hidrologi Sungai Dr. FG, MS, debit air sebesar 47 m3/detik tidak mungkin akan mampu mengangkut tailing sampai ke pembuangan akhir karena dibutuhkan total volume air yang mengalir dari hulu sampai ke muara sungai yang berkisar antara 155 m3/detik yang terdiri dari volume air yang masuk ke jembatan Ottomona sebesar 115 m3/detik dan volume air hujan yang tertampung di ModADA sebesar 40 m3/detik; bahwa berdasarkan fakta dan bukti sebagaimana telah diuraikan di atas Majelis tidak dapat meyakini perhitungan teknis Pemohon Banding yang disampaikan di persidangan maupun secara tertulis yang menyatakan bahwa hanya memakai/menggunakan air permukaan sebanyak 47 m3/detik, karena jika debit air yang digunakan Pemohon Banding hanya sebanyak 47 m3/detik, maka tidak mungkin mampu mengangkut tailing sampai ke pembuangan akhir, bahwa berdasarkan Ahli Hidrologi Sungai DR. FG, MS, Dokumen STUDI AMDAL dan Surat Keterangan Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup Provinsi Papua Nomor 660/171/I/BPLH tanggal 9 Mei 2016 Majelis berpendapat perhitungan terbanding atas volume air yang dimanfaatkan untuk pengangkutan tailing sebesar 115 m3/detik sudah tepat; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Menimbang | : | berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas, Majelis berkesimpulan bahwa dalil yang disampaikan oleh Pemohon Banding baik dalam bantahan tertulis maupun dalam persidangan tidak didasarkan kepada landasan yuridis dan pembuktian yang kuat, sehingga koreksi Terbanding tetap dipertahankan karena telah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Menimbang | : | bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berketetapan untuk menggunakan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak untuk menolak banding Pemohon Banding; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Mengingat | : | Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundang undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan sengketa ini; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Memutuskan | : | Menolak banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor 188.4/222/ Tahun 2015 Tanggal 01 Juli 2015, tentang Penolakan Terhadap Pengajuan Keberatan Pemohon Banding Atas Surat Ketetapan Pajak Daerah Pajak Air Permukaan Nomor 973/1011/Dispenda Tanggal 02 Maret 2015 untuk Bagian Bulan Februari 2015, atas nama: xxx. Demikian diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah Majelis setelah pemeriksaan dalam persidangan yang dicukupkan pada hari Rabu tanggal 27 Juli 2016, oleh Hakim Majelis XVB Pengadilan Pajak yang ditunjuk dengan Penetapan Ketua Pengadilan Pajak Nomor: Penetapan Ketua Pengadilan Pajak Nomor PEN-00153/PP/BR/2016 tanggal 16 Februari 2016 juncto Penetapan Ketua Pengadilan Pajak Nomor PEN.014/PP/Prb.SM/2016 tanggal 1 April 2016 dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut:
dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari Rabu tanggal 18 Januari 2017 dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh Pemohon Banding dan Terbanding. |
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.