Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 168/PMK.04/2020
Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas Asean-Australia-Selandia Baru
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 168/PMK.04/2020
TENTANG
TATA CARA PENGENAAN TARIF BEA MASUK ATAS BARANG IMPOR
BERDASARKAN PERSETUJUAN PEMBENTUKAN
KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS ASEAN-AUSTRALIA-SELANDIA BARU
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
- bahwa ketentuan mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor sebagai pelaksanaan dari Persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru, telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.04/2017 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor berdasarkan Perjanjian atau Kesepakatan Internasional sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.04/2019 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.04/2017 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor berdasarkan Perjanjian atau Kesepakatan Internasional;
- bahwa untuk lebih memberikan kepastian hukum dalam memberikan pelayanan kegiatan kepabeanan atas impor barang dari negara anggota ASEAN, Australia, dan Selandia Baru serta mengakomodasi dinamika Persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru, perlu melakukan penyempurnaan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru;
Mengingat :
- Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
- Peraturan Presiden Nomor 108 Tahun 2018 tentang Pengesahan First Protocol to Amend the Agreement Establishing the ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (Protokol Perubahan Pertama terhadap Persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 202);
- Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGENAAN TARIF BEA MASUK ATAS BARANG IMPOR BERDASARKAN PERSETUJUAN PEMBENTUKAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS ASEAN-AUSTRALIA-SELANDIA BARU.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. | Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan. |
2. | Kawasan yang Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai. |
3. | Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disebut KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. |
4. | Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan, yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk. |
5. | Pusat Logistik Berikat yang selanjutnya disingkat PLB adalah TPB untuk menimbun barang asal luar Daerah Pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, dapat disertai dengan 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali. |
6. | Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang selanjutnya disingkat TLDDP adalah Daerah Pabean selain Kawasan Bebas dan TPB. |
7. | Importir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean. |
8. | Penyelenggara/Pengusaha TPB adalah:
|
9. | Penyelenggara/Pengusaha PLB adalah:
|
10. | Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK adalah:
|
11. | Tarif Preferensi adalah tarif bea masuk berdasarkan Persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru yang besaran tarifnya ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area. |
12. | PPFTZ dengan Kode 01 yang selanjutnya disebut PPFTZ-01 adalah pemberitahuan pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas, dari dan ke luar Daerah Pabean, dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke TLDDP. |
13. | Harmonized Commodity Description and Coding System yang selanjutnya disebut Harmonized System (HS) adalah standar internasional atas sistem penamaan dan penomoran yang digunakan untuk pengklasifikasian produk perdagangan dan turunannya yang dikelola oleh World Customs Organization (WCO). |
14. | Penelitian Ulang adalah penelitian kembali atas tarif dan/atau nilai pabean yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean impor dan penelitian kembali atas tarif, harga, jenis, dan/atau jumlah barang yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean ekspor melalui pengujian dengan data, informasi dan dokumen lain terkait. |
15. | Audit Kepabeanan adalah kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
16. | Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan. |
17. | Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan. |
18. | Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin) yang selanjutnya disebut Ketentuan Asal Barang adalah ketentuan khusus yang ditetapkan berdasarkan Persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru untuk menentukan negara asal barang. |
19. | Negara Anggota adalah negara yang menandatangani Persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru. |
20. | Bahan Originating adalah bahan yang memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru. |
21. | Barang Originating adalah barang yang memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru. |
22. | Bahan Non-Onginating adalah bahan yang berasal dari luar Negara Anggota atau bahan yang tidak memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru. |
23. | Aturan Khusus Produk (Product Specific Rules) yang selanjutnya disebut PSR adalah aturan-aturan yang merinci mengenai:
|
24. | Instansi Penerbit Surat Keterangan Asal yang selanjutnya disebut Instansi Penerbit SKA adalah instansi pemerintah atau institusi yang ditunjuk pemerintah di Negara Anggota pengekspor yang diberi kewenangan untuk menerbitkan SKA Form AANZ atas barang yang akan diekspor. |
25. | Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin) Persetujuan Pembentukan Kawasan Bebas Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru yang selanjutnya disebut SKA Form AANZ adalah dokumen pelengkap pabean yang diterbitkan oleh Instansi Penerbit SKA yang akan digunakan sebagai dasar pemberian Tarif Preferensi. |
26. | Overleaf Notes adalah halaman sebalik SKA Form AANZ yang berisi ketentuan mengenai pengisian SKA Form AANZ dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SKA Form AANZ. |
27. | Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap pemberitahuan pabean, misalnya invoice, packing list, bill of lading/airway bill, manifest, dan dokumen lain yang dipersyaratkan. |
28. | Surat Keterangan Asal Elektronik Form D yang selanjutnya disebut e-Form D adalah SKA Form D yang disusun sesuai dengan e-ATIGA Form D Process Specification and Message Implementation Guideline, dan dikirim secara elektronik antar Negara Anggota. |
29. | Invoice dari Pihak Ketiga yang selanjutnya disebut Third-Party Invoice adalah invoice yang diterbitkan oleh perusahaan lain yang berlokasi di negara ketiga (baik Negara Anggota atau selain Negara Anggota) atau yang berlokasi di negara yang sama dengan negara tempat diterbitkannya SKA Form AANZ. |
30. | Surat Keterangan Asal Back-to-Back yang selanjutnya disebut sebagai SKA Back-to-Back adalah SKA Form AANZ yang diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor kedua berdasarkan SKA Form AANZ yang diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor pertama. |
31. | Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi adalah tanggal bill of lading untuk moda pengangkutan laut, tanggal airway bill untuk moda pengangkutan udara, atau tanggal dokumen pengangkutan darat untuk moda pengangkutan darat. |
32. | Permintaan Retroactive Check adalah permintaan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai kepada Instansi Penerbit SITA untuk mendapatkan informasi mengenai pemenuhan Ketentuan Asal Barang, dan/atau keabsahan SKA Form AANZ. |
33. | Verification Visit adalah kegiatan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai di Negara Anggota penerbit SKA Form AANZ untuk memperoleh data atau informasi mengenai pemenuhan Ketentuan Asal Barang, dan/atau keabsahan SKA Form AANZ. |
34. | Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai. |
35. | Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan. |
BAB II
TARIF PREFERENSI DAN KETENTUAN ASAL BARANG
(RULES OF ORIGIN)
Bagian Kesatu
Tarif Preferensi
Pasal 2
(1) | Barang impor dapat dikenakan Tarif Preferensi yang besarnya dapat berbeda dari tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN). | ||||||||||
(2) | Besaran tarif bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area. | ||||||||||
(3) | Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan terhadap:
|
||||||||||
(4) | Pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d angka 3, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
|
(1) | Ketentuan Asal Barang terdiri dari:
|
(2) | Rincian lebih lanjut mengenai Ketentuan Asal Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Bagian Kedua
Kriteria Asal Barang
(Origin Criteria)
Pasal 4
(1) | Kriteria asal barang (origin criteria) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, meliputi:
|
(2) | Kriteria asal barang (origin criteria) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan barang yang termasuk dalam daftar PSR sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Annex 2 Protokol Perubahan Pertama terhadap Persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru. |
Bagian Ketiga
Kriteria Pengiriman
(Consignment Criteria)
Pasal 5
(1) | Kriteria pengiriman (consignment criteria) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b, meliputi:
|
(2) | Barang impor dapat dikirim dari Negara Anggota yang menerbitkan SKA Form AANZ melalui negara selain Negara Anggota, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, untuk tujuan transit dan/atau transhipment dengan ketentuan sebagai berikut:
|
Dalam hal pengiriman barang impor dilakukan melalui negara selain Negara Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, harus menyerahkan dokumen berupa:
- through hill of lading atau dokumen pengangkutan lainnya yang diterbitkan di Negara Anggota pengekspor yang menunjukkan keseluruhan rute perjalanan dari Negara Anggota pengekspor, termasuk kegiatan transit dan/atau transhipment, sampai ke Daerah Pabean;
- lembar asli SKA Form AANZ yang diterbitkan oleh Instansi Penerbit SKA;
- invoice dari barang yang bersangkutan; dan
- dokumen pendukung yang membuktikan pemenuhan ketentuan dalam Pasal 5 ayat (2),
Bagian Keempat
Ketentuan Prosedural
(Procedural Provisions)
Pasal 7
(1) | Ketentuan prosedural (procedural provisions) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c terkait dengan penerbitan SKA Form AANZ, harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Instansi Penerbit SKA dapat menerbitkan SKA Form AANZ lebih dari 3 (tiga) hari kerja setelah Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi, namun tidak melebihi jangka waktu 12 (dua belas) bulan setelah Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi dengan memberikan tanda (√) atau (X) pada kolom 13 kotak "Issued Retroactively" pada SILA Form AANZ. |
(3) | Dalam hal SKA Form AANZ hilang atau rusak, dapat digunakan SKA Form AANZ pengganti dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Dalam hal terdapat kesalahan pengisian SKA Form AANZ, koreksi atas pengisian dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(5) | Dalam hal pada bill of lading atau dokumen pengangkutan lainnya terdapat tanggal penerbitan dan tanggal dimuatnya barang ke sarana pengangkut, Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi ditentukan pada saat tanggal dimuatnya barang ke sarana pengangkut. |
(1) | Negara Anggota pengekspor kedua dapat menerbitkan SKA. Back-to-Back berdasarkan SKA Form AANZ yang diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor pertama. |
(2) | SKA Back-to-Back sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
(3) | Dalam hal informasi pada SKA Back-to-Back diragukan atau tidak lengkap, Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, untuk menyerahkan copy atau pindaian SKA Form AANZ dari Negara Anggota pengekspor pertama. |
(1) | Perusahaan lain yang berlokasi di negara ketiga atau perusahaan lain yang berlokasi di negara yang sama dengan negara tempat diterbitkannya SKA Form AANZ, dapat menerbitkan Third-Party Invoice. |
(2) | SKA Form AANZ yang menggunakan Third-Party Invoice sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
(1) | Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Importir wajib:
|
(2) | Untuk Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang termasuk dalam kategori jalur kuning atau jalur merah, penyerahan lembar asli SKA Form AANZ ke Kantor Pabean dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(3) | Untuk Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang termasuk dalam kategori jalur hijau, penyerahan lembar asli SKA Form AANZ ke Kantor Pabean dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Untuk Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah ditetapkan sebagai mitra utama kepabeanan atau Authorized Economic Operator (AEO), lembar asli SKA Form AANZ wajib diserahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak Pemberitahuan Impor Barang (PIB) mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). |
(5) | Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Penyelenggara/Pengusaha TPB wajib:
|
(6) | Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Penyelenggara/Pengusaha PLB wajib:
|
(7) | Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, wajib:
|
(8) | Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK berpedoman pada ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5). |
(9) | Dalam hal telah ditetapkan dokumen pemberitahuan pabean khusus untuk KEK, untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, wajib:
|
(10) | Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, menyerahkan Dokumen Pelengkap Pabean dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(11) | Dalam hal penyerahan dokumen secara elektronik telah tersedia dalam SKP, Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dapat diserahkan secara elektronik. |
(12) | Lembar asli SKA Form AANZ sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (9) meliputi:
|
(13) | SKA Form AANZ sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (9) harus masih berlaku pada saat:
|
(1) | SKA Form AANZ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dapat disampaikan secara elektronik oleh Instansi Penerbit SKA kepada Kantor Pabean sesuai dengan:
|
(2) | Dalam hal SKA Form AANZ disampaikan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemenuhan kewajiban penyerahan lembar asli SKA Form AANZ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dikecualikan untuk Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK. |
(3) | Tata cara importasi dan penelitian atas penggunaan SKA Form AANZ yang disampaikan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan:
|
BAB III
PENELITIAN DAN PENGENAAN TARIF PREFERENSI
Bagian Kesatu
Penelitian SKA Form AANZ
Pasal 12
(1) | Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean melakukan penelitian terhadap SKA Form AANZ dalam rangka pengenaan Tarif Preferensi. |
(2) | Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta informasi kepada Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(3) | Terhadap pengenaan Tarif Preferensi atas barang yang diimpor dengan menggunakan SKA Form AANZ sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan Penelitian Ulang atau Audit Kepabeanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(1) | Penelitian terhadap SKA Form AANZ untuk pengenaan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, meliputi:
|
||||||||||
(2) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c menunjukkan bahwa barang impor tidak memenuhi 1 (satu) atau lebih ketentuan dalam Ketentuan Asal Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), SKA Form AANZ ditolak dan atas barang impor dimaksud dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN); | ||||||||||
(3) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d sampai dengan huruf g menunjukkan:
|
||||||||||
(4) | SKA Form AANZ diragukan keabsahan dan kebenaran isinya, jika berdasarkan hasil penelitian terdapat:
|
||||||||||
(5) | Dalam hal SKA Form AANZ terdiri dari beberapa jenis barang, penolakan terhadap salah satu jenis barang tidak membatalkan pengenaan Tarif Preferensi atas jenis barang lain yang memenuhi Ketentuan Asal Barang. |
(1) | SKA Form AANZ tetap sah dalam hal terdapat perbedaan yang bersifat minor (minor discrepancies). |
(2) | Perbedaan yang bersifat minor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
Bagian Kedua
Retroactive Check dan Verification Visit
Pasal 15
(1) | Terhadap SKA Form AANZ yang diragukan keabsahan dan kebenaran isinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4), dilakukan Permintaan Retroactive Check kepada Instansi Penerbit SKA, dan atas barang impor tersebut dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN). |
(2) | Permintaan Retroactive Check sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilampiri dengan copy atau pindaian SKA Form AANZ, dan menyebutkan alasan keraguan, disertai dengan:
|
(3) | Permintaan Retroactive Check sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh:
|
(4) | Permintaan Retroactive Check dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali jika jawaban tidak disertai dengan bukti-bukti pendukung atau jawaban tidak memberikan keyakinan yang cukup bagi Pejabat Bea dan Cukai, dengan memperhatikan jangka waktu yang telah disepakati sesuai dengan Persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru. |
(5) | SKA Form AANZ ditolak dan Tarif Preferensi tidak diberikan apabila jawaban atas Permintaan Retroactive Check tidak disampaikan dalam jangka waktu paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal Permintaan Retroactive Check, dan/atau tidak mencukupi untuk membuktikan pemenuhan Ketentuan Asal Barang dan/atau keabsahan SKA Form AANZ. |
(6) | Penetapan diterima atau ditolaknya SKA Form AANZ harus disampaikan secara tertulis kepada Instansi Penerbit SKA dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal diterimanya jawaban atas Permintaan Retroactive Check. |
(1) | Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat melakukan Verification Visit jika jawaban atas Permintaan Retroactive Check sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, diragukan kebenarannya, dan/atau tidak mencukupi untuk membuktikan pemenuhan Ketentuan Asal Barang dan/atau keabsahan SKA Form AANZ. |
(2) | Verification Visit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan selama periode dilakukannya Permintaan Retroactive Check atau tanpa didahului Permintaan Retroactive Check. |
(3) | Dalam rangka pelaksanaan Verification Visit, Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk menyampaikan permintaan secara tertulis kepada:
|
(4) | Permintaan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mencantumkan informasi antara lain:
|
(5) | Verification Visit dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari eksportir atau produsen yang akan dikunjungi dan/atau Instansi Penerbit SKA. |
(6) | SKA Form AANZ ditolak dan Tarif Preferensi tidak diberikan apabila:
|
(7) | Keseluruhan proses pelaksanaan Verification Visit, dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 150 (seratus lima puluh) hari terhitung sejak tanggal permintaan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
(8) | Pelaksanaan Verification Visit dapat melibatkan kementerian dan/atau lembaga terkait. |
(1) | Pihak yang terlibat dalam proses Permintaan Retroactive Check dan pelaksanaan Verification Visit harus menjaga kerahasiaan informasi. |
(2) | Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diungkapkan oleh instansi yang berwenang melakukan penelitian dan penindakan terkait Ketentuan Asal Barang. |
BAB IV
KETENTUAN SANKSI
Pasal 18
(1) | Dalam hal jawaban atas permintaan Retroactive Check, SKA Form AANZ diduga palsu atau dipalsukan, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian lebih lanjut berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(2) | Terhadap Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK yang menggunakan SKA Form AANZ sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pemutakhiran profil dan koordinasi dengan Negara Anggota penerbit SKA Form AANZ terkait dengan penyelesaian permasalahan tersebut sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru. |
(3) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan bukti yang cukup adanya dugaan pelanggaran tindak pidana di bidang kepabeanan, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
Dalam hal hasil koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) menyatakan bahwa eksportir terlibat dalam SKA Form AANZ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), terhadap importasi yang berasal dari eksportir yang bersangkutan tidak diberikan Tarif Preferensi selama 2 (dua) tahun terhitung sejak eksportir dinyatakan terlibat oleh Negara Anggota penerbit SKA Form AANZ.
BAB V
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 20
(1) | Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai melakukan monitoring dan/atau evaluasi terhadap pemanfaatan SKA Form AANZ di wilayah kerja masing-masing secara periodik. |
(2) | Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai menyampaikan hasil monitoring dan/atau evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada direktur yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang kerja sama kepabeanan internasional sebagai bahan evaluasi kebijakan pemanfaatan SKA Form AANZ. |
BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 21
(1) | Barang impor yang berasal dari Negara Anggota dengan nilai Free-on-Board (FOB) tidak melebihi US$200.00 (dua ratus United States Dollar), dapat dikenakan Tarif Preferensi tanpa harus melampirkan SKA Form AANZ. |
(2) | Pengenaan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan, sepanjang importasi tersebut bukan merupakan bagian dari 1 (satu) atau lebih importasi lainnya yang bertujuan untuk menghindari kewajiban penyerahan SKA Form AANZ. |
(3) | Pengenaan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya diberikan terhadap barang impor yang menggunakan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB). |
(1) | Penelitian Ketentuan Asal Barang untuk pengenaan Tarif Preferensi:
|
(2) | Penelitian Ketentuan Asal Barang untuk pengenaan Tarif Preferensi atas pengeluaran barang dari KEK ke TLDDP dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Lampiran huruf B angka I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(3) | Dalam hal telah ditetapkan dokumen pemberitahuan pabean khusus untuk KEK, penelitian Ketentuan Asal Barang untuk pengenaan Tarif Preferensi atas pengeluaran barang dari KEK ke TLDDP dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Lampiran huruf B angka IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Dalam hal SKA Form AANZ dibatalkan oleh Instansi Penerbit SKA, Tarif Preferensi tidak diberikan.
Tata cara penyerahan SKA Form AANZ beserta Dokumen Pelengkap Pabean selama pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyerahan Surat Keterangan Asal beserta Dokumen Pelengkap Pabean Penelitian Surat Keterangan Asal dalam rangka pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional selama pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
(1) | Dalam hal terjadi keadaan kahar (force majeure), Direktur Jenderal dapat menetapkan prosedur pemberian Tarif Preferensi. |
(2) | Direktur Jenderal yang menerima pelimpahan wewenang dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
Petunjuk teknis mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan Persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru, dapat ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27
Ketentuan dalam Peraturan Menteri ini berlaku terhadap barang impor yang dokumen pemberitahuan pabeannya telah mendapat nomor dan tanggal pendaftaran dari Kantor Pabean tempat dipenuhinya kewajiban pabean terhitung sejak tanggal berlakunya Peraturan Menteri ini.
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, ketentuan mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan skema ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.04/2017 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Perjanjian atau Kesepakatan Internasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1980) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.04/2019 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.04/2017 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor berdasarkan Perjanjian atau Kesepakatan Internasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 985), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Oktober 2020 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 27 Oktober 2020
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 1238
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.