Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 151/PMK.03/2013
Tata Cara Pembuatan Dan Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian Faktur Pajak
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 151/PMK.03/2013
TENTANG
TATA CARA PEMBUATAN DAN TATA CARA PEMBETULAN
ATAU PENGGANTIAN FAKTUR PAJAK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
- bahwa ketentuan mengenai tata cara pembuatan dan tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak;
- bahwa dalam rangka memberikan kemudahan kepada Pengusaha Kena Pajak dalam membuat Faktur Pajak dengan menggunakan dan memanfaatkan teknologi informasi secara aman, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai tata cara pembuatan dan tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak sebagaimana tersebut pada huruf a;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (8) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak;
Mengingat :
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843);
- Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5271);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN FAKTUR PAJAK.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
- Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
- Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
- Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
- Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
- Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
- Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
- Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
(1) | Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap:
|
||||||||||
(2) | Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat pada:
|
||||||||||
(3) | Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a untuk:
|
||||||||||
(4) | Penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terjadi pada saat:
|
||||||||||
(5) | Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c terjadi pada saat Barang Kena Pajak dikeluarkan dari Daerah Pabean. | ||||||||||
(6) | Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d terjadi pada saat Penggantian atas Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai piutang atau penghasilan. | ||||||||||
(7) | Ekspor Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e terjadi pada saat Penggantian atas jasa yang diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai piutang atau penghasilan. |
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) juga harus dibuat pada:
- saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
- saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau
- saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.
(1) | Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berbentuk:
|
(2) | Faktur Pajak berbentuk elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah Faktur Pajak yang dibuat secara elektronik sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak mengenai tata cara pembuatan Faktur Pajak yang berbentuk elektronik, untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan huruf b. |
(3) | Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah Faktur Pajak yang dibuat tidak secara elektronik berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak untuk setiap penyerahan dan/atau ekspor Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan/atau huruf e. |
(1) | Pedagang eceran yang membuat Faktur Pajak tanpa mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual, tidak diterbitkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e angka 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009. |
(2) | Pedagang eceran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pengusaha Kena Pajak yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dengan cara sebagai berikut:
|
(3) | Termasuk dalam pengertian pedagang eceran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pengusaha Kena Pajak yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan cara sebagai berikut:
|
(1) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3, Pengusaha Kena Pajak dapat membuat 1 (satu) Faktur Pajak yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak dan/atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 (satu) bulan kalender. |
(2) | Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebut Faktur Pajak gabungan. |
(3) | Faktur Pajak gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak. |
(1) | Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat, tidak diperlakukan sebagai Faktur Pajak. |
(2) | Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak. |
(3) | Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan. |
Atas pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak untuk tujuan produktif yang tidak dilakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai, dikecualikan dari penerbitan Faktur Pajak.
(1) | Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
|
(2) | Untuk Faktur Pajak berbentuk elektronik, tanda tangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g berupa Tanda Tangan Elektronik. |
(3) | Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak. |
(4) | Persyaratan yang harus dipenuhi dan keterangan yang harus dicantumkan dalam dokumen tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. |
(5) | Dalam hal Faktur Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak. |
(1) | Faktur Pajak wajib diisi secara lengkap, jelas, dan benar. |
(2) | Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak tidak sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan. |
(1) | Faktur Pajak berbentuk elektronik wajib dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak mengikuti tata cara sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak. |
(2) | Kriteria Pengusaha Kena Pajak yang diwajibkan membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. |
(3) | Pengusaha Kena Pajak yang diwajibkan membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik dan telah memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. |
(4) | Pengusaha Kena Pajak yang telah diwajibkan membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) namun tidak membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik atau membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik namun tidak mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Kena Pajak tersebut dianggap tidak membuat Faktur Pajak. |
(1) | Faktur Pajak berbentuk elektronik wajib dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak. |
(2) | Tata cara pelaporan Faktur Pajak berbentuk elektronik kepada Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. |
(3) | Faktur Pajak berbentuk elektronik yang tidak dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak atau dilaporkan tidak sesuai dengan tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan Faktur Pajak. |
(1) | Bentuk dan ukuran Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b disesuaikan dengan kepentingan Pengusaha Kena Pajak dan dalam hal diperlukan dapat ditambahkan keterangan lain selain keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. |
(2) | Pengadaan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. |
Faktur penjualan yang mencantumkan keterangan sesuai dengan keterangan yang dicantumkan dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), dan pengisiannya dilakukan sesuai dengan tata cara pengisian keterangan pada Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak, termasuk dalam pengertian Faktur Pajak.
Dalam hal terdapat pembatalan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya telah diterbitkan, Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak harus melakukan pembatalan Faktur Pajak.
(1) | Atas Faktur Pajak berbentuk elektronik yang salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas, dan benar, Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut dapat menerbitkan Faktur Pajak pengganti. |
(2) | Atas hasil cetak Faktur Pajak berbentuk elektronik yang rusak atau hilang, Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik tersebut dapat melakukan cetak ulang Faktur Pajak. |
(3) | Atas Faktur Pajak berbentuk elektronik yang rusak atau hilang, Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan permintaan data Faktur Pajak berbentuk elektronik kepada Direktorat Jenderal Pajak. |
(1) | Atas Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) yang rusak, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan, sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas dan benar, Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut dapat menerbitkan Faktur Pajak pengganti. |
(2) | Atas Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) yang hilang, baik Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan maupun pihak yang menerima Faktur Pajak tersebut dapat membuat copy dari Faktur Pajak dan dilegalisasi oleh Kantor Pelayanan Pajak. |
(1) | Dalam hal terjadi keadaan tertentu yang menyebabkan Pengusaha Kena Pajak yang diwajibkan membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 tidak dapat membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik, Pengusaha Kena Pajak tersebut diperkenankan untuk membuat Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy). |
(2) | Keadaan tertentu yang menyebabkan Pengusaha Kena Pajak tidak dapat membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah keadaan yang disebabkan oleh peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan sebab lainnya di luar kuasa Pengusaha Kena Pajak, yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. |
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
- bentuk dan ukuran Faktur Pajak;
- prosedur pemberitahuan dalam rangka pembuatan Faktur Pajak;
- tata cara pembuatan dan pengisian keterangan pada Faktur Pajak;
- tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak;
- tata cara pembatalan Faktur Pajak; dan
- tata cara pengajuan permintaan dan pemberian data Faktur Pajak berbentuk elektronik yang rusak atau hilang,
(1) | Faktur Pajak yang dibuat tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini bukan merupakan Faktur Pajak. |
(2) | Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak. |
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
- Peraturan Menteri Nomor 84/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku;
- peraturan pelaksanaan dari Peraturan Menteri Nomor 84/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini dan/atau belum diatur dengan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Peraturan Menteri ini.
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2014.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 11 November 2013 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. MUHAMAD CHATIB BASRI |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 11 November 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 1313
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.