Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 189/PMK.03/2007
Tata Cara Penerbitan Surat Tagihan Pajak
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 189/PMK.03/2007
TENTANG
TATA CARA PENERBITAN SURAT TAGIHAN PAJAK
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (6) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penerbitan Surat Tagihan Pajak;
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985);
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
- Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
MEMUTUSKAN :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT TAGIHAN PAJAK.
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak dalam hal :
- Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
- Berdasarkan hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
- Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga;
- Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu;
- Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak mengisi Faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, kecuali isian faktur pajak tersebut telah mencantumkan :
- identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000; atau
- identitas pembeli serta nama dan tandatangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, dalam hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran;
- Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak.
(1) | Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 diterbitkan setelah dilakukan penelitian administrasi perpajakan atau berdasarkan hasil pemeriksaan pajak. |
(2) | Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a diterbitkan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak Masa Pajak yang bersangkutan. |
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga yang ditagih berdasarkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf c termasuk sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (9) dan sebesar 100 % (seratus persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (5d) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.
Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf d, huruf e, atau huruf f selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata cara penerbitan Surat Tagihan Pajak diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 28 Desember 2007
MENTERI KEUANGAN,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.