DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN
PAJAK PENGHASILAN BADAN
PETUNJUK
UMUM
Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (UU KUP), hal-hal yang perlu
diperhatikan oleh Wajib Pajak adalah sebagai berikut :
1. |
Setiap Wajib Pajak wajib mengisi dan
menyampaikan SPT Tahunan dengan benar, lengkap, dan jelas, dan
menandatanganinya. |
2. |
SPT Tahunan ditandatangani oleh pengurus, direksi,
atau orang yang diberi kuasa untuk menandatangani sepanjang dilampiri dengan
surat kuasa khusus. |
3. |
SPT Tahunan dianggap tidak disampaikan apabila
tidak ditandatangani atau tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan atau
dokumen sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor
534/KMK.04/2000 dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-214/PJ./2001. |
4. |
Wajib Pajak harus mengambil sendiri formulir SPT
Tahunan dan menyampaikannya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun
Pajak. |
5. |
Penyampaian SPT Tahunan dapat dilakukan melalui
Kantor Pos secara tercatat atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa
kurir yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana diatur dalam Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-518/PJ./2001. |
6. |
Kekurangan pembayaran pajak yang terutang
berdasarkan SPT Tahunan harus dibayar lunas paling lambat tanggal 25 (dua
puluh lima) bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir. Apabila pembayaran dilakukan
setelah tanggal jatuh tempo, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% (dua persen) sebulan yang dihitung dari saat jatuh tempo
pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung
penuh 1 (satu) bulan. |
7. |
Wajib Pajak wajib membayar atau menyetor pajak
yang terutang ke Kas Negara melalui Kantor Pos dan Giro atau bank yang
ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran untuk menerima pembayaran pajak
(Bank Persepsi). |
8. |
Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib
Pajak dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran
pajak termasuk kekurangan pembayaran pajak yang terutang pada SPT Tahunan
(PPh Pasal 29) paling lama 12 (dua belas) bulan. Berdasarkan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-325/PJ./2001, permohonan harus diajukan
secara tertulis kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dengan
menggunakan formulir tertentu sesuai lampiran Keputusan Direktur Jenderal
tersebut. |
9. |
Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib
Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan paling lama 6
(enam) bulan. Permohonan harus diajukan secara tertulis disertai Surat
Pernyataan mengenai penghitungan sementara besarnya pajak terutang dalam 1
(satu) tahun pajak dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak menurut
penghitungan sementara tersebut. Apabila SPT Tahunan tidak disampaikan dalam
jangka waktu yang ditetapkan atau dalam batas waktu perpanjangan penyampaian
SPT Tahunan, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 100.000,00
(seratus ribu rupiah). |
10. |
Setiap orang yang karena kealpaannya tidak
menyampaikan SPT Tahunan atau menyampaikan SPT Tahunan tetapi isinya tidak
benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak
benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling tinggi 2
(dua) kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar. Setiap orang yang dengan sengaja tidak
menyampaikan SPT Tahunan atau menyampaikan SPT Tahunan dan atau keterangan
yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak
atau kurang dibayar. |
PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR
LAMPIRAN - I (FORMULIR 1771 -I dan FORMULIR 1771 -
I/$)
- PENGHITUNGAN
PENGHASILAN NETO FISKAL
1. |
PENGHASILAN
NETO KOMERSIAL DALAM NEGERI Yang dimaksud dengan penghasilan neto komersial
dalam negeri adalah penghasilan neto menurut prinsip akuntansi komersial
Indonesia, yakni semua penghasilan yang diterima dan atau diperoleh dari
kegiatan usaha dan dari luar kegiatan usaha di Indonesia, termasuk
penghasilan yang dikenakan PPh final dan yang tidak termasuk Objek Pajak,
dikurangi dengan pengeluaran/biaya-biaya dalam rangka kegiatan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sesuai dengan sistem dan metode
akuntansi komersial Indonesia yang dianut secara taat azas seperti yang
tercermin dalam laporan keuangan komersial, sebelum dilakukan
penyesuaian-penyesuaian fiskal berdasarkan UU PPh dan peraturan
pelaksanaannya. |
|||
|
a. |
Diisi dengan jumlah penerimaan/perolehan bruto
dari kegiatan usaha di Indonesia. |
||
|
b. |
Diisi dengan biaya-biaya yang merupakan harga
pokok penjualan bagi kegiatan usaha Wajib Pajak. Apabila sesuai dengan sistem
dan metode akuntansi komersial yang dianut Wajib Pajak tertentu (misal :
bank, dana pensiun, reksadana, organisasi sosial, perkumpulan dan sebagainya)
tidak terdapat pemisahan atau pengelompokan biaya untuk harga pokok
penjualan, maka seluruh biaya-biaya dilaporkan pada huruf c biaya usaha lainnya. |
||
|
c. |
Diisi dengan biaya-biaya usaha yang tidak
termasuk ke dalam kelompok harga pokok penjualan. |
||
|
d. |
Penghasilan neto tersebut diperoleh dari
Peredaran Usaha dikurangi Harga Pokok Penjualan dikurangi Biaya Usaha
Lainnya. |
||
|
e. |
Diisi dengan jumlah Penghasilan Bruto Dari Luar
Usaha yang diterima dan atau diperoleh dari luar kegiatan usaha tersebut pada
huruf a, seperti : penghasilan dari penyertaan modal di Indonesia, penghasilan
dari penjualan/pengalihan/persewaan harta, serta penghasilan lainnya yang
bukan merupakan penghasilan dari kegiatan usaha atau tidak ada kaitannya
dengan kegiatan usaha. |
||
|
f. |
Diisi dengan biaya-biaya langsung yang terkait
dengan penghasilan dari luar usaha tersebut pada huruf e. |
||
|
g. |
Diisi dengan hasil pengurangan huruf d dengan
huruf f. |
||
|
PENGHASILAN
NETO KOMERSIAL LUAR NEGERI Diisi dengan penghasilan neto yang diterima atau diperoleh di luar negeri, sesuai dengan lampiran khusus 7A kolom (4) 'Jumlah Neto'. JUMLAH
PENGHASILAN NETO KOMERSIAL Diisi
dengan jumlah penghasilan neto komersial Dalam Negeri dan Luar Negeri. |
|||
|
|
|||
2. |
PENGHASILAN
YANG DIKENAKAN PAJAK PENGHASILAN FINAL DAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK Untuk menghitung penghasilan neto fiskal yang
dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan umum, penghasilan dari
sumber di Indonesia yang dikenakan PPh final dan yang tidak termasuk sebagai
Objek Pajak harus dikeluarkan kembali, sehingga dengan pengurangan
penghasilan tersebut pada jumlah penghasilan neto fiskalnya (angka 6) akan
menjadi nihil/netral. Diisi dengan jumlah penghasilan neto komersial atas
penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan final dan penghasilan neto
komersial atas penghasilan yang tidak termasuk objek pajak yang telah dimasukkan dalam angka 1 formulir 1771-I dan
dalam hal mengalami kerugian komersial, diisi sesuai dengan jumlah kerugian
komersialnya. |
|||
3. |
PENYESUAIAN
FISKAL POSITIF Yang dimaksud dengan penyesuaian fiskal positif
adalah penyesuaian terhadap penghasilan neto komersial (di luar unsur
penghasilan yang dikenakan PPh final dan yang tidak termasuk Objek Pajak)
dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak berdasarkan UU PPh beserta
peraturan pelaksanaannya, yang bersifat menambah penghasilan dan atau mengurangi biaya-biaya komersial tersebut pada angka 1. |
|||
|
a. |
Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf b
UU PPh, pengeluaran perusahaan untuk pembelian/perbaikan rumah atau kendaraan
pribadi, biaya perjalanan pribadi/keluarga, biaya premi asuransi
pribadi/keluarga, dan pengeluaran lainnya untuk kepentingan pemegang saham,
sekutu, atau anggota, tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan. |
||
|
b. |
Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf c
UU PPh, pembentukan atau pemupukan dana cadangan secara fiskal tidak dapat
dibebankan sebagai biaya perusahaan. Namun untuk jenis-jenis usaha tertentu yang
secara ekonomis memang diperlukan adanya cadangan untuk menutup beban atau
kerugian yang akan terjadi di kemudian hari, secara fiskal diperkenankan,
yang terbatas pada : piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna
usaha dengan hak opsi (financial lease), cadangan klaim dan cadangan kerugian
untuk usaha asuransi, serta cadangan biaya reklamasi untuk usaha
pertambangan. Lihat : |
||
|
|
- |
Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 80/KMK.04/1995 s.t.d.t.d.Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 204/KMK.04/2000; |
|
|
|
- |
Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-20/PJ.42/1995; |
|
|
|
- |
Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-09/PJ.42/1999; |
|
|
|
- |
Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-21/PJ.42/2000. |
|
|
c. |
Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh,
penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura dan kenikmatan (benefit in-kind) bukan merupakan
penghasilan bagi pegawai yang bersangkutan. Oleh karena itu sesuai dengan
prinsip taxability and deductibility, penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat
(1) huruf e UU PPh, bagi Wajib Pajak pemberi kerja tidak dapat dibebankan
sebagai biaya perusahaan. Namun pemberian natura berupa penyediaan
makanan/minuman di tempat kerja bagi seluruh pegawai, demikian pula pemberian
natura dan kenikmatan di daerah terpencil
yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, serta pemberian natura
atau kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai
sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya
(seperti : pakaian dan peralatan khusus untuk keselamatan kerja, pakaian
seragam petugas keamanan, antar-jemput pegawai, serta akomodasi untuk awak
kapal), dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan. Lihat : |
||
|
|
- |
Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 466/KMK.04/2000; |
|
|
|
- |
Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-213/PJ/2001; |
|
|
|
- |
Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-220/PJ/2002. |
|
|
d. |
Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf f
UU PPh, pembayaran gaji, honorarium, dan imbalan lain sehubungan dengan
pekerjaan atau jasa yang diberikan kepada pemegang saham atau pihak yang
mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) UU
PPh, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sepanjang jumlahnya tidak
melebihi kewajaran. Kewajaran diukur berdasarkan standar yang berlaku umum
untuk pekerjaan dengan kualifikasi yang sama yang dilakukan oleh pihak-pihak
yang tidak mempunyai hubungan istimewa. Atas selisih yang melebihi kewajaran
tersebut dapat dikategorikan sebagai pembagian laba. |
||
|
e. |
Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf a UU PPh,
bantuan atau sumbangan dan harta hibahan yang diterima oleh badan keagamaan, badan
pendidikan, badan sosial, atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan, bukan merupakan penghasilan sepanjang tidak
terdapat hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara
pihak-pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu sesuai dengan prinsip
taxability and deductibility, penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf
g UU PPh, bagi Wajib Pajak pemberi bantuan atau sumbangan dan harta hibahan
tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan. Lihat : Keputusan Menteri Keuangan Nomor
604/KMK.04/1994. Zakat atas penghasilan yang dibayar oleh Wajib
Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak,
dengan syarat: |
||
|
|
- |
Penghasilan
yang dikenakan zakat merupakan Objek Pajak yang telah dilaporkan dalam SPT
Tahunan; |
|
|
|
- |
Pembayaran zakat dilakukan kepada Badan Amil Zakat
(BAZ) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk atau disahkan
pembentukannya oleh Pemerintah Pusat/Daerah; |
|
|
|
Dengan demikian zakat atas harta selain
penghasilan dan zakat atas penghasilan yang tidak memenuhi persyaratan tersebut
tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan (perlakuan pajaknya sama
dengan sumbangan). |
||
|
f. |
Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf h
UU PPh, Pajak Penghasilan badan serta kredit pajak bukan merupakan biaya
perusahaan. |
||
|
g. |
Berdasarkan pasal 4 ayat (3) huruf i UU PPh,
bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,
firma, dan kongsi bukan merupakan penghasilan. Oleh karena itu sesuai dengan
prinsip taxability and deductibility, penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat
(1) huruf j UU PPh, bagi perseroan tersebut pembayaran gaji kepada para
anggotanya tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan. |
||
|
h. |
Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf k
UU PPh, sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan, serta sanksi
pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di
bidang perpajakan bukan merupakan biaya perusahaan. |
||
|
i. |
Diisi
dari Lampiran Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal. |
||
|
j. |
Diisi
dari Lampiran Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal |
||
|
k. |
Penyesuaian berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah
Nomor 138 Tahun 2000, dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak dapat
ditetapkan saat pengakuan biaya dalam hal-hal tertentu dan bagi Wajib Pajak
tertentu sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah. Lihat: |
||
|
|
- |
Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-184/PJ./2002; |
|
|
|
- |
Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.42/2002. |
|
|
l. |
Penyesuaian berdasarkan ketentuan umum Pasal 4
dan Pasal 6 UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, dalam hal : |
||
|
|
- |
terdapat penghasilan yang tidak diakui secara
komersial akan tetapi termasuk Objek Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan
tidak bersifat final; |
|
|
|
- |
terdapat biaya-biaya perusahaan lainnya atau kerugian
yang diakui secara komersial akan tetapi tidak dapat diakui secara fiskal; |
|
|
|
- |
terdapat kerugian usaha di luar negeri baik
melalui bentuk usaha tetap (BUT) ataupun bukan BUT, setelah dilakukan
penyesuaian fiskal positif dan negatif. |
|
|
|
|
Lihat : Keputusan Menteri Keuangan Nomor
164/KMK.03/2002. |
|
4. |
PENYESUAIAN
FISKAL NEGATIF Yang dimaksud dengan penyesuaian fiskal negatif adalah penyesuaian terhadap penghasilan neto komersial (di luar unsur penghasilan yang dikenakan PPh final dan yang tidak termasuk Objek Pajak) dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak berdasarkan UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, yang bersifat mengurangi
penghasilan dan atau menambah biaya-biaya komersial tersebut pada angka 1. |
|||
|
a. |
Diisi
dari Lampiran Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal. |
||
|
b. |
Diisi dari Lampiran Daftar Penyusutan dan
Amortisasi Fiskal. |
||
|
c. |
Penyesuaian berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah
Nomor 138 Tahun 2000, dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak dapat
ditetapkan saat pengakuan penghasilan dalam hal-hal tertentu dan bagi Wajib
Pajak tertentu sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah. Lihat : |
||
|
|
- |
Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-141/PJ./1999; |
|
|
|
- |
Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-563/PJ./2001; |
|
|
|
- |
Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-184/PJ./2002; |
|
|
|
- |
Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.42/2002. |
|
|
d. |
Penyesuaian berdasarkan ketentuan umum Pasal 6 UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, dalam hal terdapat biaya-biaya perusahaan lainnya atau kerugian yang tidak diakui secara komersial akan tetapi dapat diakui secara fiskal. |
||
5. |
FASILITAS
PENANAMAN MODAL BERUPA PENGURANGAN PENGHASILAN NETO Diisi dengan jumlah fasilitas penanaman modal
berupa pengurangan penghasilan neto yang telah ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang sebagaimana terdapat dalam daftar fasilitas penanaman modal angka 5
(lampiran khusus SPT). |
|||
6. |
PENGHASILAN
NETO FISKAL Diisi dengan hasil perhitungan angka 1 dikurangi
angka 2 ditambah angka 3 dikurangi angka 4 dikurangi angka 5. |
|||
LAMPIRAN II (FORMULIR 1771 - II dan FORMULIR 1771
- II/$)
- PERINCIAN
HARGA POKOK PENJUALAN, BIAYA USAHA LAINNYA DAN BIAYA DARI LUAR USAHA
Diisi dengan perincian Harga Pokok Penjualan, Biaya Usaha Lainnya dan Biaya Dari Luar Usaha sesuai dengan Lampiran 1771-I angka 1 huruf b, c dan f.
Kolom
(1) |
Nomor
Urut |
Kolom
(2) |
Jenis
Biaya |
Kolom
(3) |
diisi
dengan biaya yang merupakan Harga Pokok Penjualan |
Kolom
(4) |
diisi
dengan Biaya Usaha Lainnya yang bukan merupakan Harga Pokok Penjualan |
Kolom
(5) |
diisi
dengan Biaya-biaya langsung yang terkait dengan penghasilan dari luar usaha |
Kolom
(6) |
diisi
dengan jumlah kolom (3) ditambah dengan kolom (4) ditambah dengan kolom (5) |
LAMPIRAN III (FORMULIR 1771 - III dan FORMULIR
1771 - III/$)
- KREDIT
PAJAK DALAM NEGERI
Diisi dengan rincian bukti pungut PPh Pasal 22 dan bukti potong PPh Pasal 23 yang telah dibayar melalui pemungutan/pemotongan pajak oleh pihak lain, atas penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan tidak bersifat final yang diterima/diperoleh dan dilaporkan dalam SPT Tahunan tahun pajak ini.
- |
Kolom
(1) diisi dengan Nomor Urut untuk masing-masing jenis Pajak |
|
- |
Kolom
(2) diisi dengan Nama dan NPWP Pemotong/Pemungut Pajak. |
|
- |
Dalam
hal PPh Pasal 22 dibayar sendiri kolom ini diisi dengan Nama dan Alamat Bank
tempat pembayaran. |
|
- |
Kolom
(3) diisi dengan : |
|
|
- |
Untuk
PPh Pasal 22 diisi dengan Jenis Transaksi atau Pembayaran |
|
- |
Untuk
PPh Pasal 23 diisi dengan jenis penghasilan yang dipotong PPh |
|
- |
Kolom
(4) diisi dengan jumlah yang menjadi Dasar Pemotongan/Pemungutan |
|
- |
Kolom
(5) diisi dengan jumlah PPh yang dipotong/dipungut |
|
- |
Kolom (6) dan (7) diisi dengan Nomor dan Tanggal
Bukti Pemotongan/Pemungutan. Untuk PPh Pasal 22 yang dibayar sendiri kolom
(6) diisi dengan kata 'SSP'. |
LAMPIRAN IV (FORMULIR 1771 - IV DAN FORMULIR 1771
- IV/$)
- PPH
FINAL
- PENGHASILAN
YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
Diisi dengan penghasilan-penghasilan tertentu yang
dikenakan PPh final baik melalui pemotongan oleh pihak lain atau dengan
menyetor sendiri serta penghasilan-penghasilan tertentu yang tidak termasuk
sebagai Objek Pajak yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak ini, sesuai
dengan jumlah bruto atau nilai transaksinya. Wajib Pajak wajib memperlihatkan
serta membuat daftar rincian bukti-bukti pemotongan/pembayaran pajaknya apabila
diminta untuk keperluan pemeriksaan kewajiban pajak.
LAMPIRAN V (FORMULIR 1771 - V dan FORMULIR 1771 -
V/$)
- DAFTAR
PEMEGANG SAHAM/PEMILIK MODAL DAN JUMLAH DEVIDEN YANG DIBAGIKAN
- DAFTAR
SUSUNAN PENGURUS DAN KOMISARIS
- |
Bagian
A |
|
|
- |
Kolom
(1) diisi dengan Nomor urut |
|
- |
Kolom
(2) diisi dengan Nama dan Alamat Lengkap Pemegang Saham atau Pemilik Modal
sesuai dengan kartu identitas |
|
- |
Kolom
(3) diisi dengan NPWP Pemegang Saham atau Pemilik Modal. Untuk pemegang saham/modal yang tidak memiliki
NPWP (misalnya WP Luar Negeri, WP yang penghasilannya dibawah PTKP) diisi
dengan 'Tidak Ada'. |
|
- |
Kolom
(4) diisi dengan jumlah modal yang disetor |
|
- |
Kolom (5) diisi dengan persentase kepemilikan |
|
- |
Kolom (6) diisi dengan jumlah dividen yang
dibagikan kepada pemegang saham |
|
- |
Bagian B |
|
- |
Kolom (1) diisi dengan Nomor Urut |
|
- |
Kolom (2) diisi dengan Nama dan Alamat Lengkap Pengurus
dan Komisaris sesuai dengan kartu identitas |
|
- |
Kolom (3) diisi dengan NPWP Pengurus dan
Komisaris. Untuk Pengurus dan Komisaris yang tidak memiliki NPWP (misalnya WP
Luar Negeri, WP yang penghasilannya di bawah PTKP) diisi dengan 'Tidak Ada'. |
|
- |
Kolom (4) diisi dengan jabatan pengurus atau
komisaris |
|
- |
Wajib Pajak yayasan dan badan-badan lain yang tidak
dimiliki atas dasar penyertaan modal, serta KIK Reksa Dana dan KIK-EBA, cukup
mengisi Daftar Pemegang Saham/Pemilik Modal dengan pernyataan : 'Tidak Ada',
pada kolom (2). |
|
- |
Wajib Pajak perusahaan masuk bursa, pemegang
saham publik tidak perlu dirinci per nama (dapat dinyatakan secara kumulatif)
kecuali apabila kepemilikan sahamnya berjumlah 5% atau lebih dari jumlah
modal disetor. |
|
- |
Daftar Susunan Pengurus Dan Komisaris diisi
lengkap tetapi tidak termasuk tingkat manajer. |
LAMPIRAN VI (FORMULIR 1771 - VI dan FORMULIR 1771
- VI/$)
- DAFTAR
PENYERTAAN MODAL PADA PERUSAHAAN AFILIASI
- DAFTAR
PINJAMAN DARI/KEPADA PEMEGANG SAHAM DAN
ATAU PERUSAHAAN AFILIASI
- |
Kedua daftar diisi dengan angka saldo akhir tahun
berdasarkan laporan keuangan komersial yang dilampirkan pada SPT Tahunan. |
- |
Penyertaan modal yang dicantumkan adalah
penyertaan modal yang memenuhi kriteria hubungan istimewa baik langsung
maupun tidak langsung. |
- |
Pinjaman yang dicantumkan adalah pinjaman
dari/kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa baik langsung maupun
tidak langsung. |
- |
Wajib Pajak yang tidak mempunyai penyertaan
modal atau penyertaan modalnya tidak memenuhi kriteria hubungan istimewa,
demikian pula Wajib Pajak yang tidak mempunyai pinjaman dari/kepada
pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, cukup mengisi daftar dengan
pernyataan : 'TIDAK ADA', pada kolom (2). |
SPT INDUK (FORMULIR 1771 dan FORMULIR 1771/$)
TAHUN PAJAK:
Isilah
kotak yang tersedia dengan angka tahun buku dan periode tahun buku perusahaan.
Contoh : |
Tahun buku 2002 |
|
|||||||||||
|
Periode Januari - Desember |
||||||||||||
|
|
NPWP :
Diisi
sesuai dengan NPWP yang tercantum dalam Kartu NPWP.
NAMA
WAJIB PAJAK :
Diisi
sesuai dengan nama yang tercantum dalam Kartu NPWP.
ALAMAT
:
Diisi
sesuai dengan alamat yang tercantum dalam Kartu NPWP.
KELURAHAN/KECAMATAN
:
Diisi sesuai
dengan Kelurahan/Kecamatan yang tercantum dalam Kartu NPWP.
KOTA/KODE
POS :
Diisi sesuai dengan kota/kode pos yang tercantum
dalam Kartu NPWP. Kode Pos apabila tidak tercantum dalam Kartu NPWP tetap wajib
diisi. Nomor telepon dan nomor faksimili wajib diisi.
NEGARA
DOMISILI KANTOR PUSAT (KHUSUS BUT):
Diisi sesuai dengan nama negara domisili fiskal
kantor pusat BUT di luar negeri sesuai ketentuan Perjanjian Penghindaran Pajak
Berganda (P3B) yang berlaku, atau dalam hal belum ada P3B, berdasarkan
ketentuan Undang-undang Perpajakan Indonesia.
JENIS
USAHA :
Diisi sesuai dengan jenis kegiatan usaha yang dilakukan. Apabila jenis kegiatan usaha lebih dari satu, maka yang dipilih adalah jenis kegiatan usaha yang utama/inti. Untuk pengisian Kode Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) diisi sesuai dengan Keputusan Dirjen Pajak Nomor Kep-34/PJ./2003. Apabila kurang jelas dapat berkonsultasi dengan KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
PEMBUKUAN/LAPORAN
KEUANGAN :
Dalam hal menyelenggarakan pembukuan dalam mata
uang Dollar Amerika Serikat, sebutkan Nomor dan Tanggal Surat Persetujuan
Direktur Jenderal Pajak, serta Tahun dimulainya. Nyatakan apakah
pembukuan/laporan keuangan perusahaan untuk tahun buku ini "Diaudit"
atau "Tidak Diaudit" oleh Akuntan Publik, dengan mengisi kotak yang
sesuai dengan "X". Dalam hal diaudit, isilah Opini Akuntan dalam
kotak yang tersedia dengan kode angka sebagai berikut:
1. |
- |
untuk
opini |
: |
Wajar
Tanpa Pengecualian |
2. |
- |
untuk
opini |
: |
Wajar
Dengan Pengecualian |
3. |
- |
untuk
opini |
: |
Tidak Wajar; |
4. |
- |
untuk
opini |
: |
Tidak Ada Opini. |
NAMA
DAN KANTOR AKUNTAN PUBLIK:
Diisi dengan nama Akuntan Publik yang
menandatangani Laporan Audit dan kantor Akuntan Publik apabila Laporan Keuangan
perusahaan diaudit oleh Akuntan Publik.
NPWP
AKUNTAN PUBLIK :
Diisi
dengan NPWP Akuntan Publik yang menandatangani Laporan Audit.
NAMA
DAN KANTOR KONSULTAN PAJAK :
Diisi dengan nama Konsultan Pajak sesuai Surat
Kuasa Khusus dan kantor Konsultan Pajak apabila dalam rangka melaksanakan
kewajiban dan hak perpajakannya Wajib Pajak menggunakan jasa Konsultan Pajak.
NPWP
KONSULTAN PAJAK :
Diisi
dengan NPWP Konsultan Pajak sesuai Surat Kuasa Khusus.
A. |
PENGHASILAN
KENA PAJAK: |
||||||
|
1. |
Diisi
dengan jumlah penghasilan neto fiskal dari formulir 1771-I Nomor 6 Kolom 3 |
|||||
|
2. |
Kompensasi kerugian fiskal dari tahun-tahun
pajak yang lalu berdasarkan Pasal 6 ayat (2) UU PPh atau karena memperoleh
fasilitas penanaman modal berupa kompensasi kerugian fiskal yang lebih lama.
Diisi dari Perhitungan Kompensasi Kerugian Fiskal, jumlah kolom Tahun Pajak
ini (lampiran khusus SPT). |
|||||
|
|
- |
Diisi dengan jumlah kompensasi kerugian kolom
'Tahun Pajak Ini' dari Lampiran Khusus 2A/2B Perhitungan Kompensasi Kerugian
Fiskal. |
||||
|
|
- |
Diisi dengan nilai "0" (nol), apabila
angka 1 menyatakan kerugian (negatif). (Lihat contoh pengisian Formulir Lampiran Khusus
2A/2B) |
||||
|
3. |
Diisi dengan hasil perhitungan angka 1 dikurangi
dengan angka 2. |
|||||
B. |
PAJAK PENGHASILAN TERUTANG : |
||||||
|
4. |
Diisi dengan jumlah hasil penerapan tarif Pasal
17 UU PPh atas Penghasilan Kena Pajak pada angka 3, sebagai berikut: |
|||||
|
|
Lapisan Penghasilan Kena Pajak |
Tarif Pajak |
||||
|
|
S.d. Rp
50.000.000,- |
10% |
||||
|
|
Di atas Rp 50.000.000,- s.d. Rp 100.000.000,- |
15% |
||||
|
|
Di atas Rp100.000.000,- |
30% |
||||
|
|
|
|||||
|
|
Catatan
: Untuk keperluan penerapan tarif pajak, jumlah
Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh. |
|||||
|
5. |
Dalam hal memperoleh pengurangan atau
pengembalian pajak atas penghasilan yang terutang/dibayar di luar negeri (PPh
Pasal 24), yang sebelumnya telah diperhitungkan sebagai kredit PPh yang
terutang pada tahun pajak yang lalu, diisi sebesar jumlah pengurangan atau
pengembalian pajak tersebut. Lihat: Keputusan Menteri Keuangan Nomor :
164/KMK.03/2002. |
|||||
|
6. |
Diisi dengan hasil perhitungan angka 4 ditambah
dengan angka 5. |
|||||
C. |
KREDIT PAJAK : |
||||||
|
7. |
Dalam hal memperoleh fasilitas PPh ditanggung
Pemerintah atas penghasilan dari pekerjaan jasa konstruksi, jasa konsultan,
dan atau jasa pemasok dalam rangka proyek Pemerintah yang dananya seluruhnya
atau sebagian dibiayai dengan hibah dan atau pinjaman luar negeri, diisi
sebesar jumlah PPh yang tidak bersifat final yang dihitung dengan formula
sebagai berikut : |
|||||
|
|
DANA PINJAMAN LN/HIBAH |
X |
PPh
TERUTANG |
|||
|
|
TOTAL BIAYA PROYEK |
|||||
|
|
|
|||||
|
|
Lihat : |
|||||
|
|
- |
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995
s.t.d.t.d.Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2001; |
||||
|
|
- |
Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000; |
||||
|
|
- |
Peraturan Pemerintah Nomor 140 Tahun 2000; |
||||
|
|
- |
Keputusan Menteri Keuangan Nomor
559/KMK.04/2000; |
||||
|
|
- |
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-13/PJ.42/2002. |
||||
|
8. |
a. |
Diisi dengan jumlah kredit pajak dalam negeri
dari formulir 1771-III |
||||
|
|
b. |
Diisi dengan jumlah kredit pajak luar negeri
sesuai dengan perhitungan kredit pajak luar negeri pada Lampiran Khusus 7A. |
||||
|
9. |
Beri tanda "X" dalam salah satu kotak
yang tersedia sesuai dengan hasil pengurangan jumlah pada angka 6 dengan jumlah
pada angka 7 dan angka 8. |
|||||
|
10. |
Huruf a diisi dengan jumlah PPh Pasal 25 yang
dibayar sendiri. Huruf b diisi dengan Pokok Pajak pada STP PPh
Pasal 25. Huruf c diisi sebesar jumlah Fiskal Luar Negeri pegawai
perusahaan yang ditanggung oleh perusahaan dalam rangka perjalanan ke luar
negeri untuk kepentingan perusahaan, sepanjang dapat dibuktikan pembayarannya
oleh perusahaan dan sepanjang tidak dibebankan sebagai biaya perusahaan. Huruf d diisi sebesar jumlah PPh atas
penghasilan dari pengalihan tanah dan bangunan bagi perusahaan selain
pengembang/real estat dan yayasan atau organisasi sejenis, yang dilaporkan
dalam Formulir 1771-I angka 1 huruf e. |
|||||
D. |
PPh KURANG/LEBIH BAYAR : |
||||||
|
11. |
Beri tanda "X" dalam salah satu kotak
yang tersedia sesuai dengan hasil pengurangan jumlah pada angka 9 dengan
jumlah pada angka 10. |
|||||
|
|
Diisi dengan tanggal pembayaran PPh Pasal 29 |
|||||
E. |
PERMOHONAN : Beri tanda "X" dalam salah satu kotak
yang tersedia sesuai dengan permohonan yang dimaksud. |
||||||
F. |
ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN BERJALAN : Penghitungan besarnya angsuran bulanan PPh Pasal
25 tahun berjalan untuk semua Wajib Pajak, atas penghasilan yang dikenakan
PPh yang tidak bersifat final. |
||||||
|
a. |
Penghasilan yang menjadi dasar penghitungan
angsuran, bagi : |
|||||
|
|
- |
Wajib
Pajak pada umumnya, adalah berdasarkan penghasilan teratur menurut SPT
Tahunan tahun pajak yang lalu; |
||||
|
|
- |
Wajib Pajak BUMN/BUMD, adalah berdasarkan
rencana pendapatan menurut RKAP tahun pajak berjalan yang telah
disetujui/disahkan oleh RUPS dan setelah dilakukan penyesuaian fiskal
berdasarkan ketentuan UU PPh. Apabila RKAP tahun pajak berjalan belum disetujui/disahkan
oleh RUPS, maka digunakan rencana pendapatan dari RKAP tahun pajak yang lalu
setelah dilakukan penyesuaian fiskal berdasarkan ketentuan UU PPh; |
||||
|
|
- |
Wajib Pajak bank dan perusahaan pembiayaan sewa
guna usaha dengan hak opsi (financial lease), adalah berdasarkan penghasilan
neto menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dan setelah
dilakukan penyesuaian fiskal berdasarkan ketentuan UU PPh. |
||||
|
|
|
Lihat : |
||||
|
|
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 522/KMK.04/2000
s.t.d.t.d. |
||||
|
|
|
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 84/KMK.03/2002. |
||||
|
b. |
Diisi dari Perhitungan Kompensasi Kerugian
Fiskal, jumlah kolom Tahun Berjalan (lampiran khusus 2A/2B). |
|||||
|
c. |
Diisi dengan hasil perhitungan huruf a dikurangi
dengan huruf b. |
|||||
|
d. |
Diisi dengan Penghasilan Kena Pajak (huruf c)
dikali dengan tarif Pasal 17. |
|||||
|
e. |
Diisi dengan jumlah kredit pajak tahun pajak
yang lalu atas penghasilan yang termasuk dalam huruf a yang telah
dipotong/dipungut oleh pihak lain (PPh Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal
24). |
|||||
|
f. |
Diisi dengan hasil perhitungan huruf d dikurangi
dengan huruf e |
|||||
|
g. |
Angsuran PPh Pasal 25, bagi : |
|||||
|
|
- |
Wajib
Pajak pada umumnya, berlaku mulai bulan ketiga tahun berjalan; |
||||
|
|
- |
Wajib Pajak BUMN/BUMD, berlaku sejak bulan
pertama tahun berjalan; |
||||
|
|
- |
Wajib Pajak bank, berlaku untuk tiga bulan
pertama tahun berjalan, dan selanjutnya dihitung kembali setiap tiga bulan
dengan cara yang sama. |
||||
G. |
PPh FINAL DAN PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK
OBJEK PAJAK |
||||||
|
a. |
Diisi dengan jumlah PPh terutang atas
penghasilan yang dikenakan PPh Final dari formulir 1771-IV Bagian A jumlah
Kolom 5. |
|||||
|
b. |
Diisi dengan jumlah penghasilan bruto yang tidak
termasuk objek pajak dari formulir 1771-IV Bagian B jumlah Kolom 3. |
|||||
H. |
LAMPIRAN : |
||||||
|
- |
Surat Setoran Pajak lembar ke-3 PPh Pasal 29 : Wajib dilampirkan oleh semua Wajib Pajak,
kecuali apabila tidak ada setoran akhir (nihil). Dalam hal Wajib Pajak
melakukan pembayaran dengan media e-payment melalui bank-bank persepsi
tertentu yang telah ditunjuk oleh DJP, lampirkan bukti pembayaran pajak yang
sah sebagai pengganti SSP lembar ke-3; |
|||||
|
- |
Laporan Keuangan (lengkap) : Wajib dilampirkan oleh semua Wajib Pajak tanpa
kecuali. Dalam hal pembukuan/laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik,
lampirkan laporan keuangan yang telah diaudit. Bagi Wajib Pajak yang
mempunyai anak perusahaan di Indonesia atau di luar negeri, dan atau
mempunyai cabang usaha di luar negeri baik melalui bentuk usaha tetap (BUT)
ataupun bukan BUT, yang melampirkan Laporan Keuangan Konsolidasi, wajib
menyertakan di dalam Laporan Keuangan Konsolidasi tersebut data dan informasi
lengkap (full disclosure) yang hanya berkaitan dengan kegiatan usaha Wajib
Pajak yang bersangkutan saja; |
|||||
|
- |
Daftar
Penyusutan dan Amortisasi Fiskal : Wajib dilampirkan oleh semua Wajib Pajak sesuai bentuk
formulir Lampiran Khusus 1A/1B, kecuali apabila Wajib Pajak tidak memiliki
dan mempergunakan harta berwujud dan atau harta tak berwujud/pengeluaran
lainnya sebagai aktiva tetap yang pembebanannya harus dilakukan melalui
penyusutan/amortisasi; |
|||||
|
- |
Perhitungan
Kompensasi Kerugian Fiskal : Wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang
mempunyai hak kompensasi kerugian fiskal dari tahun-tahun pajak yang lalu,
sesuai bentuk formulir Lampiran Khusus 2A/2B; |
|||||
|
- |
Pernyataan
Transaksi Dalam Hubungan Istimewa : Wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang
melakukan transaksi-transaksi tertentu dengan pihak-pihak yang mempunyai
hubungan istimewa atau perusahaan afiliasi (intra-group transactions), sesuai
bentuk formulir Lampiran Khusus 3A/3B; |
|||||
|
- |
Daftar
Fasilitas Penanaman Modal : Wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang memperoleh fasilitas penanaman modal, sesuai bentuk formulir Lampiran Khusus 4A/4B; |
|||||
|
- |
Daftar
Cabang Utama Perusahaan : Wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang
mempunyai kantor-kantor cabang atau tempat-tempat usaha utama di berbagai
lokasi, sesuai bentuk formulir Lampiran Khusus 5A/5B; |
|||||
|
- |
Surat
Setoran Pajak lembar ke 3 PPh Pasal 26 Ayat (4): Wajib dilampirkan oleh semua Wajib Pajak BUT (selain perusahaan pelayaran/penerbangan asing dan perwakilan dagang asing), kecuali apabila pajak tidak terutang. Dalam hal Wajib Pajak melakukan pembayaran dengan media e-payment melalui bank-bank persepsi tertentu yang telah ditunjuk oleh DJP, lampirkan bukti pembayaran pajak yang sah sebagai pengganti SSP lembar ke-3; |
|||||
|
- |
Perhitungan
PPh Pasal 26 Ayat (4): Wajib dilampirkan oleh semua Wajib Pajak BUT (meskipun pajak tidak terutang), sesuai bentuk formulir Lampiran Khusus 6A/6B; |
|||||
|
- |
Kredit
Pajak Luar Negeri Wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang mempunyai penghasilan dari luar negeri dan telah dikenakan pajak oleh pihak luar negeri, sesuai bentuk formulir Lampiran Khusus 7A/7B. |
|||||
|
- |
Surat
Kuasa Khusus: Wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang pengisian SPT Tahunan-nya dikuasakan kepada pihak lain yang berkompeten. |
|||||
|
- |
Khusus untuk Kontraktor Production Sharing (Migas)
wajib melampirkan Pertamina Quaterly Report untuk periode terakhir tahun yang
bersangkutan. |
|||||
I. |
PERNYATAAN : Diisi selengkapnya, tempat dan tanggal pengisian
SPT Tahunan serta Nama Lengkap, NPWP dan tanda tangan pengurus perusahaan yang
berwenang. Dalam hal SPT Tahunan diisi oleh Kuasa Wajib Pajak, diisi dengan
Nama Lengkap, NPWP dan tanda tangan Kuasa. Isi "X" pada kotak yang sesuai. Dibubuhi Cap Perusahaan. |
||||||
LAMPIRAN-LAMPIRAN KHUSUS SPT TAHUNAN
1. |
DAFTAR
PENYUSUTAN DAN AMORTISASI FISKAL |
||||||||
|
- |
Diisi per jenis harta berwujud/tidak berwujud yang
dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan yang dapat
disusutkan/diamortisasi. |
|||||||
|
- |
Kolom
CATATAN diisi dengan informasi yang relevan (apabila ada) mengenai : |
|||||||
|
|
- |
tahun-tahun
revaluasi yang pernah dilakukan; |
||||||
|
|
- |
fasilitas
penanaman modal berupa penyusutan/amortisasi dipercepat; |
||||||
|
- |
Kolom
METODE PENYUSUTAN/AMORTISASI diisi dengan kode : |
|||||||
|
|
METODE PENYUSUTAN/ |
KODE |
PENGGUNAAN |
|||||
|
|
- |
Garis
Lurus |
- |
GL |
- |
Komersial/Fiskal |
||
|
|
- |
Jumlah
Angka Tahun |
- |
JAT |
- |
Komersial |
||
|
|
- |
Saldo
Menurun |
- |
SM |
- |
Komersial/Fiskal |
||
|
|
- |
Saldo
Menurun Ganda |
- |
SMG |
- |
Komersial |
||
|
|
- |
Jumlah
Jam Jasa |
- |
JJJ |
- |
Komersial/Amortisasi
Fiskal |
||
|
|
- |
Jumlah
Satuan Produksi |
- |
JSP |
- |
Komersial |
||
|
|
- |
Metode
Lainnya |
- |
ML |
- |
Komersial |
||
|
- |
Bagi Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan
dalam mata uang Dollar Amerika Serikat, perhatikan ketentuan mengenai kurs
konversi aktiva tetap sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 533/KMK.04/2000. |
|||||||
|
|
Lihat
: |
|||||||
|
|
- |
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 520/KMK.04/2000
s.t.d.d.Keputusan Menteri Keuangan Nomor 138/KMK.03/2002; |
||||||
|
|
- |
Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 521/KMK.04/2000; |
||||||
|
|
- |
Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-220/PJ./2002; |
||||||
|
|
- |
Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-316/PJ./2002; |
||||||
|
|
- |
Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-07/PJ.42/2002; |
||||||
|
|
- |
Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-09/PJ.42/2002; |
||||||
2. |
PERHITUNGAN
KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL Perhitungan kompensasi kerugian fiskal di sini
hanyalah berkenaan dengan kerugian fiskal dari kegiatan usaha di Indonesia
saja, tidak termasuk kerugian fiskal dari kegiatan usaha di luar negeri baik
melalui bentuk usaha tetap (BUT) ataupun bukan BUT. Terhadap kerugian fiskal
dari kegiatan usaha di luar negeri berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 164/KMK.03/2002 hanya dapat dikompensasikan dengan keuntungan fiskal
yang diterima dan atau diperoleh dari kegiatan usaha di luar negeri dari
negara yang sama (per country basis). Dalam hal demikian, harus dibuat
perhitungan kompensasi kerugian fiskal yang terpisah dengan bentuk daftar
yang sama. |
||||||||
|
- |
Kolom KERUGIAN DAN PENGHASILAN NETO FISKAL 5
TAHUN TERAKHIR diisi dengan data yang bersumber dari Surat Ketetapan Pajak
atau Keputusan Keberatan/Putusan Banding, atau dalam hal tidak/belum ada
keputusan tersebut, bersumber dari SPT Tahunan. |
|||||||
|
- |
Kolom-kolom KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL diisi
dengan distribusi besarnya kompensasi kerugian fiskal untuk masing-masing
tahun setelah tahun terjadinya kerugian fiskal. Dalam hal memperoleh
fasilitas penanaman modal berupa kompensasi kerugian fiskal yang lebih dari 5
tahun (kerugian fiskal dari hasil penanaman modal sejak saat mulai
berproduksi komersial), jumlah tahun dan kolom dapat ditambah dengan
menggunakan lembar kedua. |
|||||||
|
- |
Bagi Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan
dalam mata uang Dollar Amerika Serikat, perhatikan ketentuan mengenai
kompensasi kerugian fiskal sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 533/KMK.04/2000. |
|||||||
|
- |
Pindahkan jumlah pada kolom TAHUN PAJAK INI ke FORMULIR 1771 atau FORMULIR 1771/$ (Huruf A Angka 2), dan pindahkan jumlah pada kolom TAHUN BERJALAN ke FORMULIR 1771 atau FORMULIR 1771/$ (Huruf F Butir b). |
|||||||
|
Contoh
Pengisian (Formulir Lampiran Khusus 2A) PT. ABC berdiri pada tahun 1998. Pada tahun
pajak 2003 wajib pajak memperoleh laba fiskal sebesar Rp 50.000.000,-. Adapun
keuntungan/kerugian fiskal tahun-tahun sebelumnya adalah sebagai berikut: |
||||||||
|
Tahun
1995, rugi fiskal |
Rp 20.000.000,- |
|||||||
|
Tahun
1996, rugi fiskal |
Rp 5.000.000,- |
|||||||
|
Tahun
1997, rugi fiskal |
Rp 1.000.000,- |
|||||||
|
Tahun
1998, rugi fiskal |
Rp
100.000.000,- |
|||||||
|
Tahun
1999, rugi fiskal |
Rp 20.000.000,- |
|||||||
|
Tahun
2000; laba fiskal |
Rp 30.000.000,- |
|||||||
|
Tahun
2001, laba fiskal |
Rp 10.000.000,- |
|||||||
|
Tahun
2002, rugi fiskal |
Rp 5.000.000,- |
|||||||
|
Pengisian
kedalam Formulir Khusus 2A adalah pada contoh berikut |
||||||||
LAMPIRAN KHUSUS SPT TAHUNAN
PAJAK PENGHASILAN WP BADAN
TAHUN PAJAK
|2|0|0|3|
- PERHITUNGAN
KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL
UNTUK TAHUN PAJAK |2|0|0|3| DAN
TAHUN PAJAK BERJALAN
NPWP |
: |
|
NAMA
WAJIB PAJAK : |
PT
ABC |
KERUGIAN DAN PENGHASILAN NETO FISKAL |
KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL |
||||||
TAHUN |
RUPIAH |
TH. 1999
(RUPIAH) |
TH. 2000 (RUPIAH) |
TH. 2001
(RUPIAH) |
TH. 2002 (RUPIAH) |
TH. 2003 (TAHUN PAJAK INI) |
TH. 2004 (TAHUN BERJALAN) RUPIAH **) |
1995 |
( 20.000.000,00) |
--- |
20.000.000,00 |
--- |
--- |
--- |
--- |
1996 |
(
5.000.000,00) |
--- |
5.000.000,00 |
--- |
--- |
--- |
--- |
1997 |
(
1.000.000,00) |
--- |
1.000.000,00 |
--- |
--- |
--- |
--- |
1998 |
(100.000.000,00) |
--- |
4.000.000,00 |
10.000.000,00 |
--- |
50.000.000,00 |
--- |
1999 |
( 20.000.000,00) |
--- |
--- |
--- |
--- |
--- |
20.000.000,00 |
2000 |
30.000.000,00 |
--- |
--- |
--- |
--- |
--- |
--- |
2001 |
10.000.000,00 |
--- |
--- |
--- |
--- |
--- |
--- |
2002 |
( 5.000.000,00) |
--- |
--- |
--- |
--- |
--- |
5.000.000,00 |
2003 |
50.000.000,00 |
--- |
--- |
--- |
--- |
--- |
--- |
|
JUMLAH : |
--- |
30.000.000,00 |
10.000.000,00 |
--- |
50.000.000,00
|
25.000.000,00 |
|
.................., .................. WAJIB PAJAK/KUASA, (.........................) |
CATATAN
: |
|
*) |
PINDAHKAN
JUMLAH KOLOM INI KE FORMULIR 1771 HURUF A ANGKA 2 |
**) |
PINDAHKAN
JUMLAH KOLOM INI KE FORMULIR 1771 HURUF F BUTIR b |
3. |
PERNYATAAN TRANSAKSI DALAM HUBUNGAN ISTIMEWA |
||||||||
|
- |
Angka 1, angka 2, dan angka 3 : Jenis-jenis transaksi yang dilakukan dengan
pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa diisi dalam kotak-kotak yang
tersedia dengan kode angka sebagai berikut : |
|||||||
|
|
1. |
Transaksi pembelian barang. |
||||||
|
|
2. |
Transaksi penjualan barang. |
||||||
|
|
3. |
Transaksi pembelian/penggunaan jasa. |
||||||
|
|
4. |
Transaksi penjualan/penyediaan jasa. |
||||||
|
|
5. |
Transaksi persewaan harta berwujud. |
||||||
|
|
6. |
Transaksi penggunaan harta tak berwujud. |
||||||
|
|
7. |
Transaksi lainnya. |
||||||
|
- |
Angka
1 : Untuk masing-masing jenis transaksi yang
dilakukan, jelaskan pada sisi kotaknya dengan siapa transaksi dilakukan dan besarnya
nilai transaksi. |
|||||||
|
- |
Angka
2 : Dalam hal ada perjanjian dengan DJP mengenai
penentuan harga transfer, sebutkan Nomor/Tanggal Perjanjian dan periode
berlakunya. Jelaskan untuk jenis-jenis transaksi yang mana (dengan kode
angka), yang dilakukan dengan siapa, serta sebutkan metode penentuan harga
transfer yang disepakati dalam perjanjian, pada sisi kotaknya. |
|||||||
|
- |
Angka
3 : Dalam hal tidak ada perjanjian dengan DJP mengenai
penentuan harga transfer, sebutkan untuk masing-masing jenis transaksi,
metode penentuan harga transfer yang dipergunakan, pada sisi kotaknya. |
|||||||
4. |
DAFTAR
FASILITAS PENANAMAN MODAL |
||||||||
|
- |
Angka
1 : |
|||||||
|
|
a. |
Diisi
Nomor/Tanggal Surat Persetujuan Ketua BKPM mengenai penanaman modal; |
||||||
|
|
b. |
Diisi
Nomor/Tanggal Surat Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian fasilitas
penanaman modal. |
||||||
|
- |
Angka
2 : |
|||||||
|
|
a. |
JUMLAH PENANAMAN MODAL YANG DISETUJUI, diisi
sesuai dengan jumlah dalam mata uang yang tercantum berdasarkan Surat
Persetujuan Ketua BKPM. Apabila mata uang tersebut berbeda dengan mata uang
yang dipergunakan dalam pembukuan perusahaan, cantumkan juga jumlah nilai
ekuivalennya dalam mata uang pembukuan dengan kurs yang sebenarnya berlaku
pada saat transfer dana ke rekening perusahaan. Dalam hal dana belum
ditransfer, jumlah nilai ekuivalennya dapat menggunakan kurs yang sebenarnya
berlaku pada tanggal Surat Persetujuan Ketua BKPM (berikan catatan kaki yang
dipandang perlu); |
||||||
|
|
b. |
PENANAMAN
MODAL, baru atau perluasan, beri tanda silang dalam kotak yang sesuai
berdasarkan Surat Persetujuan Ketua BKPM; |
||||||
|
|
c. |
DI
BIDANG, isi sesuai dengan bidang usaha yang disetujui untuk penanaman modal
berdasarkan Surat Persetujuan Ketua BKPM; |
||||||
|
|
d. |
FASILITAS YANG DIBERIKAN, beri tanda silang
dalam kotak-kotak jenis fasilitas yang sesuai (dan angka 6 sampai 10 dalam kotak
tahun) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan. |
||||||
|
- |
Angka
3 : REALISASI
PENANAMAN MODAL : |
|||||||
|
|
a. |
TAHUN INI, diisi dengan jumlah realisasi
penanaman modal dalam tahun pajak SPT Tahunan selama periode sampai saat
mulai berproduksi komersial, yang dinyatakan dalam mata uang pembukuan
berdasarkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik; |
||||||
|
|
b. |
S.D. TAHUN INI, diisi dengan jumlah realisasi penanaman
modal kumulatif sampai dengan tahun pajak SPT Tahunan selama periode sampai
saat mulai berproduksi komersial, berdasarkan laporan realisasi penanaman
modal yang telah diaudit oleh Akuntan Publik. |
||||||
|
- |
Angka
4 : Diisi dengan tanggal saat mulai berproduksi
komersial berdasarkan laporan realisasi penanaman modal yang telah diaudit
oleh Akuntan Publik. |
|||||||
|
- |
Angka
5 : FASILITAS PENGURANGAN PENGHASILAN NETO, isi
dalam kotak tahun dengan angka 1 sampai 6 secara berurut untuk setiap tahun
pajak sejak tahun saat mulai berproduksi komersial (SMBK), dan besarnya
fasilitas pengurangan penghasilan neto untuk tahun pajak tersebut yang
dihitung sebesar 5% dari jumlah realisasi penanaman modal tersebut pada angka
3 huruf b. Pindahkan jumlah hasil perhitungan angka 5 ke FORMULIR 1771-I atau
FORMULIR 1771-I/$ (Angka 4 Kolom (3)). |
|||||||
|
|
Lihat
: |
|||||||
|
|
- |
Peraturan
Pemerintah Nomor 148 Tahun 2000; |
||||||
|
|
- |
Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 571/KMK.04/2000. |
||||||
5. |
DAFTAR
CABANG UTAMA |
||||||||
|
- |
Diisi dengan informasi alamat lengkap dan NPWP (apabila sudah terdaftar di KPP lokasi) hanya untuk kantor-kantor cabang atau tempat-tempat usaha utama di berbagai lokasi. Kantor-kantor cabang pembantu atau perwakilan yang berada di bawahnya cukup disebutkan jumlahnya saja. Kantor cabang yang berada/berkedudukan di luar negeri juga harus dicantumkan. |
|||||||
6. |
PERHITUNGAN
PPh PASAL 26 AYAT (4) |
||||||||
|
- |
Angka
1 : PENGHASILAN
NETO KOMERSIAL, diisi dari FORMULIR 1771-I atau FORMULIR 1771-I/$ (Jumlah
Angka 1). |
|||||||
|
- |
Angka
2 : |
|||||||
|
|
PENYESUAIAN FISKAL POSITIF/NEGATIF, diisi dari FORMULIR
1771-I atau FORMULIR 1771-I/$ (Jumlah Angka 2 dan Angka 3). Dalam hal Wajib
Pajak/BUT dikenakan PPh badan yang bersifat final, penyesuaian fiskal
positif/negatif harus dihitung tersendiri sesuai ketentuan yang berlaku
berdasarkan pembukuan/laporan keuangan. |
|||||||
|
- |
Angka
3 : PENGHASILAN NETO FISKAL, apabila jumlahnya
negatif maka pengisian selanjutnya tidak perlu dilakukan karena tidak akan
terutang PPh Pasal 26 ayat (4). |
|||||||
|
- |
Angka
4 : PAJAK
PENGHASILAN BADAN TERUTANG, diisi dari FORMULIR 1771 atau FORMULIR 1771/$
(Huruf B Angka 6), atau dalam hal dikenakan PPh final, diisi dari FORMULIR
1771-IV atau FORMULIR 1771-IV/$ (Bagian A Angka 7 atau 8). |
|||||||
|
- |
Angka
5 : DASAR PENGENAAN PPh PASAL 26 AYAT (4), apabila
jumlahnya negatif maka pengisian selanjutnya tidak perlu dilakukan karena
tidak akan terutang PPh Pasal 26 ayat (4). |
|||||||
|
- |
Angka
6 : PPh PASAL 26 AYAT (4), apabila jumlahnya ada,
beri tanda "X" dalam kotak yang sesuai dan lengkapi dengan
informasi yang diperlukan pada sisi kotak yang diberi tanda "X". |
|||||||
7. |
KREDIT
PAJAK LUAR NEGERI |
||||||||
|
- |
Diisi dengan rincian bukti pemotongan/pembayaran
Pajak Penghasilan yang terutang di luar negeri atas penghasilan yang
diterima/diperoleh dari negara tersebut, yang dikenakan Pajak Penghasilan di
Indonesia tidak bersifat final dan dilaporkan dalam SPT Tahunan tahun pajak
ini. |
|||||||
|
- |
Pengkreditan Pajak Penghasilan yang
terutang/dibayar di luar negeri terhadap Pajak Penghasilan yang terutang di
Indonesia (kolom (7)) tidak boleh melebihi jumlah tertentu yang dihitung
berdasarkan formula sebagai berikut: |
|||||||
|
|
Jumlah
Penghasilan dari LN |
X |
Total
PPh Terutang |
|||||
|
|
Penghasilan
Kena Pajak |
|||||||
|
|
atau
sama dengan total PPh terutang, mana yang lebih kecil |
|||||||
|
- |
Dalam hal penghasilan yang diterima/diperoleh di
luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan kredit pajak
berdasarkan formula tersebut dilakukan untuk masing-masing negara (ordinary
credit per country basis). |
|||||||
|
|
Lihat
: |
|||||||
|
|
- |
Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 164/KMK.03/2002. |
||||||
|
|
- |
Kolom
(1) diisi dengan Nomor Urut |
||||||
|
|
- |
Kolom
(2) diisi dengan Nama dan Alamat Pemotong Pajak Di Luar Negeri |
||||||
|
|
- |
Kolom
(3) diisi dengan jenis penghasilan |
||||||
|
|
- |
Kolom
(4) diisi dengan jumlah penghasilan neto yang diterima |
||||||
|
|
- |
Kolom (5) diisi dengan jumlah pajak yang
terutang/dibayar di luar negeri dalam mata uang rupiah berdasarkan kurs
konversi saat tanggal pembayaran/terutangnya pajak |
||||||
|
|
- |
Kolom
(6) diisi dengan jumlah pajak yang terutang/dibayar di luar negeri dalam mata
uang asing. |
||||||