1   2   3

 

 

SPT TAHUNAN PPh WP ORANG PRIBADI

(FORMULIR 1770)

 

 

TAHUN PAJAK

 

Diisi pada kotak yang tersedia sesuai dengan Tahun Pajak, misalnya 2001, 2002, dan seterusnya.

Contoh :

2

0

0

1

 

Beri tanda X dalam kotak yang sesuai :

 

 

A.

NPWP

Diisi sesuai dengan NPWP yang tercantum pada Kartu NPWP.

 

B.

NAMA WAJIB PAJAK

Diisi sesuai dengan nama Wajib Pajak yang tercantum pada Kartu NPWP

 

C.

ALAMAT TEMPAT TINGGAL

Diisi sesuai dengan alamat lengkap yang tercantum pada Kartu NPWP.

 

D.

KELUARAHAN/KECAMATAN

Diisi sesuai dengan nama kelurahan/kecamatan yang tercantum pada Kartu NPWP.

 

E.

KOTA/KODE POS

Diisi sesuai dengan nama kota yang tercantum pada Kartu NPWP dan kode pos yang bersangkutan pada kotak yang tersedia.

 

 

CATATAN

 -  Dalam hal Kartu NPWP belum diperoleh, NPWP diisi sesuai dengan yang tercantum pada Bukti Pendaftaran Wajib Pajak.

 

F.

PERUBAHAN IDENTITAS

 

Beri tanda silang pada kotak yang ada, jika ada perubahan identitas seperti perubahan alamat agar mengisi formulir Pembetulan Identitas pada halaman 2 formulir 1770.

 

G.

JENIS USAHA/PEKERJAAN BEBAS/PEKERJAAN

 

Diisi sesuai dengan jenis usaha pokok yang dilakukan oleh Wajib Pajak secara lengkap, misalnya:

 

Usaha Dagang :

 

-

Perdagangan besar pakaian jadi

 

-

Perdagangan eceran kertas

 

Usaha Industri :

 

-

Industri makanan ternak

 

-

Industri tekstil

 

Usaha Jasa :

 

-

Jasa persewaan bangunan

 

-

Jasa Pemborong bangunan

 

Usaha Pekerjaan Bebas :

 

-

Dokter

 

-

Notaris

 

Pekerjaan :

 

-

Pegawai baik pemerintah maupun swasta

 

Lain-lain :

 

-

Perkebunan kelapa sawit

 

-

Pertambangan batubara

 

 

MEREK USAHA

 

Diisi sesuai dengan merek usaha yang digunakan untuk usaha/pekerjaan bebas yang dilakukan oleh Wajib Pajak.

 

Contoh:

-

Toko Buku ...Berita Pajak...

-

Kantor Konsultan Pajak ...Drs. JUJUR SETIA, dkk...

 

 

ALAMAT TEMPAT USAHA/PEKERJAAN BEBAS/PEKERJAAN

 

Diisi sesuai dengan alamat sebenarnya dari tempat usaha/pekerjaan bebas/pekerjaan yang dilakukan.

 

 

NOMOR TELEPON/FAX

 

Diisi sesuai dengan Nomor telepon/Nomor fax tempat tinggal dan tempat usaha/Kantor.

 

 

H.

CARA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO

Beri tanda X dalam kotak yang tersedia, sesuai dengan cara penghitungan penghasilan neto yang digunakan.

(Pasal 28 UU KUP dan Pasal 14 ayat (2) UU PPh).

 

 

I.

Angka 1

JUMLAH HARTA PADA AKHIR TAHUN

 

diisi dari Formulir 1770-IV bagian A

 

Angka 2

JUMLAH KEWAJIBAN PADA AKHIR TAHUN

 

diisi dari Formulir 1770-IV bagian B

 

 

J.

PENGHASILAN NETO

 

Diisi dari:

 

-

Lampiran I

Formulir 1770-I

Bagian A Kolom 7

 

-

Lampiran I

Formulir 1770-I           

Bagian B Angka 3

 

-

Lampiran I

Formulir 1770-I

Bagian C Kolom 5

 

-

Lampiran II

Formulir 1770-II

Bagian B Kolom 4

 

 

Angka 1

PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI DARI USAHA,

PEKERJAAN BEBAS

 

Diisi dari jumlah penghasilan neto yang tercantum pada Formulir 1770-I.

 

Bagian A Jumlah Kolom (7) baik bagi Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan maupun yang menggunakan Norma Penghitungan.

 

 

Angka 2

PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI

SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN

 

Diisi dengan jumlah Penghasilan Neto yang tercantum pada Formulir 1770-I Bagian B Angka 3.

 

 

Angka 3

PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI LAINNYA

 

Diisi dari jumlah Penghasilan Neto yang tercantum pada Formulir 1770-I Bagian C Jumlah Kolom (5).

 

 

Angka 4

PENGHASILAN NETO LUAR NEGERI

 

Diisi dari jumlah Penghasilan Neto yang tercantum pada Formulir 1770-II Bagian B Kolom (4).

 

 

Angka 5

JUMLAH PENGHASILAN NETO

 

Bagian ini diisi dengan hasil penjumlahan dari jumlah pada angka (1 + 2 + 3 + 4).

 

K.

PENGHASILAN KENA PAJAK

 

 

Angka 6

PENGURANG PENGHASILAN SESUAI PASAL 9 AYAT (1) HURUF g UU PPh

 

Bagian ini diisi jumlah zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sesuai dengan bukti setoran yang sah.

 

Contoh:

1.

Zakat atas penghasilan yang diperoleh dari gaji dan usaha:

 

Sdr. Ahmad adalah seorang pegawai dengan gaji Rp. 1.000.000,-/bulan. Disamping itu dia mempunyai usaha dengan omzet setahun sebesar Rp. 7.000.000,- dengan mempekerjakan dua orang pegawai, dan digaji masing-masing Rp. 250.000,-/bulan dan membayar biaya listrik sebesar Rp 25.000,-/bulan.

 

 

Penghitungan zakat atas penghasilan:

 

Sebagai Pegawai

Sebagai Pengusaha

Jumlah

Penghasilan Bruto

12.000.000,-

7.000.000,-

19.000.000,-

Biaya Jabatan/Biaya Usaha

     600.000,-

6.300.000,- *)

  6.900.000,-

Penghasilan Neto

11.400.000,-

   700.000,-

12.100.000,-

Zakat atas Penghasilan 2,5%

     285.000,-

     17.500,-

     302.500,-

 

 

 

 

 

*)

Biaya Usaha sebesar Rp 6.300.000,- terdiri dari Gaji Pegawai Rp 6.000.000,- (12 x 2 x Rp 250.000,-) dan Biaya listrik Rp 300.000,- (12 x Rp 25.000,-)

 

2.

Zakat atas penghasilan yang tidak teratur (hadiah, honor, dll).

Sdr. Muhammad menerima hadiah senilai Rp. 5.000.000,- dan tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang dilakukan.

 

Penghitungan zakat atas penghasilan:

Penghasilan yang tidak teratur

=

Rp. 5.000.000,-

Zakat atas penghasilan 2,5% x Rp 5.000.000,-

=

Rp.    125.000,-

 

Catatan:

Penghasilan dari hadiah tersebut belum termasuk yang dikenakan PPh Final.

           

 

           

           

Angka 7

JUMLAH PENGHASILAN NETO SETELAH PENGURANGAN PASAL 9 (1)

 

HURUF g UU PPh

 

Bagian ini diisi dengan hasil pengurangan dari jumlah pada angka 5 dengan jumlah pada angka 6.

 

Angka 8

KOMPENSASI KERUGIAN

 

Hanya diisi oleh Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan. Diisikan disini jumlah kerugian fiskal yang telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak untuk Tahun Pajak 5 (lima) tahun sebelumnya yang belum habis dikompensasikan.

 

Dalam hal kerugian fiskal tersebut belum ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, diisi dengan kerugian fiskal menurut SPT Tahunan PPh.

 

Contoh:

 

Tuan Budiman dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak-nya menggunakan pembukuan, dalam tahun 1997 menderita kerugian fiskal sebesar Rp. 1.200.000.000,00. Dalam 5 (lima) tahun berikutnya rugi laba fiskal Tuan Budiman sebagai berikut:

 

Tahun 1998, laba fiskal

=

 Rp. 200.000.000,00

Tahun 1999, rugi fiskal

=

(Rp. 300.000.000,00)

Tahun 2000, laba fiskal

=

NIHIL

Tahun 2001, laba fiskal

=

 Rp. 100.000.000,00

Tahun 2002, laba fiskal

=

 Rp. 800.000.000,00

 

Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut :

Rugi fiskal tahun 1997

=

(Rp. 1.200.000.000,00)

Laba fiskal tahun 1998

=

 Rp.    200.000.000,00 (+)

Sisa rugi fiskal tahun 1997

=

(Rp. 1.000.000.000,00)

Rugi fiskal tahun 1999

=

 Rp.    300.000.000,00

Sisa rugi fiskal tahun 1997

=

(Rp. 1.000.000.000,00)

Laba fiskal tahun 2000

=

NIHIL

Sisa rugi fiskal tahun 1997

=

(Rp. 1.000.000.000,00)

Laba fiskal tahun 2001

=

 Rp.    100.000.000,00 (+)

Sisa rugi fiskal tahun 1997

=

(Rp.     900.000.000,00)

Laba fiskal tahun 2002

=

 Rp.     800.000.000,00

Sisa rugi fiskal tahun 1997

=

(Rp.     100.000.000,00)

 

Rugi fiskal tahun 1997 sebesar Rp. 100.000.000,00 yang masih tersisa pada akhir tahun 2002 tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 2003, sedangkan rugi fiskal tahun 1999 sebesar Rp. 300.000.000,00 hanya boleh dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2003 dan 2004, karena jangka waktu 5 tahun yang dimulai sejak tahun 2000 berakhir pada akhir tahun 2004.

 

Apabila jumlah kerugian yang dapat dikompensasi dalam Tahun Pajak yang bersangkutan berasal dari sisa kerugian beberapa tahun lalu, supaya dibuatkan rincian dalam lampiran tersendiri.

 

PERHATIAN:

-

Apabila jumlah seluruh penghasilan neto pada Angka 5 menunjukkan jumlah nihil atau negatif(minus), maka Angka 6 ini diisi dengan NIHIL, walaupun sampai dengan Tahun Pajak sebelumnya masih terdapat sisa kerugian tahun-tahun lalu yang masih dapat dikompensasi dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

-

Apabila kerugian fiskal tahun-tahun yang masih dapat dikompensasi dalam Tahun Pajak yang bersangkutan jumlahnya lebih besar dari jumlah penghasilan neto Tahun Pajak yang bersangkutan,yang diisikan pada Angka 6 paling banyak adalah sebesar penghasilan neto pada Angka 5.

Kerugian yang berasal dari penghasilan yang telah dikenakan PPh bersifat final dan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak, serta kerugian usaha/modal di luar negeri tidak boleh dikompensasikan.

(Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 6 ayat (2) UU PPh).

 

 

Angka 9

JUMLAH PENGHASILAN NETO SETELAH KOMPENSASI KERUGIAN

 

Bagian ini diisi dengan hasil pengurangan dari jumlah pada Angka 7 dengan jumlah pada Angka 8.

 

 

Angka 10

PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK

 

Bagian ini diisi dengan penghasilan tidak kena pajak yang besarnya adalah sebagai berikut:

a.

Rp 2.880.000,00 untuk Wajib Pajak.

b.

Rp 1.440.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin.

c.

Rp 2.880.000,00 tambahan untuk seorang isteri (hanya seorang isteri), yang diberikan apabila ada penghasilan isteri yang digabungkan dengan penghasilan suami, dalam hal isteri:

 

c.1

bukan karyawati, tetapi mempunyai penghasilan dari usaha/pekerjaan bebas yang tidak ada hubungannya dengan usaha/pekerjaan bebas suami, anak/anak angkat yang belum dewasa.

 

c.2

bekerja sebagai karyawati pada pemberi kerja yang bukan sebagai Pemotong Pajak walaupun tidak mempunyai penghasilan dari usaha/pekerjaan bebas.

 

c.3

bekerja sebagai karyawati pada lebih dari 1 (satu) pemberi kerja.

d.

Rp. 1.440.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah (misal ayah ibu atau anak kandung) dan semenda (misal mertua dan anak tiri) dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak tiga orang untuk setiap keluarga.

Saat yang menentukan untuk menghitung besarnya penghasilan tidak kena pajak adalah awal Tahun Pajak atau saat mulainya menjadi subjek pajak dalam negeri dalam Tahun Pajak.

e.

Warisan yang belum terbagi sebagai Wajib Pajak menggantikan yang berhak tidak memperoleh pengurangan Penghasilan Tidak Kena Pajak.

 

 

Bagi Wajib Pajak yang kawin pisah harta dan penghasilan baik suami maupun isteri Angka 10 ini diisi dengan tanda strip ( - ) dan membuat lembar penghitungan penghasilan serta PPh terutang tersendiri.

 

Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain yang tidak ikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final diisi dengan tanda strip ( - )

 

Catatan

:

Berikan tanda X pada kotak yang sesuai mengenai status, yaitu:

 

 

(TK/ ....) adalah tidak kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan yang mendapat pengurangan PTKP.

 

 

(K/ ....) adalah kawin ditambah dengan banyaknya tanggungan yang mendapat pengurangan PTKP.

 

 

(K/I/ ...) adalah kawin, isteri mempunyai penghasilan sesuai dengan ketentuan huruf c, ditambah dengan banyaknya tanggungan yang mendapat pengurangan PTKP.

 

 

(PH) adalah Wajib Pajak kawin yang pisah harta dan penghasilan.

 

 

(HB/ ...) adalah Wajib Pajak kawin yang telah hidup berpisah ditambah banyaknya tanggungan yang mendapat pengurangan PTKP.

 

Contoh

:

K/- adalah kawin tanpa tanggungan

 

 

K/2 adalah kawin + 2 orang tanggungan

 

 

K/I/3 adalah kawin + isteri mempunyai penghasilan sesuai ketentuan huruf c, ditambah dengan tanggungan 3 orang.

 

f.

PTKP bagi Wajib Pajak masing-masing suami isteri yang telah hidup berpisah untuk diri masing-masing Wajib Pajak diperlakukan seperti Wajib Pajak Tidak Kawin sedangkan tanggungan sesuai dengan kenyataan sebenarnya yang diperkenankan. (Pasal 7 UU PPh dan Kep. Men Keu. Nomor : 61/KMK.04/1998 tanggal 27 Juli 1998)

                       

 

Angka 11

PENGHASILAN KENA PAJAK

 

Bagian ini diisi dengan hasil pengurangan dari jumlah pada Angka 9 dengan jumlah pada Angka 10. Apabila hasil pengurangan tersebut menunjukkan Jumlah nihil atau negatif, maka Angka 11 diisi dengan NIHIL

 

Khusus Wajib Pajak yang kawin pisah harta baik suami maupun isteri Angka 11 ini diisi dengan tanda strip ( - ) dan membuat lembar penghitungan penghasilan serta PPh terutang tersendiri.

 

L.

PPh TERUTANG

 

 

Angka 12

PPh TERUTANG

 

Diisi dengan hasil penerapan tarif Pasal 17 UU PPh atas Penghasilan Kena Pajak yang tercantum pada Angka 11.

 

Tarif PPh adalah sebagai berikut:

           

Lapisan Penghasilan Kena Pajak

Tarif Pajak

sampai dengan Rp 25.000.000,00

5%

di atas Rp 25.000.000,00 s.d. Rp 50.000.000,00

10%

di atas Rp 50.000.000,00 s.d. Rp 100.000.000,00

15%

di atas Rp 100.000.000,00 s.d. Rp 200.000.000,00

25%

di atas Rp 200.000.000,00

35%

 

Catatan

:

Dalam penerapan tarif pajak, jumlah Penghasilan Kena Pajak (PKP) dibulatkan ke bawah    dalam ribuan rupiah penuh.

 

Contoh :

1.

Seorang Wajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto Tahun Pajak 2001 sebesar Rp. 88.640.000,00. Wajib Pajak berstatus kawin dan mempunyai 3 (tiga) orang anak, sedangkan isterinya tidak mempunyai penghasilan sendiri. Penghitungan pajak dengan penerapan tarif tersebut di atas dilakukan sebagai berikut:

 

Penghasilan Neto 1 tahun

Rp 88.640.000,00

Penghasilan Tidak Kena Pajak

Rp   8.640.000,00 -/-

Penghasilan Kena Pajak

Rp 80.000.000,00

 

Pajak Penghasilan yang terutang:

5% x Rp 25.000.000,00

Rp   1.250.000,00

10% x Rp 25.000.000,00

Rp   2.500.000,00

15% x Rp 30.000.000,00

Rp   4.500.000,00 +/+

Jumlah

Rp   8.250.000,00

2.

Seorang Waib Pajak yang berstatus tidak kawin baru datang dan mempunyai niat menetap di Indonesia untuk selama-lamanya pada awal Oktober 2001 dan menerima atau memperoleh penghasilan dari usaha mulai Oktober s.d. Desember 2001 sebesar Rp. 1.430.715,00. Atas penghasilan tersebut, dilakukan penerapan tarif pajak sebagai berikut:

 

Penghasilan 3 bulan

=

Rp 1.430.715,00

Penghasilan 1 tahun :                    

 

 

360

3 x 30 x Rp 1.430.715,00

=

Rp 5.722.860,00

 

 

 

Penghasilan Tidak Kena Pajak

=

Rp 2.880.000,00 -/-

Penghasilan Kena Pajak

=

Rp 2.842.860,00

Dibulatkan menjadi (untuk penerapan tarif)

=

Rp 2.842.000,00

Pajak penghasilan yang terutang 1 tahun

 

 

= 5% x Rp 2.842.000,00

=

Rp 142.100,00

Pajak Penghasilan yang terutang tahun 2001

 

 

3 x 30

(3 bulan) = 360 x Rp 142.100,00

=

Rp 35.525,00

3.

Seorang Wajib Pajak dalam tahun 2001 menerima atau memperoleh penghasilan neto sebesarRp 204.608.000,00. Wajib Pajak berstatus kawin pisah harta dan mempunyai 3 (tiga) orang anak, sedangkan isterinya menerima atau memperoleh enghasilan neto dari usaha sebesar Rp 106.912.000,00.

Penerapan tarif untuk masing-masing suami dan isteri adalah sebagai berikut:

 

Penghasilan Neto suami

 

Rp 204.608.000,00

Penghasilan Neto isteri

 

Rp 106.912.000,00 +/+

Penghasilan Neto gabungan

 

Rp 311.520.000,00

PTKP : K/I/3

 

Rp   11.520.000,00 -/-

Penghasilan Kena Pajak

 

Rp 300.000.000,00

PPh terutang gabungan (suami dan isteri):

 

 

5% x Rp   25.000.000,00

=

Rp   1.250.000,00

10% x Rp   25.000.000,00

=

Rp   2.500.000,00

15% x Rp   50.000.000,00

=

Rp   7.500.000,00

25% x Rp 100.000.000,00

=

Rp 25.000.000,00

35% x Rp 100.000.000,00

=

Rp 35.000.000,00 +/+

 

=

Rp 71.250.000,00

 

a.

Untuk SPT suami :

PPh terutang diisi =

204.608.000,00

= Rp 46.797.380,58

311.520.000,00 x Rp 71.250.000,00

 

b.

Untuk SPT isteri :

PPh terutang diisi =

106.912.000,00

= Rp 24.452.619,42

311.520.000,00 x Rp 71.250.000,00


                                   

 

Angka 13

PENGEMBALIAN/PENGURANGAN PPh PASAL 24

YANG TELAH DIKREDITKAN

 

Diisi dengan selisih antara besarnya pajak yang telah dikreditkan dengan besarnya pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia setelah adanya pengembalian/pengurangan pajak penghasilan yang dibayar/dipotong/terutang di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5) UU PPh, yang diterima dalam Tahun Pajak yang bersangkutan sepanjang pengembalian/pengurangan bukan disebabkan oleh adanya perubahan penghasilan.

 

Oleh karena PPh yang dibayar/dipotong/terutang di luar negeri tersebut semula telah dikreditkan dari Pajak Penghasilan yang terutang dalam SPT Tahunan PPh, maka dengan pengurangan/restitusi atas Pajak Penghasilan yang dibayar/dipotong/terutang di luar negeri tersebut menyebabkan pengkreditan tersebut menjadi lebih besar dari yang seharusnya. Selisih tersebut harus dibayar kembali dengan menambahkan pada Pajak Penghasilan terutang dalam tahun ini.

 

Contoh:

Tuan Achmad memperoleh penghasilan berupa dividen pada tahun 2001 dari X Ltd di luar negeri sebesar Rp 200.000.000,00 dan dipotong pajak atas dividen sebesar 20% (Rp 40.000.000,00). Penghasilan tersebuttelah digabungkan (dilaporkan) dalam SPT Tahunan PPh 2001 dan pajak atas dividen sebesar Rp 40.000.000,00 telah dikreditkan. Namun dalam tahun 2002, Tuan Achmad menerima pengembalian pajak atas dividen tersebut sebesar 5% (Rp 10.000.000,00). Pengembalian pajak di luar negeri sebesar Rp. 10.000.000,00 tersebut diisikan dalam angka 13 ini menambah PPh terutang tahun berikutnya.

 

Dalam hal pengembalian/pengurangan PPh tersebut disebabkan oleh adanya perubahan penghasilan, maka Wajib Pajak harus memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melakukan pembetulan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak digabungkannya penghasilan tersebut, sesuai dengan ketentuan Pasal 6 Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 640/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994.

 

Angka 14

JUMLAH PPh YANG TERUTANG

 

Diisi dengan hasil penjumlahan dari jumlah pada Angka 12 dengan jumlah angka 13.

 

M. KREDIT PAJAK

 

Angka 15

PPh YANG DIPOTONG/DIPUNGUT

OLEH PIHAK LAIN/DITANGGUNG PEMERINTAH DAN

YANG DIBAYAR/DIPOTONG/TERUTANG DI LUAR NEGERI

 

Diisi dengan hasil penjumlahan Kolom (3) + (4) + (5) + (6) pada Formulir 1770-II Bagian A dan Kolom (6) Formulir 1770-II Bagian B.

 

 

Angka 16

PPh YANG HARUS DIBAYAR SENDIRI ATAU

PPh YANG LEBIH DIPOTONG/DIPUNGUT

 

Diisi dengan hasil pengurangan dari jumlah pada angka 14 dengan jumlah pada angka 15.Beri tanda X dalam kotak yang sesuai.

 

 

Angka 17

PPh YANG DIBAYAR SENDIRI

 

           

a.

PPh Pasal 25 ayat (1)

Diisi dengan jumlah PPh yang telah dibayar sendiri oleh Wajib Pajak selama Tahun Pajak yang bersangkutan berupa PPh Pasal 25 Tahun Pajak yang bersangkutan termasuk jumlah pelunasan PPh yang terutang berdasarkan penghitungan sementara dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan.

 

b.

PPh Pasal 25 ayat (7)

Diisi dengan jumlah pajak penghasilan yang dibayar sendiri (satu persen dari peredaran bruto) oleh pengusaha tertentu yang menerima atau memperoleh penghasilan lain yang tidak dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.

 

c.

STP PPh Pasal 25 (hanya pokok pajak)

Diisi dengan jumlah Pajak Penghasilan yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP) untuk Tahun Pajak yang bersangkutan termasuk Surat Tagihan Pajak (STP) Pajak Penghasilan Pasal 25 ayat (7) dari Pengusaha Tertentu yang menerima atau memperoleh penghasilan lain yang tidak dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final, tidak termasuk sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.

 

Contoh :

Pada STP tercantum hal-hal sebagai berikut :

Angsuran PPh Pasal 25 yang harus dibayar

Rp 2.000.000,00

Telah dibayar

Rp 1.500.000,00 -/-

Kurang dibayar

Rp    500.000,00

Sanksi administrasi berupa bunga

Rp      20.000,00

Sanksi administrasi berupa denda

Rp      25.000,00 +/+

Jumlah yang harus dibayar

Rp 545.000,00

 

Yang diisikan di sini adalah jumlah Rp 500.000,00 (hanya pokok pajak)        

d.

Fiskal Luar Negeri

Diisi dengan jumlah pembayaran uang Fiskal Luar Negeri yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak, isteri,nak/anak angkat yang belum dewasa, yang menjadi tanggungan sepenuhnya dalam Tahun Pajak yang bersangkutan. Termasuk juga embayaran uang fiskal luar negeri yang ditanggung Wajib Pajak atas nama pegawai sehubungan dengan penugasan pegawai tersebut ke luar negeridalam Tahun Pajak yang bersangkutan tidak termasuk isteri, anak/anak angkat dari pegawai yang bersangkutan. Apabila pegawai ke luar negeri bukan dalam rangka hubungan kerja, seperti expatriate berlibur kembali ke negaranya, maka pembayaran fiskal tersebut tidak boleh dimasukkan disini, termasuk isteri, anak/anak angkat dari pegawai tersebut.

 

(Pasal 25 ayat (8) UU PPh jo. PP Nomor 42 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 41 Tahun 2001).

 

JUMLAH

 

Diisi dengan hasil penjumlahan huruf a + b + c + d

 

 

N. PPh KURANG/LEBIH BAYAR

 

Angka 18

PPh YANG KURANG DIBAYAR (PPh PASAL 29)

ATAU PPh YANG LEBIH DIBAYAR (PPh PASAL 28A)

 

Diisi dengan hasil pengurangan dari jumlah pada Angka 16 dengan jumlah pada Angka 17.

 

Beri tanda X dalam kotak yang sesuai. Dalam hal tidak terdapat pajak yang harus dibayar, maka cantumkan kata ...NIHIL... pada ruang yang harus diisi. Apabila terdapat jumlah pajak yang kurang dibayar, jumlah tersebut harus dibayar lunas selambat-lambatnya tanggal 25 (dua puluh lima) bulan ketiga setelah akhir Tahun Pajak/Tahun Buku sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan disampaikan.

 

Cantumkan tanggal pembayaran tersebut pada tempat yang tersedia.

 

O. PERMOHONAN

 

Angka 19

 

Hanya diisi apabila terdapat jumlah PPh yang lebih bayar pada Angka 18 b.

 

Wajib Pajak harus memberi tanda X dalam kotak yang tersedia.

 

Permohonan ini tidak berlaku apabila kelebihan pembayaran berasal dari PPh yang ditanggung Pemerintah.

 

P. ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN PAJAK BERIKUTNYA

 

Angka 20

ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN BERIKUTNYA

 

Beri tanda X dalam kotak yang sesuai:

a.

Diisi dengan jumlah angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya yang dihitung 1/12 dari jumlah Pajak Penghasilan yang harus dibayar sendiri pada Angka 16 huruf a dikurangi dengan pengembalian/pengurangan PPh Pasal 24 pada Angka 13, kecuali apabila terdapat hal-hal tertentu sebagaimana tersebut pada huruf b berikut ini:

b.

Penghitungan dalam lampiran tersendiri apabila:

 

1.

Terdapat sisa kerugian tahun sebelumnya yang dikompensasikan

 

 

1.1.

Apabila jumlah sisa kerugian habis dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun ajak yang bersangkutan atau Tahun Pajak yang bersangkutan merupakan Tahun Pajak terakhir untuk dapat melakukan kompensasi kerugian, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya dihitung atas dasar penghasilan neto Tahun Pajak yang bersangkutan.

Contoh:

Menurut SPT PPh Tahun Pajak 2001:

 

 

 

 

Penghasilan Neto (jumlah pada Angka 5)

Rp 108.640.000,00

Kompensasi atas kerugian 2000

(jumlah pada Angka 8)

 

Rp   20.000.000,00 -/-

Penghasilan Neto setelah

 

Kompensasi (jumlah pada Angka 9)

Rp   88.640.000,00

PTKP ... K/3 (jumlah pada Angka 10)

Rp     8.640.000,00

Penghasilan Kena Pajak (jumlah pada Angka 11)

Rp   80.000.000,00

 

Atau:

Penghasilan Neto (jumlah pada Angka 5)

Rp 108.640.000,00

Kerugian tahun 1996 Rp 158.640.000,00

 

Dikompensasi

Rp 108.640.000,00 -/-

(jumlah yang dicantumkan pada Angka 8)

 

Penghasilan Neto setelah kompensasi

(jumlah pada Angka 9)

NIHIL

 

Catatan:

Kerugian Tahun Pajak 1996 setelah dikompensasi sebesar Rp 50.000.000,00 tidak dapat lagi dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak 2002 karena sudah lewat waktu 5 (lima) tahun.

 

Jumlah PPh Ps. 21, 22, 23, dan 24 Tahun Pajak 2001 Rp 3.250.000,00

Penghitungan PPh Pasal 25 Tahun Pajak 2002:         

Penghasilan Neto Tahun Pajak 2001

 

Rp 108.640.000,00

Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/3)

 

Rp     8.640.000,00 -/-

Penghasilan Kena Pajak

 

Rp 100.000.000,00

PPh terutang :

 

 

5% x Rp 25.000.000,00

=

Rp     1.250.000,00

10% x Rp 25.000.000,00

=

Rp     2.500.000,00

15% x Rp 50.000.000,00

=

Rp     7.500.000,00 +/+

 

 

Rp   11.250.000,00

Jumlah PPh Ps. 21, 22, 23, dan 24

 

Rp     3.250.000,00 -/-

 

 

Rp     8.000.000,00

Angsuran bulanan PPh Ps. 25 Tahun Pajak 2002 :

 

 

1/12 x Rp 8.000.000,00

=

Rp       666.666,67

 

 

1.2.

Apabila jumlah sisa kerugian tidak habis dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak yang bersangkutan dan Tahun Pajak yang bersangkutan tidak merupakan Tahun Pajak terakhir untuk dapat melakukan kompensasi, sehingga masih terdapat sisa kerugian yang dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak berikutnya, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya dihitung atas dasar penghasilan neto Tahun Pajak yang bersangkutan dikurangi dengan sisa kerugian yang masih dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak berikutnya.

 

 

 

Apabila penghasilan neto Tahun Pajak yang bersangkutan lebih kecil dari sisa kerugian yang masih dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak berikutnya, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya adalah NIHIL.

Contoh A:

Menurut SPT PPh Tahun Pajak 2001:

Penghasilan Neto (jumlah pada Angka 5)

Rp 108.640.000,00

Jumlah sisa kerugian Tahun Pajak 2000

Rp 158.640.000,00

Dikompensasi (jumlah pada Angka 8)

Rp 108.640.000,00 -/-

Penghasilan Neto setelah kompensasi

(jumlah pada Angka 9)

NIHIL

Jumlah PPh Ps. 21, 22, 23, dan 24

Rp    3.250.000,00

 

Catatan:

Sisa kerugian Tahun Pajak 2000 yang belum dikompensasi sebesar Rp 50.000.000,00 dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak 2002.

 

Penghitungan PPh Pasal 25 Tahun Pajak 2002 :

 

 

 

 

Penghasilan Neto Tahun Pajak 2001

 

Rp 108.640.000,00

Sisa kerugian Tahun Pajak 2000 yang masih

 

 

dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak 2002

 

Rp   50.000.000,00 -/-

Penghasilan Neto setelah kompensasi

(jumlah pada Angka 9)

 

Rp   58.640.000,00

Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/3)

 

Rp     8.640.000,00 -/-

Penghasilan Kena Pajak

 

Rp    50.000.000,00

PPh terutang:

 

 

5% x Rp 25.000.000,00

=

Rp     1.250.000,00

10% x Rp 25.000.000,00

=

Rp     2.500.000,00 +/+

 

 

Rp     3.750.000,00

Jumlah PPh Ps. 21, 22, 23, dan 24

 

Rp     3.250.000,00 -/-

 

 

Rp       500.000,00

Angsuran bulanan PPh Ps. 25 Tahun Pajak 2002:

 

 

= 1/12 x Rp 500.000,00 =

 

Rp        41.666,67

 

Contoh B:

Menurut SPT PPh Tahun Pajak 2001:

Penghasilan Neto (jumlah pada Angka 5)

Rp 108.640.000,00

kerugian Tahun Pajak 2000 Rp 225.640.000,00

 

Dikompensasi

(jumlah yang dicantumkan pada Angka 8)

 

Rp 108.640.000,00 -/-

Penghasilan Neto setelah kompensasi

(jumlah pada Angka 9)

NIHIL

Penghitungan PPh Pasal 25 Tahun Pajak 2002:

 

Penghasilan Neto Tahun Pajak 2001

Rp 108.640.000,00

Sisa kerugian Tahun Pajak 2000 yang masih

 

dapat dikompensasi dengan penghasilan neto

Tahun Pajak 2002

Rp 117.000.000,00

Oleh karena sisa kerugian yang dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak 2002 lebih besar dari penghasilan neto Tahun Pajak 2001, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak 2002 adalah NIHIL.

 

2.

Dalam tahun berjalan diterbitkan ketetapan pajak untuk tahun yang lalu.

Apabila angsuran bulanan PPh Pasal 25 menurut surat ketetapan pajak Tahun Pajak yang lalu lebih besar, sama atau lebih kecil dari SPT PPh Tahun Pajak yang bersangkutan, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya dihitung atas dasar jumlah PPh terutang menurut surat ketetapan pajak tersebut dengan memperhatikan ada atau tidaknya unsur kompensasi kerugian.

 

 

2.1.

Jika di dalam SPT PPh Tahun Pajak yang bersangkutan tidak terdapat unsur kompensasi kerugian.

Contoh :

 

Menurut SPT PPh Tahun Pajak 2001:

PKP

Rp 100.000.000,00

PPh terutang (jumlah pada Angka 12)

Rp   21.250.000,00

PPh Pasal 21, 22, 23, dan 24

Rp     3.250.000,00

 

Menurut surat ketetapan pajak Tahun Pajak yang lalu (2001):

PKP

Rp 200.000.000,00

PPh terutang

Rp   51.250.000,00

 

Penghitungan angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak 2002:

 

 

 

a.

Berdasarkan SPT PPh Tahun Pajak 2001:

 

 

 

 

PKP

Rp 100.000.000,00

PPh terutang (jumlah pada Angka 12):

 

  5% x Rp 25.000.000,00

Rp    1.250.000,00

10% x Rp 25.000.000,00

Rp    2.500.000,00

15% x Rp 50.000.000,00

 

 

Rp    7.500.000,00 +/+

 

Rp   11.250.000,00

Jumlah PPh Pasal 21, 22, 23 dan 24

Rp     3.250.000,00 -/-

 

Rp     8.000.000,00

Angsuran bulanan PPh Pasal 25:

 

1/12 x Rp 8.000.000,00

Rp        666.666,67

 

 

 

b.

Berdasarkan surat ketetapan pajak Tahun Pajak yang lalu (2001):

 

 

 

 

PKP menurut surat ketetapan pajak tahun 2001

Rp 200.000.000,00

PPh terutang menurut surat ketetapan pajak 2001

 

  5% x Rp   25.000.000,00

Rp       1.250.000,00

10% x Rp   25.000.000,00

Rp       2.500.000,00

15% x Rp   50.000.000,00

Rp       7.500.000,00

25% x Rp 100.000.000,00

Rp     25.000.000,00

 

Rp     36.250.000,00

Jumlah PPh Pasal 21, 22, 23, dan 24 menurut

 

SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2001

Rp       3.250.000,00 -/-

PPh yang harus dibayar sendiri

Rp     33.000.000,00

Angsuran bulanan PPh Pasal 25

Tahun Pajak  2002 :

1/12 x Rp 33.000.000,00

Rp       2.750.000,00

 

 

 

 

Jumlah angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan surat ketetapan pajak tahun 2001 lebih besar dari SPT PPh tahun 2001, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 tahun 2002 dihitung berdasarkan surat ketetapan pajak tahun 2001.Demikian pula apabila angsuran bulanan PPh Pasal 25 berdasarkan surat ketetapan pajak tahun 2001 sama atau lebih kecil dari SPT PPh Tahun Pajak 2001, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan surat ketetapan pajak tahun 2001.

 

 

2.2.

Jika di dalam SPT PPh Tahun Pajak yang bersangkutan terdapat unsur kompensasi kerugian, maka dalam menghitung angsuran PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

 

 

 

2.2.1.

apabila terdapat surat ketetapan pajak Tahun Pajak yang lalu, maka yang diperhatikan adalah ketetapan pajak tersebut tanpa memperhatikan penghasilan netonya apakah sama atau lebih kecil dari penghasilan neto nurut SPT PPh Tahun Pajak yang bersangkutan sebelum adanya kompensasi kerugian.

 

 

 

2.2.2.

dalam hal jumlah kerugian habis dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak 2001 sehingga tidak ada lagi sisa kerugian yang dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak berikutnya, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya dihitung atas dasar PPh terutang menurut surat ketetapan pajak terakhir (Tahun Pajak yang lalu).

Contoh :

Menurut SPT PPh Tahun Pajak 2001:

Penghasilan Neto (jumlah pada Angka 5)

Rp 108.640.000,00

Kompensasi kerugian Tahun Pajak 2000

(jumlah pada Angka 8)

Rp   20.000.000,00

Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/3)

Rp     8.640.000,00

Jumlah PPh Ps. 21, 22, 23, dan 24

Rp     3.250.000,00

Menurut surat ketetapan pajak Tahun Pajak 2001 :

 

Penghasilan Neto

Rp 128.640.000,00

Penghitungan angsuran bulanan PPh Pasal 25

Tahun Pajak 2002:

 

 

 

 

 

a.

Berdasarkan SPT PPh tahun 2001:

 

 

 

 

 

Penghasilan Neto

Rp 108.640.000,00

Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/3)

Rp     8.640.000,00 -/-

Penghasilan Kena Pajak

Rp 100.000.000,00

PPh terutang:

 

  5% x Rp 25.000.000,00

Rp     1.250.000,00

10% x Rp 25.000.000,00

Rp     2.500.000,00

15% x Rp 50.000.000,00

Rp     7.500.000,00 +/+

 

Rp    11.250.000,00

Jumlah PPh Ps. 21, 22, 23, dan 24

Rp      3.250.000,00 -/-

 

Rp      8.000.000,00

Angsuran bulanan PPh Pasal 25:

 

1/12 x Rp 8.000.000,00

Rp         666.666,67

 

 

 

 

b.

Berdasarkan surat ketetapan pajak Tahun Pajak 2001:

 

 

 

 

 

Penghasilan Neto

Rp 128.640.000,00

Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/3)

Rp     8.640.000,00 -/-

Penghasilan Kena Pajak

Rp 120.000.000,00

Besarnya PPh atas Penghasilan Kena Pajak

menurut surat ketetapan  pajak tahun 2001:

  5% x Rp 25.000.000,00

Rp    1.250.000,00

10% x Rp 25.000.000,00

Rp    2.500.000,00

15% x Rp 50.000.000,00

Rp    7.500.000,00

25% x Rp 20.000.000,00

Rp    5.000.000,00 +/+

 

Rp    16.250.000,00

Jumlah PPh Ps. 21, 22, 23, dan 24

 

Menurut SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2001

Rp      3.250.000,00 -/-

PPh yang harus dibayar sendiri

Rp    13.000.000,00

Angsuran bulanan PPh Pasal 25

 

= 1/12 x Rp 13.000.000,00

Rp      1.083.333.33

 

 

 

 

Apabila jumlah angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan surat ketetapan pajak tahun 2001 lebih besar dari SPT PPh tahun 2001, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 tahun 2002 dihitung berdasarkan surat ketetapan pajak tahun 2001. Demikian pula apabila angsuran bulanan PPh Pasal 25 berdasarkan surat ketetapan pajak tahun 2001 sama atau lebih kecil dari SPT PPh tahun 2001, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 tahun 2002 tetap dihitung berdasarkan surat ketetapan pajak tahun 2001.

 

 

 

2.2.3.

Jika jumlah kerugian tidak habis dikompensasi dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, sehingga masih terdapat sisa kerugian yang dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak berikutnya, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya dihitung berdasarkan besarnya PPh terutang atas penghasilan neto menurut urat ketetapan pajak terakhir (tahun pajak yang lalu atau tahun sebelum tahun pajak yang lalu) setelah memperhitungkan sisa kerugian yang masih dapat dikompensasi dengan penghasilan neto tahun pajak berikutnya.

Contoh:

Menurut SPT PPh Tahun Pajak 2001:

Penghasilan Neto (jumlah pada Angka 5)

Rp 108.640.000,00

Jumlah kerugian tahun 2000

Rp 255.640.000,00

Dikompensasi 

 

(Jumlah yang dicantumkan pada Angka 8)

Rp 108.640.000,00

Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/3)

Rp     8.640.000,00

Jumlah PPh Ps. 21, 22, 23, dan 24

Rp     6.250.000,00

 

 

 

 

Catatan:

Sisa kerugian Tahun Pajak 2000 setelah dikompensasi, sebesar Rp 147.000.000,00 dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak 2002.

Menurut surat ketetapan pajak tahun 2001:

Penghasilan Neto

Rp 235.640.000,00

Kompensasi kerugian Tahun 2000

Rp 235.640.000,00

 

 

 

 

Catatan:

Sisa kerugian Tahun Pajak 2000 setelah dikompensasi sebesar Rp. 235.640.000,00 masih dapat dikompensasi Tahun Pajak 2002 sebesar Rp 20.000.000,00

 

 

 

 

b.

Berdasarkan surat ketetapan pajak tahun 2001:

 

 

 

 

 

Penghasilan Neto menurut

surat ketetapan pajak

 

Rp  235.640.000,00

Sisa kerugian yang masih

dapat dikompensasi

 

 

dengan penghasilan neto tahun 2002           

 

Rp    20.000.000,00 -/-

Penghasilan Neto setelah kompensasi

 

Rp  215.640.000,00

Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/3)

 

Rp      8.640.000,00 -/-

Penghasilan Kena Pajak         

 

Rp   207.000.000,00

Pajak Penghasilan terutang:

 

 

5% x Rp     25.000.000,00

=

Rp    1.250.000,00

10% x Rp   25.000.000,00

=

Rp    2.500.000,00

15% x Rp   50.000.000,00

=

Rp    7.500.000,00

25% x Rp 100.000.000,00

=

Rp   25.000.000,00

35% x Rp    7.000.000,00

=

Rp     2.450.000,00 +/+

 

 

Rp   38.700.000,00

Jumlah PPh Ps. 21, 22, 23, dan 24

menurut SPT Tahunan PPh

Tahun Pajak 2001       

 

 

 

 

Rp     6.250.000,00 -/-

 

 

Rp   32.450.000,00

Angsuran bulanan PPh Pasal 25 tahun

 

 

pajak 2002 : 1/12 x Rp 32.450.000,00

=

Rp      2.704.166,66

 

 

 

 

Jika jumlah angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan Surat Ketetapan Pajak  tahun 2001 lebih besar, sama atau lebih kecil dari SPT PPh tahun 2001, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 tahun 2002 dihitung berdasarkan Surat Ketetapan Pajak tahun 2001.

 

 

Dalam hal sisa kerugian yang dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak 2002 lebih besar dari penghasilan neto menurut surat ketetapan pajak tahun 2001, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak 2002 adalah NIHIL.

Contoh:

Menurut SPT PPh Tahun Pajak 2001:

Penghasilan Neto (jumlah Angka 5)

Rp 108.640.000,00

Jumlah kerugian tahun 2000  

Rp 255.640.000,00

Dikompensasi (Jumlah yang dicantumkan pada Angka 8)

Rp 108.640.000,00

 

Catatan:

Sisa kerugian Tahun Pajak 2000 setelah dikompensasi, sebesar dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak 2002 = Rp 147.000.000,00

 

Menurut surat ketetapan pajak tahun 2001:

Penghasilan Neto = Rp 110.000.000,00

 

Penghitungan angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak 2002 :

Karena sisa kerugian yang dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak 2002 (Rp 147.000.000,00) lebih besar dari penghasilan neto menurut surat ketetapan pajak tahun 2001 (Rp 110.000.000,00), maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak 2002 adalah NIHIL.

 

3.

Terdapat penghasilan tidak teratur

Penghasilan tidak teratur (tidak termasuk dalam penghasilan teratur) adalah keuntungan   selisih kurs dari utang/piutang dalam mata uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta (equital gain) sepanjang bukan merupakan penghasilan dari kegiatan usaha pokok serta penghasilan lainnya yang bersifat insidentil. (Keputusan Dirjen Pajak Nomor : Kep-537/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000)

 

Apabila terdapat penghasilan tidak teratur dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, misalnya penghasilan dari kontrak 2 (dua) mobil, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak 2002 dihitung berdasarkan penghasilan neto seluruhnya dikurangi dengan penghasilan tidak teratur tersebut.

 

Contoh

Menurut SPT PPh Tahun Pajak 2001:

Penghasilan Neto seluruhnya

Rp 508.640.000,00

Jumlah PPh Pasal 21, 22 dan 24

Rp   51.250.000,00

Jumlah PPh Pasal 23 (atas kontrak 2 buah mobil

sebesar Rp 60.000.000,00)

Rp     3.600.000,00

 

Penghitungan angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak 2002:

Penghasilan Neto seluruhnya (jumlah pada Angka 5)

 

Rp 508.640.000,00

Penghasilan Neto tidak teratur

 

Rp   60.000.000,00 -/-

Penghasilan Neto teratur

 

Rp 448.640.000,00

PTKP K/3

 

Rp     8.640.000,00 -/-

Penghasilan Kena Pajak

 

Rp 440.000.000,00

PPh Terutang :

 

 

  5% x Rp   25.000.000,00

=

Rp    1.250.000,00

10% x Rp   25.000.000,00

=

Rp    2.500.000,00

15% x Rp   50.000.000,00

=

Rp    7.500.000,00

25% x Rp 100.000.000,00

=

Rp  25.000.000,00

35% x Rp 240.000.000,00

=

Rp  84.000.000,00+/+

 

 

Rp 120.250.000,00

Jumlah PPh Ps. 21, 22, dan 24 Tahun Pajak 2001

 

 

(tidak termasuk PPh Pasal 23 atas kontrak mobil)

 

Rp   51.250.000,00 -/-

 

 

Rp   69.000.000,00

Angsuran PPh Pasal 25 Tahun Pajak 2002

 

Rp     5.750.000,00

= 1/12 x Rp 69.000.000,00     

 

 

 

 

 

 

4.

Terdapat Pembayaran Zakat atas Penghasilan

Dalam hal terdapat zakat atas penghasilan yang nyata-nyata di bayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat     yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, terdapat hal-hal tertentu (terdapat sisa kerugian tahun sebelumnya yang dikompensasikan, dalam tahun berjalan diterbitkan setoran pajak untuk tahun pajak yang lalu, dan terdapat penghasilan tidak teratur), maka penghitungan angsuran Pajak Penghasilan pasal 25 mengikuti pola penghitungan sebagaimana contoh penghitungan angsuran PPh Pasal 25 sebelumnya (angka 20 huruf b angka 1 s/d 3 halaman 64 ... 75) dengan memperhitungkan zakat atas penghasilan yang telah dibayarkan.

 

Contoh :

Penghasilan neto (jumlah pada angka 5)

Pengurangan Penghasilan sesuai Pasal 9 ayat (1) huruf g UU

 

Rp. 111.425.000,00

PPh (jumlah pada angka 6)

Rp.     2.785.000,00

Jumlah penghasilan neto setelah pengurangan

Pasal 9 ayat (1) huruf g UU PPh (jumlah pada angka 7)         

Rp. 108.640.000,00

Kompensasi kerugian (jumlah pada angka 8) 

Rp.    20.000.000,00

Penghasilan neto setelah kompensasi kerugian

(jumlah pada angka 9)

 

Rp.   88.640.000,00

Penghasilan Tidak Kena Pajak K/3 (jumlah pada angka 10)

Rp.     8.640.000,00

Penghasilan Kena Pajak (jumlah pada angka 11)

Rp.   80.000.000,00

 

Atau:

Penghasilan neto (jumlah pada angka 5)

Rp. 111.425.000,00

Kerugian tahun 1996.

Rp. 161.425.000,00

Kompensasi kerugian (jumlah pada angka 8)

Rp. 111.425.000,00

Penghasilan neto setelah kompensasi kerugian

(jumlah pada Angka 9)

Rp.       Nihil

 

 

Catatan:

Kerugian tahun pajak setelah dikompensasi sebesar Rp. 50.000.000,00 tidak dapat lagi dikompensasi dengan penghasilan neto tahun pajak 2002 karena sudah lewat waktu 5 (lima) tahun.

Jumlah PPh Pasal 21, 22, 23 dan 24 Tahun Pajak 2001

Rp.    3.250.000,00

Penghitungan PPh Pasal 25 Tahun Pajak 2002:

 

Penghasilan neto (jumlah pada angka 5)

Pengurangan Penghasilan sesuai Pasal 9 ayat (1) huruf g UU

 

Rp. 111.425.000,00

PPh (jumlah pada angka 6)

Rp.    2.785.000,00

Jumlah penghasilan neto setelah pengurangan Pasal 9 ayat (1)

huruf g UU PPh (jumlah pada angka 7)           

 

Rp. 108.640.000,00

Penghasilan Tidak Kena Pajak K/3 (jumlah pada angka 10)

Rp.     8.640.000,00

Penghasilan Kena Pajak (jumlah pada angka 11)

Rp. 100.000.000,00

PPh terutang :

 

5% x Rp 25.000.000,00

Rp.    1.250.000,00

10% x Rp 25.000.000,00

Rp.    2.500.000,00

15% x Rp 50.000.000,00

Rp.    7.500.000,00

 

Rp.   11.250.000,00

Jumlah PPh Pasal 21, 22, 23 dan 24

Rp.    3.250.000,00

Angsuran bulanan PPh Pasal 25 tahun pajak 2002:

Rp.    8.000.000,00

1/12 x Rp. 8.000.000,00

Rp.   666.666,67,00

 

 

 

Perhatian:

 

1.

Besarnya angsuran PPh Pasal 25 pada Angka 20 dapat berubah sesuai dengan perubahan yang terjadi atas dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25 dalam Tahun Pajak berjalan.

 

2.

Angsuran PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak yang bersangkutan dapat dibayar di muka sekaligus berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-13/PJ.23/1989  tanggal 1 Maret 1989.

                       

Q.

 

PENGHASILAN YANG TELAH DIKENAKAN PAJAK BERSIFAT FINAL, DIKENAKAN PAJAK TERSENDIRI DAN PENGHASILAN PENGUSAHA TERTENTU SERTA YANG BUKAN OBJEK PAJAK YANG TELAH DIBAYAR, DIPOTONG/DIPUNGUT.

 

a.

Diisi jumlah dari formulir 1770 III bagian A Kolom 3.

b.

Diisi jumlah dari formulir 1770 III bagian B Kolom 3.

c.

Diisi dari formulir 1770 III bagian A Romawi III Kolom 3.

d.

Diisi dari formulir 1770 III bagian A Romawi III Kolom 4.

e.

Diisi jumlah dari formulir 1770 III bagian A Kolom 4.

           

R.

LAMPIRAN

           

 

Angka 22

LAMPIRAN LAINNYA

 

Selain lampiran-lampiran 1770-I sampai dengan 1770-V (baik yang diisi maupun yang tidak diisi) harus dilampirkan pula:

a.

Neraca dan Laporan Laba Rugi Tahun Pajak yang bersangkutan bagi Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan atau Rekapitulasi bulanan peredaran/penerimaan bruto bagi Wajib Pajak yang memilih menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.

(Pasal 28 UU KUP).

b.

Fotocopi Formulir 1721-A1 dan atau 1721-A2.

 (Pasal 14 UU PPh).

c.

Surat Setoran Pajak PPh Pasal 29 Tahun Pajak yang bersangkutan (Lembar Ke-3), yaitu pelunasan

PPh yang kurang dibayar pada Angka 18.

 (Pasal 29 UU PPh).

d.

Surat Kuasa Khusus jika SPT Tahunan ini ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak.

 (Pasal 4 ayat (3) UU KUP).

e.

Penghitungan angsuran PPh Pasal 25 tahun berikutnya.

f.

Penghitungan PPh terutang bagi Wajib Pajak Kawin Pisah Harta.

g.

Daftar Susunan Keluarga yang Menjadi Tanggungan Wajib Pajak.

h.

Lampiran-lampiran lainnya yang dianggap perlu untuk menjelaskan penghitungan besarnya penghasilan yang dibuat sendiri oleh Wajib Pajak.

 

Catatan:

-

Berilah tanda X dalam kotak yang sesuai.

-

Disebelah kanan atas dari setiap lampiran supaya ditulis LAMPIRAN ........................ (sesuai dengan urutan lampiran yang bersangkutan).

-

Apabila tempat yang tersedia untuk mengisi lampiran tidak mencukupi maka dapat dibuat lampiran tambahan

 

S.

PERNYATAAN

 

 

Angka 23

 

Pernyataan ini dibuat sehubungan dengan jaminan akan kebenaran dan kelengkapan pengisian SPT Tahunan.

 

Apabila ternyata diisi dengan tidak benar dan atau tidak lengkap, Wajib Pajak akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Sehubungan dengan itu Wajib Pajak atau kuasanya, wajib menandatangani dan membubuhkan nama terang serta mencantumkan tempat, tanggal, bulan dan tahun diisinya SPT ini pada tempat yang tersedia.

Beri tanda X dalam kotak yang sesuai.