Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 229/PMK.04/2017
Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Berdasarkan Perjanjian Atau Kesepakatan Internasional
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 229/PMK.04/2017
TENTANG
TATA CARA PENGENAAN TARIF BEA MASUK ATAS BARANG IMPOR
BERDASARKAN PERJANJIAN ATAU KESEPAKATAN INTERNASIONAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
- bahwa ketentuan mengenai tata cara pengenaan bea masuk atas barang impor berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.04/2015 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk dalam rangka Perjanjian atau Kesepakatan Internasional;
- bahwa untuk mengakomodir hasil the Joint ASEAN Economic Minister dan the 30th ASEAN Free Trade Area Council Meeting (AEM-30th AFTA Council Meeting) yang telah dilaksanakan pada tanggal 3 Agustus 2016 di Vientiane, Laos dan amandemen Operational Certification Procedures (OCP) ASEAN Trade In Goods Agreement yang mengatur mengenai e-Form D (Surat Keterangan Asal Elektronik Form D), serta untuk lebih memberikan kepastian hukum dalam pengenaan tarif bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional, perlu melakukan penyempurnaan terhadap ketentuan mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Perjanjian atau Kesepakatan Internasional;
Mengingat :
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGENAAN TARIF BEA MASUK ATAS BARANG IMPOR BERDASARKAN PERJANJIAN ATAU KESEPAKATAN INTERNASIONAL.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
- Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
- Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
- Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
- Kawasan yang Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai.
- Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan.
- Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
- Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
- Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan, yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
- Pusat Logistik Berikat yang selanjutnya disingkat PLB adalah TPB untuk menimbun barang asal luar Daerah Pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, dapat disertai dengan 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
- Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang selanjutnya disingkat TLDDP adalah Daerah Pabean selain Kawasan Bebas dan TPB.
- Importir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean.
- Penyelenggara/Pengusaha TPB adalah:
- penyelenggara kawasan berikat sekaligus pengusaha kawasan berikat;
- pengusaha di kawasan berikat merangkap penyelenggara di kawasan berikat;
- penyelenggara gudang berikat sekaligus pengusaha gudang berikat; atau
- pengusaha di gudang berikat merangkap penyelenggara di gudang berikat.
- Penyelenggara/Pengusaha PLB adalah:
- penyelenggara PLB;
- penyelenggara PLB sekaligus pengusaha PLB; atau
- pengusaha di PLB merangkap sebagai penyelenggara di PLB.
- Tarif Preferensi adalah tarif bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional yang besarnya ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai penetapan tarif bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional.
- Dokumen Pelengkap Pabean Penelitian SKA adalah dokumen pelengkap pabean yang digunakan sebagai dokumen pendukung dalam penelitian SKA, yaitu invoice, packing list, Bill of Lading/Airway Bill, dan dokumen lain yang dipersyaratkan untuk pemenuhan ketentuan asal barang dalam rangka pengenaan Tarif Preferensi.
- PPFTZ dengan Kode 01 yang selanjutnya disebut PPFTZ-01 adalah pemberitahuan pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas dari dan ke luar Daerah Pabean, dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke TLDDP.
- Harmonized Commodity Description and Coding System yang selanjutnya disebut Harmonized System (HS) adalah standar internasional atas sistem penamaan dan penomoran yang digunakan untuk pengklasifikasian produk perdagangan dan turunannya yang dikelola oleh World Customs Organization (WCO).
- Penelitian Ulang adalah penelitian kembali atas tarif dan/atau nilai pabean yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean impor dan penelitian kembali atas tarif, harga, jenis, dan/atau jumlah barang yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean ekspor melalui pengujian dengan data, informasi dan dokumen lain terkait.
- Audit Kepabeanan adalah kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
- Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
- Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin) yang selanjutnya disebut Ketentuan Asal Barang adalah ketentuan khusus yang ditetapkan berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional yang diterapkan oleh suatu negara untuk menentukan negara asal barang.
- Aturan Khusus Produk (Product Specific Rules) yang selanjutnya disebut PSR adalah aturan-aturan yang merinci bahwa:
- proses produksi suatu barang yang menggunakan bahan non-originating, di mana bahan non-originating tersebut telah mengalami perubahan klasifikasi;
- barang yang proses produksinya menggunakan bahan non-originating yang memenuhi kriteria kandungan regional atau bilateral sejumlah nilai tertentu yang dinyatakan dalam persentase; atau
- mengalami suatu proses operasional tertentu atau kombinasi dari setiap kriteria tersebut.
- Negara Anggota adalah negara yang menandatangani perjanjian atau kesepakatan internasional dalam rangka perdagangan barang.
- Bahan Originating adalah bahan yang memenuhi Ketentuan Asal Barang sesuai dengan masing-masing perjanjian atau kesepakatan internasional yang disepakati.
- Barang Originating adalah barang yang memenuhi Ketentuan Asal Barang sesuai dengan masing-masing perjanjian atau kesepakatan internasional yang disepakati.
- Bahan Non-Originating adalah bahan yang berasal dari luar Negara Anggota atau bahan yang tidak memenuhi Ketentuan Asal Barang sesuai dengan masing-masing perjanjian atau kesepakatan internasional yang disepakati.
- Barang Non-Originating adalah barang yang berasal dari luar Negara Anggota atau barang yang tidak memenuhi Ketentuan Asal Barang sesuai masing-masing perjanjian atau kesepakatan internasional yang disepakati.
- Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin) yang selanjutnya disebut SKA adalah dokumen pelengkap pabean yang diterbitkan oleh Instansi Penerbit SKA yang menyatakan bahwa barang yang akan memasuki Daerah Pabean dapat diberikan Tarif Preferensi.
- Instansi Penerbit Surat Keterangan Asal yang selanjutnya disebut Instansi Penerbit SKA adalah instansi pemerintah atau institusi yang ditunjuk pemerintah di Negara Anggota pengekspor yang diberi kewenangan untuk menerbitkan SKA atas barang yang akan diekspor.
- Overleaf Notes adalah halaman sebalik SKA yang berisi ketentuan mengenai pengisian SKA dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SKA.
- Eksportir Bersertifikat (Certified Exporter) yang selanjutnya disebut Eksportir Bersertifikat adalah eksportir produsen yang berhak untuk menerbitkan invoice declaration, di mana eksportir tersebut telah disertifikasi oleh Instansi Penerbit SKA yang Juga memiliki kewenangan untuk menerbitkan sertifikasi mandiri.
- Sertifikasi Mandiri (Self Certification) yang selanjutnya disebut Sertifikasi Mandiri adalah skema pernyataan asal barang dalam bentuk invoice yang dibuat oleh Eksportir Bersertifikat, yang di dalamnya terdapat pernyataan bahwa barang yang akan memasuki Daerah Pabean dapat diberikan Tarif Preferensi.
- Invoice Declaration adalah pernyataan dari Eksportir Bersertifikat yang menyatakan bahwa barang di dalam invoice dapat diberikan Tarif Preferensi.
- ASEAN Single Window yang selanjutnya disingkat ASW adalah suatu lingkungan (environment) di mana sistem National Single Window dari Negara Anggota ASEAN dioperasikan dan diintegrasikan sehingga mampu meningkatkan kinerja penanganan atas lalu lintas barang antar Negara Anggota ASEAN, untuk mendorong percepatan proses customs clearance dan cargo release.
- Surat Keterangan Asal Elektronik Form D yang selanjutnya disebut e-Form D adalah SKA Form D yang disusun sesuai dengan e-ATIGA Form D Process Specification and Message Implementation Guideline, dan dikirim secara elektronik antar Negara Anggota ASEAN melalui ASW sesuai dengan ketentuan mengenai keamanan dan kerahasiaan informasi.
- Penerbitan Invoice dari Negara/Pihak Ketiga (Third Country Invoicing/Third Party Invoicing) yang selanjutnya disebut Third Country Invoicing/Third Party Invoicing adalah penerbitan invoice oleh perusahaan lain yang berlokasi di negara ketiga (baik Negara Anggota atau bukan Negara Anggota) atau yang berlokasi di negara yang sama dengan negara tempat diterbitkannya SKA.
- Surat Keterangan Asal Back-to-Back (Back-to-Back Certificate of Origin) atau Movement Certificate yang selanjutnya disebut SKA Back-to-Back adalah SKA yang diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor kedua berdasarkan SKA yang diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor pertama.
- Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi adalah tanggal Bill of Lading untuk moda pengangkutan laut, tanggal Airway Bill untuk moda pengangkutan udara, atau tanggal dokumen pengangkutan darat untuk moda pengangkutan darat.
- Permintaan Retroactive Check adalah permintaan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai kepada Instansi Penerbit SKA untuk mendapatkan informasi mengenai keasalan barang, baik terkait dengan Kriteria Asal Barang, tata cara pengisian SKA, dan/atau keabsahan SKA.
- Verification Visit adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai di negara penerbit SKA untuk memperoleh data atau informasi mengenai validitas keasalan barang.
- Negara Anggota Peserta MOU 2nd SCPP adalah Negara Anggota yang berpartisipasi dalam pilot project kedua sistem Sertifikasi Mandiri skema ATIGA.
BAB II
TARIF PREFERENSI DAN KETENTUAN ASAL BARANG
(RULES OF ORIGIN)
Bagian Kesatu
Tarif Preferensi
Pasal 2
(1) | Barang impor dapat dikenakan Tarif Preferensi yang besarnya dapat berbeda dari tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN). |
(2) | Pengenaan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam skema:
|
(3) | Besaran tarif bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai penetapan tarif bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional. |
(4) | Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan terhadap:
|
(5) | Pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d angka 3, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
|
(1) | Untuk dapat diberikan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, barang yang diimpor harus memenuhi Ketentuan Asal Barang. |
(2) | Ketentuan Asal Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi:
|
(3) | Rincian lebih lanjut mengenai pemenuhan Ketentuan Asal Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam skema:
|
Bagian Kedua
Kriteria Asal Barang (Origin Criteria)
Pasal 4
(1) | Kriteria asal barang (origin criteria) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a, meliputi:
|
(2) | Kriteria asal barang (origin criteria) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
|
Bagian Ketiga
Kriteria Pengiriman (Consignment Criteria)
Pasal 5
(1) | Kriteria pengiriman (consignment criteria) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b meliputi:
|
(2) | Barang impor dapat dikirim dari Negara Anggota yang menerbitkan SKA melalui negara lain (transit dan/atau transshipment) dengan ketentuan:
|
(1) | Untuk memenuhi ketentuan pengiriman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2):
|
(2) | Rincian lebih lanjut mengenai kriteria pengiriman (consignment criteria) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan jenis-jenis dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II. |
Bagian Keempat
Ketentuan Prosedural (Procedural Provisions)
(1) | Ketentuan prosedural (procedural provisions) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf c terkait dengan penerbitan SKA, harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Instansi Penerbit SKA dapat menerbitkan SKA pengganti terhadap SKA yang hilang atau rusak sebelum diserahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai untuk penyelesaian impor, dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(3) | Dalam hal terdapat kesalahan pengisian SKA, koreksi atas pengisian dilakukan sebelum pengajuan pemberitahuan pabean impor, dengan cara:
|
(4) | Dalam hal pada Bill of Lading atau Airway Bill terdapat tanggal penerbitan dan tanggal dimuatnya barang ke sarana pengangkut, Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi ditentukan pada saat tanggal dimuatnya barang ke sarana pengangkut. |
(1) | Negara Anggota pengekspor kedua dapat menerbitkan SKA Back-to-Back berdasarkan SKA yang diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor pertama. |
(2) | SKA Back-to-Back sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
(3) | Dalam hal informasi pada SKA Back-to-Back diragukan atau tidak lengkap, Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta Importir untuk menyerahkan copy atau pindaian SKA atau hasil cetak e-Form D dari Negara Anggota pengekspor pertama. |
(1) | Perusahaan lain yang berlokasi di negara ketiga atau perusahaan lain yang berlokasi di negara yang sama dengan negara tempat diterbitkannya SKA, dapat menerbitkan Third Country Invoicing/Third Party Invoicing. |
(2) | SKA yang menggunakan Third Country Invoicing/Third Party Invoicing sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
(3) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak berlaku apabila perjanjian atau kesepakatan internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) tidak mewajibkan pencantuman nomor invoice pihak ketiga dalam SKA. |
(4) | Dalam hal invoice dari pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c belum diterbitkan, pada SKA dapat dicantumkan nomor invoice negara asal barang. |
(1) | Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Importir wajib:
|
(2) | Untuk Importir yang termasuk dalam kategori jalur kuning atau jalur merah, penyerahan SKA atau Invoice Declaration beserta Dokumen Pelengkap Pabean Penelitian SKA ke Kantor Pabean dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(3) | Untuk importir yang termasuk dalam kategori jalur hijau, penyerahan SKA atau Invoice Declaration beserta Dokumen Pelengkap Pabean Penelitian SKA ke Kantor Pabean dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Untuk Importir yang telah ditetapkan sebagai Mitra Utama Kepabeanan atau Authorized Economic Operator (AEO), lembar asli SKA atau Invoice Declaration sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib diserahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak Pemberitahuan Impor Barang (PIB) mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). |
(5) | Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Penyelenggara/Pengusaha TPB wajib:
|
(6) | Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Penyelenggara/Pengusaha PLB wajib:
|
(7) | Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf d angka 3, wajib:
|
(8) | Lembar asli SKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (7) meliputi:
|
(9) | SKA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (7) harus masih berlaku pada saat:
|
(1) | Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, atau pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf d angka 3 yang melakukan importasi dengan menggunakan skema e-Form D, wajib mencantumkan:
|
(2) | Dalam hal terjadi gangguan atau kegagalan sistem, Pejabat Bea dan Cukai meminta hasil cetak atau pindaian e-Form D kepada Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, atau pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf d angka 3. |
(3) | Hasil cetak atau pindaian e-Form D sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib disampaikan kepada Petugas Bea dan Cukai dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(1) | Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean melakukan penelitian terhadap SKA, Invoice Declaration, atau e-Form D dalam rangka pengenaan Tarif Preferensi atas barang yang diimpor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. |
(2) | Terhadap SKA, Invoice Declaration, atau e-Form D sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan:
|
(1) | Penelitian terhadap SKA, Invoice Declaration, atau e-Form D untuk pengenaan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, meliputi:
|
(2) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c menunjukkan bahwa barang impor tidak memenuhi 1 (satu) atau lebih ketentuan dalam Ketentuan Asal Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), SKA ditolak dan atas barang impor dimaksud dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN); |
(3) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan:
|
(4) | SKA, Invoice Declaration, e-Form D diragukan keabsahan dan kebenaran isinya, apabila berdasarkan hasil penelitian terdapat:
|
(5) | Dalam hal SKA terdiri dari beberapa Jenis barang, penolakan terhadap salah satu jenis barang tidak membatalkan pengenaan Tarif Preferensi atas Jenis barang lain yang memenuhi Ketentuan Asal Barang. |
(1) | Dalam hal SKA ditolak dan Tarif Preferensi tidak diberikan:
|
(2) | Pemberitahuan penolakan SKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan secara tertulis disertai dengan copy atau pindaian SKA yang memuat pernyataan bahwa Tarif Preferensi tidak dapat diberikan serta alasan penolakan, paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penolakan. |
(3) | Dalam hal e-Form D ditolak dan tarif Preferensi tidak diberikan:
|
(4) | Pemberitahuan penolakan e-Form D sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disampaikan secara elektronik melalui ASEAN Single Window (ASW) disertai dengan alasan penolakan paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal penerimaan e-Form D. |
(5) | Dalam hal terjadi gangguan atau kegagalan pada sistem ASEAN Single Window atau SKP, pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), disampaikan secara tertulis kepada Instansi Penerbit SKA atau instansi lain yang ditunjuk disertai dengan hasil cetak e-Form D yang memuat pernyataan bahwa Tarif Preferensi tidak diberikan dan alasan penolakan, dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penolakan. |
Apabila SKA atau e-Form D atau Invoice Declaration diragukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4):
- direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang audit kepabeanan dan penelitian ulang;
- Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
- Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai;
- Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai; atau
- Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk,
- menyampaikan Permintaan Retroactive Check kepada Instansi Penerbit SKA atau instansi lain yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam perjanjian atau kesepakatan internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), dan atas barang impor tersebut dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN).
(1) | Permintaan Retroactive Check sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, dilampiri dengan copy atau pindaian SKA atau Invoice Declaration atau hasil cetak e-Form D, dengan menyebutkan alasan keraguan disertai dengan:
|
(2) | Permintaan Retroactive Check sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara acak (random). |
(3) | Permintaan Retroactive Check secara acak (random) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh:
|
(4) | Permintaan Retroactive Check dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali apabila jawaban tidak disertai dengan bukti-bukti pendukung atau jawaban tidak memberikan keyakinan yang cukup bagi Pejabat Bea dan Cukai, dengan memperhatikan jangka waktu yang telah disepakati sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam masing-masing perjanjian atau kesepakatan internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2). |
(5) | SKA, e-Form D, atau Invoice Declaration dinyatakan tidak valid apabila jawaban Permintaan Retroactive Check tidak diterima dalam jangka waktu yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam masing-masing perjanjian atau kesepakatan internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2). |
(1) | Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat melakukan Verification Visit apabila jawaban atas Permintaan Retroactive Check sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, diragukan kebenarannya atau tidak mencukupi untuk membuktikan pemenuhan Ketentuan Asal Barang. |
(2) | Dalam rangka pelaksanaan Verification Visit, Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk menyampaikan permintaan secara tertulis dengan mencantumkan informasi yang diminta kepada:
|
(3) | Dalam hal hasil Verification Visit menunjukkan bahwa barang yang diimpor tidak memenuhi Ketentuan Asal Barang atau tidak mencukupi untuk membuktikan pemenuhan Ketentuan Asal Barang, Pejabat Bea dan Cukai melakukan tindak lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(4) | Pelaksanaan Verification Visit dapat melibatkan kementerian dan/atau lembaga terkait. |
(5) | Verification Visit tidak dapat dilaksanakan apabila perjanjian atau kesepakatan internasional tersebut tidak mengatur ketentuan mengenai mekanisme Verification Visit. |
(6) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan Verification Visit diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal. |
(1) | Pihak yang terlibat dalam proses Permintaan Retroactive Check dan pelaksanaan Verification Visit harus menjaga kerahasiaan informasi. |
(2) | Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diungkapkan oleh instansi yang berwenang melakukan penelitian dan penindakan terkait Ketentuan Asal Barang. |
(1) | SKA tetap sah dalam hal terdapat perbedaan yang bersifat minor (minor discrepancies). |
(2) | Perbedaan yang bersifat minor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(1) | Barang impor yang berasal dari Negara Anggota dengan nilai Freight on Board (FOB) tidak melebihi US$200.00 (dua ratus United States Dollar), dapat dikenakan Tarif Preferensi tanpa harus melampirkan SKA. |
(2) | Pengenaan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan, sepanjang importasi tersebut bukan merupakan bagian dari 1 (satu) atau lebih importasi lainnya yang bertujuan untuk menghindari kewajiban penyerahan SKA. |
(3) | Pengenaan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya diberikan terhadap barang impor yang menggunakan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB). |
(1) | Tarif Preferensi dapat diberikan atas barang yang:
|
(2) | Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan pada saat penyerahan pemberitahuan pabean impor untuk dipakai sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam perjanjian atau kesepakatan internasional sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2). |
Tata laksana penelitian Ketentuan Asal Barang untuk pengenaan Tarif Preferensi:
- dalam skema ATIGA yang menggunakan sistem Sertifikasi Mandiri (Self Certification);
- atas impor barang untuk dipakai dari TPB dan PLB; dan
- atas pemasukan barang dari Kawasan Bebas ke TLDDP,
- tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB III
KETENTUAN SANKSI
Pasal 23
(1) | Dalam hal jawaban Permintaan Retroactive Check SKA, Invoice Declaration, atau e-Form D dinyatakan palsu atau dipalsukan, terhadap Importir yang bersangkutan dilakukan evaluasi tingkat penjaluran pengeluaran barang impor. |
(2) | Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sampai dengan:
|
(3) | SKA, Invoice Declaration, atau e-Form D sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan palsu atau dipalsukan dalam hal:
|
(4) | Dalam hal Importir terbukti terlibat atau melakukan tindak pemalsuan SKA, Invoice Declaration, atau e-Form D sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, terhadap tindak pemalsuan tersebut diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(1) | Pejabat Bea dan Cukai berkoordinasi dengan Negara Anggota penerbit SKA, Invoice Declaration, atau e-Form D yang dinyatakan palsu atau dipalsukan terkait dengan penyelesaian permasalahan tersebut sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam perjanjian atau kesepakatan internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), dalam hal jawaban atas Permintaan Retroactive Check SKA, Invoice Declaration, atau e-Form D dinyatakan palsu atau dipalsukan. |
(2) | Dalam hal hasil koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa eksportir terlibat atau melakukan tindak pemalsuan, terhadap importasi yang berasal dari eksportir yang bersangkutan tidak diberikan Tarif Preferensi selama 2 (dua) tahun. |
(3) | Dalam hal eksportir dapat membuktikan bahwa Importir juga terlibat atau melakukan tindak pemalsuan, terhadap Importir yang bersangkutan diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(4) | Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah selesai, SKA, Invoice Declaration, atau e-Form D dari eksportir yang bersangkutan dilakukan penelitian mendalam untuk digunakan sebagai evaluasi tingkat penjaluran pengeluaran barang impor. |
BAB IV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 25
Dalam hal SKA, Invoice Declaration, atau e-Form D dibatalkan oleh Instansi Penerbit SKA, terhadap SKA, Invoice Declaration, atau e-Form D dimaksud tidak diberikan Tarif Preferensi sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam perjanjian atau kesepakatan internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 26
Ketentuan dalam Peraturan Menteri ini berlaku terhadap barang impor yang dokumen pemberitahuan pabean impornya telah mendapat nomor dan tanggal pendaftaran dari Kantor Pabean tempat dipenuhinya kewajiban pabean terhitung sejak tanggal berlakunya Peraturan Menteri ini.
Pengenaan tarif bea masuk dalam skema ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA) dengan menggunakan sistem Sertifikasi Mandiri (Self Certification) berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 178/PMK.04/2013 tentang Pengenaan Tarif Bea Masuk dalam Skema ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA) dengan menggunakan Sistem Sertifikasi Mandiri (Self Certification), tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diatur dalam Peraturan Menteri ini.
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.04/2015 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk dalam rangka Perjanjian atau Kesepakatan Internasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1729), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Desember 2017
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Desember 2017
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 NOMOR 1980
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.