Peraturan Pemerintah Nomor : 33 TAHUN 1996
Tempat Penimbunan Berikat
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 33 TAHUN 1996
TENTANG
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
- bahwa dalam rangka meningkatkan daya saing produk ekspor di pasaran global, diperlukan antara lain peningkatan efisiensi dengan mendekatkan persediaan bahan baku bagi kebutuhan industri dalam negeri yang tepat waktu, serta tersedianya sarana promosi untuk mendukung pemasarannya, perlu diberikan kemudahan di bidang Kepabeanan, cukai, dan perpajakan;
- bahwa untuk tujuan tersebut dan sesuai dengan Pasal 44 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, dipandang perlu mengatur tempat tertentu di dalam Daerah Pabean sebagai Tempat Penimbunan Berikat dengan Peraturan Pemerintah;
- Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945;
- Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3566);
- Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3567);
- Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3264), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3568);
- Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);
- Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3613);
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
-
Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu di dalam Daerah Pabean yang digunakan untuk menimbun, mengolah, memamerkan, dan/atau menyediakan barang untuk dijual dengan mendapatkan perlakuan khusus di bidang Kepabeanan, Cukai, dan perpajakan yang dapat berbentuk Kawasan Berikat, Pergudangan Berikat, Entrepot untuk Tujuan Pameran, atau Toko Bebas Bea.
-
Kawasan Berikat adalah suatu bangunan, tempat, atau kawasan dengan batas-batas tertentu yang di dalamnya dilakukan kegiatan usaha industri pengolahan barang dan bahan, kegiatan rancang bangun, perekayasaan, penyortiran, pemeriksaan awal, pemeriksaan akhir, dan pengepakan atas barang dan bahan asal impor atau barang dan bahan dari dalam Daerah Pabean Indonesia lainnya, yang hasilnya terutama untuk tujuan ekspor.
-
Gudang Berikat adalah suatu bangunan atau tempat dengan batas-batas tertentu yang di dalamnya dilakukan kegiatan usaha penimbunan, pengemasan, penyortiran, pengepakan, pemberian merek/label, pemotongan, atau kegiatan lain dalam rangka fungsinya sebagai pusat distribusi barang-barang asal impor untuk tujuan dimasukkan ke Daerah Pabean Indonesia lainnya, Kawasan Berikat, atau direekspor tanpa adanya pengolahan.
-
Entrepot untuk Tujuan Pameran adalah suatu bangunan atau kawasan dengan batas-batas tertentu yang di dalamnya dilaksanakan kegiatan usaha penyelenggaraan pameran barang hasil industri impor atau barang industri dari dalam Daerah Pabean yang penyelenggaraannya bersifat internasional.
-
Toko Bebas Bea adalah bangunan dengan batas-batas tertentu yang dipergunakan untuk melakukan kegiatan usaha menjual barang asal impor atau barang asal Daerah Pabean kepada orang yang berhak membeli barang dalam batas nilai tertentu dengan mendapatkan pembebasan Bea Masuk, Cukai, dan Pajak.
-
Penyelenggara adalah Perseroan Terbatas, koperasi yang berbentuk badan hukum, atau yayasan, yang memiliki, menguasai, mengelola, dan menyediakan sarana dan prasarana guna keperluan pihak lain yang melakukan kegiatan usaha di Tempat Penimbunan Berikat yang diselenggarakannya berdasarkan izin untuk menyelenggarakan Tempat Penimbunan Berikat.
- Pengusaha adalah Perseroan Terbatas atau koperasi yang melakukan kegiatan usaha di Tempat Penimbunan Berikat.
(1) |
Barang atau bahan impor yang dimasukkan ke Tempat Penimbunan Berikat diberikan fasilitas berupa : |
|
|
(2) |
Atas penyerahan Barang Kena Pajak dalam negeri ke Tempat Penimbunan Berikat diberikan fasilitas berupa tidak dipungut PPN, dan PPnBM. |
(3) |
Atas pemasukan Barang Kena Cukai yang berasal dari dalam Daerah Pabean Indonesia lainnya dibebaskan dari pengenaan cukai. |
(4) |
Barang atau bahan yang mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) bukan merupakan barang untuk dikonsumsi sendiri di Tempat Penimbunan Berikat yang bersangkutan. |
(1) |
Penyelenggaraan Tempat Penimbunan Berikat dilakukan oleh penyelenggara yang berkedudukan di Indonesia. |
(2) |
Pengusahaan Tempat Penimbunan Berikat dilakukan oleh Pengusaha yang berkedudukan di Indonesia. |
Penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat dapat juga bertindak sebagai Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat.
(1) | Barang asal impor yang dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat dengan tujuan di impor untuk dipakai, sepanjang terhadap pengeluaran tersebut tidak ditujukan kepada pihak yang memperoleh fasilitas pembebasan atau penangguhan bea masuk, cukai, atau pajak dalam rangka impor : |
|
|
(2) |
Terhadap barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberlakukan ketentuan umum di bidang impor. |
Barang yang dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat dengan tujuan untuk diekspor diberlakukan ketentuan umum di bidang ekspor.
BAB II
KAWASAN BERIKAT
Bagian Pertama
Penyelenggara
(1) |
Penetapan suatu kawasan atau tempat sebagai Kawasan Berikat (KB) serta pemberian izin penyelenggara KB (PKB) dilakukan dengan Keputusan Presiden. |
(2) | Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak yang akan menjadi PKB harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : |
|
KB yang penyelenggaraannya dilakukan oleh PKB yang telah mendapatkan izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 dapat diperuntukkan bagi satu atau beberapa perusahaan yang melakukan kegiatan usaha industri pengolahan.
(1) |
Atas impor barang modal atau peralatan untuk pembangunan/konstruksi/perluasan KB dan peralatan perkantoran yang semata-mata dipakai oleh PKB yang telah mendapat izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 diberikan fasilitas berupa penangguhan bea masuk, tidak dipungut PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22. |
(2) |
PKB berkewajiban untuk melakukan penelitian kelengkapan persyaratan yang diwajibkan kepada Pengusaha KB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 yang akan melakukan kegiatan usaha industri di KB yang di selenggarakannya. |
(3) |
PKB melaporkan kepada Menteri Keuangan tentang adanya Pengusaha baru yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
Bagian Kedua
Pengusaha
(1) |
Pengusaha yang akan melakukan kegiatan usaha di KB (PDKB) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : |
|
|
(2) |
PDKB yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melapor kepada Menteri Keuangan dalam jangka waktu empat belas hari sebelum mulai melakukan kegiatan usahanya. |
(3) |
Ketentuan mengenai tata cara pemasukan barang dan bahan atau pengeluaran barang hasil olahan bagi para PDKB diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan. |
PKB yang akan bertindak sebagai PDKB wajib memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
(1) |
PDKB bertanggung jawab terhadap bea masuk, cukai, dan pajak yang terutang atas barang yang dimasukkan atau dikeluarkan dari perusahaannya. |
(2) |
PDKB dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal barang yang berada di perusahaannya : |
|
Bagian Ketiga
Subkontrak
(1) |
PDKB dapat mengsubkontrakkan sebagian dari kegiatan pengolahannya kepada perusahaan industri yang berada di dalam Daerah Pabean Indonesia lainnya atau PDKB lainnya kecuali pekerjaan pengetesan, sortasi, atau pengepakan. |
(2) |
Pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi seluruh jenis produk dan harus diselesaikan selama-lamanya 60 (enam puluh) hari sejak dikeluarkannya barang dan/atau bahan dari KB. |
(3) |
Pekerjaan Subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan melalui kontrak yang sekurang-kurangnya memuat jangka waktu, jumlah barang dan/atau bahan yang diterima dari PDKB dan jumlah hasil pekerjaan yang dikembalikan kepada PDKB. |
(4) |
Penyerahan pekerjaan subkontrak kepada perusahaan industri yang berada di Daerah Pabean Indonesia lainnya harus disertai dengan jaminan yang diserahkan kepada Bendaharawan Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mengawasi KB berupa : |
|
|
(5) |
Ketentuan mengenai tata cara pekerjaan subkontrak bagi para PDKB diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan. |
Bagian Keempat
Pengeluaran Mesin dari KB
(1) |
Mesin dan/atau peralatan pabrik yang akan dipergunakan untuk mengerjakan pekerjaan subkontrak dapat dipinjamkan oleh PDKB kepada PDKB lainnya atau Subkontraktor dalam Daerah Pabean Indonesia lainnya untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan dan dapat diperpanjang untuk paling lama 2 (dua) kali dua belas bulan. |
(2) |
PDKB dapat mengeluarkan mesin dan/atau peralatan pabrik ke dalam Daerah Pabean Indonesia lainnya dengan tujuan untuk direparasi/diperbaiki. |
(3) |
Dengan menyerahkan jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4) kepada Bendaharawan Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mengawasi KB, pengeluaran mesin dan/atau peralatan pabrik dengan tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) ke dalam Daerah Pabean Indonesia lainnya diberikan penangguhan pembayaran bea masuk, PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22. |
(4) |
Reparasi/perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diizinkan untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak mesin dan/atau peralatan pabrik dikeluarkan dari KB. |
(5) |
Pengeluaran mesin dan/atau peralatan pabrik dari KB ke luar negeri dengan tujuan reparasi/perbaikan dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku. |
(6) |
Ketentuan mengenai tata cara pengeluaran mesin/peralatan pabrik oleh PDKB diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan. |
Bagian Kelima
Pengeluaran Barang Olahan dari KB
(1) |
Pengeluaran barang yang telah diolah di KB ke dalam Daerah Pabean Indonesia lainnya hanya dapat dilakukan setelah ada realisasi ekspor dengan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5. |
(2) |
Realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan persentase dari nilai ekspor yang besarnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan. |
BAB III
GUDANG BERIKAT
Bagian Pertama
Penyelenggara
(1) |
Penetapan suatu bangunan, tempat, atau kawasan sebagai Gudang Berikat diberikan oleh Menteri Keuangan kepada Penyelenggara Gudang Berikat (PGB) dengan menerbitkan izin penyelenggaraan Gudang Berikat. |
(2) |
Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak yang akan menjadi PGB harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : |
|
Gudang Berikat yang berbentuk suatu kawasan yang penyelenggaraannya dilakukan oleh PGB yang telah mendapatkan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dapat diperuntukkan bagi satu atau beberapa perusahaan yang melakukan kegiatan usaha pergudangan.
(1) |
Atas impor barang modal atau peralatan untuk pembangunan/konstruksi Gudang Berikat yang telah mendapat izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 diberikan fasilitas berupa penangguhan bea masuk, tidak dipungut PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22. |
(2) |
PGB yang Gudang Berikatnya dapat ditempati oleh lebih dari satu pengusaha Gudang Berikat, berkewajiban memberikan rekomendasi bagi kepentingan para pengusaha dalam rangka pengurusan izin pengusahaan Gudang Berikat dari Menteri Keuangan. |
Bagian Kedua
Pengusaha
(1) |
Izin sebagai Pengusaha pada Gudang Berikat (PPGB) diberikan oleh Menteri Keuangan. |
(2) |
Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha yang akan menjadi PPGB harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : |
|
|
(3) |
Ketentuan mengenai tata cara pemasukan atau pengeluaran barang impor dan jaminan yang diwajibkan kepada para PPGB diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan. |
PGB yang akan bertindak sebagai PPGB wajib memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19.
(1) |
PPGB bertanggung jawab terhadap bea masuk, cukai, dan pajak yang terutang atas barang yang dimasukkan atau dikeluarkan dari perusahaannya. |
(2) |
PPGB dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal barang yang berada di perusahaannya : |
|
BAB IV
ENTREPOT UNTUK TUJUAN PAMERAN
(1) |
Penetapan suatu bangunan, atau kawasan sebagai Entrepot untuk Tujuan Pameran (ETP) diberikan oleh Menteri Keuangan kepada Penyelenggara Entrepot untuk Tujuan Pameran (PETP) dengan menerbitkan izin penyelenggaraan ETP. |
(2) |
Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak yang akan menjadi PETP harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : |
|
Atas impor barang modal atau peralatan untuk pembangunan/konstruksi ETP yang telah mendapat izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 diberikan fasilitas berupa penangguhan bea masuk, tidak dipungut PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22.
(1) |
PETP membantu pengurusan pemasukan sementara barang impor yang akan di pamerkan oleh para peserta pameran. |
(2) |
PETP bertanggung jawab terhadap bea masuk, cukai, dan pajak yang terutang atas barang impor yang dimasukkan dalam rangka pameran. |
(3) |
PETP dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam hal barang impor yang berada di ETP yang bersangkutan : |
|
BAB V
TOKO BEBAS BEA
Toko Bebas Bea (TBB) dapat berlokasi di :
- Terminal keberangkatan Bandara Internasional/Pelabuhan Utama;
- Terminal kedatangan Bandara Internasional/Pelabuhan Utama; atau
- Dalam kota.
(1) |
Izin pengusahaan TBB diberikan oleh Menteri Keuangan kepada perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang khusus dibentuk untuk itu dengan menerbitkan izin TBB. |
(2) |
Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak yang akan menjadi Pengusaha TBB (PTBB) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : |
|
(1) |
Orang yang berhak membeli barang-barang di TBB dengan mendapatkan fasilitas kepabeanan, cukai, dan perpajakan adalah : |
|
|
(2) |
Ketentuan tentang batasan nilai barang yang dapat dibeli oleh mereka yang berhak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) baik untuk perseorangan maupun untuk keluarga ditetapkan oleh Menteri Keuangan. |
(1) |
PTBB bertanggung jawab terhadap bea masuk, cukai, dan pajak yang terutang atas barang yang dimasukkan atau dikeluarkan dari perusahaannya. |
(2) |
PTBB dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal barang yang berada di perusahaannya : |
|
BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN
(1) |
Tempat Penimbunan Berikat sepenuhnya berada dibawah pengawasan pabean. |
(2) |
Pengawasan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan tetap menjamin kelancaran arus barang. |
(1) |
Izin Tempat Penimbunan Berikat dibekukan bilamana penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat : |
|
|
(2) |
Pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi pencabutan bilamana penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat : |
|
|
(3) |
Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberlakukan kembali bilamana penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat : |
|
|
(4) |
Izin Tempat Penimbunan Berikat dicabut dalam hal : |
|
Bilamana izin Tempat Penimbunan Berikat telah dicabut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (4), pengusaha dalam batas waktu tiga puluh hari sejak pencabutan izin harus :
- melunasi semua Bea Masuk yang terutang;
- mengekspor kembali barang yang masih ada di Tempat Penimbunan Berikat; atau
- memindahkan barang yang masih ada di Tempat Penimbunan Berikat ke Tempat Penimbunan Berikat lain.
Penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat atau pengusaha yang melakukan kegiatan usaha di Tempat Penimbunan Berikat yang melanggar ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, selain dikenai sanksi yang secara tegas telah diatur dalam Peraturan Pemerintah ini dapat pula dikenai sanksi administrasi berupa denda atau sanksi pidana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur oleh Menteri Keuangan.
(1) |
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1986 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1990 dinyatakan tidak berlaku lagi. |
(2) |
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua Entrepot Produksi untuk Tujuan Ekspor dinyatakan sebagai Kawasan Berikat. |
(3) |
Semua peraturan pelaksanaan yang mengatur tentang Kawasan Berikat, Entrepot Partikelir dan Toko Bebas Bea, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tetap berlaku sampai ada penggantinya. |
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
ttd SOEHARTO |
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 4 Juni 1996
MENTERI NEGARA SEKRETARIS
NEGARA REPUBLIK INDONESIA
ttd
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1996 NOMOR 50
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 33 TAHUN 1996
TENTANG
TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT
Dalam era globalisasi perdagangan dunia sekarang ini, persaingan untuk mendapatkan pasar bagi produk industri bukan minyak dan gas bumi demikian ketatnya. Oleh karena itu daya saing produk ekspor Indonesia perlu ditingkatkan antara lain dengan jalan efisiensi proses produksi, peningkatan mutu barang, memperlancar arus keluar masuknya barang ke dan dari Indonesia serta tersedianya sarana promosi dalam mendukung pemasarannya.
Peningkatan mutu barang dan efisiensi proses produksi tersebut dapat lebih di pacu apabila persediaan bahan baku bagi kebutuhan industri dalam negeri tersedia tepat waktu dan produk yang dihasilkan belum di bebani dengan kewajiban-kewajiban kepabeanan, cukai, dan perpajakan. Dengan adanya pemberian fasilitas tersebut, para investor akan lebih terangsang untuk melakukan kegiatan bisnisnya secara terpadu dan dapat lebih bersaing di pasaran internasional atas produk industri yang mereka hasilkan.
Selain itu pemberian fasilitas di bidang kepabeanan, cukai, dan perpajakan secara internasional dan praktik kenegaraan, juga diberikan kepada para anggota korps diplomatik dan lembaga internasional secara timbal balik, serta kepada mereka yang akan berangkat ke luar negeri atau yang baru tiba dari luar negeri yang membeli barang dalam batas nilai tertentu.
Praktik pemberian fasilitas di bidang kepabeanan, cukai, dan perpajakan tersebut di atas, dilaksanakan dengan membentuk suatu Tempat Penimbunan Berikat yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan pabean.
Pasal 1
Cukup Jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan barang konsumsi adalah barang-barang yang dikonsumsi secara pribadi oleh penyelenggara atau pengusaha Tempat Penimbunan Berikat, seperti barang keperluan sehari-hari berupa minuman, makanan, atau rokok.
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Penyelenggara dan Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat merupakan dua kegiatan usaha yang terpisah (sesuai pengertian Pasal 1 butir 6 dan butir 7). Penyelenggara yang sekaligus bertindak selaku Pengusaha pada Tempat Penimbunan Berikat yang diselenggarakannya selain harus memenuhi persyaratan sebagai Penyelenggara juga harus memenuhi segala persyaratan yang diwajibkan kepada Pengusaha.
Pasal 5
Ayat (1)
Pihak yang memperoleh fasilitas pembebasan atau penangguhan bea masuk, cukai, atau pajak dalam rangka impor adalah mereka yang memperoleh fasilitas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti barang untuk perwakilan negara asing atau badan internasional, barang untuk keperluan museum, atau kebun binatang.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
KB dapat hanya terdiri dari satu perusahaan dimana PKB sekaligus bertindak selaku PDKB, atau KB dapat juga diperuntukkan bagi beberapa PDKB yang melakukan kegiatan usaha industri pengolahan, dimana PKB dapat juga menjadi salah satu dari PDKB yang melakukan kegiatan usaha di KB yang diselenggarakannya, atau Penyelenggara hanya menyediakan fasilitas sarana dan prasarana bagi beberapa PDKB yang melakukan kegiatan usaha di KB yang bersangkutan.
Pasal 9
Ayat (1)
Sebagai insentif bagi PKB yang telah mendapatkan izin penyelenggaraan KB, pemerintah memberikan fasilitas penangguhan bea masuk dan pajak dalam rangka impor terhadap impor barang modal atau peralatan perkantoran yang semata-mata dipakai untuk pembangunan/konstruksi/perluasan atau penyelenggaraan kantor KB (peralatan kantor bukan merupakan barang yang dipakai habis, seperti kertas, pita mesin tik, diskette).
Ayat (2)
Dalam rangka memberikan kemudahan bagi para investor yang akan menjadi PDKB maka pemerintah memberikan tanggung jawab penelitian persyaratan yang wajib dipenuhi oleh PDKB kepada PKB.
Ayat (3)
Pelaporan adanya PKB baru di KB yang diselenggarakannya kepada Menteri Keuangan merupakan manifestasi dari tanggung jawab yang diterima oleh PKB.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Kewajiban PDKB untuk melapor kepada Menteri Keuangan sebelum mulai melakukan kegiatan usahanya, dimaksudkan untuk keperluan pemberian pelayanan kepada PDKB yang bersangkutan. Sehingga segala fasilitas kepabeanan, cukai, dan perpajakan yang diberikan kepada PDKB dapat diterimanya.
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Pemasukan dan pengeluaran barang oleh PDKB dilakukan secara self-assement yang menuntut adanya kejujuran dari yang bersangkutan. Oleh karena itu jika dalam audit yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas kebenaran barang yang dimasukkan atau dikeluarkan oleh PDKB, ternyata terdapat ketidaksesuaian yang menyebabkan kerugian hak-hak keuangan negara maka PDKB tersebut bertanggung jawab atas bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor dari barang atau bahan yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Mengingat KB merupakan tempat kegiatan usaha pengelolaan yang hasil produksinya terutama untuk tujuan ekspor maka pengeluaran barang yang telah diolah di KB ke dalam Daerah Pabean Indonesia lainnya baru dapat dilakukan setelah adanya realisasi ekspor dengan memenuhi kewajiban pembayaran bea masuk, cukai, dan pajak dalam rangka impor serta ketentuan umum di bidang impor.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 16
Lihat penjelasan Pasal 7 dengan penyesuaian istilah.
Pasal 17
Lihat penjelasan Pasal 8 dengan penyesuaian istilah.
Pasal 18
Lihat penjelasan Pasal 9 dengan penyesuaian istilah.
Pasal 19
Ayat (1)
Berbeda dengan PDKB yang hanya melaporkan tentang dimulainya kegiatan usahanya, maka terhadap PPGB yang akan melakukan kegiatan di Gudang Berikat diwajibkan untuk mendapatkan izin dari Menteri Keuangan terlebih dahulu. Perbedaan perlakuan ini, karena PPGB adalah importir yang melakukan kegiatan perdagangan dengan mendapatkan fasilitas penangguhan bea masuk, cukai, dan pajak dalam rangka impor.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan meletakkan jaminan pada huruf e ayat ini adalah bahwa PPGB meletakkan jaminan atas fasilitas penangguhan bea masuk, cukai, PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 yang diberikan terhadap impor yang dilakukan, sepanjang gudang tersebut dikelola secara langsung oleh PPGB yang bersangkutan.
Dalam hal Gudang Berikat yang dikelola oleh PPGB berada dibawah pengawasan langsung Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yaitu kunci gudang tersebut dipegang oleh PPGB dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai secara bersama-sama maka PPGB tidak perlu meletakkan jaminan dimaksud.
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Lihat penjelasan Pasal 12 dengan penyesuaian istilah.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 22
Lihat penjelasan Pasal 7 dengan penyesuaian istilah.
Pasal 23
Lihat Penjelasan Pasal 9 (1) dengan penyesuaian istilah.
Pasal 24
Ayat (1)
Untuk memberikan kemudahan kepada para peserta pameran maka pengurusan pemasukan sementara barang impor yang akan di pamerkan cukup dilakukan oleh PETP kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Ayat (2)
Karena yang menyelenggarakan pameran dan mengurus pemasukan sementara barang yang akan di pamerkan adalah PETP maka tanggung jawab atas bea masuk, cukai, dan pajak dalam rangka impor dari barang yang bersangkutan terletak pada PETP.
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Lihat penjelasan Pasal 7 dengan penyesuaian istilah.
Pasal 27
Ayat (1)
Pada ayat ini ditegaskan mengenai siapa saja yang dapat mempergunakan fasilitas pembelian barang di TBB. Dengan demikian PTBB diwajibkan untuk meneliti dan mendata seluruh orang yang membeli barang di TBB yang diusahakannya.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 28
Lihat Penjelasan Pasal 12 dengan penyesuaian istilah.
Pasal 29
Yang dimaksud dengan pengawasan pabean adalah pengawasan yang dilakukan sepenuhnya oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas keluar masuknya barang dari dan ke Tempat Penimbunan Berikat, sehingga tidak terjadi penyalahgunaan atas fasilitas yang diberikan pemerintah. Karena penyalahgunaan tersebut pada akhirnya dapat mengakibatkan kerugian pada keuangan negara dan terjadinya distorsi perdagangan dalam negeri.
Pasal 30
Ayat (1)
Pembekuan izin Tempat Penimbunan Berikat merupakan tindak lanjut dari hasil audit yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai terhadap Tempat Penimbunan Berikat yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Mengingat perizinan, persyaratan, maupun fasilitas yang diberikan kepada Pengusaha KB dan Pengusaha Entrepot Produksi untuk Tujuan Ekspor (EPTE) adalah sama maka untuk memudahkan pelaksanaan pelayanan yang akan diberikan kepada Pengusaha tersebut, penamaan KB dan EPTE disatukan menjadi KB
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 35
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3638
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.