SPT
TAHUNAN PPh WP ORANG PRIBADI
(FORMULIR
1770)
TAHUN
PAJAK
Diisi
pada kotak yang tersedia sesuai dengan Tahun Pajak, misalnya 2001, 2002, dan
seterusnya.
Contoh : |
|
Beri
tanda X dalam kotak yang sesuai :
A. |
NPWP Diisi sesuai dengan NPWP
yang tercantum pada Kartu NPWP. |
|
B. |
NAMA WAJIB PAJAK Diisi sesuai dengan nama
Wajib Pajak yang tercantum pada Kartu NPWP |
|
C. |
ALAMAT TEMPAT TINGGAL Diisi sesuai dengan alamat
lengkap yang tercantum pada Kartu NPWP. |
|
D. |
KELUARAHAN/KECAMATAN Diisi sesuai dengan nama kelurahan/kecamatan
yang tercantum pada Kartu NPWP. |
|
E. |
KOTA/KODE POS Diisi sesuai dengan nama
kota yang tercantum pada Kartu NPWP dan kode pos yang bersangkutan pada kotak
yang tersedia. |
|
|
CATATAN
- Dalam
hal Kartu NPWP belum diperoleh, NPWP diisi sesuai dengan yang tercantum pada
Bukti Pendaftaran Wajib Pajak. |
|
F. |
PERUBAHAN IDENTITAS |
|
|
Beri tanda silang pada kotak
yang ada, jika ada perubahan identitas seperti perubahan alamat agar mengisi
formulir Pembetulan Identitas pada halaman 2 formulir 1770. |
|
G. |
JENIS USAHA/PEKERJAAN BEBAS/PEKERJAAN |
|
|
Diisi sesuai dengan jenis
usaha pokok yang dilakukan oleh Wajib Pajak secara lengkap, misalnya: |
|
|
Usaha Dagang : |
|
|
- |
Perdagangan besar pakaian
jadi |
|
- |
Perdagangan eceran kertas |
|
Usaha Industri : |
|
|
- |
Industri makanan ternak |
|
- |
Industri tekstil |
|
Usaha Jasa : |
|
|
- |
Jasa persewaan bangunan |
|
- |
Jasa Pemborong bangunan |
|
Usaha Pekerjaan Bebas : |
|
|
- |
Dokter |
|
- |
Notaris |
|
Pekerjaan : |
|
|
- |
Pegawai baik pemerintah
maupun swasta |
|
Lain-lain : |
|
|
- |
Perkebunan kelapa sawit |
|
- |
Pertambangan batubara |
MEREK
USAHA
Diisi
sesuai dengan merek usaha yang digunakan untuk usaha/pekerjaan bebas yang
dilakukan oleh Wajib Pajak.
Contoh: |
|
- |
Toko Buku ...Berita Pajak... |
- |
Kantor Konsultan Pajak
...Drs. JUJUR SETIA, dkk... |
ALAMAT TEMPAT
USAHA/PEKERJAAN BEBAS/PEKERJAAN
Diisi sesuai dengan alamat sebenarnya dari tempat
usaha/pekerjaan bebas/pekerjaan yang dilakukan.
NOMOR
TELEPON/FAX
Diisi
sesuai dengan Nomor telepon/Nomor fax tempat tinggal dan tempat usaha/Kantor.
H. |
CARA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO Beri tanda X dalam kotak yang tersedia, sesuai
dengan cara penghitungan penghasilan neto yang digunakan. (Pasal 28 UU KUP dan Pasal
14 ayat (2) UU PPh). |
I. |
Angka
1 JUMLAH
HARTA PADA AKHIR TAHUN diisi dari Formulir 1770-IV bagian A Angka 2 JUMLAH
KEWAJIBAN PADA AKHIR TAHUN diisi dari Formulir 1770-IV
bagian B |
J. |
PENGHASILAN NETO |
|||
|
Diisi
dari: |
|||
|
- |
Lampiran
I |
Formulir
1770-I |
Bagian
A Kolom 7 |
|
- |
Lampiran
I |
Formulir
1770-I |
Bagian
B Angka 3 |
|
- |
Lampiran
I |
Formulir
1770-I |
Bagian
C Kolom 5 |
|
- |
Lampiran
II |
Formulir
1770-II |
Bagian
B Kolom 4 |
Angka 1
PENGHASILAN
NETO DALAM NEGERI DARI USAHA,
PEKERJAAN
BEBAS
Diisi dari jumlah penghasilan neto yang tercantum pada
Formulir 1770-I.
Bagian A
Jumlah Kolom (7) baik bagi Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan maupun
yang menggunakan Norma Penghitungan.
Angka 2
PENGHASILAN
NETO DALAM NEGERI
SEHUBUNGAN
DENGAN PEKERJAAN
Diisi
dengan jumlah Penghasilan Neto yang tercantum pada Formulir 1770-I Bagian B
Angka 3.
Angka 3
PENGHASILAN
NETO DALAM NEGERI LAINNYA
Diisi
dari jumlah Penghasilan Neto yang tercantum pada Formulir 1770-I Bagian C
Jumlah Kolom (5).
Angka 4
PENGHASILAN
NETO LUAR NEGERI
Diisi
dari jumlah Penghasilan Neto yang tercantum pada Formulir 1770-II Bagian B
Kolom (4).
Angka 5
JUMLAH
PENGHASILAN NETO
Bagian
ini diisi dengan hasil penjumlahan dari jumlah pada angka (1 + 2 + 3 + 4).
K. |
PENGHASILAN KENA PAJAK |
Angka 6
PENGURANG
PENGHASILAN SESUAI PASAL 9 AYAT (1) HURUF g UU PPh
Bagian
ini diisi jumlah zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak
Orang Pribadi pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil
zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sesuai dengan bukti setoran
yang sah.
Contoh:
1. |
Zakat
atas penghasilan yang diperoleh dari gaji dan usaha: Sdr. Ahmad adalah seorang pegawai
dengan gaji Rp. 1.000.000,-/bulan. Disamping itu dia mempunyai usaha dengan
omzet setahun sebesar Rp. 7.000.000,- dengan mempekerjakan dua orang pegawai,
dan digaji masing-masing Rp. 250.000,-/bulan dan membayar biaya listrik
sebesar Rp 25.000,-/bulan. |
|||||||||||||||||||||||||
|
Penghitungan
zakat atas penghasilan:
|
|||||||||||||||||||||||||
|
*) |
Biaya
Usaha sebesar Rp 6.300.000,- terdiri dari Gaji Pegawai Rp 6.000.000,- (12 x 2
x Rp 250.000,-) dan Biaya listrik Rp 300.000,- (12 x Rp 25.000,-) |
||||||||||||||||||||||||
2. |
Zakat
atas penghasilan yang tidak teratur (hadiah, honor, dll). Sdr. Muhammad
menerima hadiah senilai Rp. 5.000.000,- dan tidak ada hubungannya dengan
pekerjaan yang dilakukan. |
|||||||||||||||||||||||||
|
Penghitungan
zakat atas penghasilan:
|
Catatan:
Penghasilan
dari hadiah tersebut belum termasuk yang dikenakan PPh Final.
Angka 7
JUMLAH
PENGHASILAN NETO SETELAH PENGURANGAN PASAL 9 (1)
HURUF g
UU PPh
Bagian ini
diisi dengan hasil pengurangan dari jumlah pada angka 5 dengan jumlah pada
angka 6.
Angka 8
KOMPENSASI
KERUGIAN
Hanya
diisi oleh Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan. Diisikan disini jumlah
kerugian fiskal yang telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak untuk Tahun
Pajak 5 (lima) tahun sebelumnya yang belum habis dikompensasikan.
Dalam
hal kerugian fiskal tersebut belum ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak,
diisi dengan kerugian fiskal menurut SPT Tahunan PPh.
Contoh:
Tuan
Budiman dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak-nya menggunakan pembukuan,
dalam tahun 1997 menderita kerugian fiskal sebesar Rp. 1.200.000.000,00. Dalam
5 (lima) tahun berikutnya rugi laba fiskal Tuan Budiman sebagai berikut:
Tahun
1998, laba fiskal |
= |
Rp. 200.000.000,00 |
Tahun
1999, rugi fiskal |
= |
(Rp.
300.000.000,00) |
Tahun
2000, laba fiskal |
= |
NIHIL |
Tahun
2001, laba fiskal |
= |
Rp. 100.000.000,00 |
Tahun
2002, laba fiskal |
= |
Rp. 800.000.000,00 |
Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut :
Rugi
fiskal tahun 1997 |
= |
(Rp.
1.200.000.000,00) |
Laba
fiskal tahun 1998 |
= |
Rp.
200.000.000,00 (+) |
Sisa
rugi fiskal tahun 1997 |
= |
(Rp.
1.000.000.000,00) |
Rugi
fiskal tahun 1999 |
= |
Rp.
300.000.000,00 |
Sisa
rugi fiskal tahun 1997 |
= |
(Rp.
1.000.000.000,00) |
Laba
fiskal tahun 2000 |
= |
NIHIL |
Sisa
rugi fiskal tahun 1997 |
= |
(Rp.
1.000.000.000,00) |
Laba
fiskal tahun 2001 |
= |
Rp.
100.000.000,00 (+) |
Sisa rugi
fiskal tahun 1997 |
= |
(Rp. 900.000.000,00) |
Laba
fiskal tahun 2002 |
= |
Rp.
800.000.000,00 |
Sisa
rugi fiskal tahun 1997 |
= |
(Rp. 100.000.000,00) |
Rugi fiskal
tahun 1997 sebesar Rp. 100.000.000,00 yang masih tersisa pada akhir tahun 2002
tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 2003, sedangkan rugi
fiskal tahun 1999 sebesar Rp. 300.000.000,00 hanya boleh dikompensasikan dengan
laba fiskal tahun 2003 dan 2004, karena jangka waktu 5 tahun yang dimulai sejak
tahun 2000 berakhir pada akhir tahun 2004.
Apabila
jumlah kerugian yang dapat dikompensasi dalam Tahun Pajak yang bersangkutan
berasal dari sisa kerugian beberapa tahun lalu, supaya dibuatkan rincian dalam
lampiran tersendiri.
PERHATIAN:
- |
Apabila jumlah seluruh
penghasilan neto pada Angka 5 menunjukkan jumlah nihil atau negatif(minus),
maka Angka 6 ini diisi dengan NIHIL, walaupun sampai dengan Tahun Pajak
sebelumnya masih terdapat sisa kerugian tahun-tahun lalu yang masih dapat
dikompensasi dalam Tahun Pajak yang bersangkutan. |
- |
Apabila kerugian fiskal
tahun-tahun yang masih dapat dikompensasi dalam Tahun Pajak yang bersangkutan
jumlahnya lebih besar dari jumlah penghasilan neto Tahun Pajak yang
bersangkutan,yang diisikan pada Angka 6 paling banyak adalah sebesar
penghasilan neto pada Angka 5. Kerugian yang berasal dari
penghasilan yang telah dikenakan PPh bersifat final dan penghasilan yang
tidak termasuk objek pajak, serta kerugian usaha/modal di luar negeri tidak
boleh dikompensasikan. (Pasal 4 ayat (1) dan Pasal
6 ayat (2) UU PPh). |
Angka 9
JUMLAH
PENGHASILAN NETO SETELAH KOMPENSASI KERUGIAN
Bagian ini
diisi dengan hasil pengurangan dari jumlah pada Angka 7 dengan jumlah pada
Angka 8.
Angka
10
PENGHASILAN
TIDAK KENA PAJAK
Bagian
ini diisi dengan penghasilan tidak kena pajak yang besarnya adalah sebagai
berikut:
a. |
Rp 2.880.000,00 untuk Wajib Pajak. |
|
b. |
Rp 1.440.000,00 tambahan
untuk Wajib Pajak yang kawin. |
|
c. |
Rp 2.880.000,00 tambahan
untuk seorang isteri (hanya seorang isteri), yang diberikan apabila ada
penghasilan isteri yang digabungkan dengan penghasilan suami, dalam hal isteri: |
|
|
c.1 |
bukan karyawati, tetapi
mempunyai penghasilan dari usaha/pekerjaan bebas yang tidak ada hubungannya
dengan usaha/pekerjaan bebas suami, anak/anak angkat yang belum dewasa. |
|
c.2 |
bekerja sebagai karyawati
pada pemberi kerja yang bukan sebagai Pemotong Pajak walaupun tidak mempunyai
penghasilan dari usaha/pekerjaan bebas. |
|
c.3 |
bekerja sebagai karyawati
pada lebih dari 1 (satu) pemberi kerja. |
d. |
Rp. 1.440.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga
sedarah (misal ayah ibu atau anak kandung) dan semenda (misal mertua dan anak
tiri) dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan
sepenuhnya, paling banyak tiga orang untuk setiap keluarga. Saat yang menentukan untuk
menghitung besarnya penghasilan tidak kena pajak adalah awal Tahun Pajak atau
saat mulainya menjadi subjek pajak dalam negeri dalam Tahun Pajak. |
|
e. |
Warisan yang belum terbagi
sebagai Wajib Pajak menggantikan yang berhak tidak memperoleh pengurangan
Penghasilan Tidak Kena Pajak. |
Bagi Wajib Pajak yang kawin pisah harta dan
penghasilan baik suami maupun isteri Angka 10 ini diisi dengan tanda strip ( -
) dan membuat lembar penghitungan penghasilan serta PPh terutang tersendiri.
Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu
yang tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain yang tidak ikenakan Pajak
Penghasilan yang bersifat final diisi dengan tanda strip ( - )
Catatan |
: |
Berikan tanda X pada kotak yang sesuai mengenai status,
yaitu: |
|
|
(TK/ ....) adalah tidak kawin, ditambah dengan banyaknya
tanggungan yang mendapat pengurangan PTKP. |
|
|
(K/ ....) adalah kawin ditambah dengan banyaknya
tanggungan yang mendapat pengurangan PTKP. |
|
|
(K/I/ ...) adalah kawin, isteri mempunyai penghasilan
sesuai dengan ketentuan huruf c, ditambah dengan banyaknya tanggungan yang
mendapat pengurangan PTKP. |
|
|
(PH) adalah Wajib Pajak kawin yang pisah harta dan
penghasilan. |
|
|
(HB/ ...) adalah Wajib Pajak kawin yang telah hidup
berpisah ditambah banyaknya tanggungan yang mendapat pengurangan PTKP. |
Contoh |
: |
K/-
adalah kawin tanpa tanggungan |
|
|
K/2
adalah kawin + 2 orang tanggungan |
|
|
K/I/3
adalah kawin + isteri mempunyai penghasilan sesuai ketentuan huruf c,
ditambah dengan tanggungan 3 orang. |
f. |
PTKP bagi Wajib Pajak masing-masing suami isteri yang
telah hidup berpisah untuk diri masing-masing Wajib Pajak diperlakukan seperti
Wajib Pajak Tidak Kawin sedangkan tanggungan sesuai dengan kenyataan
sebenarnya yang diperkenankan. (Pasal 7 UU PPh dan Kep. Men Keu. Nomor :
61/KMK.04/1998 tanggal 27 Juli 1998) |
Angka 11
PENGHASILAN
KENA PAJAK
Bagian ini
diisi dengan hasil pengurangan dari jumlah pada Angka 9 dengan jumlah pada
Angka 10. Apabila hasil pengurangan tersebut menunjukkan Jumlah nihil atau
negatif, maka Angka 11 diisi dengan NIHIL
Khusus
Wajib Pajak yang kawin pisah harta baik suami maupun isteri Angka 11 ini diisi
dengan tanda strip ( - ) dan membuat lembar penghitungan penghasilan serta PPh
terutang tersendiri.
L. |
PPh TERUTANG |
Angka 12
PPh
TERUTANG
Diisi
dengan hasil penerapan tarif Pasal 17 UU PPh atas Penghasilan Kena Pajak yang
tercantum pada Angka 11.
Tarif
PPh adalah sebagai berikut:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak |
Tarif Pajak |
sampai
dengan Rp 25.000.000,00 |
5% |
di
atas Rp 25.000.000,00 s.d. Rp 50.000.000,00 |
10% |
di atas Rp 50.000.000,00 s.d. Rp 100.000.000,00 |
15% |
di
atas Rp 100.000.000,00 s.d. Rp 200.000.000,00 |
25% |
di
atas Rp 200.000.000,00 |
35% |
Catatan |
: |
Dalam penerapan tarif pajak, jumlah Penghasilan
Kena Pajak (PKP) dibulatkan ke bawah dalam
ribuan rupiah penuh. |
Contoh :
1. |
Seorang
Wajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto Tahun Pajak 2001 sebesar
Rp. 88.640.000,00. Wajib Pajak berstatus kawin dan mempunyai 3 (tiga) orang
anak, sedangkan isterinya tidak mempunyai penghasilan sendiri. Penghitungan
pajak dengan penerapan tarif tersebut di atas dilakukan sebagai berikut: |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Pajak Penghasilan yang
terutang:
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2. |
Seorang
Waib Pajak yang berstatus tidak kawin baru datang dan mempunyai niat menetap di
Indonesia untuk selama-lamanya pada awal Oktober 2001 dan menerima atau
memperoleh penghasilan dari usaha mulai Oktober s.d. Desember 2001 sebesar
Rp. 1.430.715,00. Atas penghasilan tersebut, dilakukan penerapan tarif pajak
sebagai berikut: |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
3. |
Seorang
Wajib Pajak dalam tahun 2001 menerima atau memperoleh penghasilan neto
sebesarRp 204.608.000,00. Wajib Pajak berstatus kawin pisah harta dan mempunyai
3 (tiga) orang anak, sedangkan isterinya menerima atau memperoleh enghasilan
neto dari usaha sebesar Rp 106.912.000,00. Penerapan tarif untuk masing-masing suami dan
isteri adalah sebagai berikut: |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
a. |
Untuk SPT suami :
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
b. |
Untuk SPT isteri :
|
Angka 13
PENGEMBALIAN/PENGURANGAN
PPh PASAL 24
YANG
TELAH DIKREDITKAN
Diisi dengan
selisih antara besarnya pajak yang telah dikreditkan dengan besarnya pajak yang
dapat dikreditkan di Indonesia setelah adanya pengembalian/pengurangan pajak
penghasilan yang dibayar/dipotong/terutang di luar negeri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 ayat (5) UU PPh, yang diterima dalam Tahun Pajak yang
bersangkutan sepanjang pengembalian/pengurangan bukan disebabkan oleh adanya
perubahan penghasilan.
Oleh
karena PPh yang dibayar/dipotong/terutang di luar negeri tersebut semula telah
dikreditkan dari Pajak Penghasilan yang terutang dalam SPT Tahunan PPh, maka
dengan pengurangan/restitusi atas Pajak Penghasilan yang
dibayar/dipotong/terutang di luar negeri tersebut menyebabkan pengkreditan
tersebut menjadi lebih besar dari yang seharusnya. Selisih tersebut harus
dibayar kembali dengan menambahkan pada Pajak Penghasilan terutang dalam tahun
ini.
Contoh:
Tuan
Achmad memperoleh penghasilan berupa dividen pada tahun 2001 dari X Ltd di luar
negeri sebesar Rp 200.000.000,00 dan dipotong pajak atas dividen sebesar 20%
(Rp 40.000.000,00). Penghasilan tersebuttelah digabungkan (dilaporkan) dalam
SPT Tahunan PPh 2001 dan pajak atas dividen sebesar Rp 40.000.000,00 telah
dikreditkan. Namun dalam tahun 2002, Tuan Achmad menerima pengembalian pajak
atas dividen tersebut sebesar 5% (Rp 10.000.000,00). Pengembalian pajak di luar
negeri sebesar Rp. 10.000.000,00 tersebut diisikan dalam angka 13 ini menambah
PPh terutang tahun berikutnya.
Dalam
hal pengembalian/pengurangan PPh tersebut disebabkan oleh adanya perubahan penghasilan,
maka Wajib Pajak harus memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan
melakukan pembetulan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak digabungkannya penghasilan
tersebut, sesuai dengan ketentuan Pasal 6 Keputusan Menteri Keuangan Nomor :
640/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994.
Angka
14
JUMLAH
PPh YANG TERUTANG
Diisi
dengan hasil penjumlahan dari jumlah pada Angka 12 dengan jumlah angka 13.
M. KREDIT PAJAK
Angka
15
PPh
YANG DIPOTONG/DIPUNGUT
OLEH
PIHAK LAIN/DITANGGUNG PEMERINTAH DAN
YANG DIBAYAR/DIPOTONG/TERUTANG
DI LUAR NEGERI
Diisi dengan hasil penjumlahan Kolom (3) + (4) + (5) + (6)
pada Formulir 1770-II Bagian A dan Kolom (6) Formulir 1770-II Bagian B.
Angka
16
PPh
YANG HARUS DIBAYAR SENDIRI ATAU
PPh
YANG LEBIH DIPOTONG/DIPUNGUT
Diisi dengan hasil pengurangan dari jumlah pada
angka 14 dengan jumlah pada angka 15.Beri tanda X dalam kotak yang sesuai.
Angka
17
PPh
YANG DIBAYAR SENDIRI
a. |
PPh Pasal 25 ayat (1) Diisi
dengan jumlah PPh yang telah dibayar sendiri oleh Wajib Pajak selama Tahun
Pajak yang bersangkutan berupa PPh Pasal 25 Tahun Pajak yang bersangkutan
termasuk jumlah pelunasan PPh yang terutang berdasarkan penghitungan
sementara dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan perpanjangan jangka
waktu penyampaian SPT Tahunan. |
||||||||||||
b. |
PPh Pasal 25 ayat (7) Diisi dengan jumlah pajak
penghasilan yang dibayar sendiri (satu persen dari peredaran bruto) oleh
pengusaha tertentu yang menerima atau memperoleh penghasilan lain yang tidak
dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final. |
||||||||||||
c. |
STP PPh Pasal 25 (hanya
pokok pajak) Diisi dengan jumlah Pajak Penghasilan yang tercantum
dalam Surat Tagihan Pajak (STP) untuk Tahun Pajak yang bersangkutan termasuk Surat
Tagihan Pajak (STP) Pajak Penghasilan Pasal 25 ayat (7) dari Pengusaha
Tertentu yang menerima atau memperoleh penghasilan lain yang tidak dikenakan
Pajak Penghasilan yang bersifat final, tidak termasuk sanksi administrasi
berupa bunga dan atau denda. Contoh
: Pada
STP tercantum hal-hal sebagai berikut :
|
||||||||||||
|
Yang
diisikan di sini adalah jumlah Rp 500.000,00 (hanya pokok pajak) |
||||||||||||
d. |
Fiskal Luar Negeri Diisi dengan jumlah pembayaran uang Fiskal Luar Negeri
yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak, isteri,nak/anak angkat yang belum
dewasa, yang menjadi tanggungan sepenuhnya dalam Tahun Pajak yang
bersangkutan. Termasuk juga embayaran uang fiskal luar negeri yang ditanggung
Wajib Pajak atas nama pegawai sehubungan dengan penugasan pegawai tersebut ke
luar negeridalam Tahun Pajak yang bersangkutan tidak termasuk isteri,
anak/anak angkat dari pegawai yang bersangkutan. Apabila pegawai ke luar
negeri bukan dalam rangka hubungan kerja, seperti expatriate berlibur kembali
ke negaranya, maka pembayaran fiskal tersebut tidak boleh dimasukkan disini,
termasuk isteri, anak/anak angkat dari pegawai tersebut. |
||||||||||||
|
(Pasal 25 ayat (8) UU PPh jo.
PP Nomor 42 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 41 Tahun
2001). |
JUMLAH
Diisi
dengan hasil penjumlahan huruf a + b + c + d
N. PPh KURANG/LEBIH BAYAR
Angka
18
PPh
YANG KURANG DIBAYAR (PPh PASAL 29)
ATAU PPh
YANG LEBIH DIBAYAR (PPh PASAL 28A)
Diisi
dengan hasil pengurangan dari jumlah pada Angka 16 dengan jumlah pada Angka 17.
Beri
tanda X dalam kotak yang sesuai. Dalam hal tidak terdapat pajak yang harus
dibayar, maka cantumkan kata ...NIHIL... pada ruang yang harus diisi. Apabila
terdapat jumlah pajak yang kurang dibayar, jumlah tersebut harus dibayar lunas
selambat-lambatnya tanggal 25 (dua puluh lima) bulan ketiga setelah akhir Tahun
Pajak/Tahun Buku sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan disampaikan.
Cantumkan
tanggal pembayaran tersebut pada tempat yang tersedia.
O. PERMOHONAN
Angka
19
Hanya
diisi apabila terdapat jumlah PPh yang lebih bayar pada Angka 18 b.
Wajib
Pajak harus memberi tanda X dalam kotak yang tersedia.
Permohonan
ini tidak berlaku apabila kelebihan pembayaran berasal dari PPh yang ditanggung
Pemerintah.
P. ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN PAJAK
BERIKUTNYA
Angka
20
ANGSURAN
PPh PASAL 25 TAHUN BERIKUTNYA
Beri
tanda X dalam kotak yang sesuai:
a. |
Diisi dengan jumlah angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun
Pajak berikutnya yang dihitung 1/12 dari jumlah Pajak Penghasilan yang harus
dibayar sendiri pada Angka 16 huruf a dikurangi dengan
pengembalian/pengurangan PPh Pasal 24 pada Angka 13, kecuali apabila terdapat
hal-hal tertentu sebagaimana tersebut pada huruf b berikut ini: |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
Penghitungan dalam lampiran
tersendiri apabila: |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Terdapat sisa kerugian tahun
sebelumnya yang dikompensasikan |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
1.1. |
Apabila jumlah sisa kerugian habis dikompensasi dengan
penghasilan neto Tahun ajak yang bersangkutan atau Tahun Pajak yang
bersangkutan merupakan Tahun Pajak terakhir untuk dapat melakukan kompensasi
kerugian, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya dihitung
atas dasar penghasilan neto Tahun Pajak yang bersangkutan. Contoh: Menurut
SPT PPh Tahun Pajak 2001: |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
Atau:
Catatan: Kerugian Tahun Pajak 1996 setelah dikompensasi
sebesar Rp 50.000.000,00 tidak dapat lagi dikompensasi dengan penghasilan
neto Tahun Pajak 2002 karena sudah lewat waktu 5 (lima) tahun. Jumlah PPh Ps. 21, 22, 23, dan 24 Tahun Pajak
2001 Rp 3.250.000,00 Penghitungan PPh Pasal 25 Tahun Pajak 2002:
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
1.2. |
Apabila jumlah sisa kerugian tidak habis dikompensasi
dengan penghasilan neto Tahun Pajak yang bersangkutan dan Tahun Pajak yang
bersangkutan tidak merupakan Tahun Pajak terakhir untuk dapat melakukan
kompensasi, sehingga masih terdapat sisa kerugian yang dapat dikompensasi
dengan penghasilan neto Tahun Pajak berikutnya, maka angsuran bulanan PPh
Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya dihitung atas dasar penghasilan neto Tahun
Pajak yang bersangkutan dikurangi dengan sisa kerugian yang masih dapat
dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak berikutnya. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
Apabila penghasilan neto
Tahun Pajak yang bersangkutan lebih kecil dari sisa kerugian yang masih dapat
dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak berikutnya, maka angsuran bulanan
PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya adalah NIHIL. Contoh
A: Menurut SPT PPh Tahun Pajak
2001:
Catatan: Sisa kerugian Tahun Pajak 2000 yang belum dikompensasi
sebesar Rp 50.000.000,00 dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun
Pajak 2002. Penghitungan PPh Pasal 25 Tahun Pajak 2002 : |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
Contoh
B: Menurut
SPT PPh Tahun Pajak 2001:
Oleh karena sisa kerugian
yang dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak 2002 lebih besar
dari penghasilan neto Tahun Pajak 2001, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25
Tahun Pajak 2002 adalah NIHIL. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Dalam tahun berjalan
diterbitkan ketetapan pajak untuk tahun yang lalu. Apabila angsuran bulanan PPh Pasal 25 menurut surat
ketetapan pajak Tahun Pajak yang lalu lebih besar, sama atau lebih kecil dari
SPT PPh Tahun Pajak yang bersangkutan, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25
Tahun Pajak berikutnya dihitung atas dasar jumlah PPh terutang menurut surat
ketetapan pajak tersebut dengan memperhatikan ada atau tidaknya unsur
kompensasi kerugian. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
2.1. |
Jika di dalam SPT PPh Tahun Pajak
yang bersangkutan tidak terdapat unsur kompensasi kerugian. Contoh
: Menurut
SPT PPh Tahun Pajak 2001:
Menurut
surat ketetapan pajak Tahun Pajak yang lalu (2001):
Penghitungan
angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak 2002: |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
a. |
Berdasarkan
SPT PPh Tahun Pajak 2001: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
b. |
Berdasarkan
surat ketetapan pajak Tahun Pajak yang lalu (2001): |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
Jumlah angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan surat
ketetapan pajak tahun 2001 lebih besar dari SPT PPh tahun 2001, maka angsuran
bulanan PPh Pasal 25 tahun 2002 dihitung berdasarkan surat ketetapan pajak
tahun 2001.Demikian pula apabila angsuran bulanan PPh Pasal 25 berdasarkan
surat ketetapan pajak tahun 2001 sama atau lebih kecil dari SPT PPh Tahun
Pajak 2001, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan surat
ketetapan pajak tahun 2001. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
2.2. |
Jika di dalam SPT PPh Tahun
Pajak yang bersangkutan terdapat unsur kompensasi kerugian, maka dalam
menghitung angsuran PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya perlu diperhatikan
hal-hal sebagai berikut: |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
2.2.1. |
apabila terdapat surat
ketetapan pajak Tahun Pajak yang lalu, maka yang diperhatikan adalah
ketetapan pajak tersebut tanpa memperhatikan penghasilan netonya apakah sama
atau lebih kecil dari penghasilan neto nurut SPT PPh Tahun Pajak yang
bersangkutan sebelum adanya kompensasi kerugian. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
2.2.2. |
dalam hal jumlah kerugian
habis dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak 2001 sehingga tidak
ada lagi sisa kerugian yang dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun
Pajak berikutnya, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya
dihitung atas dasar PPh terutang menurut surat ketetapan pajak terakhir
(Tahun Pajak yang lalu). Contoh : Menurut SPT PPh Tahun Pajak
2001:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
a. |
Berdasarkan
SPT PPh tahun 2001: |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
b. |
Berdasarkan
surat ketetapan pajak Tahun Pajak 2001: |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
Apabila jumlah angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan surat
ketetapan pajak tahun 2001 lebih besar dari SPT PPh tahun 2001, maka angsuran
bulanan PPh Pasal 25 tahun 2002 dihitung berdasarkan surat ketetapan pajak
tahun 2001. Demikian pula apabila angsuran bulanan PPh Pasal 25 berdasarkan
surat ketetapan pajak tahun 2001 sama atau lebih kecil dari SPT PPh tahun
2001, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 tahun 2002 tetap dihitung
berdasarkan surat ketetapan pajak tahun 2001. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
2.2.3. |
Jika
jumlah kerugian tidak habis dikompensasi dalam Tahun Pajak yang bersangkutan,
sehingga masih terdapat sisa kerugian yang dapat dikompensasi dengan
penghasilan neto Tahun Pajak berikutnya, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25
Tahun Pajak berikutnya dihitung berdasarkan besarnya PPh terutang atas
penghasilan neto menurut urat ketetapan pajak terakhir (tahun pajak yang lalu
atau tahun sebelum tahun pajak yang lalu) setelah memperhitungkan sisa
kerugian yang masih dapat dikompensasi dengan penghasilan neto tahun pajak
berikutnya. Contoh: Menurut
SPT PPh Tahun Pajak 2001:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
Catatan: Sisa kerugian Tahun Pajak 2000 setelah
dikompensasi, sebesar Rp 147.000.000,00 dapat dikompensasi dengan penghasilan
neto Tahun Pajak 2002. Menurut
surat ketetapan pajak tahun 2001:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
Catatan: Sisa kerugian Tahun Pajak 2000 setelah
dikompensasi sebesar Rp. 235.640.000,00 masih dapat dikompensasi Tahun Pajak
2002 sebesar Rp 20.000.000,00 |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
b. |
Berdasarkan
surat ketetapan pajak tahun 2001: |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
Jika jumlah angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan Surat
Ketetapan Pajak tahun 2001 lebih
besar, sama atau lebih kecil dari SPT PPh tahun 2001, maka angsuran bulanan
PPh Pasal 25 tahun 2002 dihitung berdasarkan Surat Ketetapan Pajak tahun
2001. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Dalam
hal sisa kerugian yang dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak
2002 lebih besar dari penghasilan neto menurut surat ketetapan pajak tahun
2001, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak 2002 adalah NIHIL. Contoh: Menurut
SPT PPh Tahun Pajak 2001:
Catatan: Sisa kerugian Tahun Pajak 2000 setelah
dikompensasi, sebesar dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak
2002 = Rp 147.000.000,00 Menurut
surat ketetapan pajak tahun 2001: Penghasilan
Neto = Rp 110.000.000,00 Penghitungan
angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak 2002 : Karena sisa kerugian yang dapat dikompensasi
dengan penghasilan neto Tahun Pajak 2002 (Rp 147.000.000,00) lebih besar dari
penghasilan neto menurut surat ketetapan pajak tahun 2001 (Rp
110.000.000,00), maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak 2002 adalah
NIHIL. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
3. |
Terdapat
penghasilan tidak teratur Penghasilan
tidak teratur (tidak termasuk dalam penghasilan teratur) adalah keuntungan selisih kurs dari utang/piutang dalam mata
uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta (equital gain) sepanjang
bukan merupakan penghasilan dari kegiatan usaha pokok serta penghasilan
lainnya yang bersifat insidentil. (Keputusan Dirjen Pajak Nomor : Kep-537/PJ./2000
tanggal 29 Desember 2000) Apabila
terdapat penghasilan tidak teratur dalam Tahun Pajak yang bersangkutan,
misalnya penghasilan dari kontrak 2 (dua) mobil, maka angsuran bulanan PPh
Pasal 25 Tahun Pajak 2002 dihitung berdasarkan penghasilan neto seluruhnya
dikurangi dengan penghasilan tidak teratur tersebut. Contoh Menurut SPT PPh Tahun Pajak 2001:
Penghitungan angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun
Pajak 2002:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
4. |
Terdapat
Pembayaran Zakat atas Penghasilan Dalam hal terdapat zakat atas penghasilan yang
nyata-nyata di bayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam kepada
badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, terdapat hal-hal tertentu (terdapat
sisa kerugian tahun sebelumnya yang dikompensasikan, dalam tahun berjalan
diterbitkan setoran pajak untuk tahun pajak yang lalu, dan terdapat
penghasilan tidak teratur), maka penghitungan angsuran Pajak Penghasilan
pasal 25 mengikuti pola penghitungan sebagaimana contoh penghitungan angsuran
PPh Pasal 25 sebelumnya (angka 20 huruf b angka 1 s/d 3 halaman 64 ... 75)
dengan memperhitungkan zakat atas penghasilan yang telah dibayarkan. Contoh
:
Atau:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Catatan: Kerugian
tahun pajak setelah dikompensasi sebesar Rp. 50.000.000,00 tidak dapat lagi
dikompensasi dengan penghasilan neto tahun pajak 2002 karena sudah lewat
waktu 5 (lima) tahun.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Perhatian: |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 pada Angka 20
dapat berubah sesuai dengan perubahan yang terjadi atas dasar penghitungan
angsuran PPh Pasal 25 dalam Tahun Pajak berjalan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Angsuran PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak yang bersangkutan
dapat dibayar di muka sekaligus berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal
Pajak Nomor SE-13/PJ.23/1989 tanggal 1
Maret 1989. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Q. |
PENGHASILAN
YANG TELAH DIKENAKAN PAJAK BERSIFAT FINAL, DIKENAKAN PAJAK TERSENDIRI DAN
PENGHASILAN PENGUSAHA TERTENTU SERTA YANG BUKAN OBJEK PAJAK YANG TELAH
DIBAYAR, DIPOTONG/DIPUNGUT. |
a. |
Diisi
jumlah dari formulir 1770 III bagian A Kolom 3. |
b. |
Diisi
jumlah dari formulir 1770 III bagian B Kolom 3. |
c. |
Diisi
dari formulir 1770 III bagian A Romawi III Kolom 3. |
d. |
Diisi
dari formulir 1770 III bagian A Romawi III Kolom 4. |
e. |
Diisi
jumlah dari formulir 1770 III bagian A Kolom 4. |
R. |
LAMPIRAN |
Angka
22
LAMPIRAN
LAINNYA
Selain
lampiran-lampiran 1770-I sampai dengan 1770-V (baik yang diisi maupun yang
tidak diisi) harus dilampirkan pula:
a. |
Neraca dan Laporan Laba Rugi
Tahun Pajak yang bersangkutan bagi Wajib Pajak yang menyelenggarakan
pembukuan atau Rekapitulasi bulanan peredaran/penerimaan bruto bagi Wajib
Pajak yang memilih menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto. (Pasal 28 UU KUP). |
b. |
Fotocopi
Formulir 1721-A1 dan atau 1721-A2. (Pasal 14 UU PPh). |
c. |
Surat
Setoran Pajak PPh Pasal 29 Tahun Pajak yang bersangkutan (Lembar Ke-3), yaitu
pelunasan PPh
yang kurang dibayar pada Angka 18. (Pasal 29 UU PPh). |
d. |
Surat
Kuasa Khusus jika SPT Tahunan ini ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak. (Pasal 4 ayat (3) UU KUP). |
e. |
Penghitungan angsuran PPh
Pasal 25 tahun berikutnya. |
f. |
Penghitungan PPh terutang
bagi Wajib Pajak Kawin Pisah Harta. |
g. |
Daftar Susunan Keluarga yang
Menjadi Tanggungan Wajib Pajak. |
h. |
Lampiran-lampiran lainnya
yang dianggap perlu untuk menjelaskan penghitungan besarnya penghasilan yang
dibuat sendiri oleh Wajib Pajak. |
Catatan:
- |
Berilah tanda X dalam kotak
yang sesuai. |
- |
Disebelah kanan atas dari
setiap lampiran supaya ditulis LAMPIRAN ........................ (sesuai
dengan urutan lampiran yang bersangkutan). |
- |
Apabila tempat yang tersedia
untuk mengisi lampiran tidak mencukupi maka dapat dibuat lampiran tambahan |
S. |
PERNYATAAN |
Angka
23
Pernyataan
ini dibuat sehubungan dengan jaminan akan kebenaran dan kelengkapan pengisian
SPT Tahunan.
Apabila ternyata
diisi dengan tidak benar dan atau tidak lengkap, Wajib Pajak akan dikenakan
sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Sehubungan
dengan itu Wajib Pajak atau kuasanya, wajib menandatangani dan membubuhkan nama
terang serta mencantumkan tempat, tanggal, bulan dan tahun diisinya SPT ini
pada tempat yang tersedia.
Beri
tanda X dalam kotak yang sesuai.