Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 29/PMK.03/2020
Pelaksanaan Pelayanan Administrasi Perpajakan Dalam Keadaan Kahar Akibat Pandemi Corona Virus Disease 2019
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 29/PMK.03/2020
TENTANG
PELAKSANAAN PELAYANAN ADMINISTRASI PERPAJAKAN
DALAM KEADAAN KAHAR AKIBAT PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
- bahwa penyebaran pandemic Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) telah berimplikasi pada pelayanan administrasi pemerintahan termasuk di bidang perpajakan yang diatur dalam Undang-Undang mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan, Undang-Undang mengenai pajak penghasilan, Undang-Undang mengenai pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, Undang-Undang mengenai bea meterai dan Undang-Undang mengenai pajak bumi dan bangunan;
- bahwa ketentuan perundang-undangan dibidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam huruf a belum memberikan pengaturan terkait pelayanan administrasi perpajakan dalam keadaan kahar yang berdampak secara nasional terhadap wajib pajak dan Direktorat Jenderal Pajak, sehingga perlu pengaturan mengenai pelayanan administrasi perpajakan kepada wajib pajak sebagai akibat pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
- bahwa untuk memberikan kepastian hukum dalam pelayanan kepada wajib pajak akibat pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), perlu memberikan pedoman pelaksanaan pelayanan administrasi perpajakan dan penerbitan produk hukum perpajakan atas pelayanan administrasi perpajakan tersebut di Direktorat Jenderal Pajak;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pelaksanaan Pelayanan Administrasi Perpajakan dalam Keadaan Kahar Akibat Pandemi Corona Virus Disease 2019;
Mengingat :
- Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
- Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3313);
- Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PELAKSANAAN PELAYANAN ADMINISTRASI PERPAJAKAN DALAM KEADAAN KAHAR AKIBAT PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019.
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
- Pelayanan Administrasi Perpajakan adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan eksternal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan untuk pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan yang mengharuskan penerbitan produk hukum oleh Direktorat Jenderal Pajak.
- Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
- Surat Pemberitahuan yang selanjutnya disingkat SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
- Keadaan Kahar Akibat Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), yang selanjutnya disebut Keadaan Kahar adalah periode kejadian darurat atau luar biasa yang berdampak pada pelaksanaan administrasi pemerintahan sebagai akibat pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagaimana ditetapkan oleh Pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
- Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, yang selanjutnya disebut Kantor Wilayah DJP, adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Pajak.
- Kantor Pelayanan Pajak, yang selanjutnya disingkat KPP, adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
- Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan, yang selanjutnya disingkat KP2KP, adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala KPP Pratama.
- Bukti Penerimaan Surat, yang selanjutnya disingkat BPS, adalah bukti yang diterbitkan oleh KPP atau KP2KP atas permohonan dari Wajib Pajak yang disampaikan secara langsung, melalui pos atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat, terkait dengan permohonan Wajib Pajak yang telah diterima secara lengkap.
- Dokumen Elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirim, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, dan/atau ditampilkan, melalui komputer atau sistem elektronik, yang berupa tulisan, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, atau simbol.
- Dokumen Persyaratan adalah dokumen yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
BAB II
TATA CARA PELAKSANAAN ADMINISTRASI PELAYANAN
PERPAJAKAN
Pasal 2
(1) | Dalam Keadaan Kahar, jatuh tempo penyelesaian Pelayanan Administrasi Perpajakan dapat diperpanjang untuk jangka waktu penyelesaian tertentu. |
(2) | Jangka waktu penyelesaian tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Direktur Jenderal Pajak. |
(3) | Penetapan jangka waktu penyelesaian tertentu sebagaimana ayat (2) dapat dibedakan menurut tingkat kedaruratan atau bencana pada masing masing daerah berdasarkan keputusan kepala daerah atau pejabat instansi yang berwenang. |
(4) | Perpanjangan jangka waktu penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku jika mengakibatkan penyelesaian atas Pelayanan Administrasi Perpajakan melampui jangka waktu penyelesaian yang telah diatur dalam undang-undang, peraturan pemerintah pengganti undang-undang, atau peraturan pemerintah. |
Dalam Keadaan Kahar, ketentuan mengenai keharusan untuk memperpanjang atau mengajukan permohonan kembali produk hukum Pelayanan Administrasi Perpajakan tidak berlaku.
Pelayanan Administrasi Perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 tidak termasuk Pelayanan Administrasi Perpajakan yang:
- jatuh tempo penyelesaian, atau ketentuan perpanjangan atau permohonan kembali telah diatur dalam undang-undang, peraturan pemerintah pengganti undang-undang, atau peraturan pemerintah; atau
- penerbitan produk hukum atas permohonan Pelayanan Administrasi Perpajakan telah dapat dilakukan secara daring melalui saluran tertentu yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak atau saluran tertentu yang terintegrasi dengan sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak.
(1) | Dalam Keadaan Kahar, Wajib Pajak menyampaikan permohonan Pelayanan Administrasi Perpajakan secara elektronik kepada Kepala Kantor Wilayah DJP, Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar, atau Kepala KP2KP di bawah KPP Pratama tempat Wajib Pajak terdaftar dan dilampiri dengan Dokumen Persyaratan. | ||||||
(2) | Permohonan Pelayanan Administrasi Perpajakan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
|
||||||
(3) | Penandatanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat dilakukan dengan tanda tangan biasa, tanda tangan stempel, atau tanda tangan elektronik atau digital sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai informasi dan transaksi elektronik. | ||||||
(4) | Atas permohonan Pelayanan Administrasi Perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Wilayah DJP, Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar, atau Kepala KP2KP di bawah KPP Pratama tempat Wajib Pajak terdaftar melakukan penelitian atas kelengkapan dokumen yang diunggah. | ||||||
(5) | Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Kantor Wilayah DJP, Kepala KPP, atau Kepala KP2KP menerbitkan produk hukum dalam jangka waktu penyelesaian tertentu, dalam hal Dokumen Persyaratan yang diunggah telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b. | ||||||
(6) | Dalam hal Dokumen Persyaratan yang diunggah tidak lengkap, Kepala Kantor Wilayah DJP, Kepala KPP, atau Kepala KP2KP meminta klarifikasi kepada Wajib Pajak dengan menyampaikan Surat Permintaan Klarifikasi/Pemenuhan Kelengkapan Dokumen Persyaratan. | ||||||
(7) | Klarifikasi kelengkapan Dokumen Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan melalui:
|
||||||
(8) | Wajib Pajak harus menyampaikan klarifikasi kelengkapan Dokumen Persyaratan secara elektronik ke alamat posel (email) Kantor Wilayah DJP, KPP tempat Wajib Pajak terdaftar, dan/atau KP2KP di bawah KPP Pratama tempat Wajib Pajak terdaftar atau melalui saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak paling lama 15 (lima belas) hari kalender setelah menerima permintaan klarifikasi. | ||||||
(9) | Kepala Kantor Wilayah DJP, Kepala KPP, atau Kepala KP2KP menerbitkan produk hukum Pelayanan Administrasi Perpajakan dalam jangka waktu penyelesaian tertentu setelah menerima klarifikasi Wajib Pajak, dalam hal Wajib Pajak memberikan klarifikasi kelengkapan Dokumen Persyaratan. | ||||||
(10) | Dalam hal Wajib Pajak tidak memberikan klarifikasi atau memberikan klarifikasi tetapi tidak memenuhi ketentuan, Kepala Kantor Wilayah DJP, Kepala KPP, atau Kepala KP2KP menolak permohonan Pelayanan Administrasi Perpajakan. | ||||||
(11) | Penerbitan produk hukum Pelayanan Administrasi Perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (9) dapat dilakukan dengan tanda tangan biasa, tanda tangan stempel, atau tanda tangan elektronik yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama. | ||||||
(12) | Kepala Kantor Wilayah DJP, Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar, atau Kepala KP2KP di bawah KPP Pratama tempat Wajib Pajak terdaftar mengirimkan dokumen berupa produk hukum Pelayanan Administrasi Perpajakan dan/atau Surat Pemberitahuan Penolakan Permohonan kepada Wajib Pajak melalui:
|
||||||
(13) | Alamat posel (email) KPP, KP2KP, dan/atau Kantor Wilayah DJP yang telah terdaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (7), ayat (8), dan ayat (12) yaitu alamat posel (email) yang tercantum pada laman https://pajak.go.id/id/unit-kerja. |
(1) | Jangka waktu penyelesaian tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dihitung sejak tanggal diterima (received date) dalam posel (email) permohonan Pelayanan Administrasi Perpajakan yang disampaikan secara elektronik dan diterima secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5. |
(2) | Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan permohonan Pelayanan Administrasi Perpajakan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) namun melalui pos atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat, jangka waktu penyelesaian tertentu dihitung sejak diterbitkan BPS atas permohonan Wajib Pajak yang telah diterima secara lengkap. |
(1) | Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan permohonan Pelayanan Administrasi Perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) melalui SPT, penyampaian SPT tersebut harus dilakukan melalui saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. |
(2) | Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan SPT melalui pos atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat, jangka waktu penyelesaian tertentu atas Pelayanan Administrasi Perpajakan dihitung sejak diterbitkan BPS atas permohonan Wajib Pajak yang telah diterima secara lengkap sebagaimana ketentuan dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2). |
(3) | Tata cara penerimaan dan penelitian atas SPT yang disampaikan oleh Wajib Pajak dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai Surat Pemberitahuan (SPT) beserta peraturan pelaksanaannya. |
(1) | Wajib Pajak tetap mendapatkan hak Pelayanan Administrasi Perpajakan sampai dengan berakhirnya Keadaan Kahar atas produk hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. |
(2) | Wajib Pajak harus mengajukan permohonan perpanjangan atau permohonan kembali atas Pelayanan Administrasi Perpajakan setelah berakhirnya Keadaan Kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
BAB III
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 9
(1) | Terhadap permohonan Pelayanan Administrasi Perpajakan yang diajukan sebelum Peraturan Menteri ini berlaku dan belum diselesaikan dalam periode Keadaan Kahar, jangka waktu penyelesaian permohonan tersebut mengacu kepada ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini. |
(2) | Periode Keadaan Kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu kepada penetapan Pemerintah melalui Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana. |
BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 10
Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku, ketentuan mengenai tata cara penyampaian permohonan, penerbitan produk hukum dan jangka waktu penyelesaian Pelayanan Administrasi Perpajakan yang diatur dalam Peraturan Menteri dan/atau Peraturan Direktur Jenderal Pajak dinyatakan tidak berlaku sampai dengan periode Keadaan Kahar berakhir.
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 April 2020 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 April 2020
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 342
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.