1. |
Ketentuan Pasal 1 angka 20 diubah sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. |
Wajib Bayar adalah orang pribadi atau badan hukum yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan untuk melakukan pembayaran penerimaan negara dalam rangka impor, penerimaan negara dalam rangka ekspor, penerimaan negara atas barang kena cukai, dan denda administrasi atas pengangkutan barang tertentu. |
2. |
Pembayaran adalah kegiatan pelunasan penerimaan negara dalam rangka impor, penerimaan negara dalam rangka ekspor, penerimaan negara atas barang kena cukai, dan denda administrasi atas pengangkutan barang tertentu oleh wajib bayar ke kas negara melalui Bank Devisa Persepsi, Bank Persepsi, Pos Persepsi, Kantor Bea dan Cukai, atau Kantor Pos, dalam rangka pemenuhan kewajiban kepabeanan dan cukai. |
3. |
Penyetoran adalah kegiatan menyerahkan seluruh pembayaran penerimaan negara dalam rangka impor, penerimaan negara dalam rangka ekspor, penerimaan negara atas barang kena cukai, dan denda administrasi atas pengangkutan barang tertentu yang diterima dari wajib bayar ke kas negara oleh Bank Devisa Persepsi, Bank Persepsi, Pos Persepsi, Kantor Bea dan Cukai, atau Kantor Pos. |
4. |
Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan untuk membayar pengeluaran negara. |
5. |
Bank Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran penerimaan negara bukan dalam rangka impor dan ekspor, yang meliputi penerimaan pajak, cukai dalam negeri, dan penerimaan bukan pajak. |
6. |
Bank Devisa Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran penerimaan negara dalam rangka impor dan ekspor. |
7. |
PT. Pos Indonesia (Persero) yang selanjutnya disebut Kantor Pos adalah badan usaha milik negara yang mempunyai unit pelaksana teknis di daerah yaitu sentral giro/sentral giro gabungan/sentral giro gabungan khusus serta kantor pos dan giro. |
8. |
Pos Persepsi adalah Kantor Pos yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran penerimaan negara. |
9. |
Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat dengan NTPN adalah nomor bukti transaksi penerimaan yang diterbitkan melalui Modul Penerimaan Negara. |
10. |
Nomor Transaksi Bank yang selanjutnya disingkat dengan NTB adalah nomor bukti transaksi penerimaan yang diterbitkan oleh Bank Persepsi atau Bank Devisa Persepsi. |
11. |
Nomor Transaksi Pos yang selanjutnya disingkat dengan NTP adalah nomor bukti transaksi penerimaan yang diterbitkan oleh Pos Persepsi. |
12. |
Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak, yang selanjutnya disingkat dengan SSPCP adalah surat yang digunakan untuk melakukan pembayaran dan sebagai bukti pembayaran atau penyetoran penerimaan negara. |
13. |
Kantor Bea dan Cukai adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean dan cukai sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan ini. |
14. |
Pertukaran Data Elektronik Kepabeanan dan Cukai yang selanjutnya disebut PDE Kepabeanan dan Cukai adalah proses penyampaian dokumen pabean dan dokumen cukai dalam bentuk pertukaran data elektronik melalui komunikasi antar aplikasi dan antar organisasi yang terintegrasi dengan menggunakan perangkat sistem komunikasi data. |
15. |
Bendahara Penerimaan adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan negara/daerah dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara (APBN)/Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah (APBD) pada kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah. |
16. |
Surat Penetapan adalah surat tagihan yang diterbitkan oleh pejabat bea dan cukai atau Direktur Jenderal Bea dan Cukai. |
17. |
Penerimaan negara dalam rangka impor terdiri dari:
a. |
Bea masuk, termasuk bea masuk anti dumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, bea masuk pembalasan, bea masuk ditanggung pemerintah atas hibah (SPM Nihil), dan bea masuk dalam rangka Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE); |
b. |
Denda administrasi pabean; |
c. |
Pendapatan pabean lainnya; |
d. |
PPN Impor; |
e. |
PPh pasal 22 impor; |
f. |
PPnBM impor; |
g. |
Bunga penagihan PPN; dan |
h. |
Penerimaan Negara Bukan Pajak. |
|
18. |
Penerimaan negara dalam rangka ekspor terdiri dari:
a. |
Bea keluar; |
b. |
Denda administrasi bea keluar; |
c. |
Bunga bea keluar; dan |
d. |
Penerimaan Negara Bukan Pajak. |
|
19. |
Penerimaan negara atas barang kena cukai terdiri dari:
a. |
Cukai hasil tembakau; |
b. |
Cukai etil alkohol; |
c. |
Cukai minuman mengandung etil alkohol; |
d. |
Denda administrasi cukai; |
e. |
Pendapatan cukai lainnya; |
f. |
PPN hasil tembakau; dan |
g. |
Penerimaan Negara Bukan Pajak. |
|
20. |
Pendapatan pabean lainnya terdiri dari:
a. |
Bunga atas bea masuk; |
b. |
Bunga atas denda administrasi pabean; |
c. |
Bunga atas denda administrasi bea keluar; |
d. |
Denda administrasi ekspor selain bea keluar; |
e. |
Bunga atas denda administrasi ekspor selain bea keluar; dan |
f. |
Sanksi administrasi berupa denda atas pelanggaran pembawaan uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain dalam bentuk cek, cek perjalanan, surat sanggup bayar, atau bilyet giro ke dalam atau ke luar daerah pabean. |
|
21. |
Pendapatan cukai lainnya terdiri dari:
a. |
Bunga atas utang cukai, kekurangan cukai, dan/atau denda administrasi cukai; |
b. |
Biaya pengganti pencetakan pita cukai; dan |
c. |
Biaya pengganti pembuatan label tanda pengawasan cukai. |
|
22. |
Penerimaan Negara Bukan Pajak di bidang kepabeanan dan cukai yang selanjutnya disebut dengan PNBP adalah penerimaan negara yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas jasa pelayanan impor, ekspor, dan cukai. |
|
|
|
2. |
Ketentuan Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) diubah, dan ditambah 2 (dua) ayat, yaitu ayat (3) dan ayat (4), sehingga Pasal 3 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 3
(1) |
Pembayaran penerimaan negara dalam rangka impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dilakukan dengan menggunakan SSPCP yang dilampiri dengan dokumen yang menjadi dasar pembayaran penerimaan negara dalam rangka impor, antara lain berupa dokumen Pemberitahuan Pabean Impor atau Surat Penetapan. |
(2) |
SSPCP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan sebagai dasar untuk pelayanan kepabeanan di bidang impor, dengan ketentuan SSPCP dimaksud telah mendapat:
a. |
NTB/NTP dan NTPN dalam hal pembayaran dilakukan di Bank Devisa Persepsi atau Pos Persepsi; atau |
b. |
Nomor SSPCP, dalam hal pembayaran dilakukan di Kantor Bea dan Cukai atau Kantor Pos. |
|
(3) |
Dalam hal NTPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a belum dapat diterbitkan yang disebabkan oleh terjadinya gangguan terhadap MPN atau sebab lainnya, SSPCP yang telah divalidasi dengan teraan NTB/NTP dapat digunakan sebagai dasar untuk pelayanan kepabeanan di bidang impor. |
(4) |
Atas pelayanan kepabeanan di bidang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diberitahukan oleh Bank Devisa Persepsi atau Pos Persepsi kepada Kantor Bea dan Cukai paling lambat pada hari kerja berikutnya. |
|
|
|
3. |
Ketentuan Pasal 4 ayat (1) diubah, dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (1a) dan ayat (1b), sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4
(1) |
Pembayaran penerimaan negara dalam rangka impor yang dilakukan di Kantor Bea dan Cukai, disetor ke Kas Negara melalui Bank Devisa Persepsi atau Pos Persepsi pada hari kerja berikutnya. |
(1a) |
Penyetoran penerimaan negara dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada periode tertentu, yaitu pada hari Selasa minggu berikutnya dalam hal:
a. |
lokasi Kantor Bea dan Cukai berada di daerah yang tidak terdapat Bank Devisa Persepsi atau Pos Persepsi dan/atau biaya yang harus dikeluarkan untuk menyetorkan penerimaan negara melebihi besaran penerimaan negara yang akan disetorkan; |
b. |
lokasi Kantor Bea dan Cukai berada di daerah yang jauh dari Bank Devisa Persepsi atau Pos Persepsi dan/atau biaya yang harus dikeluarkan untuk menyetorkan penerimaan negara melebihi besaran penerimaan negara yang akan disetorkan. |
|
(1b) |
Dalam hal hari Selasa jatuh pada hari libur atau hari yang diliburkan, penyetoran penerimaan negara dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) dilakukan pada hari kerja berikutnya. |
(2) |
Penerimaan negara dalam rangka impor yang diterima oleh Kantor Pos disetor ke Kas Negara melalui Bank Devisa Persepsi atau Pos Persepsi pada hari kerja berikutnya. |
(3) |
Penyetoran penerimaan negara dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilakukan dengan menggunakan SSPCP yang telah diberi nomor oleh Kantor Bea dan Cukai atau Kantor Pos sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b. |
|
|
|
4. |
Ketentuan Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) diubah, dan ditambah 2 (dua) ayat, yakni ayat (3) dan ayat (4), sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6
(1) |
Pembayaran penerimaan negara dalam rangka ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, dilakukan dengan menggunakan SSPCP yang dilampiri dengan dokumen yang menjadi dasar pembayaran penerimaan negara dalam rangka ekspor, antara lain berupa dokumen Pemberitahuan Pabean Ekspor atau Surat Penetapan. |
(2) |
SSPCP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan sebagai dasar untuk pelayanan kepabeanan di bidang ekspor dengan ketentuan SSPCP dimaksud telah mendapat:
a. |
NTB/NTP dan NTPN, dalam hal pembayaran dilakukan di Bank Devisa Persepsi atau Pos Persepsi; atau |
b. |
Nomor SSPCP, dalam hal pembayaran dilakukan di Kantor Bea dan Cukai atau Kantor Pos. |
|
(3) |
Dalam hal NTPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a belum dapat diterbitkan yang disebabkan oleh terjadinya gangguan terhadap MPN atau sebab lainnya, SSPCP yang telah divalidasi dengan teraan NTB/NTP dapat digunakan sebagai dasar untuk pelayanan kepabeanan di bidang ekspor. |
(4) |
Atas pelayanan kepabeanan di bidang ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diberitahukan oleh Bank Devisa Persepsi atau Pos Persepsi kepada Kantor Bea dan Cukai paling lambat pada hari kerja berikutnya. |
|
|
|
5. |
Ketentuan Pasal 7 ayat (1) diubah dan diantara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (1a) dan ayat (1b), sehingga Pasal 7 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 7
(1) |
Pembayaran penerimaan negara dalam rangka ekspor yang dilakukan di Kantor Bea dan Cukai disetor ke Kas Negara melalui Bank Devisa Persepsi atau Pos Persepsi pada hari kerja berikutnya. |
(1a) |
Penyetoran penerimaan negara dalam rangka ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada periode tertentu, yaitu pada hari Selasa minggu berikutnya dalam hal:
a. |
Lokasi Kantor Bea dan Cukai berada di daerah yang tidak terdapat Bank Devisa Persepsi atau Pos Persepsi dan/atau biaya yang harus dikeluarkan untuk menyetorkan penerimaan negara melebihi besaran penerimaan negara yang akan disetorkan; dan/atau |
b. |
Lokasi Kantor Bea dan Cukai berada di daerah yang jauh dari Bank Devisa Persepsi atau Pos Persepsi dan/atau biaya yang harus dikeluarkan untuk menyetorkan penerimaan negara melebihi besaran penerimaan negara yang akan disetorkan. |
|
(1b) |
Dalam hal hari Selasa jatuh pada hari libur atau hari yang diliburkan, penyetoran penerimaan negara dalam rangka ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) dilakukan pada hari kerja berikutnya. |
(2) |
Penerimaan negara dalam rangka ekspor yang diterima oleh Kantor Pos disetor ke Kas Negara melalui Bank Devisa Persepsi atau Pos Persepsi pada hari kerja berikutnya. |
(3) |
Penyetoran penerimaan negara dalam rangka ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilakukan dengan menggunakan SSPCP yang telah diberi nomor oleh Kantor Bea dan Cukai atau Kantor Pos sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b. |
|
|
|
6. |
Ketentuan Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) diubah, dan ditambah 2 (dua) ayat, yaitu ayat (3) dan ayat (4), sehingga Pasal 9 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 9
(1) |
Pembayaran penerimaan negara atas barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, dilakukan dengan menggunakan SSPCP yang dilampiri dengan dokumen yang menjadi dasar pembayaran penerimaan negara atas barang kena cukai, antara lain berupa dokumen cukai atau Surat Penetapan. |
(2) |
SSPCP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan sebagai dasar untuk pelayanan di bidang cukai, dengan ketentuan SSPCP dimaksud telah mendapat:
a. |
NTB/NTP dan NTPN, dalam hal pembayaran dilakukan di Bank Persepsi atau Pos Persepsi; atau |
b. |
Nomor SSPCP, dalam hal pembayaran dilakukan di Kantor Bea dan Cukai atau Kantor Pos. |
|
(3) |
Dalam hal NTPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a belum dapat diterbitkan yang disebabkan oleh terjadinya gangguan terhadap MPN atau sebab lainnya, SSPCP yang telah divalidasi dengan teraan NTB/NTP dapat digunakan sebagai dasar untuk pelayanan di bidang cukai. |
(4) |
Atas pelayanan di bidang cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diberitahukan oleh Bank Persepsi atau Pos Persepsi kepada Kantor Bea dan Cukai paling lambat pada hari kerja berikutnya. |
|
|
|
7. |
Ketentuan Pasal 10 ayat (1) diubah dan diantara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (1a) dan ayat (1b), sehingga Pasal 10 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 10
(1) |
Pembayaran PNBP yang dilakukan di Kantor Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), disetor ke Kas Negara melalui Bank Persepsi atau Pos Persepsi pada hari kerja berikutnya. |
(1a) |
Penyetoran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada periode tertentu, yaitu pada hari Selasa minggu berikutnya dalam hal:
a. |
Lokasi Kantor Bea dan Cukai berada di daerah yang tidak terdapat Bank Persepsi atau Pos Persepsi dan/atau biaya yang harus dikeluarkan untuk menyetorkan penerimaan negara melebihi besaran penerimaan negara yang akan disetorkan; |
b. |
Lokasi Kantor Bea dan Cukai berada di daerah yang jauh dari Bank Persepsi atau Pos Persepsi dan/atau biaya yang harus dikeluarkan untuk menyetorkan penerimaan negara melebihi besaran penerimaan negara yang akan disetorkan. |
|
(1b) |
Dalam hal hari Selasa jatuh pada hari libur atau hari yang diliburkan, penyetoran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) dilakukan pada hari kerja berikutnya. |
(2) |
Penyetoran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan menggunakan SSPCP yang telah diberi nomor oleh Kantor Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf b. |
|
|
|
8. |
Ketentuan Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) diubah, dan ditambah 2 (dua) ayat, yakni ayat (3) dan ayat (4) sehingga Pasal 12 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 12
(1) |
Pembayaran penerimaan negara yang berasal dari pengenaan denda administrasi atas pengangkutan barang tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, dilakukan dengan menggunakan SSPCP yang dilampiri dengan dokumen yang menjadi dasar pembayaran penerimaan negara yang berasal dari pengenaan denda administrasi atas pengangkutan barang tertentu. |
(2) |
SSPCP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan sebagai dasar untuk pelayanan kepabeanan dalam pengangkutan barang tertentu dengan ketentuan SSPCP dimaksud telah mendapat NTB/NTP dan NTPN. |
(3) |
Dalam hal NTPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum dapat diterbitkan yang disebabkan oleh terjadinya gangguan terhadap MPN atau sebab lainnya, SSPCP yang telah divalidasi dengan teraan NTB/NTP dapat digunakan sebagai dasar untuk pelayanan kepabeanan dalam pengangkutan barang tertentu. |
(4) |
Atas pelayanan kepabeanan dalam pengangkutan barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diberitahukan oleh Bank Persepsi atau Pos Persepsi kepada Kantor Bea dan Cukai paling lambat pada hari kerja berikutnya. |
|
|
|
9. |
Ketentuan Pasal 13 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diubah, sehingga Pasal 13 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 13
(1) |
Bank Devisa Persepsi, Bank Persepsi, dan Pos Persepsi yang menerima pembayaran penerimaan negara dalam rangka impor, penerimaan negara dalam rangka ekspor, penerimaan negara atas barang kena cukai, dan penerimaan negara yang berasal dari pengenaan denda administrasi atas pengangkutan barang tertentu harus:
a. |
Meneliti kelengkapan dan kebenaran pengisian SSPCP; |
b. |
Mencocokkan jumlah penerimaan negara sebagaimana tercantum dalam SSPCP dengan yang tercantum dalam dokumen yang dijadikan dasar pembayaran; |
c. |
Memberikan pengesahan penerimaan negara pada SSPCP yang telah dibubuhi nama dan tanda tangan petugas serta cap dinas dengan memberikan/membubuhkan NTB dan NTPN atau NTP dan NTPN, nomor SSPCP, unit Kantor Pelayanan dan Perbendaharaan Negara (KPPN), tanggal dan waktu penerimaan pembayaran; |
d. |
Menerbitkan Bukti Penerimaan Negara (BPN); |
e. |
Memberikan bukti pembayaran berupa Bukti Penerimaan Negara (BPN) dan SSPCP kepada Wajib Bayar; |
f. |
Mengirimkan credit advice kepada Kantor Bea dan Cukai yang telah terhubung dengan PDE Kepabeanan dan Cukai; dan |
g. |
Menjawab setiap permintaan konfirmasi dari Kantor Bea dan Cukai. |
|
(2) |
Kantor Bea dan Cukai dan Kantor Pos yang menerima pembayaran penerimaan negara dalam rangka impor, penerimaan negara dalam rangka ekspor, dan penerimaan negara atas barang kena cukai, harus:
a. |
Meneliti kelengkapan dan kebenaran pengisian SSPCP; |
b. |
Mencocokkan jumlah penerimaan negara sebagaimana tercantum dalam SSPCP dengan yang tercantum dalam dokumen yang dijadikan dasar pembayaran; |
c. |
Memberikan nomor SSPCP, tanggal dan waktu penerimaan pembayaran, dan nama serta nomor identitas pegawai dan tanda tangan pegawai, dan cap dinas kantor yang bersangkutan pada SSPCP; dan |
d. |
Memberikan bukti pembayaran berupa SSPCP kepada Wajib Bayar. |
|
(3) |
Berdasarkan permintaan konfirmasi dari Kantor Bea dan Cukai, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) melakukan konfirmasi atas keabsahan SSPCP. |
(4) |
Kantor Pos mengirimkan laporan bulanan ke Kantor Bea dan Cukai atas penyelesaian pembayaran dan penyetoran penerimaan negara atas barang kiriman pos. |
|
|
|
10. |
Di antara Pasal 15 dan Pasal 16 disisipkan 1 (satu) Pasal, yakni Pasal 15A, sehingga Pasal 15A berbunyi sebagai berikut:
Pasal 15A
Daftar Kantor Bea dan Cukai yang dapat melakukan penyetoran penerimaan negara pada periode tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1a), Pasal 7 ayat (1a), dan Pasal 10 ayat (1a), adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|