1   2   3

 

 

PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN PPh

 

LAMPIRAN I (FORMULIR 1770-I)

 

PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI

 

Formulir ini digunakan untuk menghitung besarnya seluruh penghasilan neto dalam negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa dari usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan dan penghasilan lainnya, kecuali penghasilan:

1.

Isteri yang telah hidup berpisah;

2.

Isteri yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, yang harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh isteri sendiri.

(Pasal 4, Pasal 6, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 11A UU PPh).

 

Dalam penghitungan penghasilan dimaksud di atas tidak termasuk penghasilan yang telah dikenakan pajak bersifat final, dikenakan pajak tersendiri, dan Penghasilan Pengusaha Tertentu yang PPh Pasal 25 nya diperlakukan sebagai pelunasan pajak terhutang serta penghasilan yang tidak termasuk objek pajak. Demikian pula biaya dari penghasilan yang telah dikenakan pajak bersifat final dan penghasilan yang tidak termasuk obyek pajak tidak dapat dibebankan sebagai biaya. (lihat Lampiran III Bagian A Kolom (2) halaman 38-41).

 

 

TAHUN PAJAK

 

Diisi pada kotak yang tersedia sesuai dengan Tahun Pajak, misalnya 2001, 2002, dst.

Contoh :

2

0

0

1

 

NAMA WAJIB PAJAK

 

Diisi sesuai dengan nama Wajib Pajak yang tercantum pada Kartu NPWP.

 

NPWP

 

Diisi pada kotak yang tersedia Nomor Pokok Wajib Pajak sesuai dengan yang tercantum pada Kartu NPWP.

 

BAGIAN A

PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI DARI USAHA, PEKERJAAN BEBAS

 

Bagian ini digunakan untuk menghitung besarnya seluruh penghasilan dalam negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa dari usaha dan atau pekerjaan bebas baik yang menyelenggarakan Pembukuan atau yang melakukan pencatatan dan memilih menggunakan Norma Penghitungan dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

 

Yang berhak menggunakan Norma Penghitungan adalah Wajib Pajak yang peredaran usahanya atau penerimaan brutonya kurang dari Rp 600.000.000,00- (enam ratus juta rupiah) setahun dan telah memberitahukan untuk menggunakan Norma Penghitungan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari Tahun Pajak yang bersangkutan. Dalam hal Wajib Pajak denganstatus kawin pisah harta, jumlah Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) tersebut merupakan gunggungan peredaran usaha atau penerimaan bruto dari usaha suami, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa.

 

Penghasilan tersebut tidak termasuk Penghasilan yang telah dikenakan PPh bersifat final dan Penghasilan yang tidak termasuk obyek pajak.

 

 

(Pasal 14 ayat (2) UU PPh).

 

NOMOR

Kolom (1)

 

Cukup jelas

 

 

JENIS USAHA

Kolom (2)

 

Nomor 1 dan 2

:

Cukup jelas

Nomor 3

:

Jenis usaha jasa, misalnya persewaan mobil, jasa pemborong, dan salon.

Nomor 4          

:

Jenis usaha pekerjaan bebas, misalnya Dokter, Notaris, Konsultan, dan Arsitek.

Nomor 5

:

Jenis usaha lain-lain adalah jenis usaha yang tidak dapat dikelompokkan pada jenis usaha Nomor 1 s.d. 4, misalnya peternakan, perikanan, pertanian, perkebunan, dan pertambangan.

 

 

 

PEREDARAN USAHA

Kolom (3)

 

Bagi Wajib Pajak yang menyelenggarakan Pembukuan, kolom ini diisi sesuai dengan jumlah peredaran usaha menurut Pembukuan dan bagi Wajib Pajak yang menggunakan Norma Penghitungan, kolom ini diisi sesuai dengan jumlah peredaran usaha menurut catatan.

 

Bagi Wajib Pajak yang menggunakan Norma Penghitungan diisi dengan jumlah peredaran berdasarkan jenis usaha yang sesuai dengan Surat Pemberitahuan Penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto yang telah disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak. Apabila Norma Penghitungan yang digunakan pada setiap jenis usaha lebih dari 1 (satu), maka Wajib Pajak wajib membuat penghitungan pada lampiran tersendiri dan kolom ini diisi dengan kata "lihat lampiran" sedangkan pada kolom jumlah diisi dengan jumlah sesuai dengan penghitungan dalam lampiran tersebut.

 

Dalam hal terdapat penghasilan untuk beberapa tahun yang diterima sekaligus, dilaporkan sebagai penghasilan pada tahun diterimanya penghasilan tersebut.

 

 

Nomor 1

DAGANG

 

Kolom ini diisi dengan jumlah peredaran usaha dagang, baik yang dilakukan Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa.

 

Peredaran usaha perdagangan ialah jumlah hasil penjualan bruto setelah dikurangi dengan pengembalian barang, potongan tunai, dan rabat dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

 

 

Nomor 2

INDUSTRI

 

Kolom ini diisi dengan jumlah peredaran usaha industri dari Wajib Pajak sendiri, isteri, dan anak/anak angkat yang belum dewasa.

 

Peredaran usaha industri ialah jumlah hasil penjualan bruto setelah dikurangi dengan pengembalian barang, potongan tunai, dan rabat dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

 

 

Nomor 3

JASA

 

Kolom ini diisi dengan jumlah peredaran usaha jasa dari Wajib Pajak sendiri, isteri, dan anak/anak angkat  yang belum dewasa.

 

Peredaran usaha jasa ialah penerimaan bruto usaha jasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

 

 

Nomor 4

PEKERJAAN BEBAS

 

Kolom ini diisi dengan jumlah penerimaan bruto pekerjaan bebas dari Wajib Pajak sendiri, isteri, dan anak/anak angkat yang belum dewasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, misalnya dokter:

 

"Dokter Santoso dengan status Pegawai Negeri Sipil (Kepala RS Umum Pusat) mempunyai penghasilan sebagai berikut:

1.

a.

Sebagai Kepala RS Umum Pusat selama satu tahun menerima gaji dan tunjangan-tunjangan lain sebesar Rp. 8.500.000,- (Formulir 1721-A2);

 

b.

Jasa/honorarium dokter dari pasien rawat inap di RSUP baik pasien tersebut datang langsung ke RSUP maupun pasien yang berasal dari rekomendasi praktek dokter di rumah, diterima melalui bendaharawan RS, bruto sebesar Rp. 10.000.000,- (bukti potong PPh Pasal 21)

2.

Sebagai Dosen tidak tetap pada Perguruan Tinggi swasta mendapat honor Rp. 6.000.000,-setahun  (menurut bukti potong PPh Pasal 21);

3.

Penghasilan bruto dari Klinik Praktek Bersama sebesar Rp. 25.000.000,- setahun (menurut bukti potong PPh Pasal 21);

4.

Penghasilan bruto dari praktek sebagai dokter di rumah (buka praktek sendiri) sebesar Rp. 40.000.000,- setahun;

5.

Penghasilan bruto dari praktek di Rumah Sakit lain sebagai dokter tamu sebesar Rp. 15.000.000,- setahun (menurut bukti potong PPh Pasal 21).

           

Dari pekerjaan bebas tersebut di atas yang dikategorikan sebagai penghasilan dari Pekerjaan bebas yang harus diisikan pada kolom ini adalah angka 1 b, 3, 4 dan 5 yaitu sebesar : Rp. 10.000.000,- + Rp. 25.000.000,- + Rp. 40.000.000,- + Rp. 15.000.000,- = Rp. 90.000.000,-. Sedangkan angka 1 a dan 2 dikategorikan sebagai penghasilan yang berasal dari pekerjaan yang harus diisikan pada Formulir 1770-I Bagian B : "Penghasilan Neto Dalam Negeri sehubungan dengan pekerjaan....

 

 

Nomor 5

LAIN-LAIN

 

Kolom ini diisi dengan jumlah peredaran/penerimaan bruto dari jenis usaha selain yang disebut pada Nomor 1 s.d. 4 dari Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

           

 

HARGA POKOK PENJUALAN

Kolom (4)

 

Bagi Wajib Pajak yang menyelenggarakan Pembukuan, kolom ini diisi sesuai dengan jumlah Harga Pokok Penjualan menurut pembukuan dan bagi Wajib Pajak yang menggunakan Norma Penghitungan, kolom ini tidak perlu diisi.

 

 

Nomor 1

DAGANG

 

Kolom ini diisi dengan Harga Pokok Penjualan usaha dagang selama Tahun Pajak yang bersangkutan yang dihitung dengan cara seperti tersebut dibawah ini:

 

Persediaan awal tahun

Rp ............

Pembelian dalam tahun yang bersangkutan

Rp ......... +/+

 

Rp .........

 

 

Pemakaian pribadi tahun yang bersangkutan

Rp ......... -/-

Tersedia untuk dijual

Rp .........

Persediaan akhir tahun

Rp ......... -/-

Harga Pokok Penjualan

Rp .........

 

============

                                               

Catatan           :

-

Persediaan dan pemakaian persediaan dinilai berdasarkan harga perolehan yang dilakukan dengan secara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang didapat pertama ("FIFO").

-

Jumlah pembelian adalah nilai pembelian setelah dikurangi dengan pengembalian barang, potongan tunai dan rabat dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

(Pasal 10 ayat (6) UU PPh)

 

 

Nomor 2

INDUSTRI

 

Kolom ini diisi dengan harga pokok penjualan usaha industri selama Tahun Pajak yang bersangkutan yang dihitung dengan cara seperti tersebut di bawah ini:

 

 

Bahan baku

Bahan Pembantu

Jumlah

Persediaan awal tahun

Rp ......

Rp .......

Rp......

Pembelian dalam tahun yang bersangkutan

Rp ......+/+

Rp .......+/+

Rp .....+/+

 

Rp ......

Rp .......

Rp .....

Pemakaian pribadi tahun yang bersangkutan

Rp ......-/-

Rp .......-/-

Rp .....-/-

 

Rp .....

Rp .....

Rp .......

Persediaan akhir tahun

Rp ......-/-

Rp .......-/-

Rp .....-/-

Pemakaian bahan tahun yang bersangkutan

Rp ......

Rp .......

Rp .....

 

 

 

 

Gaji/upah

 

 

Rp .....

Penyusutan/amortisasi

 

 

Rp .....

Biaya lain-lain

 

 

Rp .....

Biaya-biaya yang berhubungan dengan proses produksi dalam tahun yang bersangkutan

Rp .....

Barang dalam pengerjaan awal tahun

Rp ..... +/+

 

Rp .....

Barang dalam pengerjaan akhir tahun

Rp ..... -/-

Harga pokok produksi

Rp .....

Persediaan barang jadi awal tahun

Rp ..... +/+

 

Rp .....

Pemakaian pribadi tahun yang bersangkutan

Rp ........... -/-

 

Rp ...........

Persediaan barang jadi akhir tahun

Rp ........... -/-

Harga Pokok Penjualan

Rp ...........

 

=======

 

Catatan:

-

Persediaan dan pemakaian persediaan dinilai berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang didapat pertama (...FIFO...).

-

Jumlah pembelian adalah nilai pembelian setelah dikurangi dengan pengembalian barang, potongan tunai dan rabat dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

-

Penyusutan/amortisasi dilakukan sesuai dengan ketentuan perpajakan.

 

Pasal 10 ayat (6), Pasal 11, Pasal 11 A UU PPh)

 

 

Nomor 3

JASA

 

Kolom ini diisi dengan harga pokok usaha jasa, yaitu jumlah biaya yang berhubungan langsung dengan peredaran/penerimaan bruto.

 

 

Nomor 4

PEKERJAAN BEBAS

 

Kolom ini tidak perlu diisi.

 

 

Nomor 5

LAIN-LAIN

 

Kolom ini diisi dengan harga pokok penjualan/jumlah biaya yang berhubungan langsung dengan peredaran/penerimaan bruto dari jenis usaha selain yang disebut pada Nomor 1 s.d 4 dari Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan. Penghitungannya dapat menggunakan cara seperti penjelasan pada usaha dagang atau industri.

 

                                                           

PENGHASILAN BRUTO

Kolom (5)

 

Bagi Wajib Pajak yang menyelenggarakan Pembukuan, kolom ini diisi dengan hasil pengurangan Kolom (3) dengan Kolom (4) untuk setiap jenis usaha. Khusus untuk pekerjaan bebas diisi sama dengan Kolom (3).

 

Bagi Wajib Pajak yang menggunakan Norma Penghitungan, kolom ini diisi sama dengan Kolom (3).

 

                                               

BIAYA ATAU PERSENTASE (%) NORMA

Kolom (6)

BIAYA

 

Bagi wajib Pajak yang menyelenggarakan Pembukuan, kolom ini diisi dengan biaya yang dapat dikurangkandari penghasilan bruto Tahun pajak yang bersangkutan yang diperkenankan berdasarkan Pasal 6 ayat (1) UU PPh dengan memperhatikan Pasal 9 UU PPh jo Pasal 3 dan Pasal 4 PP. Nomor 138 Tahun 2000. Perlu ditegaskan bahwa dalam biaya ini tidak termasuk biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan diterima atau diperolehnya penghasilan yang telah dikenakan PPh bersifat final dan dikenakan pajak tersendiri serta penghasilan yang tidak termasuk objek pajak. Penghitungan (rekonsiliasi) biaya yang boleh dikurangkan dan yang tidak boleh dikurangkan tersebut, harus dibuat lampiran tersendiri yang merupakan bagian dari Laporan Keuangan (Neraca dan Laporan Laba Rugi). Pengalokasian biaya tidak langsung dilakukan secara sebanding (proporsional).

 

Biaya-biaya tersebut antara lain:

1.

GAJI, UPAH, BONUS, GRATIFIKASI, HONORARIUM, THR, DAN SEBAGAINYA,

 

Adalah jumlah biaya pegawai yang berupa uang selain yang sudah diperhitungkan dalam harga pokok produksi, termasuk biaya bea siswa, magang dan pelatihan.(Pasal 6 ayat (1) huruf a dan g UU PPh jo Kep. Men. Keu. No. 33/KMK.04/1994).

 

2.

PENYUSUTAN DAN AMORTISASI,

 

Adalah jumlah penyusutan dan amortisasi selain yang telah dibebankan pada penghitungan harga pokok produksi, termasuk amortisasi atas pengeluaran yang nyata-nyata dikeluarkan oleh perusahaan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.

 

Bagi Wajib Pajak yang telah memperoleh Keputusan Dirjen Pajak tentang penetapan daerah terpencil sebagaimana imaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 520/KMK.04/2000 dapat melakukan penyusutan atas pengeluaran untuk pembangunan sarana dan atau prasarana yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.

(Pasal 9 ayat (2), Pasal 11 dan Pasal 11 A UU PPh jo Pasal 3 PP. No. 138 Tahun 2000).

 

3.

PIUTANG TIDAK DAPAT DITAGIH,

 

Adalah jumlah piutang usaha sesuai bidang usaha Wajib Pajak yang dihapuskan karena nyata-nyata tidak dapat ditagih lagi. Atas piutang yang dihapuskan tersebut harus dibuatkan Daftar Nominatif yang memuat nama, alamat dan jumlah piutangnya dalam lampiran tersendiri oleh Wajib Pajak.

(Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh jo PP 130 tahun 2000 tanggal 15 Desember 2000)

 

4.

BUNGA PINJAMAN, SEWA, ROYALTY DAN IMBALAN JASA,

 

Biaya bunga pinjaman adalah jumlah bunga yang menjadi beban sehubungan dengan pinjaman uang sepanjang pinjaman tersebut digunakan untuk usaha dan pekerjaan bebas. Dalam menghitung bunga pinjaman yang dapat dibebankan sebagai biaya, tidak termasuk:

 

a.

Bunga pinjaman sehubungan dengan penghasilan yang telah dikenakan pajak bersifat final dan atau penghasilan yang tidak termasuk objek pajak;

 

b.

Bunga pinjaman yang harus dikapitalisasi atau merupakan unsur harga pokok, seperti:

 

 

-

bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli saham yang sudah beredar;

 

 

-

bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli tanah bagi perusahaan real estat;

 

 

-

bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk pembangunan selama masa konstruksi;

 

c.

Bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli harta pribadi.

(Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh jo Pasal 3 dan 4 PP. No. 138 Tahun 2000).

 

 

Biaya sewa adalah beban sehubungan dengan hak penggunaan harga gerak maupun harta takgerak sepanjang igunakan untuk usaha dan pekerjaan bebas yang masa pembayaran sewanya tidak lebih dari 1 (satu) tahun. Apabila masa pembayaran sewa lebih dari 1 (satu) tahun, maka pembebanannya melalui alokasi berdasarkan masa manfaat.

(Pasal 6 ayat (1), Pasal 9 dan Pasal 11 A UU PPh).

 

Biaya Royalty adalah beban sehubungan dengan penggunaan:

 

1.

hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, paten, merek dagang, formula atau rahasia perusahaan;

 

2.

hak atas harta berwujud, misalnya hak atas alat-alat industri, komersial, dan ilmu pengetahuan;

 

3.

informasi, yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum, walaupun mungkin belum dipatenkan, misalnya pengalaman di bidang industri, atau bidang usaha lainnya.

(Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh)

 

Biaya Imbalan Jasa adalah pembayaran imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lainnya.

(Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh).

 

5.

KERUGIAN KARENA PENJUALAN/PENGALIHAN HARTA,

Adalah kerugian karena penjualan atau pengalihan harta, kecuali pengalihan harta yang telah dikenakan PPh bersifat final yang menurut tujuannya semula tidak dimaksudkan untuk dijual atau dialihkan yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki tetapi tidak digunakan dalam perusahaan, atau yang dimiliki tetapi tidak digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.

(Pasal 6 ayat (1) huruf d UU PPh)

 

6.

LAIN-LAIN,

Adalah jumlah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan sepanjang yang diperkenankan oleh UU PPh, selain yang tercantum pada Nomor 1 sampai dengan Nomor 5 misalnya:

 

-

Kerugian karena selisih kurs mata uang asing;

 

-

Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;

 

-

Biaya kantor;

 

-

Biaya listrik dan energi;

 

-

Biaya keamanan/kebersihan;

 

-

Biaya reparasi/pemeliharaan;

 

-

Biaya promosi;

 

-

Retribusi;

 

-

Iuran kepada dana pensiun yang telah disahkan Menteri Keuangan;

 

-

Pemberian natura dan atau kenikmatan sehubungan dengan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan.

                       

 

PERSENTASE (%) NORMA PENGHITUNGAN

Bagi Wajib Pajak yang menggunakan Norma Penghitungan, kolom ini diisi dengan Angka Persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto yang sesuai untuk setiap jenis usaha.

 

Angka Persentase tersebut dikutip dari Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-536/PJ.7/2000 tanggal 29 Desember 2000 tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto bagi Wajib Pajak yang dapat menghitung penghasilan neto denganmenggunakan Norma Penghitungan.

 

Apabila Norma Penghitungan yang digunakan pada setiap jenis usaha lebih dari 1 (satu), maka Wajib Pajak wajib membuat penghitungan pada lampiran tersendiri dan kolom ini diisi dengan kata ...lihat lampiran....

(Pasal 14 UU PPh).

 

 

PENGHASILAN NETO

Kolom (7)

 

Kolom ini diisi dengan hasil pengurangan kolom (5) dengan kolom (6) untuk setiap jenis usaha.

 

Bagi Wajib Pajak yang menggunakan Norma Penghitungan kolom ini diisi dengan hasil perkalian angka pada Kolom (5) dengan angka persentase pada Kolom (6).

 

Apabila Norma Penghitungan yang digunakan pada setiap jenis usaha lebih dari 1 (satu), maka Wajib Pajak wajib membuat penghitungan pada lampiran tersendiri dan kolom ini diisi dengan kata ...lihat lampiran..., sedangkan pada kolom jumlah diisi dengan penghitungan dalam lampiran tersebut.

 

 

BAGIAN B

PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN

 

Bagian ini diisi dengan penghasilan neto dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pemberi kerja yang tidak wajib memotong PPh Pasal 21 serta dari pemberi kerja yang bukan subjek pajak namun tidak dikecualikan untuk memotong PPh Pasal 21 kecuali:

 

1.

Penghasilan isteri dari satu pemberi kerja;

2.

Anak/anak angkat yang belum dewasa yang memperoleh penghasilan dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha orang yang mempunyai hubungan istimewa.

 

Pengertian Wajib Pajak di sini termasuk pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota TNI/POLRI, karyawan BUMN/D, para penerima pensiun/Tunjangan Hari Tua/Tabungan Hari Tua, Warga Negara Indonesia yang bekerja pada kedutaan besar negara asing, perwakilan negara asing dan Perwakilan Organisasi Internasional.

 

Bagi pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota TNI/POLRI, dan pensiunan yang menerima penghasilan berupa honorarium dan imbalan lain dengan nama apapun yang telah dipotong PPh Pasal 21 bersifat final, penghasilan tersebut tidak dimasukkan dalam bagian ini.

 

(Pasal 4 ayat (1) huruf a jo Pasal 21 UU PPh).

 

Catatan:

Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan lebih dari satu pemberi kerja, bagian ini merupakan penggabungan/penjumlahan dari setiap Formulir 1721-A1, 1721-A2 dan atau Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 Tahun Pajak yang bersangkutan.

 

Nomor 1

PENGHASILAN BRUTO

 

a.

GAJI/UANG PENSIUN/TUNJANGAN HARI TUA (THT)

Diisi dengan jumlah gaji/uang pensiun/THT yang diterima atau diperoleh secara teratur dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

 

b.

TUNJANGAN PPh

Diisi dengan jumlah uang tunjangan PPh yang diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

 

c.

TUNJANGAN LAINNYA, UANG PENGGANTIAN, UANG LEMBUR DAN SEBAGAINYA

Diisi dengan jumlah uang tunjangan yang diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak yang bersangkutan berupa unjangan isteri, dan atau tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transpor, tunjangan pendidikan anak, uang imbalanprestasi dan tunjangan lainnya dengan nama apapun, uang penggantian seperti uang penggantian pengobatan, uang lembur dan sebagainya.

 

d.

HONORARIUM, IMBALAN LAIN SEJENISNYA

Diisi dengan jumlah honorarium/imbalan lain yang diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

Honorarium adalah imbalan atas jasa, jabatan atau kegiatan yang dilakukan.

 

e.

PREMI ASURANSI YANG DIBAYAR PEMBERI KERJA

Bagian ini diisi dengan jumlah premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi bea siswa yang dibayar pemberi kerja kepada perusahaan asuransi atau penyelenggara Jamsostek dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

 

f.

PENERIMAAN DALAM BENTUK NATURA DAN KENIKMATAN LAINNYA YANG DIKENAKAN PEMOTONGAN

PPh PASAL 21

Diisi dengan jumlah yang sebenarnya diterima dari pemberi kerja yang tidak wajib memotong PPh Pasal 21, serta yang bukan Wajib Pajak namun tidak dikecualikan untuk memotong PPh Pasal 21 sehubungan dengan pemberian dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

 

g.

TANTIEM, BONUS, GRATIFIKASI, JASA PRODUKSI, THR

Diisi dengan jumlah tantiem, bonus, gratifikasi, jasa produksi, THR, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap, dan yang biasanya diberikan sekali saja atau sekali dalam setahun yang diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

 

h.

JUMLAH (a s.d. g)

Diisi dengan hasil penjumlahan dari jumlah pada huruf a sampai dengan jumlah pada huruf g.

           

 

Nomor 2

PENGURANGAN

 

a.

BIAYA JABATAN

Diisi dengan jumlah biaya jabatan yang boleh dikurangkan dari penghasilan.

 

Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang diterima dari pemberi kerja oleh setiap pegawai tetap tanpa memandang kedudukan atau jabatan.

 

Jumlah biaya jabatan untuk penghasilan dari setiap pemberi kerja adalah sebesar 5% dari penghasilan bruto dengan jumlah setinggi-tingginya Rp 1.296.000,00 (satu juta dua ratus sembilan puluh enam ribu rupiah) dalam setahun atau Rp 108.000,00 (seratus delapan ribu rupiah) dalam sebulan yang dihitung menurut banyaknya bulan perolehan dalam tahun yang bersangkutan.

 

Apabila WP menerima penghasilan dari 2 (dua) atau lebih pemberi kerja, maka jumlah biaya jabatan yang dapat dikurangkan adalah penjumlahan biaya jabatan dari setiap Formulir 1721-A1 dan atau 1721-A2.

 

(Pasal 6 ayat (1) UU PPh jo. Kep Dirjen Pajak No. 545/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000).

 

 

Contoh:

Amin memperoleh penghasilan bruto dari dua pemberi kerja yaitu dari PT. XX sebesar Rp. 25.000.000,- setahun, dan PT. YY sebesar Rp. 30.000.000,- setahun.

 

Biaya jabatan yang boleh dikurangkan dari penghasilan yaitu:

 

-

Dari PT. XX sebesar :

5% x Rp. 25.000.000,- = Rp. 1.250.000,-

 

 

Dibawah jumlah maksimal (Rp. 1.296.000,-),

sehingga diperkenankan seluruhnya

 

Rp. 1.250.000,-

Dari PT. YY sebesar :

5% x Rp. 30.000.000,- =

 

 

Rp. 1.500.000,-

diatas jumlah maksimal (Rp. 1.296.000,-),

sehingga biaya Jabatannya sebesar

 

 

Rp. 1.296.000,- +/+

Jumlah Biaya Jabatan Amin

=

Rp. 2.546.000,-

b.

BIAYA PENSIUN

Diisi dengan jumlah biaya untuk mendapatkan dan memperoleh uang pensiun.

 

Biaya pensiun adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang diterima dari pemberi kerja oleh setiap pensiunan tanpa memandang kedudukan atau jabatan yang besarnya 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, dengan jumlah setinggi-tingginya Rp 432.000,00 (empat ratus tiga puluh dua ribu rupiah) dalam setahun atau Rp 36.000,00 (tiga puluh enam ribu rupiah) dalam sebulan yang dihitung menurut banyaknya bulan perolehan dalam tahun yang bersangkutan.

 

Apabila menerima penghasilan dari 2 (dua) atau lebih pembayar pensiun, maka jumlah biaya pensiun yang dapat dikurangkan adalah penjumlahan biaya pensiun dari setiap formulir 1721-A1 dan atau 1721-A2.

 

(Pasal 6 ayat (1) UU PPh dan Kep Men Keu No. 521/KMK.04/1998 tanggal 18 Desember 1998 serta Kep Dirjen Pajak No. 545/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000).

 

c.

IURAN PENSIUN DAN IURAN THT

Diisi dengan jumlah iuran pensin yang terikat pada gaji yang dibayarkannya kepada dana pensiun yang disetujui oleh Menteri Keuangan, atau Iuran THT untuk Jamsostek yang dibayar oleh Wajib Pajak sendiri dalam tahun yang bersangkutan.

 

(Pasal 6 ayat (1) UU PPh).

 

JUMLAH (a+b+c)

Diisi dengan hasil penjumlahan dari jumlah pada huruf a sampai dengan c.

 

Catatan:

Lampirkan Formulir 1721-A1, 1721-A2 dan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 dari setiap pemberi kerja Tahun Pajak yang bersangkutan.

 

 

Nomor 3

PENGHASILAN NETO

 

Diisi dengan hasil pengurangan dari jumlah pada Nomor 1 dengan jumlah pada Nomor 2.

 

 

BAGIAN C

PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI LAINNYA

(TIDAK TERMASUK YANG FINAL)

 

Bagian ini digunakan untuk melaporkan besarnya penghasilan neto dalam negeri lainnya seperti bunga, dividen, royalti, sewa, penghargaan dan hadiah, keuntungan dari penjualan/pengalihan harta dan penghasilan lain-lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, istri dan anak/anak angkat yang belum dewasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

 

Penghasilan tersebut tidak termasuk penghasilan yang telah dikenakan pajak bersifat final dan dikenakan pajak tersendiri serta penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.

 

 

NOMOR

Kolom (1)

 

Cukup jelas

 

 

JENIS PENGHASILAN

Kolom (2)

 

Diisi dengan jenis penghasilan yang diperoleh atau diterima dalam Tahun Pajak yang bersangkutan seperti:

 

BUNGA,

Dalam pengertian bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan lain sehubungan dengan jaminan pengembalian utang, baik yang dijanjikan maupun tidak, yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa.

 

(Pasal 4 ayat (1) huruf f, Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 8 UU PPh).

 

DIVIDEN,

Yang dimaksud dengan dividen adalah bagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa selaku pemegang saham atau pemegang polis asuransi dan anggota koperasi.

Termasuk dalam pengertian dividen adalah:

1.

Pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun;

2.

Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebih jumlah modal yang disetor;

3.

Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran kecuali saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham baru dan revaluasi aktiva tetap;

4.

Pembagian laba dalam bentuk saham;

5.

Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;

6.

Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan;

7.

Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah;

8.

Pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusantanda-tanda laba tersebut;

9.

Bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;

10.

Bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;

11.

Pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi;

12.

Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan.

(Pasal 4 ayat (1) huruf g dan Pasal 8 UU PPh).

 

ROYALTI,

Yang dimaksud dengan royalti adalah setiap imbalan dengan nama apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa sehubungan dengan penyerahan penggunaan hak kepada pihak lain, berupa

1.

Hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, paten, merek dagang, formula, atau rahasia perusahaan;

2.

Hak atas harta berwujud, misalnya hak atas alat-alat industri, komersial, dan ilmu pengetahuan;

3.

Informasi, yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum, walaupun mungkin belum dipatenkan, misalnya pengalaman di bidang industri, atau bidang usaha lainnya.

(Pasal 4 ayat (1) huruf h dan Pasal 8 UU PPh).

 

SEWA,

Yang dimaksud dengan sewa adalah setiap imbalan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa sehubungan dengan penggunaan harta oleh pihak lain, harta gerak misalnya sewa pemakaian mobil, sewa alat-alat berat.

(Pasal 4 ayat (1) huruf i, Pasal 8 UU PPh).

 

PENGHARGAAN DAN HADIAH,

Jenis hadiah dan penghargaan untuk tujuan pemajakan dapat dibedakan:

a

Hadiah Undian.

Yang dimaksud hadiah undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang pemberiannya melalui cara undian.

b.

Hadiah dan Penghargaan perlombaan

Yang dimaksud dengan hadiah dan penghargaan perlombaan adalah hadiah atau penghargaan yang diberikan melalui suatu perlombaan atau adu ketangkasan, misalnya dari:

 

-

Perlombaan olah raga;

 

-

kontes kecantikan/busana, kontes lainnya;

 

-

kuis di televisi/radio;

 

-

kegiatan perlombaan atau adu ketangkasan lainnya.

c.

Penghargaan atas suatu prestasi tertentu, misalnya penghargaan atas penemuan benda purbakala, penghargaan dalam menjualkan suatu produk.

d.

Hadiah sehubungan dengan pekerjaan pemberian jasa dan kegiatan lainnya yang pemberiannya   tidak melalui cara undian atau perlombaan.

 

Yang dilaporkan dalam Lampiran I (Formulir 1770-I) adalah huruf c dan d, sedangkan huruf a dan b dikenakan PPh bersifat final dilaporkan dalam lampiran III Bagian A.I.1.b dan c (Formulir 1770-III).

 

Tidak termasuk dalam pengertian hadiah atau penghargaan yang dikenakan pajak adalah hadiah langsung dalam penjualan barang/jasa, sepanjang:

 

a.

diberikan kepada semua pembeli/konsumen akhir tanpa diundi;

 

b.

hadiah diterima langsung oleh konsumen akhir pada saat pembelian barang/jasa.

 

(Pasal 4 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 UU PPh).

 

KEUNTUNGAN DARI PENJUALAN/PENGALIHAN HARTA,

Yang dimaksud dengan keuntungan dari penjualan/pengalihan harga ialah penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak sendiri, isteri, dan anak/anak angkat yang belum dewasa sehubungan dengan penjualan/pengalihan harta, termasuk:

1.

Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;

2.

Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang dialihkan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

Pengusaha Kecil adalah pengusaha yang nilai aktivanya tidak termasuk tanah dan bangunan tidak lebih dari Rp. 600.000.000,00 (Kep. Men. Keu No. 604/KMK.04/1994).

3.

Keuntungan karena penjualan harta pribadi, misalnya saham yang tidak diperdagangkan di bursa efek.

(Pasal 4 ayat (1) huruf d dan Pasal 8 UU PPh).

 

LAIN-LAIN,

Penghasilan dari luar usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri, dan anak/anak angkat yang belum dewasa selain contoh di atas agar disebutkan jenis penghasilannya dengan jelas. Bila kolom ini tidak mencukupi dapat dibuat pada lampiran tersendiri.

Penghasilan tersebut misalnya:

-

Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya;

-

Keuntungan karena pembebasan utang;

-

Penerimaan dari piutang yang telah dihapuskan;

-

Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;

-

Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.

(Pasal 4 dan Pasal 8 UU PPh).

                       

 

PENGHASILAN BRUTO

Kolom (3)

 

Diisi dengan jumlah penghasilan bruto dari masing-masing jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

 

 

BIAYA

Kolom (4)

 

Diisi dengan biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan lainnya yang bersangkutan sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) UU PPh dan Pasal 9 UU PPh jo Pasal 3 dan Pasal 4 PP Nomor 138 Tahun 2000, kecuali yang telah dibebankan pada biaya usaha dalam Formulir 1770-I Bagian A Kolom 6 dan atas penghasilan yang telah dikenakan Pemotongan/Pemungutan pajak dari penghasilan bruto.

 

 

PENGHASILAN NETO

Kolom (5)

 

Diisi dengan hasil pengurangan dari Kolom (3) dengan Kolom (4) untuk setiap jenis penghasilan lainnya.


LAMPIRAN II (FORMULIR 1770-II)

 

DAFTAR PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PPh OLEH PIHAK LAIN,

PPh YANG DITANGGUNG PEMERINTAH,

PENGHASILAN NETO DAN PAJAK ATAS PENGHASILAN YANG

DIBAYAR/DIPOTONG/TERUTANG DI LUAR NEGERI

 

Formulir ini dipergunakan untuk melaporkan rincian kredit PPh yang dipotong/dipungut pihak lain tidak termasuk yang bersifat final dan dikenakan pajak tersendiri serta rincian penghasilan neto dari luar negeri yang diterima Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, kecuali istri yang telah hidup berpisah atau yang mengadakan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, terdiri dari:

a.

PPh yang dipotong/dipungut oleh pihak lain di dalam negeri meliputi PPh Pasal 21, PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23.

b.

PPh yang ditanggung pemerintah.

c.

penghasilan neto dari luar negeri dan pajak yang dibayar/terutang di luar negeri serta PPh Pasal 24 yang dapatdikreditkan.

d.

Permohonan untuk mengkreditkan PPh Pasal 24.

           

 

(Pasal 24, Pasal 28 UU PPh dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2001).

 

 

TAHUN PAJAK

 

Diisi pada kotak yang tersedia sesuai dengan Tahun Pajak, misalnya 2000, 2001 dan seterusnya

 

Contoh :

2

0

0

1

 

 

NAMA WAJIB PAJAK

 

Diisi sesuai dengan nama Wajib Pajak yang tercantum pada Kartu NPWP.

 

 

NPWP

 

Diisi pada kotak yang tersedia sesuai NPWP yang tercantum pada Kartu NPWP.

 

 

BAGIAN A

DAFTAR PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PPh OLEH PIHAK LAIN

DAN PPh YANG DITANGGUNG PEMERINTAH

 

Bagian ini merupakan rincian angsuran PPh berupa pemotongan/pemungutan oleh pihak lain dan PPh yang ditanggung Pemerintah yang diperhitungkan sebagai kredit pajak.

 

(Pasal 28 UU PPh dan Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 1995 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2001 dan Kep Men Keu Nomor : 239/KMK.01/1996 tanggal 1 April 1996 dan Kep Men KeuNomor : 463/KMK.01/1998 tanggal 21 Oktober 1998).

 

 

NOMOR

Kolom (1)

 

Cukup jelas

 

 

NAMA DAN NPWP PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK

Kolom (2)

 

Kolom ini diisi dengan Nama dan NPWP masing-masing Pemotong/Pemungut pajak.

 

 

PPh PASAL 21

Kolom (3)

 

Kolom ini diisi dengan jumlah Pajak Penghasilan yang telah dipotong oleh pemotong pajak PPh Pasal 21 dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, baik terhadap Wajib Pajak sendiri maupun terhadap isteri Wajib Pajak yang bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja, dan anak/anak angkat yang belum dewasa dikutip dari Formulir 1721-A1 Angka 21 dan atau dari Formulir 1721-A2 Angka 18 dan atau Bukti Pemotongan PPh Pasal 21, tidak termasuk PPh Pasal 21 yang bersifat final dan PPh Pasal 21 anak/anak angkat yang belum dewasa yang memperoleh penghasilan dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha orang yang mempunyai hubungan istimewa. Dalam hal Wajib Pajak Orang Pribadi luar negeri berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri, dalam kolom ini diisikan pula PPh Pasal 26 yang telah dipotong.

(Pasal 21 UU PPh).

 

PPh PASAL 22

Kolom (4)

 

Kolom ini diisi dengan jumlah Pajak Penghasilan yang telah dipungut dalam Tahun Pajak yang bersangkutan oleh:

a.

Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;

b.

Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik ditingkat Pemerintah Pusat maupun ditingkat Pemerintah Daerah, BUMN dan BUMD, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang dari belanja negara dan atau belanja daerah;

c.

Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;

d.

Pertamina, atas penjualan hasil produksi berupa premium, solar, pelumas, minyak tanah, dan gas LPG kepada pembeli yang bukan sebagai penyalur/agen/dealer;

e.

Bulog, atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu kepada pembeli yang bukan sebagai penyalur/grosir.

(Pasal 22 UU PPh).

 

 

PPh PASAL 23

Kolom (5)

 

Kolom ini diisi dengan jumlah Pajak Penghasilan yang telah dipotong dalam Tahun Pajak yang bersangkutan oleh pemotong PPh Pasal 23 atas penghasilan berupa dividen, bunga, royalti, hadiah dan penghargaan, sewa, imbalan atas jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan, dan jasa lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak, kecuali pemotongan PPh yang bersifat final.

(Pasal 23 UU PPh).

 

 

PPh YANG DITANGGUNG PEMERINTAH

Kolom (6)

 

Kolom ini khusus diisi dengan jumlah Pajak Penghasilan yang dtanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 1995 jo Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2001. Dalam hal tidak seluruhnya penghasilan berasal dari proyek yang dibiayai dengan bantuan/hibah luar negeri, maka penghitungannya dilakukan dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. : SE-25/PJ.223/1987 tanggal 4 Agustus 1987 jo SE-27/PJ.223/1987 tanggal 7 Agustus 1987.

 

 

JUMLAH

 

Diisi dengan hasil penjumlahan PPh Pasal 21 pada Kolom (3), PPh Pasal 22 pada Kolom (4), dan PPh Pasal 23 pada Kolom (5) dan PPh yang ditanggung Pemerintah pada Kolom (6).

 

 

BAGIAN B

PENGHASILAN NETO DAN PAJAK ATAS PENGHASILAN

YANG DIBAYAR/DIPOTONG/TERUTANG DI LUAR NEGERI

 

Bagian ini dipergunakan untuk:

1.

Melaporkan rincian penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri dan penghitungan kredit pajak luar negeri dari Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, kecuali penghasilan:

 

a.

isteri yang telah hidup berpisah;

 

b.

isteri yang mengadakan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan;

 

2.

Mengajukan permohonan kredit pajak luar negeri.

(Pasal 24 UU PPh jo Kep. Men. Keu. No. 640/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994). Permohonan kredit pajak luar negeri harus dilampiri dengan:

 

1.

Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari hasil usaha di luar negeri,

 

2.

Fotokopi surat pemberitahuan pajak yang disampaikan di luar negeri,

 

3.

Fotokopi dokumen pembayaran pajak di luar negeri.

                       

 

NOMOR

Kolom (1)

 

Cukup jelas

 

 

NAMA DAN ALAMAT SUMBER/PEMBERI PENGHASILAN DI LUAR NEGERI

Kolom (2)

 

Kolom ini diisi dengan nama dan alamat lengkap Sumber/Pemberi Penghasilan di luar negeri.

 

 

JENIS PENGHASILAN

Kolom (3)

 

Kolom ini diisi dengan jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri, dari usaha, pekerjaan dan modal termasuk penghasilan berupa dividen (...deemed dividen...) atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri, sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 650/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994.

(Pasal 4 dan 24 UU PPh)

 

                                                             

PENGHASILAN NETO

Kolom (4)

 

Kolom ini diisi dengan jumlah penghasilan neto dari masing-masing negara sumber/pemberi penghasilan.

 

Apabila penghasilan diterima dalam bentuk mata uang asing, kurs yang digunakan adalah kurs yang berlaku pada saat diterima atau diperolehnya penghasilan.

 

(Pasal 18 ayat (2) dan Pasal 24 UU PPh).

Penggabungan penghasilan yang berasal dari Luar Negeri dilakukan sebagai berikut:

a.

untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut;

b.

untuk penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut;

c.

dividen yang diperoleh Wajib Pajak dari penyertaan modal di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) UU PPh (hubungan istimewa) yang sahamnya tidak di perdagangkan

di Bursa Efek, dilakukan dalam tahun pajak saat perolehan dividen tersebut ditetapkan oleh Menteri Keuangan (Kep. Men. Keu. No. 640/KMK.04/1994) Saat diperolehnya dividen tersebut ditentukan sebagai berikut:

 

1).

pada bulan keempat setelah berakhirnya batas waktu kewajiban penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan badan usaha luar negeri tersebut untuk tahun  pajak yang bersangkutan; atau

 

2).

apabila tidak ada ketentuan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, atau tidak ada kewajiban penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, maka saat diperolehnya dividen adalah pada bulan ketujuh setelah tahun pajak berakhir.

 

Penentuan saat diperolehnya dividen tersebut di atas, berlaku bagi Wajib Pajak Dalam Negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri yang bertempat kedudukan di negara sebagaimana tersebut pada lampiran Keputusan Menteri Keuangan No. 650/KMK.04/1994, yaitu Argentina, Bahama, Bahrain, Balize, Bermuda, British Isle, British Virgin Island, Cayman Island, Channel Islan Greenly, Channel Islan Jersey, Cook Island, Elsavador, Estonia, Hongkong, Liechenstein St., Lithuania, Macao, Mauritius, Mexico, Netherland Antiles, Nicaragua, Panama, Paraguay, Peru, Qatar, St. Lucia, Saudi Arabia, Uruguay,

Venezuela, Vanuatu, Yunani, Zambia.

 

 

PAJAK YANG DIBAYAR/DIPOTONG/TERUTANG DI LUAR NEGERI

Kolom (5)

 

Kolom ini diisi dengan jumlah pajak penghasilan yang dibayar/dipotong/terutang di luar negeri atas penghasilan pada masing-masing negara yang bersangkutan.

 

Apabila kredit pajak dalam bentuk mata uang asing, kurs yang dipergunakan adalah kurs pada saat digabungkannya penghasilan yaitu saat diterima/diperolehnya penghasilan. Dalam hal pemotongan pajak belum dilakukan, sedangkan penghasilan telah diakui (dimasukkan dalam SPT Tahunan) pengkreditan dilakukan pada saat pemotongan pajak terjadi dan kurs yang digunakan adalah kurs yang berlaku pada saat pemotongan pajak. Dalam hal terjadi perbedaan kurs pada saat penggabungan penghasilan dengan kurs pada saat pemotongan pajak, maka nilai rupiah penghasilan yang sebelumnya telah digabungkan harus disesuaikan kembali dengan nilai rupiah pada saat pemotongan, dan selisih kurs tersebut menjadi penghasilan pada tahun pajak terjadinya pemotongan.

 

 

PPh PASAL 24

Kolom (6)

 

Kolom ini diisi dengan jumlah pajak yang dibayar/dipotong/terutang di luar negeri atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri dalam tahun yang bersangkutan, sebesar PPh yang dibayar/dipotong/terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan UU PPh. Penghitungan ...batas maksimum kredit pajak luar negeri yang dapat dikreditkan... tersebut harus dilakukan untuk masing-masing negara.

 

Dalam hal pajak yang dibayar/dipotong/terutang atas penghasilan di luar negeri jumlahnya sama atau lebih kecil dari ...batas maksimum kredit pajak luar negeri yang dapat dikreditkan... tersebut, maka jumlah PPh Pasal 24 yang diisikan pada Kolom (6) ini adalah sebesar pajak yang sebenarnya dibayar/dipotong/terutang atas penghasilan di luar negeri menurut Kolom (5). Namun, apabila pajak yang sebenarnya dibayar/dipotong/terutang atas penghasilan di luar negeri menurut Kolom (5) lebih besar dari ...batas maksimum kredit pajak luar negeri yang dapat dikreditkan..., maka jumlah PPh Pasal 24 yang diisikan pada Kolom (6) ini adalah sebesar ...batas maksimum kredit pajak luar negeri yang dapat dikreditkan... tersebut.

(Kep. Men. Keu. Nomor 640/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994).

 

JUMLAH

 

Diisi dengan hasil penjumlahan penghasilan neto pada Kolom (4), pajak yang dibayar/dipotong/terutang di luar negeri pada Kolom (5), dan PPh Pasal 24 pada Kolom (6).