Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 02/PJ.04/2007

Kategori : KUP

Kebijakan Pemeriksaan Khusus


 7 Mei 2007


SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 02/PJ.04/2007

TENTANG

KEBIJAKAN PEMERIKSAAN KHUSUS

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


Dalam rangka menyempurnakan kebijakan Pemeriksaan khusus serta untuk meningkatkan tertib administrasi pemeriksaan khusus dengan ini disampaikan beberapa hal mengenai kebijakan pemeriksaan khusus yaitu :
  1. UMUM

  1. Pemeriksaan khusus dilakukan berdasarkan hal analisis risiko (risk based audit) terhadap data dan informasi yang diterima.
  2. Analisis risiko adalah kegiatan yang dilakukan untuk menilai tingkat ketidakpatuhan Wajib Pajak yang berisiko menimbulkan kerugian penerimaan pajak terutama pada Wajib Pajak dengan resiko tinggi (high risk) yang dihitung dari potensi penerimaan pajak yang masih dapat digali (tax revenue at risk)
  3. Analisis risiko harus memanfaatkan data internal baik melalui intranet seperti aplikasi BLIP, aplikasi ekspor-impor dan aplikasi lainnya maupun melalui data yang ada dimasing-masing KPP termasuk Laporan Pemeriksaan Pajak untuk tahun-tahun sebelumnya. Selain itu, harus memanfaatkan juga data eksternal seperti informasi dari media masa atau lembaga/instansi terkait.
  4. Pemeriksaan khusus hanya dilakukan melalui pemeriksaan seluruh jenis pajak (all taxes) kecuali pemeriksaan ulang.
  5. Pemeriksaan khusus dilakukan melalui Pemeriksaan Lapangan, kecuali pemeriksaan khusus yang dilaksanakan sebagai tindak lanjut atas pelaksanaan aktivitas himbauan (leverage activity) dapat dilakukan melalui Pemeriksaan Kantor.
  6. Pemeriksaan khusus dilakukan berdasarkan instruksi atau persetujuan Direktur P2.
  7. Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) diterbitkan setelah Lembar Penugasan Pemeriksaan (LP2) diotorisasi oleh pejabat yang berwenang melalui Sistem Informasi Manajemen Pemeriksaan Pajak (SIMPP).
  8. Dengan memperhatikan Rencana Pemeriksaan Nasional dan efisiensi pelaksanaan pemeriksaan, Direktur P2 dapat menunjuk UP3 lain selain UP3 yang dimaksud dalam Usulan Pemeriksaan Khusus.
  9. Untuk tertib administrasi pemeriksaan, instruksi/ persetujuan Pemeriksaan Khusus yang diterbitkan oleh Direktur P2 kepada Kepala UP3 tertentu tidak dapat dibatalkan atau dialihkan ke UP3 lainnya kecuali dengan persetujuan Direktur P2.

  1. KRITERIA PEMERIKSAAN KHUSUS

    Pemeriksaan khusus dapat dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut :

    1. Pengaduan yang diterima oleh Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan dari Direktorat Intelijen dan Penyidikan yang secara selektif perlu ditindaklanjuti dengan pemeriksaan khusus.
    2. Berdasarkan data dan informasi terdapat dugaan bahwa Wajib Pajak tidak patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakan.
    3. Permintaan oleh Wajib Pajak tertentu yaitu :
      1. Wajib Pajak BUMN;
      2. Wajib Pajak yang melakukan RUPS;
      3. Wajib Pajak yang akan melakukan Pengalihan Kepemilikan Perusahaan;dan
      4. Wajib Pajak yang akan melakukan IPO atau Emisi Saham/Obligasi.
    4. Terdapat data baru dan/atau data yang semula belum terungkap.
    5. Sebab lain berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak antara lain Wajib Pajak Kriteria Tertentu yang telah menerima pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak.

  2. TATA CARA USUL PEMERIKSAAN KHUSUS

    1. Berdasarkan data dan informasi atau permintaan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud ada Angka Romawi II butir 2 dan 3, Kepala UP3 dapat mengajukan usul Pemeriksaan Khusus untuk seluruh jenis pajak yang disertai dengan analisis risiko dan dilampiri bukti pendukungnya kepada kepala Kanwil atasannya.
    2. Dalam hal terdapat data dan informasi sebagaimana dimaksud pada angka Romawi II butir 2 yang hanya mencakup satu atau beberapa jenis pajak yang ada di KPP Lokasi, maka KPP Lokasi mengirimkan hasil analisis risiko untuk satu atau beberapa jenis pajak tersebut kepada Kepala KPP Domisili.
    3. Terhadap usulan sebagaimana dimaksud pada butir 2, Kepala KPP Domisili harus menindaklanjuti dengan melengkapi analisis risiko dari KPP Lokasi serta menyampaikan usulan pemeriksaan khusus untuk seluruh jenis pajak kepada Kepala Kanwil atasannya.
    4. Usulan Pemeriksaan Khusus berdasarkan data dan informasi atau pertimbangan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada angka Romawi II butir 2 dan 5 hanya dapat dilakukan apabila SPT Tahunan untuk tahun pajak sebelum tahun pajak yang diusulkan pemeriksaan belum diperiksa, kecuali :
      1. Hasil analisis risikonya menunjukkan potensi koreksi penghasilan netto minimal dua kali dari koreksi penghasilan netto pada pemeriksaan tahun sebelumnya; atau
      2. Terhadap perusahaan grup; atau
      3. Terdapat indikasi transfer pricing.
    5. Setelah melakukan penelitian dan seleksi atas usulan sebagaimana dimaksud pada butir 1 dan butir 3 atau atas inisiatif sendiri, Kepala Kanwil mengajukan usul Pemeriksaan Khusus kepada Direktur P2.
    6. Berdasarkan data baru sebagaimana dimaksud dalam Angka Romawi II butir 4, Kepala UP3 dapat mengajukan usul Pemeriksaan Ulang melalui Pemeriksaan Khusus untuk satu, beberapa, atau semua jenis pajak yang disertai dengan analisis risiko dan dilampiri dengan bukti pendukungnya kepada Direktur P2.
    7. Setelah melakukan penelitian dan seleksi atas usulan sebagaimana dimaksud dalam butir 6 atau atas inisiatif sendiri, Direktur P2 mengajukan usul Pemeriksaan Ulang melalui Pemeriksaan Khusus kepada Direktur Jenderal Pajak.
    8. Formulir Usul Pemeriksaan Khusus dan Analisis Risiko terdapat dalam Lampiran 1 dan Lampiran 2.

  3. TATA CARA INSTRUKSI DAN PERSETUJUAN PEMERIKSAAN

    1. Instruksi pemeriksaan khusus diterbitkan oleh Direktur P2 dalam hal :
      1. Terdapat pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Angka Romawi II butir 1;atau
      2. Terdapat sebab lain berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak
      sebagaimana dimaksud dalam Angka Romawi II butir 5
    2. Persetujuan Pemeriksaan Khusus diberikan oleh Direktur P2 dalam hal terdapat usulan dari Kepala Kanwil sebagaimana dimaksud dalam Angka Romawi III butir 5.
    3. Persetujuan/instruksi Pemeriksaan Khusus diterbitkan dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3.
    4. Instruksi Pemeriksaan Ulang melalui Pemeriksaan Khusus untuk satu, beberapa atau semua jenis pajak, diberikan langsung oleh Direktur Jenderal Pajak dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran 4.
  4. PEMERIKSAAN KHUSUS MELALUI PEMERIKSAAN KANTOR.

    Pemeriksaan Khusus melalui Pemeriksaan Kantor dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut :

    1. Pemeriksaan Khusus melalui Pemeriksaan Kantor hanya dapat dilakukan sebagai tindak lanjut atas pelaksanaan aktivitas himbauan dalam rangka pemanfaatan data/ informasi oleh KPP/Karipka/Kanwil sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-05/PJ.7/2004 tanggal 16 Juni 2004.
    2. Terhadap data/ informasi Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menyelenggarakan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang diperoleh KPP/Karipka/ Kanwil yang menunjukkan pajak yang telah dibayar/disetor tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan dan telah dimanfaatkan melalui pelaksanaan Aktivitas Himbauan (Leverage Avctivity) atau penyuluhan baik secara elektronis (e-counseling) maupun cara lainnya, dapat ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Khusus melalui Pemeriksaan Kantor.
    3. Pemeriksaan Khusus melalui Pemeriksaan Kantor juga dapat dilakukan apabila Wajib Pajak merespon aktivitas himbauan atau hadir memenuhi panggilan untuk tujuan counseling dan setelah memberikan penjelasan ternyata masih menunjukan adanya pajak yang masih harus dibayar/disetor.
    4. Persetujuan untuk melakukan Pemeriksaan Khusus melalui Pemeriksaan Kantor diberikan oleh Direktur P2.

  5. KETENTUAN LAIN

    1. Apabila Pemeriksaan khusus dilakukan berdasarkan Instruksi Direktur P2, maka pemberitahuan hasil pemeriksaan dan pembahasan akhir (Closing Conference) dilakukan setelah konsep LPP ditelaah (review) dan dikeluarkan surat tindak lanjut hasil pemeriksaan oleh Direktur P2 atau Kepala Kanwil yang bersangkutan.
    2. Apabila dilakukan Pemeriksaan Ulang melalui Pemeriksaan Khusus, maka pemberitahuan hasil pemeriksaan dan pembahasan akhir (Closing Conference) dilakukan setelah konsep LPP ditelaah (review) dan dikeluarkan surat tindak lanjut hasil pemeriksaan oleh Direktur P2.
    3. Dalam hal Pemeriksaan Khusus ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan, maka pemeriksaannya diselesaikan dengan menerbitkan LPP tanpa usul SIP (LPP Sumir), termasuk pelaksanaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi. LPP sumir tersebut harus diinput ke dalam aplikasi SIMPP agar LP2 pemeriksaan bukti permulaan dapat diterbitkan.
    4. Dalam hal pemeriksaan khusus mencakup SPT Masa PPN Lebih Bayar yang sudah jatuh tempo permohonan restitusinya sebagaimana diatur dalam PER-122/PJ/2006, maka Tim Pemeriksa dapat menerbitkan LPP Parsial untuk jenis pajak dimaksud dan harus digabung dengan LPP keseluruhan setelah Pemeriksaan Khusus untuk jenis pajak lainnya diselesaikan.
    5. LPP harus memuat penjelasan mengenai alasan dan temuan pemeriksaan yang menjadi dasar diterbitkannya persetujuan atau instruksi Pemeriksaan Khusus.
    6. Pemeriksaan Khusus sehubungan dengan adanya perluasan tahun pajak yang diperiksa selain SPT Tahunan Rugi Tidak Lebih Bayar, dapat dilakukan dengan mengirimkan usulan pemeriksaan khusus langsung kepada Direktur P2 beserta analisisnya dengan tembusan kepada Kepala Kanwil atasannya dan baru dapat dilaksanakan setelah Direktur P2 memberikan persetujuan dan menerbitkan LP2.
    7. Dalam hal pemeriksaan khusus dilakukan terhadap Wajib Pajak yang mempunyai cabang/perwakilan/pabrik, maka pemeriksaan khusus terhadap cabang/perwakilan/pabrik merujuk pada pemeriksaan lokasi.

  6. PENUTUP

    Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Dengan diterbitkannya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran nomor SE-05/PJ.7/2005 dan SE-08/PJ.7/2005 dinyatakan tidak berlaku.
Demikian surat edaran ini disampaikan untuk diketahui dan dilaksanakan untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.




Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 7 Mei 2007
DIREKTUR JENDERAL

ttd.

DARMIN NASUTION
NIP 130605098


Tembusan :
  1. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak;
  2. Para Direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak; dan
  3. Para Tenaga Pengkaji di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.