Peraturan Pemerintah Nomor : 27 TAHUN 1998
Penggabungan, Peleburan Dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 27 TAHUN 1998
TENTANG
PENGGABUNGAN, PELEBURAN DAN PENGAMBILALIHAN
PERSEROAN TERBATAS
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
- bahwa dalam rangka pembinaan dan pengembangan usaha agar mampu menghadapi arus globalisasi di bidang ekonomi, perlu diciptakan iklim, usaha yang sehat dan efisien;
- bahwa untuk menciptakan iklim usaha yang sehat dan efisien antara lain dapat ditempuh dengan melakukan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan Perseroan Terbatas;
- bahwa penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan Perseroan Terbatas harus tetap memperhatikan kepentingan perseroan, pemegang saham, pihak ketiga, karyawan perseroan, dan masyarakat;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut dalam butir a, b, dan c serta sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas.
- Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
- Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3587).
MEMUTUSKAN :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
-
Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada dan selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar.
-
Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara membentuk satu perseroan baru dan masing-masing perseroan yang meleburkan diri menjadi bubar.
-
Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambilalih baik seluruh ataupun sebagian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut.
-
Menteri adalah Menteri Kehakiman Republik Indonesia.
Penggabungan dan peleburan sebagaimana di atur dalam Peraturan Pemerintah ini dilakukan tanpa mengadakan likuidasi terlebih dahulu.
Penggabungan dan peleburan yang dilakukan tanpa likuidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 mengakibatkan :
a. |
pemegang saham perseroan yang menggabungkan diri atau yang meleburkan diri menjadi pemegang saham perseroan yang menerima penggabungan atau perseroan hasil peleburan; dan |
b. |
aktiva dan pasiva perseroan yang menggabungkan diri atau yang meleburkan diri beralih karena hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan atau perseroan hasil peleburan. |
BAB II
SYARAT-SYARAT PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN
PENGAMBILALIHAN
(1) |
Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan hanya dapat dilakukan dengan memperhatikan : |
(2) |
Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan tidak mengurangi hak pemegang saham minoritas untuk menjual sahamnya dengan harga yang wajar. |
(3) |
Pemegang saham yang tidak setuju terhadap keputusan Rapat Umum Pemegang Saham mengenai penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan hanya dapat menggunakan haknya agar saham yang dimilikinya dibeli dengan harga yang wajar sesuai dengan ketentuan Pasal 55 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. |
(4) |
Pelaksanaan hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak menghentikan proses pelaksanaan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan. |
Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan juga harus memperhatikan kepentingan kreditor.
(1) |
Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham. |
(2) |
Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan dilakukan berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham yang dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara tersebut. |
(3) |
Bagi Perseroan Terbuka, dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak tercapai maka syarat kehadiran dan pengambilan keputusan ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. |
BAB III
TATA CARA PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN
Bagian Pertama
Penggabungan
(1) |
Direksi perseroan yang akan menggabungkan diri dan menerima penggabungan masing-masing menyusun usulan rencana penggabungan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) |
Usulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mendapat persetujuan komisaris dan sekurang-kurangnya memuat :
|
Dalam hal perseroan yang akan melakukan penggabungan tergabung dalam satu grup atau antar grup, usulan rencana penggabungan memuat neraca konsolidasi dan neraca proforma dari perseroan hasil penggabungan.
Usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8 merupakan bahan untuk menyusun Rancangan Penggabungan yang disusun bersama oleh Direksi perseroan yang akan melakukan penggabungan.
Rancangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sekurang-kurangnya memuat hal-hal yang tercantum dalam usulan rencana penggabungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8.
Selain hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Rancangan Penggabungan harus memuat penegasan dari perseroan yang akan menerima penggabungan mengenai penerimaan peralihan segala hak dan kewajiban dari perseroan yang akan menggabungkan diri.
Ringkasan atas Rancangan Penggabungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 wajib diumumkan oleh Direksi dalam 2 (dua) surat kabar harian serta diumumkan secara tertulis kepada karyawan perseroan yang akan melakukan penggabungan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham masing-masing perseroan.
(1) |
Rancangan Penggabungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 berikut konsep Akta Penggabungan wajib dimintakan persetujuan kepada Rapat Umum Pemegang Saham masing-masing perseroan. |
(2) |
Konsep Akta Penggabungan yang telah mendapat persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam Akta Penggabungan yang dibuat di hadapan notaris dalam bahasa Indonesia. |
(1) |
Apabila penggabungan perseroan dilakukan dengan mengadakan perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995, maka penggabungan mulai berlaku sejak tanggal persetujuan perubahan Anggaran Dasar oleh Menteri. |
(2) |
Apabila penggabungan perseroan dilakukan dengan disertai perubahan Anggaran Dasar yang tidak memerlukan persetujuan menteri, maka penggabungan mulai berlaku sejak tanggal pendaftaran Akta Penggabungan dan akta perubahan Anggaran Dasar dalam Daftar Perusahaan. |
(3) |
Apabila penggabungan perseroan dilakukan tanpa diserta perubahan Anggaran Dasar, maka penggabungan mulai berlaku sejak tanggal penandatanganan Akta Penggabungan |
(1) |
Dalam hal penggabungan perseroan dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), maka Direksi perseroan yang akan menerima penggabungan wajib mengajukan permohonan persetujuan akta perubahan Anggaran Dasar kepada Menteri dan mendaftarkan dalam Daftar Perusahaan serta mengumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia setelah mendapat persetujuan dari Menteri. |
(2) |
Dalam hal penggabungan perseroan dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), maka Direksi perseroan yang akan menerima penggabungan wajib melaporkan Akta Penggabungan perseroan dan akta perubahan Anggaran Dasar tersebut kepada Menteri dan mendaftarkan dalam Daftar Perusahaan serta mengumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. |
(1) |
Permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), diajukan secara tertulis kepada Menteri dengan melampirkan akta perubahan Anggaran Dasar beserta Akta Penggabungan. |
(2) |
Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari setelah permohonan diterima. |
(3) |
Dalam hal permohonan ditolak, maka penolakan tersebut harus diberitahukan kepada pemohon secara tertulis beserta alasannya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). |
Permohonan persetujuan perubahan Anggaran Dasar atau penyampaian laporan Akta Penggabungan perseroan dan akta perubahan Anggaran Dasar perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak keputusan Rapat Umum Pemegang Saham.
(1) |
Apabila penggabungan perseroan dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), maka perseroan yang menggabungkan diri, terhitung sejak tanggal persetujuan Menteri atas perubahan Anggaran Dasar. |
(2) |
Apabila penggabungan dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), maka perseroan yang menggabungkan diri, terhitung sejak tanggal pendaftaran Akta Penggabungan dan akta perubahan Anggaran Dasar perseroan dalam Daftar Perusahaan. |
(3) |
Apabila penggabungan dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) maka perseroan yang menggabungkan diri, terhitung sejak tanggal penandatanganan Akta Penggabungan. |
(1) |
Sejak tanggal penandatanganan Akta Penggabungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2), Direksi perseroan yang menggabungkan diri tidak dapat melakukan perbuatan hukum kecuali diperlukan dalam rangka pelaksanaan penggabungan. |
(2) |
Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tanggung jawab Direksi perseroan yang bersangkutan. |
Bagian Kedua
Peleburan
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13 berlaku juga untuk perbuatan hukum peleburan.
(1) |
Pendiri perseroan hasil peleburan adalah perseroan yang akan meleburkan diri. |
(2) |
Pemegang saham perseroan yang akan didirikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pemegang saham perseroan yang akan meleburkan diri. |
(3) |
Kekayaan perseroan yang akan didirikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah seluruh kekayaan perseroan yang akan meleburkan diri. |
(1) |
Akta Peleburan yang dibuat sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) menjadi dasar pembuatan Akta Pendirian perseroan hasil peleburan. |
(2) |
Direksi perseroan yang meleburkan diri wajib mengajukan permohonan pengesahan Akta Pendirian perseroan hasil peleburan kepada Menteri dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal keputusan Rapat Umum Pemegang Saham dan mendaftarkan dalam Daftar Perusahaan serta mengumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, setelah mendapat pengesahan Menteri. |
(3) |
Permohonan pengesahan Akta Pendirian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diajukan secara tertulis kepada Menteri dengan melampirkan Akta Peleburan. |
(4) |
Menteri memberikan pengesahan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari setelah permohonan diterima. |
(5) |
Dalam hal permohonan ditolak, maka penolakan harus diberitahukan kepada pemohon secara tertulis beserta alasannya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (4). |
Perseroan yang meleburkan diri bubar terhitung sejak tanggal Akta Pendirian perseroan hasil peleburan disahkan oleh Menteri.
(1) |
Sejak tanggal penandatanganan Akta Peleburan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Direksi perseroan yang meleburkan diri dilarang melakukan perbuatan hukum kecuali diperlukan dalam rangka pelaksanaan peleburan. |
(2) |
Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tanggung jawab Direksi perseroan yang bersangkutan. |
Terhadap hukum yang dilakukan sebelum Akta Pendirian perseroan hasil peleburan disahkan Menteri, berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
Bagian Ketiga
Pengambilalihan
(1) |
Pihak yang akan mengambilalih menyampaikan maksud untuk melakukan pengambilalihan kepada Direksi perseroan yang akan diambilalih. |
||||||||||||||||||||||
(2) |
Direksi perseroan yang akan diambilalih dan pihak yang akan mengambilalih masing-masing menyusun usulan rencana pengambilalihan. |
||||||||||||||||||||||
(3) |
Usulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masing-masing wajib mendapat persetujuan Komisaris perseroan yang akan diambilalih dan yang mengambilalih atau lembaga serupa dari pihak yang akan mengambilalih, dengan memuat sekurang-kurangnya :
|
Usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 merupakan bahan untuk penyusunan Rancangan Pengambilalihan yang disusun bersama antara Direksi perseroan yang akan diambilalih dengan pihak yang akan mengambilalih.
Rancangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sekurang-kurangnya memuat hal-hal yang tercantum dalam usulan rencana pengambilalihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26.
Ringkasan Rancangan Pengambilalihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 wajib diumumkan oleh Direksi dalam 2 (dua) surat kabar harian serta diberitahukan secara tertulis kepada karyawan perseroan yang melakukan pengambilalihan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham masing-masing perseroan.
Rancangan Pengambilan wajib mendapat persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham perseroan yang akan diambilalih dan yang akan mengambilalih atau lembaga serupa dari pihak yang akan mengambilalih.
(1) |
Rancangan Pengambilalihan yang telah disetujui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dituangkan dalam Akta Pengambilalihan. |
(2) |
Akta Pengambilalihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat di hadapan notaris dalam bahasa Indonesia. |
(1) |
Apabila pengambilalihan perseroan dilakukan dengan mengadakan perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, maka pengambilalihan mulai berlaku sejak tanggal persetujuan perubahan Anggaran Dasar oleh Menteri. |
(2) |
Apabila pengambilalihan perseroan dilakukan dengan disertai perubahan Anggaran Dasar yang tidak memerlukan persetujuan Menteri, maka pengambilalihan mulai berlaku sejak tanggal pendaftaran Akta Pengambilalihan dalam Daftar Perusahaan. |
(3) |
Apabila pengambilalihan perseroan tidak mengakibatkan perubahan Anggaran Dasar, maka pengambilalihan mulai berlaku sejak tanggal penandatanganan Akta Pengambilalihan. |
BAB IV
KEBERATAN TERHADAP PENGGABUNGAN,
PELEBURAN, ATAU PENGAMBILALIHAN
PERSEROAN
(1) |
Direksi wajib menyampaikan dengan surat tercatat Rancangan Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan kepada seluruh kreditor paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham. |
(2) |
Kreditor dapat mengajukan keberatan kepada perseroan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham yang akan memutus mengenai rencana penggabungan, peleburan dan pengambilalihan yang telah dituangkan dalam Rancangan tersebut. |
(3) |
Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) kreditor tidak mengajukan keberatan, maka kreditor dianggap menyetujui penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan. |
(4) |
Keberatan kreditor sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disampaikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham guna mendapat penyelesaian. |
(5) |
Selama penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) belum tercapai, maka penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan tidak dapat dilaksanakan. |
BAB V
KETENTUAN LAIN
(1) |
Direksi perseroan hasil penggabungan atau peleburan wajib mengumumkan hasil penggabungan atau peleburan dalam 2 (dua) surat kabar harian paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya penggabungan atau peleburan. |
(2) |
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula terhadap Direksi dari perseroan yang memiliki nilai kekayaan tertentu yang melakukan pengambilalihan. |
(3) |
Nilai kekayaan perseroan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri. |
(1) |
Dalam melaksanakan tugasnya dalam rangka penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan, Direksi bertindak semata-mata untuk kepentingan perseroan. |
(2) |
Dalam hal terjadi benturan kepentingan antara perseroan dan Direksi, maka Direksi wajib mengungkapkan hal tersebut dalam usulan rencana dan Rancangan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan. |
(3) |
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) berlaku pula bagi Komisaris. |
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Peraturan Pemerintah ini berlaku bagi penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan dengan tidak mengurangi peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur secara khusus penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan.
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 24 Februari 1998
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
S O E H A R T O
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 24 Februari 1998
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
M O E R D I O N O
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1998 NOMOR 40
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 27 TAHUN 1998
TENTANG
PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN
PERSEROAN TERBATAS
Keberadaan Perseroan Terbatas dalam dunia usaha dan perdagangan adalah sangat penting dan strategis untuk menggerakkan dan mengarahkan kegiatan pembangunan di bidang ekonomi, terutama dalam rangka menghadapi arus globalisasi dan liberalisasi perekonomian dunia yang semakin kompleks. Oleh sebab itu, perlu diupayakan penciptaan suatu iklim usaha yang sehat dan efisien, sehingga terbuka kesempatan yang cukup leluasa bagi Perseroan Terbatas untuk tumbuh dan berkembang secara lebih dinamis sesuai dengan perkembangan dunia usaha.
Namun demikian upaya penciptaan iklim usaha yang sehat dan efisien dalam rangka peningkatan pembangunan ekonomi tersebut, operasionalnya harus tetap mengacu pada asas pembangunan ekonomi nasional yang berlandaskan asas kekeluargaan sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.
Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, maka upaya penciptaan iklim dunia usaha yang sehat dan efisien tidak boleh mengarah kepada penguasaan sumber ekonomi dan pemusatan kekuatan ekonomi pada suatu kelompok atau golongan tertentu. Oleh karena itu, tindakan penggabungan (merger), peleburan (konsolidasi), dan pengambilalihan (akuisisi) perseroan yang dapat mendorong ke arah terjadinya monopoli, monopsoni atau persaingan curang harus dapat dihindari sejak dini, dengan kata lain tindakan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan hendaknya tetap memperhatikan kepentingan perseroan, pemegang saham, karyawan perseroan, atau masyarakat termasuk pihak ketiga yang berkepentingan.
Meskipun dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas telah diatur mengenai prinsip-prinsip yang berkaitan dengan perbuatan hukum penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan Perseroan Terbatas, akan tetapi persyaratan dan tata cara proses penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan yang lebih rinci, diperintahkan untuk diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Adapun materi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi, persyaratan, tata cara, pembuatan rencana penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan, kewajiban mengumumkan, pemberitahuan kepada karyawan, hal-hal yang harus dimuat dalam rancangan penggabungan, keberatan terhadap rancangan serta hak pengajuan pembatalan terhadap tindakan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan Perseroan Terbatas.
Pasal 1
|
||||||||||||||||||||||||||
Pasal 2
|
||||||||||||||||||||||||||
Pasal 3
|
||||||||||||||||||||||||||
Pasal 4
|
||||||||||||||||||||||||||
Pasal 5
|
||||||||||||||||||||||||||
Pasal 6
|
||||||||||||||||||||||||||
Pasal 7
|
||||||||||||||||||||||||||
Pasal 8 s/d Pasal 12
|
||||||||||||||||||||||||||
Pasal 13
|
||||||||||||||||||||||||||
Pasal 14
|
||||||||||||||||||||||||||
Pasal 15 s/d Pasal 20
|
||||||||||||||||||||||||||
Pasal 21
|
||||||||||||||||||||||||||
Pasal 22 s/d Pasal 25
|
||||||||||||||||||||||||||
Pasal 26
|
||||||||||||||||||||||||||
Pasal 27 s/d Pasal 29
|
||||||||||||||||||||||||||
Pasal 30
|
||||||||||||||||||||||||||
Pasal 31 dan Pasal 32
|
||||||||||||||||||||||||||
Pasal 33
|
||||||||||||||||||||||||||
Pasal 34
|
||||||||||||||||||||||||||
Pasal 35
|
||||||||||||||||||||||||||
Pasal 36
|
||||||||||||||||||||||||||
Pasal 37
|
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3741.
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.