Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PERSETUJUAN ANTARA
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
DAN
PEMERINTAH REPUBLIK SINGAPURA
UNTUK
ELIMINASI PAJAK BERGANDA SEHUBUNGAN DENGAN
PAJAK-PAJAK ATAS PENGHASILAN DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN DAN PENGHINDARAN PAJAK
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Singapura,
Bermaksud untuk membentuk Persetujuan untuk eliminasi pajak berganda sehubungan dengan pajak-pajak atas penghasilan tanpa menciptakan ruang untuk tidak dikenai pajak sama sekali atau pengurangan pajak melalui pengelakan atau penghindaran pajak (termasuk melalui pengaturan pemilihan perjanjian/
treaty shopping yang ditujukan untuk memperoleh pengurangan yang diberikan dalam Persetujuan ini bagi manfaat tidak langsung yang dinikmati penduduk yurisdiksi pihak ketiga),
Telah menyetujui sebagai berikut:
Pasal 1
RUANG LINGKUP ORANG ATAU BADAN
Persetujuan ini berlaku terhadap orang dan badan yang merupakan penduduk salah satu atau kedua Negara Pihak pada Persetujuan.
Pasal 2
PAJAK-PAJAK YANG DICAKUP
1. |
Persetujuan ini berlaku terhadap pajak-pajak atas penghasilan yang dikenakan oleh suatu Negara Pihak pada Persetujuan atau bagian-bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya, tanpa memperhatikan cara pemungutan pajak-pajak tersebut. |
2. |
Yang dianggap sebagai pajak-pajak atas penghasilan adalah semua pajak yang dikenakan atas seluruh penghasilan atau atas unsur-unsur penghasilan, termasuk pajak atas keuntungan yang diperoleh dari pengalihan harta bergerak atau tidak bergerak, pajak atas jumlah total dari upah atau gaji yang dibayar oleh perusahaan, termasuk juga pajak atas apresiasi modal. |
3. |
Persetujuan ini berlaku untuk pajak-pajak yang berlaku pada saat ini, yaitu:
(a) |
untuk Indonesia: pajak penghasilan (selanjutnya disebut sebagai "pajak Indonesia"); |
(b) |
untuk Singapura: pajak penghasilan (selanjutnya disebut sebagal "pajak Singapura"). |
|
4. |
Persetujuan ini berlaku pula terhadap setiap pajak yang serupa atau pada hakikatnya sejenis yang dikenakan setelah tanggal penandatanganan Persetujuan ini sebagai tarnbahan terhadap, atau sebagai pengganti, dari pajak-pajak, yang berlaku saat ini. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Persetujuan saling memberitahukan satu sama lain setiap perubahan penting yang terjadi dalam perundang-undangan perpajakan mereka masing-masing. |
Pasal 3
PENGERTIAN-PENGERTIAN UMUM
1. |
Untuk tujuan penerapan Persetujuan ini, kecuali jika dari hubungan kalimatnya harus diartikan lain:
(a) |
Istilah "Indonesia" berarti Republik Indonesia dan, bila digunakan dalam arti geografis, berarti wilayah darat, wilayah laut teritorial, perairan kepulauan, perairan dalam, termasuk dasar laut dan lapisan tanah di bawahnya, dan ruang udara yang meliputinya, serta landas kontinen dan zona ekonomi eksklusif, di mana Indonesia memiliki kedaulatan, hak berdaulat maupun yurisdiksi, sebagaimana diatur menurut peraturan perundangan-undangannya, dan sebagaimana diatur menurut Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut, Montego Bay pada 10 Desember 1982; |
(b) |
istilah "Singapura" berarti Republik Singapura dan, ketika digunakan dalam arti geografis, termasuk wilayah daratan, perairan dalam dan laut teritorial, serta setiap wilayah maritim yang terletak di luar laut teritorial yang telah atau mungkin dalam masa depan ditetapkan berdasarkan hukum nasionalnya, sesuai dengan hukum internasional, sebagai area di mana Singapura dapat menggunakan hak kedaulatan atau jurisdiksi yang berkaitan dengan laut, dasar laut, lapisan tanah dan sumber daya alam; |
(c) |
istilah "suatu Negara Pihak pada Persetujuan" dan "Negara Pihak lainnya pada Persetujuan" berarti Indonesia atau Singapura sesuai dengan konteks yang diperlukan; |
(d) |
istilah "orang atau badan" meliputi orang pribadi, perseroan dan setiap kumpulan lain dari orang atau badan; |
(e) |
istilah "perseroan" berarti setiap badan hukum atau setiap entitas yang diperlakukan sebagai suatu badan hukum untuk tujuan perpajakan; |
(f) |
istilah "perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan" dan "perusahaan dari Negara Pihak" lainnya pada Persetujuan" secara berturut-turut berarti suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan dan suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan; |
(g) |
istilah "warga negara", terkait dengan Negara Pihak pada Persetujuan, berarti:
(i) |
setiap orang pribadi yang memiliki kewarganegaraan atau kebangsaan dari Negara Pihak pada Persetujuan itu; dan |
(ii) |
setiap badan hukum, persekutuan atau asosiasi yang memperoleh statusnya berdasarkan perundang-undangan yang berlaku Negara Pihak pada Persetujuan itu; |
|
(h) |
istilah "lalu lintas internasional" berarti setiap pengangkutan oleh kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan oleh suatu perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan, kecuali apabila kapal laut atau pesawat udara itu semata-mata dioperasikan antara tempat-tempat di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan; |
(i) |
istilah "pejabat yang berwenang" berarti:
(i) |
di Indonesia, Menteri Keuangan atau wakilnya yang sah; |
(ii) |
di Singapura, Menteri Keuangan atau wakilnya yang sah. |
|
|
2. |
Sehubungan dengan penerapan Persetujuan ini setiap saat oleh suatu Negara Pihak pada Persetujuan, istilah apapun yang tidak didefinisikan, kecuali konteksnya mengartikan lain, mempunyai pengertian sesuai perundang-undangan Negara tersebut di bidang perpajakan yang tercakup dalam Persetujuan ini yang berlaku pada saat itu, pengertian apapun berdasarkan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dari Negara tersebut mempunyai kekuatan hukum yang lebih tinggi daripada pengertian atas istilah tersebut berdasarkan perundang-undangan lainnya dari Negara tersebut. |
Pasal 4
DOMISILI FISKAL
1. |
Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah "penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan" berarti setiap orang atau badan, yang menurut perundang-undangan Negara tersebut, dapat dikenai pajak di Negara tersebut berdasarkan domisilinya, tempat kediamannya, tempat pendirian usahanya, tempat kedudukan manajemennya atau atas dasar kriteria lainnya yang sifatnya serupa, dan juga termasuk Negara tersebut dan bagian ketatanegaraannya, pemerintah daerahnya atau badan pemerintahannya. |
2. |
Apabila karena adanya ketentuan-ketentuan pada ayat 1 seseorang merupakan penduduk di kedua Negara Pihak pada Persetujuan, maka statusnya akan ditentukan sebagai berikut:
(a) |
ia dianggap sebagai penduduk Negara di mana ia mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya; jika ia mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya di kedua Negara, ia akan dianggap sebagai penduduk Negara di mana hubungan pribadi dan ekonomisnya lebih erat (pusat kepentingan-kepentingan utama); |
(b) |
jika Negara tempat pusat kepentingan utamanya tidak dapat ditentukan, atau jika ia tidak mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya di salah satu Negara, ia dianggap sebagai penduduk hanya di Negara ia mempunyai kebiasaan untuk tinggal; |
(c) |
jika ia mempunyai kebiasaan untuk tinggal di kedua Negara atau sama sekali tidak di kedua Negara tersebut, ia dianggap sebagai penduduk hanya di Negara ia merupakan warga negara; |
(d) |
dalam kasus lainnya, pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Persetujuan menyelesaikan masalah tersebut dengan persetujuan bersama. |
|
3. |
Apabila berdasarkan ketentuan ayat 1 orang atau badan selain orang pribadi merupakan penduduk di kedua Negara Pihak pada Persetujuan, pejabat-pejabat yang berwenang dari Negara-negara Pihak pada Persetujuan menyelesaikan masalah tersebut dengan persetujuan bersama. |
Pasal 5
BENTUK USAHA TETAP
1. |
Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah "bentuk usaha tetap" berarti suatu tempat usaha tetap di mana seluruh atau sebagian usaha dari suatu perusahaan dijalankan. |
2. |
Istilah "bentuk usaha tetap" khususnya meliputi:
(a) |
suatu tempat kedudukan manajemen; |
(b) |
suatu cabang; |
(c) |
suatu kantor; |
(d) |
suatu pabrik; |
(e) |
suatu bengkel; |
(f) |
suatu pertanian atau perkebunan; |
(g) |
suatu tambang, suatu ladang minyak atau gas, suatu kuari atau tempat lain untuk ekstraksi sumber daya alam; |
(h) |
suatu bangunan atau proyek konstruksi, instalasi atau perakitan yang ada selama lebih dari 183 hari. Dipahami bahwa batas waktu 3 bulan berlaku untuk proyek perakitan atau instalasi yang dilakukan oleh orang atau badan selain kontraktor utama; |
(i) |
pemberian jasa, termasuk jasa konsultasi, oleh suatu perusahaan yang dilakukan oleh karyawan atau orang atau badan lain (selain dari agen yang berkedudukan bebas sebagaimana arti pada ayat 7) di mana kegiatan tersebut berlanjut di suatu Negara Pihak pada Persetujuan untuk suatu jangka waktu atau beberapa jangka waktu yang jumlahnya melebihi 90 hari dalam jangka waktu 12 bulan. |
|
3. |
Istilah "bentuk usaha tetap" dianggap tidak termasuk:
(a) |
penggunaan fasilitas semata-mata untuk tujuan penyimpanan atau pameran barang atau barang dagangan milik perusahaan; |
(b) |
pengurusan suatu persediaan barang atau barang dagangan milik perusahaan semata-mata untuk tujuan penyimpanan atau pameran; |
(c) |
pengurusan suatu persediaan barang atau barang dagangan milik perusahaan semata-mata untuk tujuan pengolahan oleh perusahaan lain; |
(d) |
pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata dengan maksud untuk pembelian barang atau barang dagangan atau untuk pengumpulan informasi bagi keperluan perusahaan; |
(e) |
pengurusan tempat usaha tetap semata-mata untuk tujuan pengiklanan, untuk penyediaan informasi, untuk penelitian ilmiah atau untuk kegiatan serupa yang memiliki karakter persiapan atau penunjang untuk perusahaan. |
|
4. |
Suatu perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan dianggap memiliki suatu bentuk usaha tetap di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan jika perusahaan itu menjalankan kegiatan pengawasan di Negara lain tersebut selama lebih dari 6 bulan sehubungan dengan proyek konstruksi, instalasi atau perakitan yang sedang dilakukan di Negara lain itu. |
5. |
Orang atau badan yang bertindak di suatu Negara Pihak pada Persetujuan untuk atau atas nama suatu perusahaan dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan - selain dari agen yang berkedudukan bebas sebagaimana pada ayat 7 dalam Pasal ini berlaku - dianggap sebagai suatu bentuk usaha tetap di Negara yang disebut pertama, jika:
(a) |
ia memiliki dan biasa menjalankan, di Negara yang disebut pertama, kewenangan umum untuk menyepakati kontrak untuk atau atas nama perusahaan, kecuali kegiatannya terbatas pada pembelian barang atau barang dagangan untuk perusahaan; atau |
(b) |
ia biasa mengurus di Negara yang disebutkan pertama persediaan barang atau barang dagangan milik perusahaan di mana ia secara teratur mengirimkan barang atau barang dagangan untuk atau atas nama perusahaan. |
|
6. |
Menyimpang dari ketentuan-ketentuan sebelumnya dalam Pasal ini, suatu perusahaan asuransi dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan, kecuali sehubungan dengan reasuransi, dianggap memiliki suatu bentuk usaha tetap di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan jika perusahaan itu mengumpulkan premi di wilayah Negara lain tersebut atau menanggung risiko yang terletak di dalamnya melalui orang atau badan selain dari agen yang berkedudukan bebas di mana ayat 7 berlaku. |
7. |
Suatu perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan tidak dianggap memiliki suatu bentuk usaha tetap di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan hanya karena menjalankan usaha di Negara lainnya tersebut melalui makelar, agen komisioner atau agen lain yang berkedudukan bebas, di mana orang atau badan itu menjalankan bisnis sebagaimana biasanya. Namun, apabila kegiatan agen tersebut dikhususkan seluruhnya atau hampir seluruhnya atas nama perusahaan tersebut, ia tidak dianggap sebagai agen yang berkedudukan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat ini. |
8. |
Fakta bahwa suatu perseroan yang merupakan penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan menguasai atau dikuasai oleh suatu perseroan yang merupakan penduduk Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, atau yang menjalankan usaha di Negara lainnya tersebut (baik melalui suatu bentuk usaha tetap atau tidak) tidak dengan sendirinya mengakibatkan salah satu dari perseroan tersebut menjadi bentuk usaha tetap perseroan lainnya. |
Pasal 6
PENGHASILAN DARI HARTA TIDAK BERGERAK
1. |
Penghasilan yang diperoleh penduduk dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan dari harta tidak bergerak (termasuk penghasilan yang diperoleh dari pertanian atau kehutanan) yang terletak di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenai pajak di Negara lainnya tersebut. |
2. |
Istilah "harta tidak bergerak" mempunyai arti sesuai dengan perundang-undangan Negara Pihak pada Persetujuan tempat harta yang dimaksud terletak. Istilah tersebut dalam hal apapun termasuk benda yang menyertai harta tidak bergerak, ternak dan peralatan yang dipergunakan dalam pertanian dan kehutanan, hak-hak di mana ketentuan hukum umum yang mengatur kepemilikan atas lahan berlaku, hak memungut hasil atas harta tidak bergerak serta hak atas pembayaran tidak tetap atau tetap sebagai balas jasa untuk pengerjaan, atau hak untuk mengerjakan, cadangan mineral, sumber daya dan sumber daya alam lainnya; kapal laut dan pesawat udara tidak dianggap sebagai harta tidak bergerak. |
3. |
Ketentuan pada ayat 1 berlaku terhadap penghasilan yang diperoleh dari penggunaan secara langsung, penyewaan, atau penggunaan dalam bentuk lainnya atas harta tidak bergerak. |
4. |
Ketentuan pada ayat 1 dan 3 berlaku juga terhadap penghasilan dari harta tidak bergerak suatu perusahaan dan terhadap penghasilan dari harta tidak bergerak yang digunakan untuk menjalankan pekerjaan bebas. |
Pasal 7
LABA USAHA
1. |
Laba perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan hanya dikenai pajak di Negara tersebut kecuali jika perusahaan itu menjalankan usaha di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan melalui suatu bentuk usaha tetap yang terletak di sana. Apabila perusahaan tersebut menjalankan usahanya sebagaimana dimaksud di atas, laba perusahaan tersebut dapat dikenai pajak di Negara lainnya tetapi hanya atas bagian laba yang dianggap berasal dari bentuk usaha tetap tersebut. |
2. |
Apabila suatu perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan menjalankan usaha di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan melalui suatu bentuk usaha tetap yang terletak di sana, yang diperhitungkan sebagai laba bentuk usaha tetap itu oleh masing-masing Negara Pihak pada Persetujuan adalah laba yang dapat diperkirakan akan diperoleh bentuk usaha tetap seandainya bentuk usaha tetap tersebut merupakan suatu perusahaan yang terpisah dan bertindak bebas yang melakukan kegiatan yang sama atau serupa dalam keadaan yang sama atau serupa dan mengadakan hubungan yang sepenuhnya bebas dengan perusahaan yang memiliki bentuk usaha tetap tersebut. |
3. |
Dalam menentukan laba suatu bentuk usaha tetap, terdapat biaya-biaya yang diperbolehkan sebagai pengurang, termasuk biaya pimpinan dan biaya administrasi umum, yang dikeluarkan jika bentuk usaha tetap tersebut adalah perusahaan bebas, sepanjang terdapat alasan yang cukup untuk diberikan kepada bentuk usaha tetap tersebut, baik yang dikeluarkan di Negara di mana bentuk usaha tetap tersebut berada maupun di tempat lain. |
4. |
Jika informasi yang tersedia bagi pejabat yang berwenang tidak mencukupi untuk menentukan laba yang dapat dikaitkan dengan bentuk usaha tetap dari suatu perusahaan, tak ada satu hal pun dalam Pasal ini yang mempengaruhi ketentuan apapun dari Negara tersebut sehubungan dengan penentuan pajak yang terhutang dari orang atau badan dengan suatu diskresi atau berdasarkan suatu taksiran oleh pejabat yang berwenang, sepanjang ketentuan tersebut diberlakukan, sejauh informasi yang tersedia bagi pejabat yang berwenang memungkinkannya, sesuai dengan prinsip dalam Pasal ini. |
5. |
Untuk kepentingan ayat-ayat sebelumnya, laba yang dianggap berasal dari bentuk usaha tetap ditentukan dengan metode yang sama dari tahun ke tahun kecuali jika terdapat alasan yang kuat dan cukup untuk ditentukan sebaliknya. |
6. |
Apabila laba mencakup jenis-jenis penghasilan yang diatur secara tersendiri dalam Pasal-pasal lainnya dalam Persetujuan ini, maka ketentuan-ketentuan dalam Pasal-pasal tersebut tidak terpengaruh oleh ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini. |
7. |
Tiada laba yang dianggap berasal dari bentuk usaha tetap dengan alasan semata-mata pembelian barang atau barang dagangan untuk perusahaan oleh bentuk usaha tetap tersebut. |
Pasal 8
PERKAPALAN DAN PENGANGKUTAN UDARA
1. |
Penghasilan yang diperoleh oleh perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan dari pengoperasian pesawat udara dalam lalu lintas internasional dipajaki hanya di Negara Pihak pada Persetujuan itu. |
2. |
Penghasilan yang diperoleh oleh perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan dari pengoperasian kapal laut dalam lalu lintas internasional dapat dikenai pajak di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, tetapi pajak yang dikenakan di Negara lainnya tersebut dikurangi sejumlah 50% dari pajak tersebut. |
3. |
Ketentuan pada ayat 1 dan 2 berlaku juga untuk bagian penghasilan dari pengoperasian kapal laut atau pesawat udara yang diperoleh oleh perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan melalui penyertaan dalam suatu gabungan perusahaan, suatu usaha bersama, atau dari suatu agen usaha internasional. |
Pasal 9
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA
1. |
Apabila
(a) |
suatu perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan turut serta secara langsung maupun tidak langsung dalam manajemen, pengendalian atau modal perusahaan dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, atau |
(b) |
orang atau badan yang sama turut serta secara langsung maupun tidak langsung dalam manajemen, pengendalian atau modal perusahaan Negara Pihak pada Persetujuan dan perusahaan dari suatu Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, |
dan dalam tiap hal itu dibuat atau diterapkan syarat-syarat di antara kedua perusahaan dimaksud dalam hubungan dagangnya atau hubungan keuangannya yang berbeda dari yang dibuat antara perusahaan-perusahaan independen, maka setiap laba yang seharusnya diperoleh oleh salah satu perusahaan jika syarat-syarat itu tidak ada namun tidak diperolehnya karena adanya syarat-syarat tersebut, dapat dimasukkan ke dalam laba perusahaan itu dan dikenai pajak sebagaimana mestinya. |
2. |
Apabila suatu Negara Pihak pada Persetujuan memasukkan ke dalam laba suatu perusahaan di Negara tersebut - dan memajaki sebagaimana mestinya - laba di mana perusahaan dari suatu Negara Pihak lainnya pada Persetujuan telah dikenai pajak di Negara lainnya tersebut dan laba yang dimasukkan itu adalah laba yang seharusnya diperoleh perusahaan dari Negara yang disebutkan pertama jika kondisi yang dibuat antara kedua perusahaan tersebut adalah kondisi yang seharusnya terjadi antara perusahaan-perusahaan yang independen, maka Negara lainnya tersebut melakukan penyesuaian yang semestinya atas jumlah pajak yang telah dikenakan di Negara Pihak pada Persetujuan atas laba tersebut. Dalam menentukan penyesuaian tersebut, perlu diperhatikan ketentuan-ketentuan lain dalam Persetujuan ini dan para pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Persetujuan jika diperlukan saling berkonsultasi. |
3. |
Ketentuan pada ayat 2 tidak berlaku apabila proses peradilan atau proses hukum lainnya telah menghasilkan suatu putusan akhir bahwa berdasarkan tindakan yang menimbulkan penyesuaian atas laba berdasarkan ayat 1, salah satu perusahaan yang bersangkutan dikenai sanksi sehubungan dengan tindakan kecurangan, kelalaian, atau kesalahan yang disengaja. |
Pasal 10
DIVIDEN
1. |
Dividen yang dibayarkan oleh suatu perseroan yang merupakan penduduk dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan kepada penduduk Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenai pajak di Negara lainnya tersebut. |
2. |
Namun demikian, dividen itu dapat dikenai pajak di Negara Pihak pada Persetujuan tempat perseroan yang membayarkan dividen tersebut merupakan penduduk, dan sesuai dengan perundang-undangan Negara tersebut, tetapi jika penerima dividen adalah pemilik manfaat yang sebenarnya (beneficial owner) dari dividen tersebut, maka pajak yang dikenakan tidak melebihi:
(a) |
10% dari jumlah bruto dividen jika penerima adalah suatu perseroan yang memiliki secara langsung paling sedikit 25% dari modal perseroan yang membayarkan dividen tersebut; |
(b) |
15% dari jumlah bruto dividen dalam kasus lainnya. |
Ketentuan-ketentuan pada ayat ini tidak mempengaruhi pengenaan pajak terhadap perseroan atas laba dari mana dividen tersebut dibayarkan. |
3. |
Istilah "dividen" sebagaimana digunakan dalam Pasal ini berarti penghasilan dari saham, saham "jouissance" atau hak "jouissance", saham pertambangan, saham pendiri atau hak lainnya yang bukan merupakan klaim utang, hak atas pembagian laba, termasuk juga penghasilan dari hak-hak perseroan lainnya, yang diperlakukan sama dalam pengenaan pajaknya sebagai penghasilan dari saham oleh perundang-undangan Negara tempat perusahaan yang membagikan dividen menjadi penduduk. |
4. |
Ketentuan pada ayat 1 dan 2 tidak berlaku jika beneficial owner atau dividen tersebut, yang merupakan penduduk dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan, melakukan kegiatan usaha di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan tempat badan yang membayarkan dividen tersebut merupakan penduduk, melalui suatu bentuk usaha tetap yang terletak di sana, atau menjalankan pekerjaan bebas di Negara lainnya itu dari suatu tempat tetap yang terletak di sana dan kepemilikan sehubungan dengan dividen yang dibayarkan terhubung secara efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut. Dalam hal demikian ketentuan dalam Pasal 7 atau Pasal 14, tergantung pada permasalahannya, berlaku |
5. |
Apabila suatu perseroan yang merupakan penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan memperoleh laba atau penghasilan dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, Negara lainnya tersebut tidak boleh mengenakan pajak apapun atas dividen yang dibayarkan oleh perseroan tersebut, kecuali jika dividen dibayarkan kepada penduduk Negara lain tersebut atau sepanjang kepemilikan sehubungan dengan dividen yang dibayarkan terhubung secara efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap yang terletak di Negara lain tersebut, maupun mengenakan pajak atas laba perseroan yang tidak dibagikan, bahkan jika dividen yang dibayarkan atau laba yang tidak dibagikan tersebut terdiri seluruhnya atau sebagian dari laba atau penghasilan yang timbul di Negara lainnya tersebut. |
6. |
Menyimpang dari ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini, apabila suatu perseroan yang merupakan penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan mempunyai bentuk usaha tetap di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, laba bentuk usaha tetap tersebut dapat dikenai pajak tambahan di Negara lainnya berdasarkan perundang-undangannya, tetapi pajak tambahan yang dikenakan tersebut tidak melebihi 10 persen dari jumlah laba tersebut setelah dikurangi pajak penghasilan dan pajak lainnya atas penghasilan yang dikenakan di Negara lainnya tersebut. |
7. |
Ketentuan-ketentuan pada ayat 6 tidak mempengaruhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam kontrak-kontrak bagi hasil terkait dengan minyak dan gas, dan kontrak karya untuk sektor-sektor pertambangan lainnya, yang disepakati oleh Negara Pihak pada Persetujuan atau perseroan milik negara di bidang minyak dan gas terkait atau entitas lainnya di sana dengan orang atau badan yang merupakan penduduk dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan. |
Pasal 11
BUNGA
1. |
Bunga yang timbul di suatu Negara Pihak pada Persetujuan dan dibayarkan kepada penduduk Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenai pajak di Negara lainnya tersebut. |
2. |
Namun demikian, bunga tersebut juga dapat dikenai pajak di Negara Pihak pada Persetujuan tempat bunga tersebut timbul dan sesuai dengan perundang-undangan Negara tersebut, tetapi jika beneficial owner dari bunga tersebut adalah penduduk Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, maka pajak yang dikenakan tidak melebihi 10 persen dari jumlah bruto bunga. |
3. |
Menyimpang dari ketentuan-ketentuan pada ayat 2, pemerintah suatu Negara Pihak pada Persetujuan dibebaskan dari pajak di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan sehubungan dengan bunga yang diperoleh dari Negara lainnya tersebut. |
4. |
Untuk tujuan penerapan ayat 3, istilah "Pemerintah":
(a) |
dalam hal Indonesia, berarti Pemerintah Republik Indonesia dan termasuk:
(i) |
pemerintah daerah; |
(ii) |
Bank Indonesia (Bank Sentral Indonesia) dan anak perusahaannya yang dimiliki sepenuhnya (baik langsung atau tidak langsung); |
(iii) |
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia; |
(iv) |
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan; |
(v) |
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan; |
(vi) |
badan pemerintah lainnya; |
(vii) |
setiap entitas, termasuk dana atau pengaturan investasi tujuan khusus, yang dimiliki sepenuhnya (langsung atau tidak langsung) oleh Pemerintah Indonesia, yang dibentuk untuk melaksanakan program-program pemerintah, sebagaimana disepakati antara para pejabat yang berwenang dari Negara-Negara Pihak pada Persetujuan; dan |
(viii) |
badan atau lembaga publik apa pun yang disepakati antara para pejabat yang berwenang dari Negara-negara Pihak pada Persetujuan. |
|
(b) |
dalam hal Singapura, berarti Pemerintah Republik Singapura dan termasuk juga:
(i) |
Monetary Authority of Singapore dan anak perusahaan yang dimiliki sepenuhnya (langsung atau tidak langsung); |
(ii) |
badan pemerintah; |
(iii) |
entitas, termasuk dana atau pengaturan investasi tujuan khusus, yang dimiliki sepenuhnya (langsung atau tidak langsung) oleh Pemerintah Singapura, yang didirikan untuk berinvestasi dan mengelola aset-aset Pemerintah Singapura, dan di mana bunga yang dibayarkan terkait dengan aset tersebut. Untuk menghindari keraguan, ini mengacu pada GIC Private Limited, GIC (Realty) Private Limited, GIC (Ventures) Pte. Ltd., Eurovest Pte. Ltd. dan anak-anak perusahaan yang dimiliki sepenuhnya (langsung atau tidak langsung). Untuk setiap entitas lain yang sepenuhnya dimiliki (langsung atau tidak langsung) oleh Pemerintah Singapura dan yang dibentuk untuk menginvestasikan dan mengelola aset-aset Pemerintah Singapura, dapat disepakati dari waktu ke waktu antara para pejabat yang berwenang dari Negara-negara Pihak pada Persetujuan; dan |
(iv) |
badan atau lembaga publik yang disepakati antara para pejabat yang berwenang dari Negara-negara Pihak pada Persetujuan |
|
|
5. |
Istilah "bunga" sebagaimana digunakan dalam Pasal ini berarti penghasilan dari klaim utang dalam bentuk apapun, baik yang dijamin dengan hipotek maupun tidak, dan baik yang berhak atas bagian laba debitur maupun tidak, dan khususnya penghasilan dari surat berharga negara dan penghasilan dari obligasi atau surat utang, termasuk premium dan hadiah yang melekat pada surat berharga, obligasi atau surat utang tersebut. Denda akibat keterlambatan pembayaran tidak dianggap sebagai bunga untuk kepentingan Pasal ini. |
6. |
Ketentuan pada ayat 1 dan 2 tidak berlaku jika beneficial owner atas bunga tersebut, yang merupakan penduduk dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan, melakukan kegiatan usaha di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan tempat bunga tersebut timbul melalui suatu bentuk usaha tetap yang terletak di sana, atau menjalankan pekerjaan bebas di Negara lainnya itu dari suatu tempat tetap yang terletak di sana dan klaim utang sehubungan dengan bunga yang dibayarkan terhubung secara efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut. Dalam hal demikian ketentuan dalam Pasal 7 atau Pasal 14, tergantung pada permasalahannya berlaku. |
7. |
Bunga dianggap timbul di suatu Negara Pihak pada Persetujuan apabila pembayar adalah penduduk Negara tersebut. Namun demikian, apabila orang atau badan yang membayar bunga itu, tanpa memandang apakah ia penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan atau tidak, di suatu Negara Pihak pada Persetujuan memiliki bentuk usaha tetap atau tempat tetap yang berhubungan dengan timbulnya kewajiban untuk membayar utang yang atasnya dibayarkan bunga, dari bunga tersebut ditanggung oleh bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut, maka bunga itu dianggap timbul di Negara Pihak pada Persetujuan di tempat bentuk usaha tetap atau tempat tetap usaha tersebut terletak. |
8. |
Apabila, karena alasan hubungan istimewa antara pembayar dan beneficial owner atau antara keduanya dan orang atau badan lain, jumlah bunga, dengan memperhatikan klaim utang yang atasnya dibayarkan bunga tersebut, melebihi jumlah yang seharusnya disepakati oleh pembayar dan beneficial owner dalam ketiadaan hubungan istimewa tersebut, ketentuan dalam Pasal ini berlaku hanya atas jumlah yang disebut terakhir. Dalam hal demikian, kelebihan pembayaran tersebut tetap dikenai pajak sesuai dengan perundang-undangan masing-masing Negara Pihak pada Persetujuan, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lain dalam Persetujuan ini. |
Pasal 12
ROYALTI
1. |
Royalti yang timbul di suatu Negara Pihak pada Persetujuan dan dibayarkan kepada penduduk dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenai pajak di Negara lainnya tersebut. |
2. |
Namun demikian, royalti tersebut juga dapat dikenai pajak di Negara Pihak pada Persetujuan tempat royalti tersebut timbul dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan Negara tersebut, tetapi jika beneficial owner dari royalti tersebut adalah penduduk dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, pajak yang dikenakan tidak melebihi:
(a) |
dalam hal royalti sebagaimana dimaksud pada ayat 3 subayat (a), 10% dari jumlah bruto royalti tersebut; dan |
(ib) |
dalam hal royalti sebagaimana dimaksud pada ayat 3 subayat (b), 8% dari jumlah bruto royalti tersebut. |
|
3. |
Istilah "royalti" sebagaimana digunakan dalam Pasal ini berarti pembayaran dalam bentuk apapun yang diterima sebagai imbalan:
(a) |
untuk penggunaan, atau hak untuk menggunakan, setiap hak cipta karya sastra, seni atau ilmiah termasuk film-film sinematografi, atau film-film atau pita-pita yang digunakan untuk penyiaran radio atau televisi, setiap hak paten, merek dagang, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia; atau |
(b) |
untuk penggunaan, atau hak untuk menggunakan perlengkapan di bidang industri, perniagaan atau ilmiah, atau untuk informasi mengenai pengalaman di hidang industri, perniagaan atau ilmiah. |
|
4. |
Ketentuan pada ayat 1 dan 2 tidak berlaku jika beneficial owner atas royalti tersebut, yang merupakan penduduk dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan, melakukan kegiatan usaha di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan tempat royalti tersebut timbul melalui suatu bentuk usaha tetap yang terletak di sana, atau menjalankan pekerjaan bebas di Negara lainnya itu dari suatu tempat tetap yang terletak di sana dan hak atau harta sehubungan dengan royalti yang dibayarkan terhubung secara efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut. Dalam hal demikian ketentuan dalam Pasal 7 atau Pasal 14, tergantung pada permasalahannya berlaku. |
5. |
Royalti dianggap timbul di suatu Negara Pihak pada Persetujuan apabila pembayar adalah penduduk Negara tersebut. Namun demikian, apabila orang atau badan yang membayar royalti itu, tanpa memandang apakah ia penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan atau tidak, di suatu Negara Pihak pada Persetujuan memiliki bentuk usaha tetap atau tempat tetap yang berhubungan dengan timbulnya kewajiban untuk membayar royalti yang atasnya dibayarkan royalti, dan royalti tersebut ditanggung oleh bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut, maka royalti itu dianggap timbul di Negara Pihak pada Persetujuan di tempat bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut terletak. |
6. |
Apabila, karena alasan hubungan istimewa antara pembayar dan beneficial owner atau antara keduanya dan orang atau badan lain, jumlah royalti, dengan memperhatikan penggunaan, hak atau informasi yang atasnya dibayarkan royalti tersebut, melebihi jumlah yang seharusnya disepakati oleh pembayar dan beneficial owner dalam ketiadaan hubungan istimewa tersebut, ketentuan dalam Pasal ini berlaku hanya atas jumlah yang disebut terakhir. Dalam hal demikian, kelebihan pembayaran tersebut tetap dikenai pajak sesuai dengan perundang-undangan masing-masing Negara Pihak pada Persetujuan, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lain dalam Persetujuan ini. |
Pasal 13
KEUNTUNGAN DARI PENGALIHAN HARTA
1. |
Keuntungan yang diperoleh penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan dari pengalihan harta tidak bergerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan terletak di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenai pajak di Negara lainnya itu. |
2. |
Keuntungan dari pengalihan harta bergerak yang membentuk bagian harta usaha suatu bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan atau dari harta bergerak yang berkaitan dengan suatu tempat tetap yang tersedia bagi penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan untuk tujuan menjalankan pekerjaan bebas, termasuk keuntungan dari pengalihan bentuk usaha tetap tersebut (terpisah atau beserta keseluruhan perusahaan) atau tempat tetap tersebut, dapat dikenai pajak di Negara lainnya tersebut. |
3. |
Keuntungan yang diperoleh penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan dari pengalihan kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan dalam lalu lintas internasional atau dari harta bergerak yang berkaitan dengan pengoperasian kapal laut atau pesawat udara tersebut hanya dapat dikenai pajak di Negara itu. |
4. |
Keuntungan yang diperoleh penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan dari pengalihan saham, selain saham yang diperdagangkan di bursa saham yang diakui, memperoleh lebih dari 50 persen dari nilainya secara langsung atau tidak langsung dari harta tidak bergerak, sebagaimana didefinisikan dalam Pasal 6, yang terletak di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenai pajak di Negara lainnya tersebut jika pengalih memiliki sekurang-kurangnya 50 persen dari total saham yang diterbitkan perseroan yang sahamnya dialihkan. Namun, ayat ini tidak berlaku untuk keuntungan yang diperoleh dari pengalihan saham yang memperoleh nilai dari harta tidak bergerak di mana perseroan menjalankan usahanya dan untuk keuntungan yang diperoleh dari pengalihan saham yang dialihkan atau dipertukarkan dalam kerangka reorganisasi perseroan, merger, perampingan atau operasi serupa. |
5. |
Keuntungan dari pengalihan saham perseroan yang merupakan penduduk Indonesia dan diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia dapat dikenai pajak di Indonesia sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 282/KMK.04/1997 (Pelaksanaan Pemungutan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek), sebagaimana dapat diubah dari waktu ke waktu. |
6. |
Keuntungan dari pengalihan harta apa pun, selain yang telah disebut pada ayat 1, 2, 3, 4 dan 5 dikenai pajak hanya di Negara Pihak pada Persetujuan di mana pengalih merupakan penduduk. |
Pasal 14
PEKERJAAN BEBAS
1. |
Penghasilan yang diperoleh orang pribadi yang merupakan penduduk dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan sehubungan dengan jasa-jasa profesional atau kegiatan-kegiatan lain yang bersifat bebas dikenai pajak hanya di Negara tersebut kecuali dalam keadaan-keadaan berikut, ketika penghasilan tersebut dapat juga dikenai pajak di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan:
(a) |
jika ia memiliki tempat tetap yang secara teratur tersedia baginya di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan untuk tujuan melakukan kegiatan-kegiatannya; dalam hal demikian, hanya sebesar penghasilan yang dapat dianggap berasal dari tempat tetap tersebut dapat dikenai pajak di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan; atau |
(b) |
jika tinggal di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan untuk suatu jangka waktu atau beberapa jangka waktu yang jumlahnya melebihi 90 hari dalam suatu jangka waktu yang dimulai atau berakhir pada tahun fiskal yang bersangkutan; dalam hal itu, hanya penghasilan yang diperoleh dari kegiatannya yang dilakukan di Negara lainnya tersebut dapat dikenai pajak di Negara lainnya tersebut. |
|
2. |
Istilah "jasa-jasa profesional" terutama meliputi kegiatan-kegiatan di bidang ilmiah, sastra, seni, pendidikan atau pengajaran yang dilakukan secara bebas, maupun kegiatan-kegiatan yang dilakukan secara bebas oleh dokter, pengacara, insinyur, arsitek, dokter gigi dan akuntan. |
Pasal 15
PEKERJAAN DALAM HUBUNGAN KERJA
1. |
Tunduk pada ketentuan-ketentuan dalam Pasal 16, 18, 19 dan 21, gaji, upah, dan remunerasi sejenis lainnya yang diperoleh penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan terkait dengan suatu pekerjaan dikenai pajak hanya di Negara tersebut kecuali pekerjaan tersebut dilakukan di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan. Jika pekerjaan dilakukan demikian, remunerasi yang diperoleh darinya dapat dikenai pajak di Negara lainnya tersebut. |
2. |
Menyimpang dari ketentuan pada ayat 1, remunerasi yang diperoleh penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, dikenai pajak hanya di Negara yang disebut pertama jika:
(a) |
penerima berada di Negara lainnya tersebut dalam suatu jangka waktu atau beberapa jangka waktu yang jumlahnya tidak melebihi 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan |
(b) |
remunerasi tersebut dibayarkan oleh, atau atas nama, pemberi kerja yang bukan merupakan penduduk Negara lainnya tersebut; dan |
(c) |
remunerasi tersebut tidak ditanggung oleh bentuk usaha tetap atau tempat tetap yang dimiliki oleh pemberi kerja di Negara lainnya tersebut. |
|
3. |
Menyimpang dari ketentuan sebelumnya dalam Pasal ini, remunerasi yang diperoleh sehubungan dengan setiap pekerjaan yang dilakukan di atas kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan dalam lalu lintas internasional oleh perusahaan suatu Negara Pihak pada Persetujuan dapat dikenai pajak di Negara tersebut. |
Pasal 16
IMBALAN DIREKTUR
Imbalan dan pembayaran sejenis lainnya yang diperoleh penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan dalam kapasitasnya sebagai anggota dewan direksi, dewan manajemen, dewan pengawas, atau organ sejenis, di suatu perseroan yang merupakan penduduk di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, dapat dikenai pajak di Negara lainnya tersebut.
Pasal 17
PENGHIBUR DAN OLAHRAGAWAN
1. |
Menyimpang dari ketentuan dalam Pasal 14 dan 15, penghasilan yang diperoleh penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan sebagai penghibur seperti artis teater, gambar bergerak, radio atau televisi atau musikus atau sebagai olahragawan, dari kegiatan-kegiatan perseorangan penduduk tersebut dilakukan Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenai pajak di Negara lainnya tersebut. |
2. |
Apabila penghasilan sehubungan dengan kegiatan perseorangan yang dilakukan oleh seorang penghibur atau olahragawan yang bertindak demikian dibayar bukan kepada penghibur atau olahragawan tersebut tapi kepada orang atau badan lain, penghasilan tersebut dapat, menyimpang dari ketentuan Pasal 14 dan 15, dikenai pajak di Negara Pihak pada Persetujuan tempat kegiatan-kegiatan penghibur atau olahragawan tersebut dilakukan. |
3. |
Ketentuan pada ayat 1 dan 2 tidak berlaku untuk penghasilan yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan di Negara Pihak pada Persetujuan oleh penghibur atau olahragawan apabila kunjungan ke Negara tersebut seluruhnya atau sebagian besar dibiayai oleh dana publik salah satu atau kedua Negara Pihak pada Persetujuan atau bagian ketatanegaraannya, pemerintah daerah atau badan pemerintahnya. Dalam hal tersebut, penghasilan tersebut dikenai pajak hanya di Negara Pihak pada Persetujuan di mana penghibur atau olahragawan tersebut merupakan penduduk. |
Pasal 18
PENSIUN
1. |
Tunduk pada ketentuan pada ayat 2 Pasal 19, pensiun dan remunerasi sejenis lain yang timbul di suatu Negara Pihak pada Persetujuan dan dibayarkan kepada penduduk Negara Pihak lainnya pada Persetujuan karena pekerjaan di masa lalu dapat dikenai pajak di Negara yang disebut pertama. |
2. |
Menyimpang dari ketentuan pada ayat 1, pensiun yang dibayarkan dan pembayaran lain yang dibuat menurut skema publik yang merupakan bagian dari sistem jaminan sosial suatu Negara Pihak pada Persetujuan atau bagian ketatanegaraan atau pemerintah daerahnya dikenai pajak hanya di Negara tersebut. |
Pasal 19
JASA PEMERINTAH
1. |
(a) |
Gaji, upah, dan remunerasi serupa lain yang dibayarkan oleh Negara Pihak pada Persetujuan atau bagian ketatanegaraan, pemerintah daerah atau badan pemerintahnya kepada orang pribadi sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikan kepada Negara atau bagian ketatanegaraan, pemerintah daerah atau badan pemerintah tersebut dikenai pajak hanya di Negara tersebut. |
(b) |
Namun demikian, gaji, upah, dan remunerasi serupa lain tersebut dikenai pajak hanya di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan jika jasa-jasa diberikan di Negara lainnya tersebut dan orang pribadi dimaksud merupakan penduduk Negara tersebut yang:
(i) |
merupakan warga negara dari Negara itu; atau |
(ii) |
tidak menjadi penduduk Negara tersebut semata-mata untuk tujuan memberikan jasa tersebut |
|
|
2. |
(a) |
menyimpang dari ketentuan pada ayat 1, pensiun dan remunerasi serupa lain yang dibayarkan oleh, atau berasal dari dana yang dibentuk oleh Negara Pihak pada Persetujuan atau bagian ketatanegaraan atau pemerintah daerah atau badan pemerintahnya kepada orang pribadi sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikannya kepada Negara tersebut atau bagian ketatanegaraan atau pemerintah daerah atau badan pemerintahnya dikenai pajak hanya di Negara tersebut. |
(b) |
Namun demikian, pensiun dan remunerasi serupa lain tersebut dikenai pajak hanya di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan jika orang pribadi tersebut merupakan penduduk dan warga negara dari Negara tersebut. |
|
3. |
Ketentuan dalam Pasal 15, 16, 17 dan 18 berlaku terhadap gaji, upah. pensiun, dan remunerasi serupa lain sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikan yang berkaitan dengan kegiatan usaha yang dijalankan oleh suatu Negara Pihak pada Persetujuan atau suatu bagian ketatanegaraan, pemerintah daerah atau badan pemerintahnya. |
Pasal 20
PELAJAR
Pembayaran yang diterima pelajar atau pemagang yang merupakan penduduk atau sesaat sebelum mengunjungi Negara Pihak pada Persetujuan merupakan penduduk Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dan berada di Negara Pihak pada Persetujuan yang disebut pertama semata-mata untuk tujuan pendidikan atau pelatihannya untuk biaya hidup, pendidikan, atau pelatihannya tidak dikenai pajak di Negara tersebut, sepanjang pembayaran tersebut timbul dari sumber di luar Negara tersebut.
Pasal 21
PENGAJAR DAN PENELITI
1. |
Orang pribadi, yang merupakan penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan sesaat sebelum melakukan kunjungan ke Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dan yang, atas undangan dari Pemerintah Negara Pihak lainnya pada Persetujuan mengunjungi Negara Pihak lainnya pada Persetujuan tersebut untuk pertama kali selama suatu jangka waktu yang tidak lebih dari dua tahun semata-mata untuk tujuan pengajaran atau penelitian atau keduanya di suatu lembaga, dibebaskan dari pajak di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan tersebut atas segala remunerasi yang diterima untuk pengajaran atau penelitian tersebut yang dikenai pajak di Negara Pihak pada Persetujuan yang disebut pertama. |
2. |
Pasal ini tidak berlaku untuk penghasilan dari pengajaran atau penelitian jika pengajaran atau penelitian tersebut dilakukan bukan untuk kepentingan publik tetapi utamanya untuk manfaat pribadi orang atau badan tertentu |
Pasal 22
PENGHASILAN LAIN
1. |
Jenis-jenis penghasilan penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan, di mana pun timbulnya, yang tidak diatur dalam Pasal-pasal sebelumnya dari Persetujuan ini dikenai pajak hanya di Negara tersebut. |
2. |
Ketentuan pada ayat 1 tidak berlaku untuk penghasilan, selain penghasilan dari harta tidak bergerak sebagaimana didefinisikan pada ayat 2 Pasal 6, jika penerima penghasilan tersebut, merupakan penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan, menjalankan usaha di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan melalui suatu bentuk usaha tetap yang terletak di sana, atau melakukan di Negara lainnya tersebut pekerjaan bebas dari suatu tempat tetap yang terletak di sana, dan hak atau harta sehubungan dengan penghasilan yang dibayarkan terhubung secara efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut. Dalam hal demikian ketentuan dalam Pasal 7 atau Pasal 14, tergantung pada permasalahannya, berlaku. |
3. |
Menyimpang dari ketentuan-ketentuan pada ayat 1 dan 2, jenis penghasilan penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan yang tidak diatur dalam Pasal-pasal sebelumnya dari Persetujuan ini dan timbul di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, dapat juga dikenai pajak di Negara lainnya tersebut. |
Pasal 23
ELIMINASI PAJAK BERGANDA
1. |
Di Indonesia, pajak berganda dihindarkan dengan cara sebagai berikut:
(a) |
Apabila penduduk Indonesia memperoleh penghasilan yang, sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini, dapat dikenai pajak di Singapura, Indonesia memperbolehkan sebagai pengurang dari pajak atas penghasilan penduduk tersebut, sebesar jumlah yang sama dengan pajak penghasilan yang dibayar di Singapura. Pengurang tersebut dalam kasus apapun tidak boleh melebihi bagian pajak penghasilan, sebagaimana telah dihitung sebelum pengurang diberikan, yang dianggap berasal, tergantung pada kasusnya, dari penghasilan yang dapat dikenai pajak di Singapura. |
(b) |
Apabila sesuai dengan ketentuan apa pun dalam Persetujuan, penghasilan yang diperoleh penduduk Indonesia dibebaskan dari pajak di Indonesia, meskipun demikian Indonesia, dalam menghitung jumlah pajak atas penghasilan yang tersisa dari penduduk tersebut, dapat memperhitungkan penghasilan yang dibebaskan tersebut. |
|
2. |
Di Singapura, pajak berganda dihindarkan dengan cara sebagai berikut: Apabila penduduk Singapura memperoleh penghasilan dari Indonesia yang, sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini, dapat dikenai pajak di Indonesia, Singapura, tunduk pada perundang-undangannya terkait jumlah yang diperbolehkan sebagai kredit terhadap pajak Singapura atas pajak terutang di setiap negara selain Singapura, memperbolehkan pajak yang dibayar di Indonesia, baik langsung atau dengan pengurangan, sebagai kredit terhadap pajak terutang Singapura atas penghasilan penduduk tersebut. Apabila penghasilan tersebut berupa dividen yang dibayarkan oleh perseroan yang merupakan penduduk Indonesia kepada perseroan yang merupakan penduduk Singapura yang memiliki secara langsung atau tidak langsung tidak kurang dari 10 persen saham perseroan yang disebutkan pertama kredit tersebut memperhitungkan pajak Indonesia yang dibayar oleh perseroan tersebut atas bagian dari laba di mana dividen tersebut dibayarkan. |
Pasal 24
NON-DISKRIMINASI
1. |
Warga negara suatu Negara Pihak pada Persetujuan tidak dikenai pajak atau kewajiban apa pun terkait pengenaan pajak di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, yang berlainan atau lebih memberatkan daripada pajak atau kewajiban yang dikenakan atau dapat dikenakan terhadap warga Negara Pihak lainnya tersebut dalam keadaan yang sama, khususnya sehubungan dengan kependudukan. |
2. |
Pengenaan pajak terhadap bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh suatu perusahaan dari Negara Pihak pada Persetujuan di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, tidak dilakukan dengan cara yang kurang menguntungkan di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dibandingkan dengan pengenaan pajak terhadap perusahaan di Negara lainnya tersebut yang menjalankan kegiatan yang sama. Ketentuan ini tidak ditafsirkan untuk mewajibkan suatu Negara Pihak pada Persetujuan untuk memberikan kepada penduduk Negara Pihak lainnya pada Persetujuan suatu pengurangan perseorangan, keringanan, dan pengurangan untuk tujuan perpajakan dengan alasan status sipil atau tanggungan keluarga seperti yang diberikan Negara tersebut kepada penduduknya sendiri. |
3. |
Perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan, yang modalnya seluruh atau sebagiannya dimiliki atau dikuasai, baik langsung atau tidak langsung, oleh satu atau lebih penduduk Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, tidak dikenai pajak atau kewajiban apapun yang berkaitan dengan pengenaan pajak di Negara yang disebut pertama yang berlainan atau lebih memberatkan daripada pajak atau kewajiban yang dikenakan atau dapat dikenakan terhadap perusahaan sejenis lainnya di Negara yang disebut pertama. |
4. |
Apabila suatu Negara Pihak pada Persetujuan memberikan insentif pajak kepada warga negaranya untuk tujuan mendukung perkembangan ekonomi atau sosial sesuai dengan kebijakan dan kriteria nasional, maka tidak ditafsirkan sebagai diskriminasi menurut Pasal ini. |
5. |
Ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini berlaku hanya untuk pajak-pajak yang tercakup dalam Pasal 2 Persetujuan ini. |
Pasal 25
PROSEDUR PERSETUJUAN BERSAMA
1. |
Apabila orang atau badan memandang bahwa tindakan-tindakan salah satu atau kedua Negara Pihak pada Persetujuan mengakibatkan atau akan mengakibatkan baginya itu Pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini, ia dapat terlepas dari cara-cara penyelesaian yang diatur oleh perundang-undangan domestik masing-masing Negara itu, mengajukan kasusnya kepada pejabat yang berwenang di Negara Pihak pada Persetujuan tempat ia menjadi penduduk. Kasus tersebut harus diajukan dalam waktu tiga tahun sejak pemberitahuan pertama dari tindakan yang mengakibatkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan. |
2. |
Pejabat yang berwenang berusaha, jika keberatan yang diajukan dapat dibenarkan dan jika tidak dapat dicapai suatu penyelesaian yang memuaskan untuk menyelesaikan kasus tersebut melalui persetujuan bersama dengan pejabat yang berwenang dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, dengan tujuan untuk menghindari pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan ini. Setiap kesepakatan yang dicapai dilaksanakan terlepas dari batasan waktu yang ada dalam peraturan perundang-undangan Negara Pihak pada Persetujuan. |
3. |
Para pejabat yang berwenang dari Negara-negara Pihak pada Persetujuan berusaha untuk menyelesaikan melalui persetujuan bersama setiap kesulitan atau keraguan yang timbul dalam penafsiran atau penerapan Persetujuan. Mereka juga dapat berkonsultasi bersama untuk mengeliminasi pajak berganda dalam hal-hal yang tidak diatur dalam Persetujuan. |
4. |
Para pejabat yang berwenang dari Negara-negara Pihak pada Persetujuan dapat saling berkomunikasi secara langsung untuk tujuan mencapai suatu kesepakatan sesuai dengan maksud dari ayat-ayat sebelumnya. |
Pasal 26
PERTUKARAN INFORMASI
1. |
Para pejabat yang berwenang dari Negara-negara Pihak pada Persetujuan melakukan pertukaran informasi yang dipandang relevan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini atau untuk melaksanakan administrasi atau penegakan hukum dalam perundang-undangan domestik terkait segala jenis dan deskripsi pajak yang dikenakan atas nama Negara-negara Pihak pada Persetujuan, atau bagian ketatanegaraan atau pemerintah daerahnya, sepanjang pengenaan pajak tersebut tidak bertentangan dengan Persetujuan ini. Pertukaran informasi tersebut tidak dibatasi oleh Pasal 1 dan 2. |
2. |
Setiap informasi yang diterima menurut ayat 1 oleh suatu Negara Pihak pada Persetujuan diperlakukan sebagai rahasia dengan cara yang sama seperti informasi yang diperoleh menurut perundang-undangan Negara tersebut dan hanya diungkapkan kepada orang atau badan atau pihak-pihak berwenang (termasuk pengadilan dan badan administratif) yang berkepentingan dalam penilaian atau penagihan, penegakan hukum atau penuntutan, atau penetapan putusan banding sehubungan dengan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1, atau pengawasan hal tersebut di atas. Orang atau badan atau pihak-pihak berwenang tersebut menggunakan informasi itu hanya untuk tujuan-tujuan tersebut di atas. Mereka dapat mengungkapkan informasi tersebut dalam proses peradilan umum atau dalam pembuatan putusan pengadilan. Menyimpang dari hal sebelumnya, informasi yang diterima oleh suatu Negara Pihak pada Persetujuan dapat digunakan untuk tujuan lain ketika informasi tersebut dapat digunakan untuk tujuan lain berdasarkan perundang-undangan kedua Negara dan pejabat yang berwenang Negara yang memberikan informasi menyetujui penggunaan tersebut. |
3. |
Ketentuan pada ayat 1 dan 2 tidak ditafsirkan sedemikian rupa untuk membebani suatu Negara Pihak pada Persetujuan dengan kewajiban:
(a) |
untuk melaksanakan tindakan administratif yang menyimpang dari perundang-undangan dan praktik administratif Negara tersebut atau Negara Pihak lainnya pada Persetujuan; |
(b) |
untuk memberikan informasi yang tidak dapat diperoleh menurut perundang-undangan atau dalam administrasi yang lazim di Negara tersebut atau di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan; |
(c) |
untuk memberikan informasi yang akan mengungkapkan setiap rahasia perdagangan, usaha, industri, perniagaan, atau keahlian profesi atau proses perdagangan, atau informasi yang pengungkapannya akan bertentangan dengan kebijakan publik (ordre public). |
|
4. |
Jika informasi diminta oleh suatu Negara Pihak pada Persetujuan sesuai dengan Pasal ini, Negara Pihak lainnya pada Persetujuan menggunakan tindakan pengumpulan. informasi untuk memperol.eh informasi yang diminta tersebut, meskipun Negara lainnya tersebut tidak memerlukan informasi dimaksud untuk tujuan perpajakannya sendiri. Kewajiban yang terkandung dalam kalimat sebelumnya tunduk pada batasan-batasan pada ayat 3, namun batasan-batasan tersebut tidak ditafsirkan untuk mengizinkan suatu Negara Pihak pada Persetujuan untuk menolak memberikan informasi semata-mata karena Negara tersebut tidak memiliki kepentingan domestik atas informasi tersebut. |
5. |
Ketentuan pada ayat 3 tidak ditafsirkan untuk mengizinkan suatu Negara Pihak pada Persetujuan untuk menolak memberikan informasi semata-mata karena informasi tersebut dipegang oleh bank, lembaga keuangan lainnya, nominee atau orang atau badan yang bertindak sebagai agen atau dalam kapasitas sebagai penerima fidusia atau karena informasi tersebut berkaitan dengan kepemilikan pada orang atau badan. |
Pasal 27
ANGGOTA MISI DIPLOMATIK DAN PEJABAT KONSULER
Tiada satu hal pun dalam Persetujuan yang mempengaruhi hak istimewa di bidang fiskal anggota misi diplomatik atau konsuler menurut aturan-aturan umum hukum internasional atau menurut ketentuan-ketentuan suatu persetujuan khusus.
Pasal 28
HAK ATAS MANFAAT
Menyimpang dari ketentuan-ketentuan lain dalam Persetujuan ini, suatu manfaat menurut Persetujuan ini tidak diberikan atas suatu penghasilan jika secara beralasan dapat disimpulkan, dengan pertimbangan seluruh fakta dan keadaan yang relevan, bahwa memperoleh manfaat tersebut adalah salah satu tujuan utama dari setiap pengaturan atau transaksi yang menghasilkan baik secara langsung maupun tidak langsung manfaat tersebut, kecuali jika dapat dibuktikan bahwa pemberian manfaat tersebut dalam keadaan tersebut sesuai dengan maksud dan tujuan ketentuan yang relevan dalam Persetujuan ini.
Pasal 29
PEMBERLAKUAN
1. |
Masing-masing Negara Pihak pada Persetujuan memberitahukan pihak lainnya secara tertulis melalui saluran diplomatik mengenai penyelesaian prosedur yang disyaratkan oleh perundang-undangannya untuk pemberlakuan Persetujuan ini. |
2. |
Persetujuan ini mulai berlaku pada tanggal yang terakhir penyampaian pemberitahuan tersebut dan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan mulai berlaku efektif:
(a) |
di Indonesia:
(i) |
berkenaan dengan pajak-pajak yang dipotong pada sumber penghasilan: untuk jumlah yang dibayar atau dikreditkan pada atau setelah 1 Januari tahun kalender sesudah tahun Persetujuan ini mulai berlaku; |
(ii) |
berkenaan dengan pajak-pajak lain: untuk tahun pajak yang dimulai pada atau setelah 1 Januari tahun kalender sesudah tahun Persetujuan ini mulai berlaku; dan |
(iii) |
berkenaan dengan Pasal 26 (Pertukaran Informasi), untuk permintaan yang dibuat pada atau setelah tanggal berlaku. |
|
(b) |
di Singapura:
(i) |
berkenaan dengan pajak-pajak yang dipotong pada sumber penghasilan, sehubungan dengan jumlah yang dibayar, yang dianggap telah dibayar atau yang terutang untuk dibayar (mana yang lebih dulu) pada atau setelah 1 Januari tahun kalender sesudah tahun berlakunya Persetujuan ini; |
(ii) |
berkenaan dengan pajak-pajak yang dibebankan (selain pajak-pajak yang dipotong pada sumber penghasilan), sehubungan dengan penghasilan untuk tahun penilaian yang dimulai pada atau setelah 1 Januari tahun kalender kedua sesudah tahun berlakunya Persetujuan ini; dan |
(iii) |
berkenaan dengan Pasal 26 (Pertukaran Informasi), untuk permintaan yang dibuat pada atau setelah tanggal berlaku. |
|
|
3. |
Pada saat berlaku, Persetujuan ini menggantikan dan mengesampingkan Persetujuan antara Republik Indonesia dan Republik Singapura untuk Eliminasi Pajak Berganda dan Sehubungan dengan Pajak-Pajak atas Penghasilan dan Pencegahan dan Pengelakan dan Penghindaran Pajak yang dibuat di Singapura pada 8 Mei 1990, dan oleh karenanya Persetujuan tersebut berhenti berlaku efektif untuk seluruh permasalahan yang dicakup oleh Persetujuan ini sejak tanggal ketentuan Persetujuan ini mulai berlaku. Dengan Persetujuan ini, pemahaman atas ayat (b) dan (c) Exchange of Notes tertanggal 8 Mei 1990 tetap berlaku bagi kedua Negara Pihak pada Persetujuan. |
Pasal 30
PENGAKHIRAN
Persetujuan ini tetap berlaku sampai diakhiri oleh suatu Negara Pihak pada Persetujuan. Salah satu Negara Pihak pada Persetujuan dapat mengakhiri Persetujuan melalui saluran diplomatik, dengan menyampaikan pemberitahuan pengakhiran tertulis paling lambat enam bulan sebelum akhir tahun kalender setelah berakhirnya jangka waktu lima tahun dari tanggal berlakunya. Dalam hal demikian, Persetujuan ini berhenti berlaku efektif:
(a) |
di Indonesia:
(i) |
berkenaan dengan pajak-pajak yang dipotong pada sumber penghasilan untuk jumlah yang dibayar atau dikreditkan pada atau setelah 1 Januari tahun kalender sesudah tahun pemberitahuan diberikan; |
(ii) |
berkenaan dengan pajak-pajak lain: untuk tahun pajak yang dimulai pada atau setelah 1 Januari tahun kalender sesudah tahun pemberitahuan diberikan; dan |
(iii) |
dalam permasalahan-permasalahan lain, termasuk permintaan yang dibuat menurut Pasal 26 (Pertukaran Informasi) setelah akhir tahun kalender pemberitahuan diberikan. |
|
(b) |
di Singapura:
(i) |
berkenaan dengan pajak-pajak yang dipotong pada sumber penghasilan: untuk jumlah yang dibayar atau dianggap telah dibayar atau terutang untuk dibayar (mana yang lebih dulu) setelah akhir tahun kalender pemberitahuan diberikan; |
(ii) |
berkenaan dengan pajak-pajak yang dibebankan (selain pajak-pajak yang dipotong pada sumber penghasilan), berkaitan dengan penghasilan untuk tahun penilaian yang dimulai pada atau setelah 1 Januari tahun kalender kedua sesudah tahun kalender pemberitahuan diberikan; dan |
(iii) |
dalam permasalahan-permasalahan lain, termasuk permintaan yang dibuat menurut Pasal 26 (Pertukaran Informasi) setelah akhir tahun kalender pemberitahuan diberikan. |
|
SEBAGAI BUKTI, yang bertanda tangan di bawah ini, telah memperoleh kuasa menandatangani Persetujuan ini.
DIBUAT dalam rangkap dua di Bogor tanggal 4 Februari 2020 dalam bahasa Inggris dan Indonesia, kedua naskah tersebut berkekuatan sama, namun dalam hal terjadi perbedaan penafsiran maka yang berlaku adalah naskah dalam bahasa Inggris.
UNTUK PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
SRI MULYANI INDRAWATI MENTERI KEUANGAN |
UNTUK PEMERINTAH REPUBLIK SINGAPURA
INDRANEE RAJAH SECOND MINISTER FOR FINANCE |
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.