1   2   3

 

Lampiran II

Peraturan Direktur Jenderal Pajak

Nomor

:

PER – 159/PJ./2006

Tanggal

:

31 Oktober 2006

 

TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN PADA FAKTUR PAJAK STANDAR

 

PETUNJUK PENGISIAN

 

1.

Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar.

Diisi dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar yang formatnya sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

 

2.

Pengusaha Kena Pajak.

Diisi dengan nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak dan tanggal pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dari Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak Standar, sesuai dengan keterangan dalam Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, kecuali alamat diisi dengan alamat tempat domisili/tempat kegiatan usaha terakhir Pengusaha Kena Pajak.

 

3.

Pembeli Barang Kena Pajak dan/atau Penerima Jasa Kena Pajak.

Diisi sesuai dengan nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak dan/atau penerimaan Jasa Kena Pajak. Dalam hal Pembeli Barang Kena Pajak dan/ atau Penerima Jasa Kena Pajak adalah Pengusaha Kena Pajak, maka Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak harus diisi.

 

4.

Pengisian tentang Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak yang diserahkan :

 

a.

Nomor Urut

Diisi dengan nomor urut dari Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang diserahkan.

 

b.

Nama Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak.

Diisi dengan nama Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang diserahkan.

 

 

-

Dalam hal diterima Uang Muka atau Termin atau Cicilan, kolom Nama Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak diisi dengan keterangan, misalnya Uang Muka, atau Termin, atau Angsuran, atas pembelian BKP dan/atau perolehan JKP.

 

 

-

Dalam hal diperlukan, Pengusaha Kena Pajak dapat menambahkan keterangan jumlah unit dan harga per unit dari BKP yang diserahkan.

 

 

c.

Harga Jual/Penggantian/uang Muka/Termin.

Diisi dengan Harga Jual atau Pengantian atas Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang diserahkan sebelum dikurangi Uang Muka atau Termin.

Dalam hal diterima Uang Muka atau Termin, maka yang menjadi dasar penghitungan Pajak Pertambahan Nilai adalah jumlah Uang Muka atau Termijn yang bersangkutan.

Dalam hal pembayaran Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin dilakukan dengan menggunakan mata uang asing, maka hanya baris “Dasar Pengenaan Pajak” dan baris “PPN = 10% X Dasar Pengenaan Pajak” yang harus dikonversikan ke dalam mata uang rupiah menggunakan kurs yang berlaku menurut Surat Keputusan Menteri Keuangan pada saat pembuatan Faktur Pajak Standar.

Dalam hal keterangan Nama Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak yang diserahkan tidak dapat ditampung dalam satu Faktur Pajak Standar, maka Perusahaan Kena Pajak dapat :

 

 

-

Membuat lebih dari 1 (satu) formulir Faktur Pajak Standar yang masing-masing formulir harus menggunakan Kode, Nomor Seri, dan tanggal Faktur Pajak Standar yang sama, serta ditandatangani dan diberi keterangan nomor halaman pada setiap lembarnya, dan khusus untuk pengisian jumlah, Potongan Harga, Uang Muka yang telah diterima, Dasar Pengenaan Pajak, dan Pajak Pertambahan Nilai cukup diisi pada formulir terakhir Faktur Pajak Standar; atau

 

 

-

Membuat 1 (satu) Faktur Pajak Standar yang menunjuk nomor dan tanggal Faktur-faktur Penjualan yang merupakan lampiran yang tidak terpisahkan dari Faktur Pajak Standar tersebut, dalam hal Faktur Penjualan dibuat berbeda dengan Faktur Pajak.

 

5.

Jumlah Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin.

Diisi dengan penjumlahan dari angka-angka dalam kolom Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin.

 

6.

Potongan Harga.

Diisi dengan total nilai potongan harga Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang diserahkan, dalam hal terdapat potongan harga yang diberikan.

 

7.

Uang Muka yang telah diterima.

Diisi dengan nilai Uang Muka yang telah diterima dari penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.

 

8.

Dasar Pengenaan Pajak.

Diisi dengan jumlah Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin dikurangi dengan Potongan Harga dan Uang Muka yang telah diterima.

 

9.

PPN = 10% x Dasar Pengenaan Pajak.

Diisi dengan jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebesar 10 % dari Dasar Pengenaan Pajak.

 

10.

Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

Hanya diisi apabila terjadi Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah, yaitu sebesar tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak yang menjadi dasar penghitungan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

 

11.

………………… Tanggal ………………………

Diisi dengan tempat dan tanggal Faktur Pajak dibuat.

 

12.

Nama, Jabatan dan Tandatangan.

Diisi dengan nama, jabatan dan tandatangan pejabat yang telah ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatangani Faktur Pajak, yang telah diberitahukan secara tertulis kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan atau tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai dilakukan, sebelum pejabat yang ditunjuk tersebut menandatangani Faktur Pajak.

Dalam hal Pengusaha Kena Pajak adalah Orang Pribadi yang tidak memiliki struktur organisasi, maka keterangan jabatan diisi dengan “Pemilik Kegiatan Usaha” atau “kuasa Pemilik Kegiatan Usaha” yang ditunjuk oleh Pemilik Kegiatan Usaha yang telah diberitahukan secara tertulis kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan atau tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai dilakukan, sebelum kuasa menandatangani Faktur Pajak.

Pejabat atau Kuasa yang ditunjuk untuk menandatangani Faktur tidak harus sama dengan pejabat atau Kuasa yang berwenang untuk menandatangani Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.

Cap tanda tangan tidak diperkenankan dibubuhkan pada Faktur Pajak Standar.

 

13.

Dalam hal Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak menggunakan mata uang asing maka :

 

a.

Pengusaha Kena Pajak dapat menambah kolom Valuta Asing sebagaimana contoh pada Lampiran IB.

 

b.

Keterangan Kurs diisi sesuai dengan Kurs Menteri Keuangan yang berlaku pada saat pembuatan Faktur Pajak Standar.

 

c.

Dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan penyerahan dengan menggunakan mata uang asing dan rupiah, Lampiran IB dapat digunakan juga untuk transaksi yang menggunakan mata uang rupiah.

 


 

Lampiran III

Peraturan Direktur Jenderal Pajak

Nomor

:

PER – 159/PJ./2006

Tanggal

:

31 Oktober 2006

 

KODE DAN NOMOR SERI FAKTUR PAJAK STANDAR

 

A.

Format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar.

 

 

1.

Format Kode Faktur Standar terdiri dari 6 (enam) digit, yaitu :

 

 

a.

2 (dua) digit pertama adalah kode transaksi,

 

 

b.

1 (satu) digit berikutnya adalah Kode Status,

 

 

c.

3 (tiga) digit berikutnya adalah Kode Cabang,

 

 

2.

Format Nomor Seri Faktur Pajak Standar tediri dari 10 (sepuluh) digit, dengan rincian sebagai berikut :

 

 

a.

2 (dua) digit pertama adalah Tahun Penerbitan.

 

 

b.

8 (delapan digit berikutnya adalah Nomor Urut.

 

Sehingga format dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar secara keseluruhan menjadi sebagai berikut :

 

 

 

Penulisan Kode dan Nomor Seri pada Faktur Pajak Standar, harus lengkap sesuai dengan banyaknya digit.

Contoh Penulisan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar berikut artinya :

 10.000-07.00000001,

berarti penyerahan kepada Selain Pemungut PPN, Faktur Pajak Normal (bukan Faktur Pajak Standar Pengganti), diterbitkan tahun 2007 dengan nomor urut 1.

011.000-07.00000005,

berarti penyerahan kepada Selain Pemungut PPN, Faktur Pajak Pengganti. Faktur Pajak Standar Pengganti diterbitkan tahun 2007 dengan nomor urut 5. Dalam hal ini Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar yang diganti harus dicantumkan dalam kolom yang telah disediakan (yaitu kolom Kode dan Nomor Seri FP yang Diganti).

 

B.

Tata Cara Penggunaan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar.

 

1.

Tata Cara Penggunaan Kode Transaksi pada Faktur Pajak Standar

 

 

a.

Kode Transaksi diisi dengan ketentuan sebagai berikut :

 

 

 

-

01

Digunakan untuk penyerahan kepada selain Pemungut PPN.

Kode ini digunakan atas penyerahan BKP/JKP kepada pihak lain yang bukan Pemungut PPN, termasuk penyerahan kepada Perwakilan Negara Asing atau Perwakilan Organisasi Internasional yang tidak mendapat persetujuan untuk diberikan fasilitas perpajakan oleh Menteri Keuangan, dan penyerahan BKP/JKP antar Pemungut PPN selain Bendaharawan, yang PPN-nya dipungut oleh pihak yang menyerahkan BKP/JKP.

Kode ini digunakan dalam hal penyerahan dilakukan selain pemungut PPN dan bukan merupakan jenis penyerahan sebagaimana dimaksud pada kode 04 sampai dengan 09.

 

 

 

 

-

02

Digunakan untuk penyerahan kepada Pemungut PPN Bendaharawan Pemerintah.

 

 

 

 

-

03

Digunakan untuk penyerahan kepada Pemungut PPN Lainnya (selain Bendaharawan Pemerintah).

Kode ini digunakan atas penyerahan BKP/JKP kepada Pemungut PPN selain Bendaharawan Pemerintah, dalam hal ini KPS Migas selaku Pemungut PPN.

 

 

 

 

-

04

Digunakan untuk penyerahan yang menggunakan DPP Nilai Lain Kepada Selain Pemungut PPN.

Kode ini digunakan atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang menggunakan DPP dengan Nilai Lain sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri keuangan Nomor 251/KMK.03/2002.

 

 

 

 

-

05

Digunakan untuk penyerahan yang Pajak Masukannya diDeemed kepada Selain pemungut PPN.

Kode ini digunakan penyerahan BKP dan/atau JKP yang PPN-nya dihitung dengan menggunakan deemed Pajak Masukan.

 

 

 

 

-

06

Digunakan untuk penyerahan Lainnya kepada selain Pemungut PPPN.

Kode ini digunakan atas penyerahan BKP dan/ atau JKP selain jenis penyerahan pada kode 01 sampai dengan kode 05, antara lain :

 

 

 

 

 

a.

Penyerahan yang menggunakan tarif selain 10%, contohnya penyerahan JKP di bidang pertambangan yang bersifat lex specialis, yang terutang Pajak Penjualan dengan tarif 5%.

 

 

 

 

 

b.

Penyerahan hasil tembakau yang dibuat di dalam negeri oleh Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau hasil tembakau yang dibuat di luar negeri oleh importir hasil tembakau dengan mengacu pada pada ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 62/KMK.03/2002 tentang Dasar Penghitungan, Pemungutan dan Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Hasil Tembakau.

 

 

 

 

-

07

Digunakan untuk penyerahan yang PPN atau PPN dan PPn BM-nya Tidak Dipungut kepada selain Pemungut PPN.

Kode ini digunakan atas dengan penyerahan yang PPN atau PPN atau PPn BM-nya Tidak Dipungut berdasarkan peraturan khusus yang berlaku, antara lain :

 

 

 

 

 

a.

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 Tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas barang Mewah dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Dana Pinjaman/ Hibah Luar Negeri sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2001.

 

 

 

 

 

b.

Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1996 tentang Perlakuan Perpajakan bagi Perusahaan Kena Pajak Berstatus Entrepot Produksi Tujuan Ekspor (EPTE) dan Perusahaan Pengolahan Di Kawasan Berikat (KB).

 

 

 

 

 

c.

Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat yang diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/KMK.04/2005.

 

 

 

 

 

d.

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perlakuan Perpajakan di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 147 Tahun 2000.

 

 

 

 

 

e.

Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2003 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah di Kawasan Berikat (Bonded Zone) Daerah Industri Pulau Batam sebagaimana telah diubah dengan Peraturan  Pemerintah Nomor 30 Tahun 2005.

 

 

 

 

 

f.

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2005 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Avtur Untuk Keperluan Penerbangan Internasional.

 

 

 

 

 

g.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 128/KMK.03/2000 tentang Toko Bebas Bea.

 

 

 

 

 

h.

Keputusan Menteri keuangan Nomor 231/KMK.03/2001 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang Kena Pajak Yang Dibebaskan Dari Pungutan Bea Masuk sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 616/PMK.03/2004.

 

 

 

 

 

i.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.04/2005 tentang tempat Penimbunan Berikat di Pulau Batam, Bintan dan Karimun sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89/PMK.04/2005.

 

 

 

 

 

j.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.04/2005 tentang Perlakuan Perpajakan dan Kepabeanan Dalam Rangka Proyek Pengembangan Pulau Bintan dan Karimun.

 

 

 

 

-

08

Digunakan untuk penyerahan yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN atau PPn dan PPn BM kepada selain Pemungut PPN.

Kode ini digunakan atas penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN dan PPn BM, berdasarkan peraturan khusus yang berlaku antara lain :

 

 

 

 

 

a.

Peraturan Menteri Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003.

 

 

 

 

 

b.

Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2003.

 

 

 

 

 

c.

Vienna Convention Tahun 1961 dan Tahun 1963 jis. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1982 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 25/KMK.01/1998 yang diatur lebih lanjut dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ.52/1998 tentang Restitusi/ Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah Kepada Perwakilan Negara Asing/Badan-badan Internasional Serta Pejabat/Tenaga Ahlinya.

 

 

 

 

-

09

Digunakan untuk penyerahan Aktiva pasal 16D kepada selain Pemungut PPN.

 

 

 

b.

Penyerahan kepada selain Pemungut PPN dapat meliputi penyerahan yang digunakan DPP Nilai Lain dan/atau penyerahan yang Pajak Masukannya diDeemed dan/atau  penyerahan yang PPN atau PPN dan PPn BM-nya Tidak Dipungut dan/atau penyerahan yang Dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPn dan PPn BM dan/ atau penyerahan Aktiva Pasal 16D.

 

 

 

c.

Dalam hal terdapat penyerahan sebagaimana dimaksud pada butir 1.b maka Kode Transaksi yang digunakan adalah Kode Transaksi berdasarkan jenis penyerahan. Contoh penyerahan jasa biro perjalanan yang Dasar Pengenaan Pajak-nya menggunakan Nilai Lain sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih, dilakukan kepada selain Pemungut PPN dan Faktur Pajak Standar, maka Kode Transaksi yang digunakan adalah ’04’ bukan ‘01’.

 

 

 

d.

Penyerahan yang menggunakan Kode Transaksi ‘01’ adalah penyerahan kepada selain Pemungut PPN yang jenis penyerahannya tidak termasuk dalam kategori penyerahan yang menggunakan DPP Nilai Lain dan/ atau penyerahan yang Pajak Masukannya diDeemed dan/atau penyerahan lainnya dan/atau penyerahan yang PPN atau PPN dan PPn BM-nya Tidak Dipungut dan/atau  penyerahan yang Dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN dan PPn BM dan/atau penyerahan Aktiva Pasal 16D.

 

 

 

e.

Penyerahan kepada Pemungut PPN baik Pemungut PPN Bendaharawan Pemerintah maupun Pemungut PPN Selain Bendaharawan Pemerintah dapat meliputi penyerahan DPP Nilai Lain dan/atau penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN ata PPN dan PPn BM dan/ atau penyerahan Aktiva Pasal 16DE.

 

 

 

f.

Dalam hal terdapat penyerahan sebagaimana dimaksud pada butir 1.e maka Kode Transaksi yang digunakan adalah Kode Transaksi kepada Pemungut PPN Bendaharawan Pemerintah maupun Pemungut PPN Selain Bendaharawan Pemerintah . Contoh penyerahan kendaraan bermotor bekas yang Dasar Pengenaan Pajak-nya menggunakan Nilai Lain sebesar 10% (sepuluh persen) dari Harga Jual, dilakukan kepada Pemungut PPN Bendaharawan Pemerintah dengan Faktur Pajak Standar, maka Kode Transaksi yang digunakan adalah ‘02’ bukan ‘04’.

 

 

2.

Tata Cara Penggunaan Kode Status pada Faktur Pajak Standar

Kode Status, diisi dengan ketentuan sebagai berikut :

 

 

a.

0 (nol) untuk status normal;

 

 

b.

1 (satu) untuk status penggantian.

 

 

3.

Tata Cara Penggunaan Kode Barang pada Faktur Pajak Standar

 

 

a.

Kode Cabang diisi dengan ketentuan pengisian sebagai berikut :

 

 

 

i.

Bagi Pengusaha Kena Pajak yang memiliki lebih dari 1 (satu) tempat pajak terutang yang dipusatkan secara jabatan pada Kantor Pelayanan Pajak yang menerapkan Sistem administrasi Modern (SAM), namun :

 

 

 

 

-

Sistem penerbitan Faktur Pajak Standar-nya belum online antara Kantor Pusat dan Kantor-kantor Cabang-nya; dan/ atau

 

 

 

 

-

Kantor Pusat dan/atau Kantor-kantor Cabang-nya ada yang ditetapkan sebagai Penyelenggara Kawasan Berikat dan/atau ditetapkan sebagai Pengusaha Di Kawasan Berikat dan/atau berada di Pulau Batam dan/atau mendapat fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor;

 

 

 

 

Maka Kode Cabang ditentukan sendiri secara berurutan, diisi dengan kode ‘000’ untuk Kantor Pusat dan dimulai dari kode ‘001’ untuk Kantor Cabang.

 

 

 

ii.

Bagi Pengusaha Kena Pajak selain dari Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada butir 3.a.i., Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak Standar diisi dengan kode ‘000’.

 

 

 

b.

Pengaturan Kode Cabang bagi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada butir 3.a.i. adalah sebagai berikut :

 

 

 

i.

Untuk pertama kali sejak berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, Pengusaha Kena Pajak dapat mengurutkan Kode Cabang menurut cara yang dianggap paling mudah, namun untuk penambahan Kode Cabang baru setelah berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini Pengusaha Kena Pajak dapat mengurutkan Kode Cabang berdasarkan tanggal pengukuhan masing-masing Kantor Cabang.

Contoh : Pengusaha Kena Pajak memiliki Cabang 3 di Surabaya, 3 di Medan, 1 di Batam berstatus sebagai Pengusaha Di Kawasan Berikat dan Pusatnya ada di Menado, maka Pengusaha Kena Pajak dapat menentukan Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak Standar sebagai berikut :

 

 

 

 

No.

Kantor Pusat / Cabang

Tanggal Pengukuhan PKP

Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak Standar

1.

Menado

5 Agustus 2000

‘000’

2.

Cabang Surabaya 1

10 Desember 2000

‘001’

3.

Cabang Surabaya 2

25 Januari 2003

‘002’

4.

Cabang Medan 1

1 Januari 2001

‘003’

5.

Cabang Medan 2

15 April 2003

‘004'

6.

Cabang PDKB Batam

23 Juli 2003

‘005’

7.

Cabang Surabaya 3

15 Januari 2007

‘006’

8.

Cabang Medan 3

15 Februari 2007

‘007’

 

 

 

ii.

Kode Cabang dapat ditambah dan/atau dihentikan penggunaanya karena adanya penambahan dan/atau pengurangan Kantor Cabang sesuai dengan perkembangan usaha.

 

 

 

iii.

Peruntukan Kode Cabang tidak boleh berubah, dan Kode Cabang yang sudah dihentikan penggunaannya tidak boleh digunakan kembali.

 

 

 

c.

Dalam masa peralihan, bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pemusatan tempat pajak terutang yang keputusan pemusatannya diterbitkan sebelum Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku, namun :

 

 

 

-

Sistem penerbitan Faktur Pajak Standar-nya belum online antara Kantor Pusat dan Kantor-kantor Cabang-nya; dan/ atau

 

 

 

-

Kantor Pusat dan/ atau Kantor-kantor Cabang-nya ada yang ditetapkan sebagai Penyelenggara Kawasan Berikat dan/ atau Pengusaha Di Kawasan Berikat dan/ atau mendapat fasilitas kemudahan Impor Tujuan Ekspor;

 

 

 

Maka pengisian Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak Standar dilakukan sama dengan pengisian Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak Standar yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada butir 3.a.i. sampai dengan berakhirnya masa berlaku pemusatan sepanjang sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai pemusatan tempat pajak terutang.

 

 

4.

Tata Cara Penggunaan Tahun Penerbitan pada Faktur Pajak Standar

Tahun Penerbitan yang digunakan pada Nomor Seri Faktur Pajak Standar ditulis dengan mencantumkan dua digit terakhir dari tahun diterbitkannyaFaktur Pajak Standar, contohnya tahun 2007 ditulis ‘07’.

 

 

5.

Tata Cara Penggunaan Nomor Urut pada Faktur Pajak Standar

 

 

a.

Nomor Urut pada Nomor Seri Faktur Pajak Standar dan tanggal Faktur Pajak Standar harus dibuat secara berurutan, tanpa perlu dibedakan antara Kode Transaksi, Kode Status Faktur Pajak Standar, atau mata uang yang digunakan dalam transaksi, Contoh :

 

 

 

010.000-07.0000001,

Berarti penyerahan kepada Selain Pemungut PPN. Faktur Pajak Standar statusnya adalah Normal, diterbitkan tahun 2007 dengan nomor urut 1.

 

 

 

020.000-07.0000002,

Berarti penyerahan kepada Pemungut Bendaharawan Pemerintah, Faktur Pajak Standar Normal, diterbitkan pada tahun 2007 dengan nomor urut 2.

 

 

 

010.000-07.0000003,

Berarti penyerahan kepada Selain Pemungut PPN, Faktur Pajak Standar Normal, diterbitkan tahun 2007 dengan nomor urut 3, dengan mata uang asing.

 

 

 

011.000-07.0000004,

Berarti penyerahan kepada Selain Pemungut PPN, Faktur Pajak Standar statusnya adalah pengganti, diterbitkan tahun 2007 dengan nomor urut 4.

 

 

 

b.

Penerbitan Faktur Pajak Standar dimulai dari Nomor Urut 1 pada setiap awal tahun takwim, yaitu mulai Masa Pajak Januari dan secara berurutan, kecuali bagi Pengusaha Kena Pajak yang baru dikukuhkan, Nomor Urut 1 dimulai sejak Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan. Bagi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada butir 3.a.i. maka Nomor Urut 1 (satu) dimulai pada setiap awal tahun takwim Masa Pajak Januari pada masing-masing Kantor Pusat dan Kantor-kantor Cabangnya, kecuali bagi Kantor Cabang yang baru dikukuhkan, Nomor Urut 1 dimulai sejak Masa Pajak Kantor Cabang dikukuhkan. Contoh :

 

 

 

010.000-07.0000001,

Berarti penyerahan kepada selain Pemungut PPN, status Faktur Pajak Standar adalah Normal, dilakukan oleh Kantor Pusat, diterbitkan tahun 2007 dengan Nomor Urut 1.

 

 

 

020.000-07.0000002,

Berarti penyerahan kepada Pemungut Bendaharawan Pemerintah, status Faktur Pajak Standar adalah Normal, dilakukan oleh Kantor Pusat, diterbitkan tahun 2007 dengan Nomor Urut 2.

 

 

 

010.001-07.0000001,

Berarti penyerahan kepada Selain Pemungut PPN, status Faktur Pajak Standar adalah Normal, dilakukan oleh Kantor Cabang ke-1 (satu), diterbitkan tahun 2007 dengan Nomor Urut 1.

 

 

 

020.001-07.0000002,

Berarti penyerahan Kepada Pemungut Bendaharawan Pemerintah, status Faktur Pajak Standar adalah Normal, dilakukan oleh Kantor Cabang ke-1 (satu), diterbitkan tahun 2007 dengan Nomor Urut 2.

 

 

 

020.000-07.0000003,

Berarti penyerahan kepada Pemungut Bendaharawan Pemerintah, status Faktur Pajak Standar adalah Normal, dilakukan oleh Kantor Pusat, diterbitkan tahun 2007 dengan Nomor Urut 3.

 

 

 

c.

Apabila sebelum Masa Pajak Januari tahun berikutnya, Nomor Urut telah habis digunakan oleh Pengusaha Kena Pajak (termasuk Nomor Urut di Kantor Pusat dan/ atau Kantor-kantor Cabang bagi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada butir 3.a.i.), maka Pengusaha Kena Pajak harus menerbitkan Faktur Pajak dengan Nomor Urut dimulai dari Nomor Urut 1 (satu). Contoh bagi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada butir 3.a.i. :

 

 

 

No.

Kantor Pusat / Cabang

Kode Cabang Pada Faktur Pajak Standar

Tahun Takwim

Nomor Urut yang telah diterbitkan s.d. tanggal 16 November 2007

1.

Menado

‘000’

2007

0000001 s.d. 00000040

2.

Cabang Surabaya 1

‘001’

2007

0000001 s.d. 00050001

3.

Cabang Surabaya 2

‘002’

2007

0000001 s.d. 99999999

0000001 s.d. 00000020

4.

Cabang Medan 1

‘003’

2007

0000001 s.d. 00004979

5.

Cabang Medan 2

‘004'

2007

0000001 s.d. 00099998

6.

Cabang PDKB Batam

‘005’

2007

0000001 s.d. 00040005

7.

Cabang Surabaya 3

‘006’

2007

0000001 s.d. 99999999

0000001 s.d. 00000035

8.

Cabang Medan 3

‘007’

2007

0000001 s.d. 05000005