Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
(1) | Dengan nama Pajak Hiburan dipungut pajak atas jasa penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran. |
(2) | Untuk ketentuan formal dalam pelaksanaan pemungutan Pajak Hiburan dilakukan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah. |
(1) | Objek Pajak Hiburan adalah jasa penyelengaraan hiburan dengan dipungut bayaran. |
(2) | Hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah :
|
(3) | Dikecualikan dari objek Pajak Hiburan adalah penyelenggaraan hiburan yang tidak dipungut bayaran pada acara pernikahan, upacara adat, kegiatan keagamaan, dan pameran buku. |
(1) | Dasar pengenaan Pajak Hiburan adalah jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya diterima oleh penyelenggara hiburan. |
(2) | Jumlah uang yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk potongan harga dan tiket cuma-cuma yang diberikan kepada penerima jasa hiburan. |
(1) | Tarif Pajak untuk pertunjukan film di bioskop ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen). |
(2) | Tarif pajak untuk pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau busana sebesar 10% (sepuluh persen). |
(3) | Tarif pajak untuk kontes kecantikan sebesar 10% (sepuuh persen). |
(4) | Tarif pajak untuk pameran sebesar 10% (sepuluh persen). |
(5) | Tarif pajak untuk diskotik, karaoke, klab malam, pub, bar, musik hidup (live music), musik dengan Disc Jockey (DJ) dan sejenisnya sebesar 20% (dua puluh persen). |
(6) | Tarif pajak untuk sirkus, akrobat, dan sulap sebesar 10% (sepuluh persen). |
(7) | Tarif pajak untuk permainan bilyar, bowling dan Seluncur Es (ice skating) sebesar 10% (sepuluh persen). |
(8) | Tarif pajak untuk permainan golf (green fee) sebesar 15% (lima belas persen) dan untuk driving range sebesar 10% (sepuluh persen). |
(9) | Tarif pajak untuk pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan, sebesar 10% (sepuluh persen). |
(10) | Tarif pajak untuk panti pijat, mandi uap dan spa sebesar 20% (dua puluh persen). |
(11) | Tarif pajak untuk refleksi dan pusat Kebugaran/Fitness Center sebesar 10% (sepuluh persen). |
(12) | Tarif pajak untuk pertandingan olah raga sebesar 5% (lima persen). |
(13) | Penyelenggaraan hiburan di tempat keramaian tempat wisata, taman rekreasi/rekreasi keluarga, pasar malam, kolam pemancingan, komidi putar, kereta pesiar dan sejenisnya sebesar 10% (sepuluh persen). |
(1) | Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan takwim. |
(2) | Bagian dari bulan dihitung satu bulan penuh. |
(1) | Pajak terutang terjadi pada saat penyelenggaran hiburan. |
(2) | Dalam hal pembayaran diterima sebelum hiburan diselenggarakan, pajak terutang pada saat terjadi pembayaran. |
(1) | Gubernur dapat menentukan tanda masuk untuk jenis-jenis hiburan. |
(2) | Penyelenggaraan hiburan yang seharusnya menggunakan tanda masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetapi tidak menggunakan tanda masuk, dikenakan sanksi berupa denda sebesar 35% (tiga puluh lima persen). |
(3) | Penyelenggaraan Hiburan yang menggunakan tanda masuk yang ditetapkan oleh Gubernur tetapi tidak mencantumkan Harga Tanda Masuk (HTM) dikenakan sanksi berupa denda sebesar 35% (tiga puluh lima persen). |
(4) | Tanda masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus disahkan oleh Kepala Dinas Pelayanan Pajak. |
(1) | Terhadap Pajak hiburan yang terutang dalam masa pajak yang berakhir sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini, masih tetap berlaku ketentuan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2003 tentang Pajak hiburan. |
(2) | Selama peraturan pelaksanaan dari peraturan Daerah ini belum diterbitkan, maka peraturan pelaksanaan yang ada masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini. |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 November 2010 GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, ttd. FAUZI BOWO |
I. | UMUM Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sesuai kewenangan yang diberikan, salah satu unsur pendukung untuk terlaksananya kewenangan dimaksud harus dibarengi dengan pembiayaan yang memadai. Salah satu sumber pembiayaan yang dapat diperoleh Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah melalui penerimaan Pajak Daerah antara lain Pajak Hiburan. Selama ini pelaksanaan pemungutan Pajak Hiburan sudah diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2003 beserta peraturan pelaksanaannya. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang berakibat adanya perluasan dalam hal pemungutan objek Pajak Hiburan, perlu dilakukan penyempurnaan terhadap Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2003 melalui Peraturan Daerah juga yang dalam penyusunannya dilakukan bersama-masa dengan DPRD, sehingga pelaksanaan pemungutan Pajak Daerah, khususnya Pajak Hiburan dapat optimal dalam rangka mendukung penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Berkaitan dengan kewenangan kepada Daerah dalam menetapkan tarif Pajak Daerah adalah dalam rangka untuk menghindari ditetapkannya tarif pajak yang tinggi dan di luar kewenangan yang diberikan, sehingga dapat menambah beban kepada masyarakat, dan sejalan dengan tuntutan masyarakat terhadap pelayanan masyarakat yang harus semakin baik, maka Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta secara terus menerus berupaya meningkatkan kinerja pelayanannya sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat. Untuk meningkatkan akuntabilitas atas pungutan Pajak Daerah maka di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, pada ketentuan Pajak Hiburan telah diamanatkan agar sebagian hasil penerimaan pajak dialokasikan untuk pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan bagi daerah. Dengan disahkannya Peraturan Pajak Daerah ini, dapat memberikan kepastian kepada masyarakat dan dunia usaha di dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan daerah, dengan harapan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak, khususnya Pajak Hiburan semakin meningkat dan bagi aparat pemungut pajak bekerja secara profesional yang didasari pada prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Substansi materi yang diatur dalam Peraturan Daerah ini mengatur ketentuan material yang meliputi antara lain objek dan subjek pajak, dasar pengenaan pajak, tarif pajak, dan tata cara penghitungan pajak, serta ketentuan mengenai masa pajak dan saat terutang pajak. |
II. | PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Angka 1
Cukup Jelas.
Angka 2
Cukup Jelas.
Angka 3
Cukup Jelas.
Angka 4
Cukup Jelas.
Angka 5
Cukup Jelas.
Angka 6
Cukup Jelas.
Angka 7
Yang dimaksud dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung adalah bahwa atas pembayaran Pajak Daerah tidak dapat diberikan imbalan langsung secara kontra prestasi terhadap orang atau badan, tetapi diberikan secara kolektif.
Angka 8
Cukup Jelas.
Angka 9
Cukup Jelas.
Angka 10
Cukup Jelas.
Angka 11
Yang dimaksud dengan penonton atau pengunjung adalah setiap orang yang menghadiri sesuatu hiburan untuk melihat dan/atau mendengar atau menikmatinya atau mempergunakan fasilitas yang disediakan oleh penyelenggara hiburan kecuali penyelenggara, karyawan, artis (para pemain) dan petugas yang menghadiri untuk melakukan tugas pengawasan.
Angka 12
Cukup Jelas.
Pasal 2 Cukup Jelas.
Pasal 3 Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup Jelas.
Huruf b
Huruf c
Cukup Jelas.
Huruf d
Cukup Jelas.
Huruf e
Cukup Jelas.
Huruf f
Cukup Jelas.
Huruf g
Cukup Jelas.
Huruf h
Cukup Jelas.
Huruf i
Cukup Jelas.
Huruf j
Termasuk jenis olahraga yang dapat dipertandingkan dan/atau dipertunjukan antara lain; renang, tenis, squash, futsal dan jenis olah raga lainnya, selain yang dimaksud pada huruf g dan huruf h.
Huruf k
Yang dimaksud dengan permainan ketangkasan adalah permainan baik secara manual maupun elektronik antara lain; permainan yang menggunakan mesin keping (coin game machine), bom-bom car, mesin simulator balap mobil dan motor, mesin simulator permainan menembak, mesin musik, mesin simulator olah raga, mesin musik dansa dan yang sejenisnya.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Pasal 4 Cukup Jelas.
Pasal 5 Cukup Jelas.
Pasal 6 Cukup Jelas.
Pasal 7 Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Ayat (4)
Cukup Jelas.
Ayat (5)
Cukup Jelas.
Ayat (6)
Cukup Jelas.
Ayat (7)
Cukup Jelas.
Ayat (8)
Ayat (9)
Cukup Jelas.
Ayat (10)
Cukup Jelas.
Ayat (11)
Cukup Jelas.
Ayat (12)
Cukup Jelas.
Ayat (13)
Cukup Jelas.
Pasal 8 Cukup Jelas.
Pasal 9 Cukup Jelas.
Pasal 10 Cukup Jelas.
Pasal 11 Cukup Jelas.
Pasal 12 Cukup Jelas.
Pasal 13 Cukup Jelas.
Pasal 14 Cukup Jelas.
Pasal 15 Cukup Jelas.
Pasal 16 Cukup Jelas.
|
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.