1   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11

 

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

 

PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN

PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI

 

PETUNJUK UMUM

 

Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (UU KUP), hal-hal yang perlu diperhatikan oleh Wajib Pajak adalah sebagai berikut :

1.

Setiap Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan SPT Tahunan dengan benar, lengkap, dan jelas, dan menandatanganinya.

2.

SPT Tahunan ditandatangani oleh Wajib Pajak Orang Pribadi atau orang yang diberi kuasa menandatangani sepanjang dilampiri dengan surat kuasa khusus.

3.

SPT Tahunan dianggap tidak disampaikan apabila tidak ditandatangani atau tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan atau dokumen sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 534/KMK.04/2000 dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-214/PJ./2001.

4.

Wajib Pajak harus mengambil sendiri formulir SPT Tahunan dan menyampaikannya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak.

5.

Penyampaian SPT Tahunan dapat dilakukan melalui Kantor Pos secara tercatat atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-518/PJ./2000 tanggal 4 Desember 2000.

6.

Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan harus dibayar lunas paling lambat tanggal 25 (dua puluh lima) bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir. Apabila pembayaran dilakukan setelah tanggal jatuh tempo, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan yang dihitung dari saat jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

7.

Wajib Pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang ke Kas Negara melalui Kantor Pos dan Giro atau bank yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran untuk menerima pembayaran pajak (Bank Persepsi).

8.

Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran pajak yang terutang pada SPT Tahunan (PPh Pasal 29) paling lama 12 (dua belas) bulan. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-325/PJ./2001, permohonan harus diajukan secara tertulis kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dengan menggunakan formulir tertentu sesuai lampiran Keputusan Direktur Jenderal tersebut.

9.

Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan paling lama 6 (enam) bulan. Permohonan harus diajukan secara tertulis disertai Surat Pernyataan mengenai penghitungan sementara besarnya pajak terutang dalam 1 (satu) tahun pajak dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak menurut penghitungan sementara tersebut.

Apabila SPT Tahunan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditetapkan atau dalam batas waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah). Setiap orang yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT Tahunan atau menyampaikan SPT Tahunan tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling tinggi 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar.

10.

Setiap orang yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT Tahunan atau menyampaikan SPT Tahunan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

 

 

 

 

                                   

LAMPIRAN I (FORMULIR 1770-I)

PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI

                       

 

Formulir ini digunakan untuk menghitung besarnya seluruh penghasilan neto dalam negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa dari usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan dan penghasilan lainnya, kecuali penghasilan :

1.

Isteri yang telah hidup berpisah;

2.

Isteri yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, yang harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh isteri sendiri.

 

(Pasal 4, Pasal 6, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 11A UU PPh).

 

 

TAHUN PAJAK

 

Diisi pada kotak yang tersedia sesuai dengan Tahun Pajak, misalnya 2003, 2004, dst.

Contoh: Tahun buku 2003

2

0

0

3

Periode Januari # Desember

0

1

 

0

3

s.d

1

2

 

0

3

 

 

 

NPWP

 

Diisi pada kotak yang tersedia sesuai NPWP yang tercantum pada Kartu NPWP.

 

 

NAMA WAJIB PAJAK

 

Diisi sesuai dengan nama Wajib Pajak yang tercantum pada Kartu NPWP.

 

 

BAGIAN A:

 

PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI DARI USAHA DAN ATAU PEKERJAAN BEBAS BAGI WAJIB PAJAK YANG MENGGUNAKAN PEMBUKUAN

 

Bagian ini diisi oleh Wajib Pajak yang menggunakan pembukuan, untuk melaporkan besarnya penghasilan neto dalam negeri dari usaha dan atau pekerjaan bebas yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

 

Bagi Wajib Pajak yang laporan keuangannya telah di Audit oleh Kantor Akuntan Publik wajib mencantumkan nama Akuntan Publik yang menandatangani laporan audit dan nama Kantor Akuntan Publik beserta NPWP Akuntannya dan kolom Opini Akuntan diisi sesuai dengan kode opini sebagai berikut

Kode

1

untuk Wajar Tanpa Pengecualian;

 

2

untuk Wajar Dengan Pengecualian;

 

3

untuk Tidak Wajar;

 

4

untuk Tidak Ada Opini.

 

Demikian pula apabila Wajib Pajak menggunakan jasa konsultan pajak, diisi dengan nama Konsultan Pajak sesuai dengan surat kuasa dan nama Kantor Konsultan Pajak beserta NPWP Konsultan Pajaknya.

 

 

NOMOR

Kolom (1)

 

Cukup jelas

 

 

URAIAN

Kolom (2)

 

Nomor 1

PENGHASILAN DARI USAHA DAN ATAU PEKERJAAN

BEBAS BERDASARKAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL

 

Diisi dengan jumlah penghasilan dari kegiatan pokok dan biaya berdasarkan Laporan Keuangan Komersial yang dilampirkan pada SPT Tahunan baik yang belum di Audit maupun yang telah di Audit oleh Kantor Akuntan Publik.

 

 

PEREDARAN USAHA

Huruf (a)

 

Diisi dengan jumlah seluruh penghasilan dari kegiatan/usaha pokok dan/atau dari pekerjaan bebas yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak selama tahun pajak yang bersangkutan berdasarkan pembukuan, termasuk didalamnya penghasilan dari kegiatan pokok yang dikenakan PPh Final.

 

Catatan:

 

Penghasilan dan biaya lainnya (penghasilan dan biaya yang berasal dari bukan kegiatan/usaha pokok Wajib Pajak) dilaporkan pada Bagian D Formulir 1770-I Halaman 2.

 

 

HARGA POKOK PENJUALAN

Huruf (b)

 

Diisi sesuai dengan jumlah Harga Pokok Penjualan menurut pembukuan.

a.

Bagi Wajib Pajak yang melakukan Usaha Dagang, kolom ini diisi dengan Harga Pokok Penjualan usaha dagang selama Tahun Pajak yang bersangkutan.

b.

Bagi Wajib Pajak yang melakukan Usaha di Bidang Industri, kolom ini diisi dengan harga pokok penjualan usaha industri selama Tahun Pajak yang bersangkutan.

c.

Bagi Wajib Pajak yang melakukan Usaha di Jasa, kolom ini diisi dengan harga pokok usaha jasa, yaitu jumlah biaya yang berhubungan langsung dengan peredaran/penerimaan bruto.

           

 

LABA/RUGI BRUTO USAHA

Huruf (c)

 

Diisi dengan hasil pengurangan peredaran usaha (a) dengan harga pokok penjualan (b).

 

 

BIAYA USAHA

Huruf (d)

 

Diisi dengan jumlah biaya usaha, seperti : biaya penjualan, biaya umum dan administrasi.

 

 

PENGHASILAN NETO DARI USAHA

Huruf (e)

 

Diisi dengan hasil pengurangan laba/rugi bruto usaha (c) dengan biaya usaha (d).

 

 

Nomor 2

PENYESUAIAN FISKAL POSITIF

 

Penyesuaian fiskal positif adalah penyesuaian yang bersifat menambah atau memperbesar terhadap penghasilan berdasarkan laporan keuangan komersial, karena adanya biaya, pengeluaran, dan kerugian yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam menghitung penghasilan kena pajak berdasarkan ketentuan Undang-undang Pajak Penghasilan beserta peraturan pelaksanaannya, karena adanya perbedaan saat pengakuan biaya dan penghasilan atau karena penghitungan biaya menurut metode fiskal lebih rendah dari penghitungan menurut metode akuntansi komersial, serta karena adanya penghasilan yang merupakan objek pajak yang tidak termasuk dalam penghasilan komersial, yaitu sebagai berikut:

a.

Diisi dengan penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf i UU PPh, yaitu misalnya pengeluaran perusahaan untuk pembelian/perbaikan rumah atau kendaraan pribadi, biaya perjalanan pribadi/keluarga, biaya premi asuransi pribadi/keluarga, dan pengeluaran lainnya untuk kepentingan pribadi wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;

b.

Diisi dengan penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf d UU PPh, yaitu premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayar oleh Wajib Pajak. Pada saat Wajib Pajak menerima penggantian atau santunan asuransi, penerimaan tersebut bukan merupakan objek pajak;

c.

Diisi dengan penyesuaian berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh, yaitu penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan (benefit in-kind) bukan merupakan penghasilan bagi pegawai yang bersangkutan. Oleh karena itu sesuai dengan prinsip taxability and deductibility, penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh, bagi Wajib Pajak pemberi kerja tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan. Namun pemberian natura berupa penyediaan makanan/minuman di tempat kerja bagi seluruh pegawai, demikian pula pemberian natura dan kenikmatan di daerah terpencil yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, serta pemberian natura atau kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya (seperti : pakaian dan peralatan khusus untuk keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan, antar-jemput pegawai, serta akomodasi untuk awak kapal), dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan;

 

Lihat : Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 466/KMK.04/2000

d.

Diisi dengan penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf f UU PPh, yaitu pembayaran gaji, honorarium, dan imbalan lain sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) UU PPh, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sepanjang jumlahnya tidak melebihi kewajaran. Kewajaran diukur berdasarkan standar yang berlaku umum untuk pekerjaan dengan kualifikasi yang sama yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa. Atas selisih yang melebihi kewajaran tersebut dapat dikategorikan sebagai pembagian laba;

e.

Diisi dengan penyesuaian berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf a UU PPh, yaitu bantuan atau sumbangan dan harta hibahan yang diterima oleh badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial, atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, bukan merupakan penghasilan sepanjang tidak terdapat hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu sesuai dengan prinsip taxability and deductibility, penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf g UU PPh, bagi Wajib Pajak pemberi bantuan atau sumbangan dan harta hibahan tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan;

f.

Diisi dengan penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf h UU PPh;

g.

Diisi dengan penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf j UU PPh, yaitu pembayaran gaji kepada pemilik atau orang yang menjadi tanggungannya tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan;

h.

Diisi dengan penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf k UU PPh, yaitu sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan, serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan bukan merupakan biaya perusahaan;

i.

Diisi apabila perhitungan penyusutan/amortisasi menurut pembukuan Wajib Pajak lebih besar dari perhitungan penyusutan/amortisasi menurut fiskal (daftar rincian perhitungan penyusutan dan amortisasi fiskal lampirkan pada SPT);

j.

Diisi dengan biaya yang berkaitan dengan #penghasilan yang dikenakan PPh Final dan Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak tetapi termasuk dalam penghasilan komersial".

k.

Penyesuaian berdasarkan ketentuan umum Pasal 4 dan Pasal 6 UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, dalam hal :

 

-

terdapat penghasilan yang tidak diakui secara komersial akan tetapi termasuk Objek Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan tidak bersifat final;

 

-

terdapat biaya-biaya perusahaan lainnya atau kerugian yang diakui secara komersial akan tetapi tidak dapat diakui secara fiskal.

 

 

Nomor 3

PENYESUAIAN FISKAL NEGATIF

 

Yang dimaksud dengan penyesuaian fiskal negatif adalah penyesuaian terhadap penghasilan neto komersial dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak berdasarkan UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, yang bersifat mengurangi penghasilan dan atau menambah biaya-biaya komersial.

a.

Diisi dengan penghasilan yang dikenakan PPh Final dan Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak tetapi termasuk dalam penghasilan komersial.

b.

Diisi apabila perhitungan penyusutan/amortisasi menurut pembukuan Wajib Pajak lebih kecil dari perhitungan penyusutan/amortisasi menurut fiskal (daftar rincian perhitungan penyusutan dan amortisasi fiskal lampirkan pada SPT);

c.

Diisi dengan penyesuaian fiskal negatif lainnya.

           

 

Nomor 4

PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI SETELAH

PENYESUAIAN

 

Diisi dengan hasil penjumlahan Penghasilan Neto dari usaha dengan Penyesuaian Fiskal Positif dikurangi dengan Penyesuaian Fiskal Negatif.

 

BAGIAN B:

 

PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI DARI USAHA DAN ATAU PEKERJAAN BEBAS BAGI WAJIB PAJAK YANG MENGGUNAKAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO

 

Bagian ini digunakan untuk menghitung besarnya seluruh penghasilan dalam negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa dari usaha dan atau pekerjaan bebas yang melakukan pencatatan dan memilih menggunakan Norma Penghitungan dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

 

Yang berhak menggunakan Norma Penghitungan adalah Wajib Pajak yang peredaran usahanya atau penerimaan brutonya kurang dari Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) setahun dan telah memberitahukan untuk menggunakan Norma Penghitungan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak dalam angka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari Tahun Pajak yang bersangkutan. Dalam hal Wajib Pajak dengan status kawin pisah harta, jumlah Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) tersebut merupakan gunggungan peredaran usaha atau penerimaan bruto dari usaha suami, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa. (Pasal 14 ayat (2) UU PPh)

 

Penghasilan tersebut tidak termasuk Penghasilan yang telah dikenakan PPh bersifat final dan Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.

 

Untuk wajib pajak yang memilih menggunakan Norma Penghitungan wajib melampirkan Surat Permohonan untuk Menggunakan Norma Penghitungan.

 

 

NOMOR

Kolom (1)

 

Cukup jelas

 

JENIS USAHA

Kolom (2)

 

Nomor 1 dan 2

:

Cukup jelas

Nomor 3

:

Jenis usaha jasa, misalnya persewaan mobil, jasa pemborong, dan salon.

Nomor 4

:

Jenis usaha pekerjaan bebas, misalnya Dokter, Notaris, Konsultan, dan Arsitek.

Nomor 5

:

Jenis usaha lain-lain adalah jenis usaha yang tidak dapat dikelompokkan pada jenis usaha Nomor 1 s.d. 4, misalnya peternakan, perikanan, pertanian, perkebunan, dan pertambangan.

 

 

PEREDARAN USAHA

Kolom (3)

 

Kolom ini diisi sesuai dengan jumlah peredaran usaha menurut catatan. Apabila Norma Penghitungan yang digunakan pada setiap jenis usaha lebih dari 1 (satu), maka Wajib Pajak wajib membuat penghitungan pada lampiran tersendiri dan kolom ini diisi dengan kata "lihat lampiran" sedangkan pada kolom jumlah diisi dengan jumlah sesuai dengan penghitungan dalam lampiran tersebut.

 

Dalam hal terdapat penghasilan untuk beberapa tahun yang diterima sekaligus, dilaporkan sebagai penghasilan pada tahun diterimanya penghasilan tersebut.

 

 

Nomor 1

DAGANG

 

Kolom ini diisi dengan jumlah peredaran usaha dagang, baik yang dilakukan Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa.

 

Peredaran usaha perdagangan ialah jumlah hasil penjualan bruto setelah dikurangi dengan pengembalian barang, potongan tunai, dan rabat dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

 

 

Nomor 2

INDUSTRI

 

Kolom ini diisi dengan jumlah peredaran usaha industri dari Wajib Pajak sendiri, isteri, dan anak/anak angkat yang belum dewasa.

 

Peredaran usaha industri ialah jumlah hasil penjualan bruto setelah dikurangi dengan pengembalian barang, potongan tunai, dan rabat dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

 

 

Nomor 3

JASA

 

Kolom ini diisi dengan jumlah peredaran usaha jasa dari Wajib Pajak sendiri, isteri, dan anak/anak angkat yang belum dewasa.

 

Peredaran usaha jasa ialah penerimaan bruto usaha jasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

 

 

Nomor 4

PEKERJAAN BEBAS

 

Kolom ini diisi dengan jumlah penerimaan bruto pekerjaan bebas dari Wajib Pajak sendiri, isteri, dan anak/anak angkat yang belum dewasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, misalnya dokter :

 

"Dokter Santoso dengan status Pegawai Negeri Sipil (Kepala RS Umum Pusat) mempunyai penghasilan sebagai berikut :

1.

a.

Sebagai Kepala RS Umum Pusat selama satu tahun menerima gaji dan tunjangan-tunjangan lain sebesar Rp 8.500.000,- (Formulir 1721-A2);

 

b.

Jasa/honorarium dokter dari pasien rawat inap di RSUP baik pasien tersebut datang langsung ke RSUP maupun pasien yang berasal dari rekomendasi praktek dokter di rumah, diterima melalui bendaharawan RS, bruto sebesar Rp 10.000.000,- (bukti potong PPh Pasal 21);

2.

Sebagai Dosen tidak tetap pada Perguruan Tinggi swasta mendapat honor Rp 6.000.000,- setahun (menurut bukti potong PPh Pasal 21);

3.

Penghasilan bruto dari Klinik Praktek Bersama sebesar Rp 25.000.000,- setahun (menurut bukti potong PPh Pasal 21);

4.

Penghasilan bruto dari praktek sebagai dokter di rumah (buka praktek sendiri) sebesar Rp 40.000.000,- setahun;

5.

Penghasilan bruto dari praktek di Rumah Sakit lain sebagai dokter tamu sebesar Rp 15.000.000,- setahun (menurut bukti potong PPh Pasal 21).

 

Dari pekerjaan bebas tersebut diatas yang dikategorikan sebagai penghasilan dari Pekerjaan bebas yang harus diisikan pada kolom ini adalah angka 1 b, 3, 4 dan 5 yaitu sebesar : Rp 10.000.000,- + Rp 25.000.000,- + Rp 40.000.000,- + Rp 15.000.000,- = Rp 90.000.000,-. Sedangkan angka 1a dan 2 dikategorikan sebagai penghasilan yang berasal dari Pekerjaan yang harus diisikan pada Formulir 1770-I Bagian C : "Penghasilan Neto Dalam Negeri sehubungan dengan pekerjaan".

 

 

Nomor 5

USAHA LAINNYA

 

Kolom ini diisi dengan jumlah peredaran/penerimaan bruto dari jenis usaha selain yang disebut pada Nomor 1 s.d. 4 dari Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

 

 

 

PERSENTASE (%) NORMA PENGHITUNGAN

Kolom (4)

 

Kolom ini diisi dengan Angka Persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto yang sesuai untuk setiap jenis usaha. Angka Persentase tersebut dikutip dari Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-536/PJ.7/2000 tanggal 29 Desember 2000 tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto bagi Wajib Pajak yang dapat menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan.

 

Apabila Norma Penghitungan yang digunakan pada setiap jenis usaha lebih dari 1 (satu), maka Wajib Pajak wajib membuat penghitungan pada lampiran tersendiri dan kolom ini diisi dengan kata "lihat lampiran".

 

(Pasal 14 UU PPh)

 

 

PENGHASILAN NETO

Kolom (5)

 

Kolom ini diisi dengan hasil perkalian angka pada Kolom (3) dengan angka persentase pada Kolom (4). Apabila Norma Penghitungan yang digunakan pada setiap jenis usaha lebih dari 1 (satu), maka Wajib Pajak wajib membuat penghitungan pada lampiran tersendiri dan kolom ini diisi dengan kata "lihat lampiran", sedangkan pada kolom jumlah diisi dengan penghitungan dalam lampiran tersebut."

 

 

JUMLAH

 

Diisi dengan hasil penjumlahan Peredaran Usaha (kolom 3) dan Penghasilan Neto (kolom 5) dari masing-masing jenis usaha.

 

 

 

BAGIAN C:

 

PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN

 

Bagian ini diisi dengan penghasilan neto dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pemberi kerja yang tidak wajib memotong PPh Pasal 21 serta dari pemberi kerja yang bukan subjek pajak namun tidak dikecualikan untuk memotong PPh Pasal 21 kecuali:

1.

Penghasilan isteri dari satu pemberi kerja;

2.

Anak/anak angkat yang belum dewasa yang memperoleh penghasilan dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha orang yang mempunyai hubungan istimewa.

 

Pengertian Wajib Pajak di sini termasuk pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota TNI/POLRI, karyawan BUMN/D, para penerima pensiun/Tunjangan Hari Tua/Tabungan Hari Tua, Warga Negara Indonesia yang bekerja pada kedutaan besar negara asing, perwakilan negara asing dan Perwakilan Organisasi Internasional.

 

Bagi pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota TNI/POLRI, dan pensiunan yang menerima penghasilan berupa honorarium dan imbalan lain dengan nama apapun yang telah dipotong PPh Pasal 21 bersifat final, penghasilan tersebut tidak dimasukkan dalam bagian ini.

 

(Pasal 4 ayat (1) huruf a jo Pasal 21 UU PPh)

 

 

Nomor

Kolom (1)

 

Cukup jelas.

 

 

NAMA/NPWP PEMBERI KERJA

Kolom (2)

 

Diisi dengan nama/NPWP setiap pemberi kerja.

 

 

PENGHASILAN BRUTO

Kolom (3)

 

Diisi dengan jumlah seluruh penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sehubungan dengan pekerjaan selama tahun pajak yang bersangkutan dari setiap pemberi kerja.

 

Penghasilan tersebut antara lain dapat berupa :

-

Gaji/uang pensiun/tunjangan hari tua (THT))

Gaji/uang Pensiun/THT yang diterima atau diperoleh secara teratur dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

-

Tunjangan PPh

Uang tunjangan PPh yang diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

-

Tunjangan lainnya, uang penggantian, uang lembur dan sebagainya

Tunjangan yang diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak yang bersangkutan berupa tunjangan isteri, dan atau tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transpor, tunjangan pendidikan anak, uang imbalan prestasi dan tunjangan lainnya dengan nama apapun, uang penggantian seperti uang penggantian pengobatan, uang lembur dan sebagainya.

-

Honorarium, imbalan lain sejenisnya

Honorarium/imbalan lain yang diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

Honorarium adalah imbalan atas jasa, jabatan atau kegiatan yang dilakukan.

-

Premi asuransi yang dibayar pemberi kerja

Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi bea siswa yang dibayar pemberi kerja kepada perusahaan asuransi atau penyelenggara Jamsostek dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

-

Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 21

Jumlah yang sebenarnya diterima dari pemberi kerja yang tidak wajib memotong PPh Pasal 21, serta yang bukan Wajib Pajak namun tidak dikecualikan untuk memotong PPh Pasal 21 sehubungan dengan pemberian dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

-

Tantiem, bonus, gratifikasi, jasa produksi, THR

Tantiem, bonus, gratifikasi, jasa produksi, THR, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap, dan yang biasanya diberikan sekali saja atau sekali dalam setahun yang diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

 

 

PENGURANGAN PENGHASILAN BRUTO

Kolom (4)

 

Diisi dengan jumlah seluruh pengurang penghasilan bruto dari setiap pemberi kerja yang terdiri dari :

a.

BIAYA JABATAN

 

Diisi dengan jumlah biaya jabatan yang boleh dikurangkan dari penghasilan.

 

Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang diterima dari pemberi kerja oleh setiap pegawai tetap tanpa memandang kedudukan atau jabatan.

 

Jumlah biaya jabatan untuk penghasilan dari setiap pemberi kerja adalah sebesar 5% dari penghasilan bruto dengan jumlah setinggi-tingginya Rp 1.296.000,00 (satu juta dua ratus sembilan puluh enam ribu rupiah) dalam setahun atau Rp 108.000,00 (seratus delapan ribu rupiah) dalam sebulan yang dihitung menurut banyaknya bulan perolehan dalam tahun yang bersangkutan.

 

Apabila WP menerima penghasilan dari 2 (dua) atau lebih pemberi kerja, maka jumlah biaya jabatan yang dapat dikurangkan adalah penjumlahan biaya jabatan dari setiap Formulir 1721-A1 dan atau 1721-A2.

 

(Pasal 6 ayat (1) UU PPh jo. Kep Dirjen Pajak No. 545/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000)

 

Contoh :

 

Amin memperoleh penghasilan bruto dari dua pemberi kerja yaitu dari PT. XX sebesar Rp. 25.000.000,- setahun, dan PT. YY sebesar Rp. 30.000.000,- setahun.

 

 

-

Dari PT. XX sebesar : 5% x Rp. 25.000.000,-

=

Rp. 1.250.000,-

 

 

Di bawah jumlah maksimal (Rp.1.296.000,-),

Sehingga diperkenankan seluruhnya 

=

Rp. 1.250.000,-

 

-

Dari PT. YY sebesar : 5% x Rp. 30.000.000,-

=

Rp.1.500.000,-

 

 

di atas jumlah maksimal (Rp. 1.296.000,-) sehingga biaya

=

Rp. 1.296.000,-+/+

 

 

Jabatannya sebesar   

=

Rp. 2.546.000,-

 

 

Jumlah Biaya Jabatan Amin

 

b.

BIAYA PENSIUN

 

Diisi dengan jumlah biaya untuk mendapatkan dan memperoleh uang pensiun. Biaya pensiun adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang diterima dari pemberi kerja oleh setiap pensiunan tanpa memandang kedudukan atau jabatan yang besarnya 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, dengan jumlah setinggi-tingginya Rp 432.000,00 (empat ratus tiga puluh dua ribu rupiah) dalam setahun atau Rp 36.000,00 (tiga puluh enam ribu rupiah) dalam sebulan yang dihitung menurut banyaknya bulan perolehan dalam tahun yang bersangkutan.

 

Apabila menerima penghasilan dari 2 (dua) atau lebih pembayar pensiun, maka jumlah biaya pensiun yang dapat dikurangkan adalah penjumlahan biaya pensiun dari setiap formulir 1721-A1 dan atau 1721-A2.

 

(Pasal 6 ayat (1) UU PPh dan Kep Men Keu No. 521/KMK.04/1998 tanggal 18 Desember 1998 serta Kep Dirjen Pajak No. 545/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000)

 

c.

IURAN PENSIUN DAN IURAN THT

Diisi dengan jumlah iuran pensiun yang terikat pada gaji yang dibayarkannya kepada dana pensiun yang disetujui oleh Menteri Keuangan, atau Iuran THT untuk Jamsostek yang dibayar oleh Wajib Pajak sendiri dalam tahun yang bersangkutan.

 

(Pasal 6 ayat (1) UU PPh)

 

Catatan :

 

Lampirkan Formulir 1721-A1, 1721-A2 dan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 dari setiap pemberi kerja Tahun Pajak yang bersangkutan.

 

 

PENGHASILAN NETO

Kolom (5)

 

Diisi dengan hasil pengurangan kolom (3) dengan kolom (4)

 

 

JUMLAH

 

Diisi dengan jumlah penghasilan Neto kolom (5) dari masing-masing pemberi kerja.

 

 

BAGIAN D:

 

PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI LAINNYA (TIDAK TERMASUK PENGHASILAN YANG TELAH DIKENAKAN PPh BERSIFAT FINAL)

 

Bagian ini digunakan untuk melaporkan besarnya penghasilan neto dalam negeri lainnya seperti bunga, dividen, royalti, sewa, penghargaan dan hadiah, keuntungan dari penjualan/pengalihan harta dan penghasilan lain-lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, istri dan anak/anak angkat yang

belum dewasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

 

Penghasilan tersebut tidak termasuk penghasilan yang telah dikenakan pajak bersifat final dan dikenakan pajak tersendiri serta penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.

 

 

NOMOR

Kolom (1)

 

Cukup jelas

 

 

JENIS PENGHASILAN

Kolom (2)

 

Diisi dengan jenis penghasilan yang diperoleh atau diterima dalam Tahun Pajak yang bersangkutan seperti :

 

 

Nomor 1

BUNGA

 

Dalam pengertian bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan lain sehubungan dengan jaminan pengembalian utang, baik yang dijanjikan maupun tidak, yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa. (Pasal 4 ayat (1) huruf f, Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 8 UU PPh)

 

 

Nomor 2

DIVIDEN

 

Yang dimaksud dengan dividen adalah bagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa selaku pemegang saham atau pemegang polis asuransi dan anggota koperasi.

 

Termasuk dalam pengertian dividen adalah:

1.

Pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun;

2.

Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;

3.

Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran kecuali saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham baru dan revaluasi aktiva tetap;

4.

Pembagian laba dalam bentuk saham;

5.

Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;

6.

Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan;

7.

Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah;

8.

Pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut;

9.

Bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;

10.

Bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;

11.

Pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi;

12.

Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan.

(Pasal 4 ayat (1) huruf g dan Pasal 8 UU PPh)

 

 

Nomor 3

ROYALTI

 

Yang dimaksud dengan royalti adalah setiap imbalan dengan nama apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa sehubungan dengan penyerahan penggunaan hak kepada pihak lain, berupa:

1.

Hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, paten, merek dagang, formula, atau rahasia perusahaan;

2.

Hak atas harta berwujud, misalnya hak atas alat-alat industri, komersial, dan ilmu pengetahuan;

3.

Informasi, yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum, walaupun mungkin belum dipatenkan, misalnya pengalaman di bidang industri, atau bidang usaha lainnya.

(Pasal 4 ayat (1) huruf h dan Pasal 8 UU PPh)

 

 

Nomor 4

SEWA

 

Yang dimaksud dengan sewa adalah setiap imbalan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa sehubungan dengan penggunaan harta oleh pihak lain, harta gerak misalnya sewa pemakaian mobil, sewa alat-alat berat. (Pasal 4 ayat (1) huruf i, Pasal 8 UU PPh)

 

Nomor 5

PENGHARGAAN DAN HADIAH

 

Jenis hadiah dan penghargaan untuk tujuan pemajakan dapat dibedakan :

a.

Hadiah Undian

Yang dimaksud hadiah undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang pemberiannya melalui cara undian.

b.

Hadiah dan Penghargaan perlombaan

Yang dimaksud dengan hadiah dan penghargaan perlombaan adalah hadiah atau penghargaan yang diberikan melalui suatu perlombaan atau adu ketangkasan, misalnya dari:

 

-

Perlombaan olah raga;

 

-

kontes kecantikan/busana, kontes lainnya;

 

-

kuis di televisi/radio;

 

-

kegiatan perlombaan atau adu ketangkasan lainnya.

c.

Penghargaan atas suatu prestasi tertentu, misalnya penghargaan atas penemuan benda purbakala, penghargaan dalam menjualkan suatu produk.

d.

Hadiah sehubungan dengan pekerjaan pemberian jasa dan kegiatan lainnya yang pemberiannya tidak melalui cara undian atau perlombaan.

Yang dilaporkan dalam Lampiran I (Formulir 1770-I) adalah huruf b, c dan d, sedangkan huruf a dikenakan PPh bersifat final, dan dilaporkan dalam lampiran III Bagian A.I.3.a. (Formulir 1770-III)

Tidak termasuk dalam pengertian hadiah atau penghargaan yang dikenakan pajak adalah hadiah langsung dalam penjualan barang/jasa, sepanjang :

 

a.

diberikan kepada semua pembeli/konsumen akhir tanpa diundi;

 

b.

hadiah diterima langsung oleh konsumen akhir pada saat pembelian barang/jasa.

 

(Kep. Men. Keu. Nomor : 462/KMK.04/2000 dan Kep. Dirjen Pajak Nomor : KEP-395/PJ.2001)

 

 

Nomor 6

KEUNTUNGAN DARI PENJUALAN/PENGALIHAN HARTA

 

Yang dimaksud dengan keuntungan dari penjualan/pengalihan harta ialah penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak sendiri, isteri, dan anak/anak angkat yang belum dewasa sehubungan dengan penjualan/pengalihan harta, termasuk:

1.

Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;

2.

Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang dialihkan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

Pengusaha Kecil adalah pengusaha yang nilai aktivanya tidak termasuk tanah dan bangunan tidak lebih dari Rp. 600.000.000,00 (Kep. Men. Keu. No. 604/KMK.04/1994).

3.

Keuntungan karena penjualan harta pribadi, misalnya saham yang tidak diperdagangkan di bursa efek.

(Pasal 4 ayat (1) huruf d dan Pasal 8 UU PPh)

 

 

Nomor 7

PENGHASILAN LAINNYA

 

Penghasilan dari luar usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri, dan anak/anak angkat yang belum dewasa selain contoh di atas agar disebutkan jenis penghasilannya dengan jelas. Bila kolom ini tidak mencukupi dapat dibuat pada lampiran tersendiri.

 

Penghasilan tersebut misalnya:

-

Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya;

-

Keuntungan karena pembebasan utang;

-

Penerimaan dari piutang yang telah dihapuskan;

-

Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;

-

Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.

 (Pasal 4 dan Pasal 8 UU PPh)

 

 

PENGHASILAN BRUTO

Kolom (3)

 

Diisi dengan jumlah penghasilan bruto dari masing-masing jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

 

 

BIAYA

Kolom (4)

 

Diisi dengan biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan dalam negeri sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) UU PPh dan Pasal 9 UU PPh jo Pasal 3 dan Pasal 4 PP Nomor 138 Tahun 2000, kecuali yang telah dibebankan sebagai biaya dalam Lampiran I (Formulir 1770-I) Bagian A.

 

 

PENGHASILAN NETO

Kolom (5)

 

Diisi dengan hasil pengurangan dari Kolom (3) dengan Kolom (4) untuk setiap jenis penghasilan dalam negeri lainnya.

 

 

JUMLAH

 

Diisi dengan hasil penjumlahan masing-masing kolom; penjumlahan penghasilan bruto (kolom 3), biaya (kolom 4) dan penghasilan neto (kolom (5).

 

 

 

 

LAMPIRAN II (FORMULIR 1770-II)

DAFTAR PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PPh OLEH PIHAK LAIN, PPh YANG

DITANGGUNG PEMERINTAH, PENGHASILAN NETO DAN PAJAK ATAS

PENGHASILAN YANG DIBAYAR/DIPOTONG/TERUTANG

DI LUAR NEGERI

 

 

Formulir ini dipergunakan untuk melaporkan rincian kredit PPh yang dipotong/dipungut pihak lain tidak termasuk yang bersifat final dan dikenakan pajak tersendiri serta rincian penghasilan neto dari luar negeri yang diterima Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, kecuali istri yang telah hidup berpisah atau yang mengadakan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, terdiri dari :

a.

PPh yang dipotong/dipungut oleh pihak lain di dalam negeri meliputi PPh Pasal 21, PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23.

b.

PPh yang ditanggung Pemerintah.

c.

Penghasilan neto dari luar negeri dan pajak yang dibayar/terutang di luar negeri serta PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan.

d.

Permohonan untuk mengkreditkan PPh Pasal 24.

 

(Pasal 24, Pasal 28 UU PPh, Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1994 dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2001)

 

 

TAHUN PAJAK

 

Diisi pada kotak yang tersedia sesuai dengan Tahun Pajak, misalnya 2003, 2004 dan seterusnya

 

Contoh: Tahun buku 2003

2

0

0

3

Periode Januari # Desember

0

1

 

0

3

s.d

1

2

 

0

3

 

 

NPWP

 

Diisi pada kotak yang tersedia sesuai NPWP yang tercantum pada Kartu NPWP.

 

 

NAMA WAJIB PAJAK

 

Diisi sesuai dengan nama Wajib Pajak yang tercantum pada Kartu NPWP.

 

 

BAGIAN A:

 

DAFTAR PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PPh OLEH PIHAK LAIN DAN PPh YANG DITANGGUNG PEMERINTAH

 

Bagian ini merupakan rincian angsuran PPh berupa pemotongan/pemungutan oleh pihak lain dan PPh yang ditanggung Pemerintah yang diperhitungkan sebagai kredit pajak.

 

(Pasal 28 UU PPh, Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1994 dan Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 1995 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2001 dan Kep Men Keu Nomor : 239/KMK.01/1996 tanggal 1 April 1996 dan Kep Men Keu Nomor : 463/KMK.01/1998 tanggal 21 Oktober 1998).

 

 

Nomor

Kolom (1)

 

Cukup jelas

 

 

NAMA DAN NPWP PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK

Kolom (2)

 

Kolom ini diisi dengan Nama dan NPWP masing-masing Pemotong/Pemungut pajak.

 

 

NOMOR DAN TANGGAL BUKTI PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN

Kolom (3)

 

Kolom ini diisi dengan nomor dan tanggal setiap bukti pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain.

 

 

JENIS PAJAK : (PPh Pasal 21/Pasal 22/Pasal 23)

Kolom (4)

 

Kolom ini diisi dengan jenis pajak yang telah dipotong/dipungut/ditanggung pemerintah yaitu PPh Pasal 21/Pasal 22/PPh Pasal 23

 

 

PPh Pasal 21

 

PPh Pasal 21 meliputi PPh yang telah dipotong oleh pemotong PPh Pasal 21 dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, baik terhadap Wajib Pajak sendiri maupun terhadap isteri Wajib Pajak yang bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja, dan anak/anak angkat yang belum dewasa dikutip dari Formulir 1721-A1 Angka 21 dan atau dari Formulir 1721-A2 dan atau Bukti Pemotongan PPh Pasal 21, tidak termasuk PPh Pasal 21 yang bersifat final dan PPh Pasal 21 atas penghasilan anak/anak angkat yang belum dewasa yang memperoleh penghasilan dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha orang yang mempunyai hubungan istimewa. Dalam hal Wajib Pajak Orang Pribadi luar negeri berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri, dalam kolom ini diisikan pula PPh Pasal 26 yang telah dipotong. (Pasal 21 UU PPh).

 

 

PPh Pasal 22

 

PPh Pasal 22 meliputi Pajak Penghasilan yang telah dipungut dalam Tahun Pajak yang bersangkutan oleh:

a.

Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;

b.

Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik ditingkat Pemerintah Pusat maupun ditingkat Pemerintah Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang;

c.

Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD) kecuali badan-badan tersebut pada butir d;

d.

Bank Indonesia (BI), Badan Penyehatan dan Perbankan Nasional (BPPN), Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, Pertamina, dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun non-APBN;

e.

Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;

f.

Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas atas penjualan hasil produksinya.

(Pasal 22 UU PPh jo Kep. Men. Keu. No. 254/KMK.03/2001 tanggal 30 April 2001 jo. Keputusan Menteri Keuangan No. 392/KMK.03/2001 tanggal 4 Juli 2001)

 

 

PPh Pasal 23

 

PPh Pasal 23 meliputi Pajak Penghasilan yang telah dipotong dalam Tahun Pajak yang bersangkutan oleh pemotong PPh Pasal 23 atas penghasilan berupa dividen, bunga, royalti, hadiah dan penghargaan, sewa, imbalan atas jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan, dan jasa lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak, kecuali pemotongan PPh yang bersifat final.

 

 

Kolom (5)

 

Kolom ini diisi dengan jumlah Pajak Penghasilan yang telah dipotong/dipungut oleh pemotong/pemungut pajak PPh Pasal 21/Pasal 22/Pasal 23 dalam tahun pajak yang bersangkutan.

 

 

JUMLAH PPh YANG DITANGGUNG PEMERINTAH

Kolom (6)

 

Kolom ini diisi dengan jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21/Pasal 22/Pasal 23 yang ditanggung Pemerintah dalam tahun pajak yang bersangkutan.

 

PPh YANG DITANGGUNG PEMERINTAH

PPh yang ditanggung pemerintah adalah Pajak Penghasilan yang ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam :

1)

Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1994 dan Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 1995 jo Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2001. Dalam hal tidak seluruhnya penghasilan berasal dari proyek yang dibiayai dengan bantuan/hibah luar negeri, maka penghitungannya dilakukan dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No.: SE-25/PJ.223/1987 tanggal 4 Agustus 1987 jo SE-27/PJ.223/1987 tanggal 7 Agustus 1987.

2)

Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2003 tentang Pajak Penghasilan yang diterima oleh pekerja sampai sebesar upah minimum propinsi atau upah minimum kabupaten/kota.

 

 

 

JUMLAH

 

Diisi dengan hasil penjumlahan kolom JUMLAH PPh YANG DIPOTONG/DIPUNGUT (Kolom 5) serta kolom JUMLAH PPh YANG DITANGGUNG PEMERINTAH (Kolom 6)

 

BAGIAN B:

 

PENGHASILAN NETO DAN PAJAK ATAS PENGHASILAN YANG DIBAYAR/DIPOTONG/TERUTANG DI LUAR NEGERI

 

Bagian ini dipergunakan untuk :

1.

Melaporkan rincian penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri dan penghitungan kredit pajak luar negeri dari Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa dalam ahun Pajak yang bersangkutan, kecuali penghasilan :

 

a.

isteri yang telah hidup berpisah;

 

b.

isteri yang mengadakan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan;

2.

Mengajukan permohonan kredit pajak luar negeri.

(Pasal 24 UU PPh jo Kep. Men. Keu. No. 164/KMK.03/2002 tanggal 19 April 2002)

 

Permohonan kredit pajak luar negeri harus dilampiri dengan :

 

1.

Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari hasil usaha di luar negeri,

 

2.

Fotokopi surat pemberitahuan pajak yang disampaikan di luar negeri,

 

3.

Fotokopi dokumen pembayaran pajak di luar negeri.

 

 

NOMOR

Kolom (1)

 

Cukup jelas.

 

 

NAMA DAN ALAMAT SUMBER/PEMBERI PENGHASILAN DI

LUAR NEGERI

Kolom (2)

 

Kolom ini diisi dengan nama dan alamat lengkap Sumber/Pemberi Penghasilan di luar negeri.

 

 

JENIS PENGHASILAN

Kolom (3)

 

Kolom ini diisi dengan jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri, dari usaha, pekerjaan dan modal termasuk penghasilan berupa dividen ("deemed dividen") atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri, sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 650/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994. (Pasal 4 dan 24 UU PPh)

 

 

PENGHASILAN NETO

Kolom (4)

 

Kolom ini diisi dengan jumlah penghasilan neto dari masing-masing negara sumber/pemberi penghasilan.

 

Apabila penghasilan diterima dalam bentuk mata uang asing, kurs yang digunakan adalah kurs yang berlaku pada saat diterima atau diperolehnya penghasilan.

 

(Pasal 18 ayat (2) dan Pasal 24 UU PPh).

 

Penggabungan penghasilan yang berasal dari Luar Negeri dilakukan sebagai berikut :

a.

untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut;

b.

untuk penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut;

c.

untuk dividen yang diperoleh Wajib Pajak dari penyertaan modal di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) UU PPh (hubungan istimewa) yang sahamnya tidak di perdagangkan di Bursa Efek, dilakukan dalam tahun pajak saat perolehan dividen tersebut ditetapkan oleh Menteri Keuangan (Kep. Men. Keu. No. 650/KMK.04/1994)

 

Saat diperolehnya dividen tersebut ditentukan sebagai berikut:

1)

pada bulan keempat setelah berakhirnya batas waktu kewajiban penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan badan usaha luar negeri tersebut untuk tahun pajak yang bersangkutan; atau

2)

apabila tidak ada ketentuan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, atau tidak ada kewajiban penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, maka saat diperolehnya dividen adalah pada bulan ketujuh setelah tahun pajak berakhir.

           

Penentuan saat diperolehnya dividen tersebut di atas, berlaku bagi Wajib Pajak Dalam Negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri yang bertempat kedudukan di negara sebagaimana tersebut pada lampiran Keputusan Menteri Keuangan No. 650/KMK.04/1994, yaitu Argentina, Bahama, Bahrain, Balize, Bermuda, British Isle, British Virgin Island, Cayman Island, Channel Islan Greenly, Channel Islan Jersey, Cook Islan, Elsavador, Estonia, Hongkong, Liechenstein St., Lithuania, Macao, Mauritius, Mexico, Netherland Antiles, Nicaragua, Panama, Paraguay, Peru, Qatar, St. Lucia, Saudi Arabia, Uruguay, Venezuela, Vanuatu, Yunani, Zambia.

 

 

PAJAK YANG DIBAYAR/DIPOTONG/TERUTANG DI LUAR

NEGERI

Kolom (5)

 

Kolom ini diisi dengan jumlah pajak penghasilan yang dibayar/dipotong/terutang di luar negeri atas penghasilan pada masing-masing negara yang bersangkutan. Apabila kredit pajak dalam bentuk mata uang asing, kurs yang dipergunakan adalah kurs pada saat digabungkannya penghasilan yaitu saat diterima/diperolehnya penghasilan. Dalam hal pemotongan pajak belum dilakukan, sedangkan penghasilan telah diakui (dimasukkan dalam SPT Tahunan) pengkreditan dilakukan pada saat pemotongan pajak terjadi dan kurs yang digunakan adalah kurs yang berlaku pada saat pemotongan pajak. Dalam hal terjadi perbedaan kurs pada saat penggabungan penghasilan dengan kurs pada saat pemotongan pajak, maka nilai rupiah penghasilan yang sebelumnya telah digabungkan harus disesuaikan kembali dengan nilai rupiah pada saat pemotongan, dan selisih kurs tersebut menjadi penghasilan pada tahun pajak terjadinya pemotongan.

 

 

PPh PASAL 24

Kolom (6)

 

Kolom ini diisi dengan jumlah pajak yang dibayar/dipotong/terutang di luar negeri atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri dalam tahun yang bersangkutan, sebesar PPh yang dibayar/dipotong/terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan UU PPh. Penghitungan "batas maksimum kredit pajak luar negeri yang dapat dikreditkan" tersebut harus dilakukan untuk masing-masing negara. Dalam hal pajak yang dibayar/dipotong/terutang atas penghasilan di luar negeri jumlahnya sama atau lebih kecil dari "batas maksimum kredit pajak luar negeri yang dapat dikreditkan" tersebut, maka jumlah PPh Pasal 24 yang diisikan pada Kolom (6) ini adalah sebesar pajak yang sebenarnya dibayar/dipotong/terutang atas penghasilan di luar negeri menurut Kolom (5). Namun, apabila pajak yang sebenarnya dibayar/dipotong/terutang atas penghasilan di luar negeri menurut Kolom (5) lebih besar dari "batas maksimum kredit pajak luar negeri yang dapat dikreditkan", maka jumlah PPh

Pasal 24 yang diisikan pada Kolom (6) ini adalah sebesar #batas maksimum kredit pajak luar negeri yang dapat dikreditkan" tersebut.

 

(Kep. Men. Keu. Nomor 164/KMK.03/2002 tanggal 19 April 2002)

 

 

JUMLAH

 

Diisi dengan hasil penjumlahan penghasilan neto pada Kolom (4), pajak yang dibayar/dipotong/terutang di luar negeri pada kolom (5), dan PPh Pasal 24 pada Kolom (6).

 

 

 

 

LAMPIRAN III (FORMULIR 1770-III)

PENGHASILAN YANG TELAH DIKENAKAN PAJAK BERSIFAT FINAL,

DIKENAKAN PAJAK TERSENDIRI, PENGHASILAN PENGUSAHA

TERTENTU, SERTA PENGHASILAN YANG TIDAK

TERMASUK OBJEK PAJAK

 

Formulir ini digunakan untuk menghitung besarnya penghasilan neto dalam negeri dari usaha dan dari luar usaha, yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri, anak/anak angkat yang belum dewasa dalam tahun pajak yang bersangkutan yang pajaknya dibayar/dipotong/dipungut oleh pihak lain dan bersifat final, yang dikenakan pajak tersendiri, dan penghasilan pengusaha tertentu serta penghasilan yang tidak termasuk obyek pajak, kecuali penghasilan :

1.

Isteri yang telah hidup berpisah;

2.

Isteri yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, yang harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh isteri sendiri.

 

 

TAHUN PAJAK

 

Diisi pada kotak yang tersedia sesuai dengan tahun pajak, misalnya : 2003, 2004 dan seterusnya.

Contoh: Tahun buku 2003

2

0

0

3

Periode Januari # Desember

0

1

 

0

3

s.d

1

2

 

0

3

 

 

NPWP

 

Diisi pada kotak yang tersedia sesuai NPWP yang tercantum pada kartu NPWP.

 

 

NAMA WAJIB PAJAK

 

Diisi sesuai dengan nama Wajib Pajak yang tercantum pada kartu NPWP.

 

 

BAGIAN A:

 

PENGHASILAN YANG TELAH DIKENAKAN PAJAK BERSIFAT FINAL, DIKENAKAN PAJAK TERSENDIRI DAN PENGHASILAN PENGUSAHA TERTENTU

 

 

NOMOR

Kolom (1)

 

Cukup jelas.

 

SUMBER/JENIS PENGHASILAN

Kolom (2)

 

I.

Jenis Penghasilan yang dikenakan/dipotong/dipungut pajak penghasilan bersifat final :

 

1.

a.

Bunga Deposito, Tabungan serta Diskonto SBI :

 

 

 

-

Berdasarkan Pasal 23 ayat (4) UU PPh jo. Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 jo. Kep. Men. Keu. No. 51/KMK.04/2001 tanggal 1 Februari 2001.

 

 

 

-

Bunga Simpanan antara lain bunga yang berasal dari simpanan anggota pada koperasi berdasarkan Pasal 23 ayat (4) UU PPh. Jo. Kep Men Keu Nomor 522/KMK.04/1998 tanggal 18 Desember 1998.

 

 

b.

Bunga/Diskonto Obligasi Yang Diperdagangkan dan/atau dilaporkan perdagangannya di Bursa Efek Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2002 tanggal 23 Maret 2002 jo. Kep. Men. Keu. Nomor 121/KMK.03/2002.

 

2.

Penjualan Saham Di Bursa Efek adalah penghasilan yang berasal dari penjualan saham (saham pendiri/saham bukan pendiri) di bursa efek berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997 jo. Kep. Men. Keu. No. 282/KMK.04/1997 tanggal 20 Juni 1997.

 

3.

a.

Hadiah Undian berdasarkan Pasal 21 ayat (8) UU PPh jo. Kep. Men. Keu. No. 462/KMK.04/1998 tanggal 21 Oktober 1998 jo. Kep. Dirjen Pajak. No. Kep-545/PJ/2000 tanggal 24 Desember 2000 dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2000 jo. Kep. Dirjen Pajak. No. Kep-395/PJ./2001 tanggal 13 Juni 2001.

 

 

b.

Pesangon, Tunjangan Hari Tua dan Tebusan Pensiun Yang Dibayar Sekaligus adalah pesangon dari pemberi kerja dan uang yang diterima oleh pegawai tetap atau pensiunan dari Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, PT. Astek, Badan Penyelenggara Jamsostek berdasarkan Pasal 21 ayat (8) UU PPh jo. Peraturan Pemerintah Nomor 149 tahun 2000 jo. Kep. Men. Keu. No. 112/KMK.03/2001 tanggal 6 Maret 2001 jo. Kep. Dirjen Pajak No. Kep-545/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000.

 

 

c.

Honorarium atas Beban APBN/APBD adalah penghasilan berupa imbalan yang diterima oleh Pejabat Negara. Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI/POLRI dan Pensiunan yang dibebankan kepada keuangan negara/daerah sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1994 dan Kep. Men. Keu. No. 636/KMK.04 tanggal 29 Desember 1994.

 

4.

a.

Pengalihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan adalah penghasilan yang berasal dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996 jo. PP No. 79 tahun 1999 jo. Kep. Men. Keu. No. 635/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994 yang telah diubah dengan Kep. Men. Keu. No. 392/KMK.04/1996 tanggal 5 Juni 1996 dan Kep Men Keu No. 566/KMK.04/1999 tanggal 29 Desember 1999.

 

 

b.

Bangunan yang diterima dalam rangka Bangun Guna Serah yang dibangun di atas tanah yang dimiliki Wajib Pajak sehubungan dengan berakhirnya masa perjanjian bangun guna serah, berdasarkan Kep. Men. Keu. No. 248/KMK.04/1995 tanggal 2 Juni 1995.

 

 

c.

Sewa atas tanah dan atau bangunan adalah Penghasilan Bruto dari persewaan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung, perkantoran, rumah kantor, ruko, gudang dan industri berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002 tanggal 23 Maret 2002 jo. Kep. Men. Keu. No. 120/KMK.03/2002.

 

5.

Penghasilan dari usaha jasa konstruksi adalah Penghasilan Wajib Pajak yang bergerak di bidang usaha jasa perencanaan konstruksi, pelaksanaan konstruksi dan pengawasan konstruksi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 140 Tahun 2000 jo. Kep. Men. Keu. No. 559/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000.

 

6.

Penyalur/Dealer/Agen : Produk Pertamina serta badan usaha lainnya, dan Rokok.

 

 

-

Penyalur/Dealer/Agen produk Pertamina serta badan usaha lainnya adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan usaha sebagai penyalur/dealer/agen produk Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak di bidang bahan bakar minyak, berupa premium, solar, pelumas, gas LPG, minyak tanah dan premix/super TT yang telah dibayar/dipungut PPh bersifat final berdasarkan Pasal 22 UU PPh jo. Keputusan Menteri Keuangan No. 254/KMK.03/2001 tanggal 30 April 2001 jo. Keputusan Menteri Keuangan No. 392/KMK.03/2001 tanggal 4 Juli 2001 jo. Kep. Dirjen Pajak No. KEP-417/PJ./2001 tanggal 27 Juni 2001.

 

 

-

Penyalur/Distributor rokok, adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan usaha sebagai penyalur/distributor rokok di dalam negeri berdasarkan Pasal 22 UU PPh jo. Keputusan Menteri Keuangan No. 254/KMK.03/2001 tanggal 30 April 2001 jo. Keputusan Menteri Keuangan No. 392/KMK.03/2001 tanggal 4 Juli 2001 jo. Kep. Dirjen Pajak No. KEP-529/PJ./2001 tanggal 20 Juli 2001.

 

7.

Penghasilan Lain Yang Dikenakan Pajak Bersifat Final:

 

Untuk menampung Penghasilan yang dikenakan Pajak bersifat Final lainnya yang belum tertampung pada nomor 1 s.d. 6.

 

Seperti : Penghasilan Usaha Pelayaran Dalam Negeri Penghasilan Wajib Pajak yang bergerak di bidang usaha pelayaran dalam negeri adalah imbalan atau pengganti berupa mata uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri dari pengangkutan orang dan atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan atau dari pelabuhan di Indonesia kepelabuhan luar negeri dan atau sebaliknya, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 416/KMK.04/1996 tanggal 14 Juni 1996.

 

II.

DIKENAKAN PAJAK TERSENDIRI

Jenis Penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan tersendiri :

 

1.

Penghasilan isteri dari satu pemberi kerja adalah penghasilan berupa gaji, tunjangan dan imbalan lainnya yang diterima atau diperoleh isteri sebagai karyawati dari 1 (satu) pemberi kerja yang telah dipotong PPh Pasal 21 berdasarkan Pasal 8 ayat (1) UU PPh.

 

2.

Penghasilan anak dari pekerjaan adalah penghasilan yang berasal dari pekerjaan tidak bebas (sebagai karyawan/karyawati) yang tidak ada hubungannya dengan usaha atau kegiatan dari orang yang mempunyai hubungan istimewa dengan anak dan sepanjang anak tersebut belum berumur 18 tahun dan belum pernah menikah berdasarkan Pasal 8 ayat (4) UU PPh.

 

III.

PENGHASILAN PENGUSAHA TERTENTU

Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan grosir dan atau eceran melalui tempat usaha/gerai (outlet) yang tersebar di beberapa lokasi yang tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain yang tidak dikenakan pajak bersifat final (Pasal 25 ayat (9) UU PPh jo. Kep Men Keu No. 522/KMK.04/2000 tanggal 29 Desember 2000 jo. Kep Men Keu No. 84/KMK.03/2002 tanggal 8 Maret 2002 jo. Kep Dirjen Pajak No. KEP-171/PJ/2002 tanggal 28 Maret 2002).

 

Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu wajib melampirkan "Daftar Jumlah Penghasilan dan Pembayaran PPh Pasal 25# sesuai format Lampiran I Kep Dirjen Pajak No. KEP-171/PJ/2002 tanggal 28 Maret 2002.

 


 

Lampiran I

Keputusan Dirjen Pajak

Nomor

:

KEP-171/PJ/2002

Tanggal

:

28 Maret 2002

 

 

Nama

:

.......................................

NPWP

:

.......................................

Alamat

:

.......................................

 

Daftar Jumlah Penghasilan dan Pembayaran PPh Pasal 25

No.

NPWP   tempat            usaha/gerai (outlet) - KPP Lokasi

Alamat

Penghasilan

 

Peredaran Usaha(Perdagangan)

Penghasilan Lain

PPh Pasal 25 dibayar

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Jumlah

 

 

 

 

Tanda tangan, nama dan cap

 

 

 

.........................................


DASAR PENGENAAN PAJAK/PENGHASILAN BRUTO

Kolom (3)

 

I.

Nomor 1 huruf a dan b

 

Cukup jelas.

 

Nomor 2

 

Kolom ini diisi dengan nilai transaksi penjualan saham pendiri/saham bukan pendiri yaitu hasil penjualan bruto dalam tahun pajak.

 

Nomor 3 huruf a s.d. c

 

Kolom ini diisi dengan jumlah bruto nilai hadiah undian, pesangon, Tunjangan Hari Tua, dan Tebusan Pensiun yang dibayar sekaligus dan honorarium atas beban APBN/APBD.

 

Nomor 4 huruf a, b dan c

 

Huruf a

 

Kolom ini diisi dengan nilai pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dalam tahun pajak berdasarkan nilai tertinggi antara akta pengalihan hak dengan NJOP, berdasarkan keputusan pejabat yang berwenang atau nilai menurut risalah lelang.

 

Huruf b

 

Kolom ini diisi dengan nilai tertinggi antara nilai menurut NJOP dengan nilai pasar bangunan yang bersangkutan.

 

Huruf c

 

Kolom ini diisi dengan jumlah bruto yang diterima/diperoleh dari persewaan tanah dan atau bangunan dalam tahun pajak yang bersangkutan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang, pabrik dan lain-lain.

 

Nomor 5

 

Kolom ini diisi dengan jumlah imbalan bruto penghasilan dari usaha jasa konstruksi yaitu jumlah yang dibayarkan untuk pihak pemberi hasil kepada pemberi jasa dengan nama dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan usaha jasa perencanaan konstruksi, jasa pelaksanaan konstruksi dan jasa pengawasan konstruksi.

 

Nomor 6

 

Kolom ini diisi dengan jumlah nilai penjualan hasil produksi pertamina dan premix, dan harga bandrol rokok dalam tahun pajak.

 

Nomor 7

 

Kolom ini diisi dengan penghasilan bruto lainnya, yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang dijadikan dasar penghitungan pengenaan pajak bersifat final.

 

II.

Nomor 1

 

Kolom ini diisi dengan jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh isteri dalam tahun pajak yang semata-mata berasal dari satu pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan PPh Pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya.

 

Nomor 2

 

Kolom ini diisi dengan jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak oleh anak yang belum dewasa (belum berumur 18 tahun dan belum pernah menikah) dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha atau kegiatan dari orang yang mempunyai hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan atau kesamping satu derajat.

 

Jumlah (I+II)

 

Diisi dengan hasil penjumlahan penghasilan bruto dari penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final dan yang dikenakan pajak tersendiri pada kolom (3).

 

III.

Kolom ini diisi dengan jumlah peredaran bruto dari seluruh tempat usaha dalam satu tahun pajak (Keputusan Dirjen Pajak Nomor : KEP-171/PJ./2002 tanggal 28 Maret 2002).

 

           

 

PPh Terutang

Kolom (4)

 

Kolom ini diisi dengan jumlah PPh yang dibayar/dipotong/dipungut dari masing-masing jenis penghasilan sesuai dengan bukti pemotongan/ pemungutan/ pembayaran yang bersifat final termasuk pembayaran pokok pajak Surat Tagihan Pajak (STP) Pajak Penghasilan Pasal 25 ayat (7) dari Pengusaha Tertentu yang tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain yang tidak dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.

 

BAGIAN B:

PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK

 

NOMOR

Kolom (1)

 

Cukup jelas.

 

 

SUMBER/JENIS PENGHASILAN

Kolom (2)

 

Nomor 1

 

Bantuan/sumbangan :

 

Bantuan/sumbangan yang diterima atau diperoleh sepanjang tidak dalam rangka hubungan kerja, hubungan usaha, hubungan kepemilikan atau hubungan penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

 

(Pasal 4 ayat (3) huruf a Angka 1 UU PPh)

 

Hibah :

 

Harta hibahan yang diterima oleh keluarga dalam garis keturunan lurus satu derajat dan pengusaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 604/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994 sepanjang tidak dalam rangka hubungan kerja, hubungan usaha, hubungan kepemilikan atau hubungan penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

 

(Pasal 4 ayat (3) huruf a Angka 2 UU PPh)

 

Nomor 2

 

Warisan

 

Cukup jelas

 

Nomor 3

 

Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi.

 

(Pasal 4 ayat (3) huruf i UU PPh)

 

Nomor 4

 

Penggantian atau santunan yang diterima selaku pemegang polis dari perusahaan asuransi sehubungan dengan polis asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa. (Pasal 4 ayat (3) huruf e UU PPh).

 

Nomor 5

 

Nomor 5 ini untuk menampung penghasilan yang tidak termasuk objek pajak lainnya selain nomor urut 1 s.d. 4 seperti : penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan kepada Pemerintah untuk kepentingan umum dengan persyaratan khusus sebagaimana di atur dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 1994 jo. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1996 jo. Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 1999, penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah dan yang sejenis lainnya.

 

 

 

PENGHASILAN BRUTO

Kolom (3)

 

Nomor 1 s.d. 2

BANTUAN/SUMBANGAN, HIBAH, WARISAN

 

Kolom ini diisi dengan jumlah penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak yang bersangkutan dari masing-masing jenis penghasilan, yaitu sebesar nilai sisa buku harta dari pihak yang melakukan pengalihan sepanjang pihak yang mengalihkan tersebut menyelenggarakan pembukuan. Dalam hal Wajib Pajak yang melakukan pengalihan tidak menyelenggarakan pembukuan, maka jumlah tersebut diisi dengan jumlah nilai perolehan dengan ketentuan sebagai berikut :

a.

Apabila nilai atau harga perolehan harta bagi yang mengalihkan harta tersebut diketahui, maka nilai perolehan bagi yang menerima penghasilan tersebut adalah sama dengan nilai atau harga perolehan harta tersebut bagi yang mengalihkan;

b.

Apabila nilai atau harga perolehan bagi yang mengalihkan harta berupa tanah dan atau bangunan tidak diketahui namun tahun perolehannya diketahui, maka nilai perolehan bagi yang menerima pengalihan harta tersebut adalah:

 

1)

Sama besarnya dengan NJOP yang tercantum dalam SPPT PBB tahun 1986 apabila tanah dan atau bangunan tersebut diperoleh oleh yang mengalihkan dalam tahun 1986 atau sebelumnya, atau

 

2)

Sama besarnya dengan NJOP yang tercantum dalam SPPT PBB tahun pajak diperolehnya harta tersebut bagi yang mengalihkan, apabila tanah dan atau bangunan tersebut diperoleh oleh yang mengalihkan sesudah tahun 1986, atau

 

3)

Berdasarkan surat keterangan dari Kepala Kantor pelayanan PBB jika SPPT PBB tidak ada;

c.

Apabila nilai atau harga perolehan dan tahun perolehan bagi yang mengalihkan harta berupa tanah dan atau bangunan tidak diketahui, maka nilai perolehan bagi yang menerima harta tersebut adalah sama besarnya dengan NJOP yang tercantum dalam SPPT PBB tahun pajak yang paling awal yang tersedia atas nama yang mengalihkan harta tersebut, atau jika SPPT PBB tidak ada, berdasarkan surat keterangan Kepala Kantor Pelayanan PBB;

d.

Untuk harta selain tanah dan atau bangunan, apabila nilai atau harga perolehan bagi yang mengalihkan harta tersebut tidak diketahui maka nilai perolehan bagi yang menerima pengalihan harta tersebut adalah sama dengan 60% dari harga pasar wajar harta tersebut pada saat terjadinya pengalihan.

 

(Pasal 4 ayat (3) UU PPh jo. Kep.Men.Keu. No. 604/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994 dan Kep. Dirjen Pajak No. Kep-11/PJ./1995 tanggal 1 Pebruari 1995).

 

Nomor 3

BAGIAN LABA PERSEROAN KOMANDITER TIDAK ATAS

SAHAM, PERSEKUTUAN, PERKUMPULAN, FIRMA, KONGSI

 

Kolom ini diisi dengan jumlah bagian laba yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak yang bersangkutan oleh Orang Pribadi selaku anggota Perseroan Komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham, Persekutuan, Perkumpulan, Firma dan Kongsi.

 

Nomor 4

KLAIM ASURANSI KESEHATAN,

KECELAKAAN, JIWA, DWIGUNA, BEASISWA

 

Kolom ini diisi dengan besarnya jumlah penggantian atau santunan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak yang bersangkutan dan di perusahaan asuransi sehubungan dengan polis asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa.

 

Nomor 5

PENGHASILAN LAIN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK

 

Kolom ini diisikan semua jumlah penghasilan yang diperoleh yang tidak termasuk objek pajak lainnya sebagaimana dimaksud pada angka 1 s.d 4.

 

JUMLAH

 

Diisi dengan hasil penjumlahan seluruh penghasilan yang bukan objek pajak pada kolom (3).

 

 

 

LAMPIRAN IV (FORMULIR 1770-IV)

DAFTAR HARTA DAN KEWAJIBAN PADA AKHIR TAHUN

 

Formulir ini digunakan untuk melaporkan harta dan kewajiban/utang usaha serta harta dan kewajiban/utang non usaha pada akhir tahun pajak yang dimiliki Wajib Pajak sendiri, isteri, anak/anak angkat yang belum dewasa, kecuali harta dan kewajiban/utang yang dimiliki:

1.

Isteri yang telah hidup berpisah;

2.

Isteri yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan;

yang harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh isteri sendiri.

 

TAHUN PAJAK

 

Diisi pada kotak yang tersedia sesuai dengan tahun pajak, misalnya : 2003, 2004 dan seterusnya.

Contoh: Tahun buku 2003

2

0

0

3

Periode Januari - Desember

0

1

 

0

3

s.d

1

2

-

0

3

 

NPWP

 

Diisi pada kotak yang tersedia sesuai NPWP yang tercantum pada kartu NPWP.

 

NAMA WAJIB PAJAK

 

Diisi sesuai dengan nama Wajib Pajak yang tercantum pada kartu NPWP.

 

BAGIAN A:

 

DAFTAR HARTA

 

Bagian ini digunakan untuk merinci jenis harta, tahun perolehan, harga perolehan dan keterangan lain sehubungan dengan harta yang dimiliki pada akhir tahun pajak yang bersangkutan.

 

NOMOR

Kolom (1)

Cukup jelas.

 

JENIS HARTA

Kolom (2)

 

Kolom ini diisi dengan harta yang dimiliki pada akhir tahun pajak dan dicantumkan sesuai dengan jenis harta, misalnya :

-

Tanah (cantumkan lokasi dan luas tanah),

-

Bangunan (cantumkan lokasi dan luas bangunan),

-

Kendaraan bermotor, mobil, sepeda motor (cantumkan merek dan tahun pembuatannya),

-

Kapal pesiar, pesawat terbang, helikopter, jetski, peralatan olah raga khusus, dan sejenisnya

-

Uang Tunai Rupiah, Valuta Asing sepadan US Dollar, Simpanan termasuk tabungan dan deposito di Bank Dalam dan Luar Negeri; Piutang dan sebagainya dicantumkan secara global,

-

Efek-efek (saham, obligasi, commercial paper, dan sebagainya) dicantumkan secara global,

-

Keanggotaan perkumpulan eksklusif (keanggotaan golf, time sharing dan sejenisnya),

-

Penyertaan modal lainnya dalam perusahaan lain yang tidak atas saham (CV, Firma) dicantumkan secara global,

-

Harta berharga lainnya, misalnya batu permata, logam mulia, dan lukisan dicantumkan secara global.

 

TAHUN PEROLEHAN

Kolom (3)

 

Kolom ini diisi tahun perolehan dari masing-masing harta yang dimiliki.

 

HARGA PEROLEHAN

Kolom (4)

 

Kolom ini diisi harga perolehan dari masing-masing harta yang dimiliki sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

 

KETERANGAN

Kolom (5)

 

Kolom ini diisi dengan keterangan-keterangan lain yang dianggap perlu. Misalnya untuk rumah dan tanah diberi keterangan Nomor Objek Pajak (NOP) sesuai yang tertera dalam SPPT PBB.

 

JUMLAH

 

Diisi dengan hasil penjumlahan seluruh harta pada kolom (4)

 

Contoh Pengisian Daftar Harta :

 

 

No

Jenis Harta

Tahun Perolehan

Harga Perolehan (Rp)

Keterangan

1.

Rumah

Jl. Veteran No. 6,

Solo

1995

80.000.000     

11.71.030.0003.00

3.0165.0

2.

Rumah

Jl. Casablanca 20,

Jakarta

1998

100.000.000

11.71.029.0003.00

3.0163.0

3.

Mobil (Toyota,  1990)

1999

60.000.000

 

4.

Mobil (BMW, 2000)

2000

250.000.000

 

5.

Deposito

 

50.000.000

 

6.

Saham

 

4.000.000

 

 

 

BAGIAN B :

DAFTAR KEWAJIBAN

 

Bagian ini digunakan untuk merinci kewajiban/utang dengan mengisi nama dan alamat pemberi pinjaman, tahun peminjaman, jumlah pinjaman dan keterangan lain.

 

NOMOR

Kolom (1)

 

Cukup jelas.

 

NAMA DAN ALAMAT PEMBERI PINJAMAN

Kolom (2)

 

Kolom ini diisi nama dan alamat pemberi pinjaman.

 

TAHUN PEMINJAMAN

Kolom (3)

 

Kolom ini diisi dengan tahun diperolehnya pinjaman.

 

JUMLAH

Kolom (4)

 

Kolom ini diisi dengan jumlah hutang yang diperoleh/dimiliki, termasuk hutang bunga.

 

KETERANGAN

Kolom (5)

 

Kolom ini diisi dengan keterangan-keterangan lain yang dianggap perlu.

 

JUMLAH

 

Diisi dengan hasil penjumlahan seluruh kewajiban/utang pada kolom (4)

 


(FORMULIR 1770)

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WP

ORANG PRIBADI

 

TAHUN PAJAK

 

Diisi pada kotak yang tersedia sesuai dengan Tahun Pajak, misalnya 2003, 2004, dan seterusnya.

Contoh: Tahun buku 2003

2

0

0

3

Periode Januari - Desember

0

1

 

0

3

s.d

1

2

 

0

3

 

 

NPWP.

 

Diisi sesuai dengan NPWP yang tercantum pada Kartu NPWP.

 

NAMA WAJIB PAJAK

 

Diisi sesuai dengan nama Wajib Pajak yang tercantum pada Kartu NPWP.

 

ALAMAT TEMPAT TINGGAL, KELURAHAN/KECAMATAN

 

Diisi sesuai dengan alamat lengkap yang tercantum pada Kartu NPWP.

 

KOTA/KODE POS dan No. TELP.

 

Diisi sesuai dengan nama kota yang tercantum pada Kartu NPWP dan Kode pos yang bersangkutan pada kotak yang tersedia. No. Telepon diisi nomor telepon pada tempat tinggal.

 

CATATAN

-

Dalam hal Kartu NPWP belum diperoleh, NPWP diisi sesuai dengan yang tercantum pada Bukti Pendaftaran Wajib Pajak

-

Dalam hal terjadi perubahan identitas, Wajib Pajak harus melaporkan identitas yang baru ke Kantor Pelayanan Pajak dimana Wajib Pajak tersebut terdaftar

 

JENIS USAHA/PEKERJAAN BEBAS, KLU

 

Diisi sesuai dengan jenis usaha pokok dan nomor klasifikasi lapangan usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak secara lengkap, misalnya :

 

Usaha Dagang

:

-

Perdagangan besar pakaian jadi

 

 

-

Perdagangan eceran kertas

Usaha Industri

:

-

Industri makanan ternak

Usaha Jasa

:

-

Jasa persewaan bangunan

Pekerjaan Bebas

 

-

Dokter

 

 

-

Notaris

Pekerjaan

:

-

Pegawai baik pemerintah maupun swasta

Lain-lain

:

-

Perkebunan kelapa sawit

 

Nomor kode klasifikasi usaha (KLU) diisi sesuai dengan Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-34/PJ./2003.

 

MEREK USAHA

 

Diisi sesuai dengan merek usaha yang digunakan untuk usaha/pekerjaan bebas yang dilakukan oleh Wajib Pajak.

 

Contoh :

-

Toko Buku "Berita Pajak"

 

ALAMAT USAHA/PEKERJAAN BEBAS

 

Diisi sesuai dengan alamat sebenarnya dari tempat usaha/pekerjaan bebas/pekerjaan yang dilakukan.

 

NOMOR TELEPON/FAKS

 

Diisi sesuai dengan Nomor telepon/Nomor faks tempat usaha/kantor.

 

A.

CARA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO

 

Beri tanda X dalam kotak yang tersedia, sesuai dengan cara penghitungan penghasilan neto yang digunakan.

(Pasal 28 UU KUP dan Pasal 14 ayat (2) UU PPh)

 

B.

PENGHASILAN NETO

Diisi dari :

 

-

Lampiran I

Formulir 1770-I

Bagian A jumlah Angka 4 Kolom (3) atau bagian B jumlah kolom (5)

 

-

Lampiran I

Formulir 1770-I

Bagian C jumlah kolom (5)

 

-

Lampiran I

Formulir 1770-I

Bagian D jumlah Kolom (5)

 

-

Lampiran II

Formulir 1770-II

Bagian B Jumlah Kolom (4)

                                   

 

Angka 1

PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI DARI USAHA

DAN ATAU PEKERJAAN BEBAS

 

Diisi dari jumlah penghasilan neto yang tercantum pada Formulir 1770-I Bagian A Jumlah Angka 4 kolom (3) bagi Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan, dan atau Bagian B jumlah kolom (5) bagi Wajib Pajak yang menggunakan Norma Penghitungan.

 

Angka 2

PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI

SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN

 

Diisi dengan jumlah Penghasilan Neto yang tercantum pada Formulir 1770-I Bagian C jumlah kolom (5).

 

Angka 3

PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI LAINNYA

 

Diisi dari jumlah Penghasilan Neto yang tercantum pada Formulir 1770-I Bagian D Jumlah Kolom (5).

 

Angka 4

PENGHASILAN NETO LUAR NEGERI

 

Diisi dari jumlah Penghasilan Neto yang tercantum pada Formulir 1770-II Bagian B jumlah Kolom (4).

 

Angka 5

JUMLAH PENGHASILAN NETO

 

 

Bagian ini diisi dengan hasil penjumlahan dari jumlah pada angka (1 s.d 4).

 

C.

PENGHASILAN KENA PAJAK

 

Angka 6

ZAKAT ATAS PENGHASILAN

 

Bagian ini diisi jumlah zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sesuai dengan bukti setoran yang sah.

 

Contoh:

1.

Zakat atas penghasilan yang diperoleh dari gaji dan usaha:

 

Sdr. Ahmad adalah seorang pegawai dengan gaji Rp 1.000.000,-/bulan. Disamping itu dia mempunyai usaha dengan omzet setahun sebesar Rp 7.000.000,- dengan mempekerjakan dua orang pegawai, dan digaji masing-masing Rp 250.000,-/bulan dan membayar biaya listrik sebesar Rp 25.000,-/bulan.

 

Penghitungan zakat atas penghasilan :

 

 

Sebagai Pegawai

Sebagai Pengusaha

Jumlah

 

Penghasilan Bruto

12.000.000,-

7.000.000,-

19.000.000,-

 

Biaya Jabatan/Biaya Usaha        

600.000,-

6.300.000,-*)

6.900.000,-

 

 

______________

______________

_______________

 

Penghasilan Neto

11.400.000,-

700.000,-

12.100.000,-

 

Zakat atas Penghasilan 2,5%

285.000,-

17.500,-

302.500,-

                                                                                                                

 

*)

Biaya Usaha sebesar Rp 6.300.000,- terdiri dari :

 

Gaji Pegawai Rp 6.000.000,- (12 x 2 x Rp 250.000,-) dan

 

Biaya listrik Rp 300.000,- (12 x Rp 25.000,-)

 

2.

Zakat atas penghasilan yang tidak teratur (hadiah, honor, dll).

 

Sdr. Muhammad menerima hadiah senilai Rp. 5.000.000,- dan tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang dilakukan.

Perhitungan zakat atas penghasilan :

 

Penghasilan yang tidak teratur          

=

Rp 5.000.000,-

 

Zakat atas penghasilan 2,5% X Rp 5.000.000

=

Rp    125.000,-

 

 

 

Penghasilan dari hadiah tersebut tidak termasuk yang dikenakan PPh Final.

           

 

Angka 7

JUMLAH PENGHASILAN NETO SETELAH PENGURANGAN

ZAKAT ATAS PENGHASILAN

 

Bagian ini diisi dengan hasil pengurangan jumlah angka 5 dengan jumlah angka 6.

 

Angka 8

KOMPENSASI KERUGIAN

 

Hanya diisi oleh Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan. Diisikan disini jumlah kerugian fiskal yang telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak untuk Tahun Pajak 5 (lima) tahun sebelumnya yang belum habis dikompensasikan.

 

Dalam hal kerugian fiskal tersebut belum ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, diisi dengan kerugian fiskal menurut SPT Tahunan PPh.

 

Contoh :

 

Tuan Budiman dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak-nya menggunakan pembukuan, dalam tahun 1998 menderita kerugian fiskal sebesar Rp 1.200.000.000,00. Dalam 5 (lima) tahun berikutnya rugi laba fiskal Tuan Budiman sebagai berikut :

Tahun 1999, laba fiskal

=

Rp 200.000.000,00

Tahun 2000, rugi fiskal

=

(Rp 300.000.000,00)

Tahun 2001, laba fiskal

=

NIHIL

Tahun 2002, laba fiskal

=

Rp 100.000.000,00

Tahun 2003, laba fiskal

=

Rp 800.000.000,00

 

Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut :

Rugi fiskal tahun 1998   

=

(Rp 1.200.000.000,00)

Laba fiskal tahun 1999

=

Rp     200.000.000,00 (+)

Sisa rugi fiskal tahun 1998

=

(Rp 1.000.000.000,00)

Rugi fiskal tahun 2000   

=

Rp     300.000.000,00

Sisa rugi fiskal tahun 1998

=

(Rp 1.000.000.000,00)

Laba fiskal tahun 2001

=

NIHIL

Sisa rugi fiskal tahun 1998

=

(Rp 1.000.000.000,00)

Laba fiskal tahun 2002

=

Rp      100.000.000,00 (+)

Sisa rugi fiskal tahun 1998

=

(Rp    900.000.000,00)

Laba fiskal tahun 2003

=

Rp      800.000.000,00

Sisa rugi fiskal tahun 1998

=

(Rp    100.000.000,00)

 

Rugi fiskal tahun 1998 sebesar Rp 100.000.000,00 yang masih tersisa pada akhir tahun 2003 tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 2004, sedangkan rugi fiskal tahun 2000 sebesar Rp 300.000.000,00 hanya boleh dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2004 dan 2005, karena jangka waktu 5 tahun yang dimulai sejak tahun 2001 berakhir pada akhir tahun 2005.

 

Apabila jumlah kerugian yang dapat dikompensasi dalam Tahun Pajak yang bersangkutan berasal dari sisa kerugian beberapa tahun lalu, supaya dibuatkan rincian dalam lampiran tersendiri.

 

PERHATIAN :

-

Apabila jumlah seluruh penghasilan neto pada Angka 5 menunjukkan jumlah nihil atau negatif (minus), maka Angka 7 diisi dengan NIHIL, walaupun sampai dengan Tahun Pajak sebelumnya masih terdapat sisa kerugian tahun-tahun lalu yang masih dapat dikompensasi dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

-

Apabila kerugian fiskal tahun-tahun yang masih dapat dikompensasi dalam Tahun Pajak yang bersangkutan jumlahnya lebih besar dari jumlah penghasilan neto Tahun Pajak yang bersangkutan, yang diisikan pada Angka 8 paling banyak adalah sebesar penghasilan neto setelah pengurangan zakat atas penghasilan pada Angka 7.

 

Kerugian yang berasal dari penghasilan yang telah dikenakan PPh bersifat final dan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak, serta kerugian usaha/modal di luar negeri tidak boleh dikompensasikan.

 

(Pasal 4 ayat (1), Pasal 6 ayat (2) UU PPh dan Pasal 9 ayat 1 UU PPh)

 

Angka 9

JUMLAH PENGHASILAN NETO SETELAH KOMPENSASI

KERUGIAN

 

Bagian ini diisi dengan hasil pengurangan dari jumlah pada Angka 7 dengan jumlah pada Angka 8.

 

Angka 10

PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK

 

Bagian ini diisi dengan penghasilan tidak kena pajak yang besarnya adalah sebagai berikut :

a.

Rp 2.880.000,00 untuk Wajib Pajak.

b.

Rp 1.440.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin.

c.

Rp 2.880.000,00 tambahan untuk seorang isteri (hanya seorang isteri), yang diberikan apabila ada penghasilan isteri yang digabungkan dengan penghasilan suami, dalam hal isteri :

 

c.1.

bukan karyawati, tetapi mempunyai penghasilan dari usaha/pekerjaan bebas yang tidak ada hubungannya dengan usaha/pekerjaan bebas suami, anak/anak angkat yang belum dewasa.

 

c.2.

bekerja sebagai karyawati pada pemberi kerja yang bukan sebagai Pemotong Pajak walaupun tidak mempunyai penghasilan dari usaha/pekerjaan bebas.

 

c.3.

bekerja sebagai karyawati pada lebih dari 1 (satu) pemberi kerja.

d.

Rp. 1.440.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah (misal ayah, ibu atau anak kandung) dan semenda (misal mertua dan anak tiri) dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak tiga orang untuk setiap keluarga.

 

Saat yang menentukan untuk menghitung besarnya penghasilan tidak kena pajak adalah awal Tahun Pajak atau saat mulainya menjadi subjek pajak dalam negeri dalam Tahun Pajak.

e.

Warisan yang belum terbagi sebagai Wajib Pajak menggantikan yang berhak tidak memperoleh pengurangan Penghasilan Tidak Kena Pajak.

 

Bagi Wajib Pajak yang kawin pisah harta dan penghasilan, baik suami maupun isteri Angka 10 ini diisi dengan tanda strip (-) dan membuat lembar penghitungan penghasilan serta PPh terutang tersendiri.

 

Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain yang tidak dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final diisi dengan tanda strip (-)

 

Catatan :

 

Berikan tanda X pada kotak yang sesuai mengenai status, yaitu :

 

(TK/-)

adalah tidak kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan yang mendapat pengurangan PTKP.

 

(K/-)

adalah kawin ditambah dengan banyaknya tanggungan yang mendapat pengurangan PTKP.

 

(K/I/-)

adalah kawin, isteri mempunyai penghasilan sesuai dengan ketentuan huruf c, ditambah dengan banyaknya tanggungan yang mendapat pengurangan PTKP.

 

(PH)

adalah Wajib Pajak kawin yang pisah harta dan penghasilan.

 

(HB/-)

adalah Wajib Pajak kawin yang telah hidup berpisah ditambah banyaknya tanggungan yang mendapat pengurangan PTKP.

 

 

Contoh :

 

K/-

adalah kawin tanpa tanggungan

 

K/2

adalah kawin + 2 orang tanggungan

 

K/I/3

adalah kawin + isteri mempunyai penghasilan sesuai ketentuan huruf c, ditambah dengan tanggungan 3 orang.

f.

PTKP bagi Wajib Pajak masing-masing suami isteri yang telah hidup berpisah untuk diri masing-masing Wajib Pajak diperlakukan seperti Wajib Pajak Tidak Kawin sedangkan tanggungan sesuai dengan kenyataan sebenarnya yang diperkenankan.

 

(Pasal 7 UU PPh dan Pasal 2 Kep. Men Keu. Nomor : 361/KMK.04/1998 tanggal 27 Juli 1998)

                       

Angka 11

PENGHASILAN KENA PAJAK

 

Bagian ini diisi dengan hasil pengurangan dari jumlah pada Angka 9 dengan jumlah pada Angka 10. Apabila hasil pengurangan tersebut menunjukkan Jumlah nihil atau negatif, maka Angka 11 diisi dengan NIHIL

 

Khusus Wajib Pajak yang kawin pisah harta baik suami maupun isteri Angka 11 ini diisi dengan tanda strip (-) dan membuat lembar penghitungan penghasilan serta PPh terutang tersendiri.

 

D.

PPh TERUTANG

 

Angka 12

PPh TERUTANG

 

Diisi dengan hasil penerapan tarif Pasal 17 UU PPh atas Penghasilan Kena Pajak yang tercantum pada Angka 11.

Tarif PPh adalah sebagai berikut :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak

Tarif Pajak

sampai dengan Rp 25.000.000,00

5%

Di atas Rp 25.000.000,00 s.d. Rp 50.000.000,00

10%

Di atas Rp 50.000.000,00 s.d. Rp 100.000.000,00

15%

Di atas Rp 100.000.000,00 s.d. Rp 200.000.000,00

25%

Di atas Rp 200.000.000,00

35%

 

Catatan :

Dalam penerapan tarif pajak, jumlah Penghasilan Kena Pajak (PKP) dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh.

 

Contoh :

1.

Seorang Wajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto Tahun Pajak 2003 sebesar Rp 88.640.000,00. Wajib Pajak berstatus kawin dan mempunyai 3 (tiga) orang anak, sedangkan isterinya tidak mempunyai penghasilan sendiri. Penghitungan pajak dengan penerapan tarif tersebut di atas dilakukan sebagai berikut:

 

Penghasilan Neto 1 tahun

Rp 88.640.000,00

 

Penghasilan Tidak Kena Pajak

Rp   8.640.000,00 -/-

 

Penghasilan Kena Pajak

Rp 80.000.000,00

 

Pajak Penghasilan yang terutang :

 

 

5% x Rp 25.000.000,00

Rp 1.250.000,00

 

10% x Rp 25.000.000,00

Rp 2.500.000,00

 

15% x Rp 30.000.000,00

Rp 4.500.000,00 +/+

 

Jumlah

Rp 8.250.000,00

 

2.

Seorang Wajib Pajak yang berstatus tidak kawin baru datang dan mempunyai niat menetap di Indonesia untuk selama-lamanya pada awal Oktober 2003 dan menerima atau memperoleh penghasilan dari usaha mulai Oktober s.d. Desember 2003 sebesar Rp 1.430.715,00. Atas penghasilan tersebut, di lakukan penerapan tarif pajak sebagai berikut:

 

Penghasilan 3 bulan

=

Rp 1.430.715,00

 

Penghasilan 1 tahun :

 

 

 

360

x

Rp 1.430.715,00

=

Rp 5.722.860,00

 

3x30

 

Penghasilan Tidak Kena Pajak

=

Rp 2.880.000,00 -/-

 

Penghasilan Kena Pajak

=

Rp 2.842.860,00

 

Dibulatkan menjadi

=

Rp 2.842.000,00

 

(untuk penerapan tarif)

 

 

 

 

 

 

 

Pajak Penghasilan yang terutang 1 tahun

 

 

 

= 5% x Rp 2.842.000,00

=

Rp     142.100,00

 

 

 

 

 

Pajak Penghasilan yang terutang tahun 2003

 

 

 

(3 bulan)

3 x 30

x

Rp. 142.100,00

=

Rp      35.525,00

 

 

360

 

 

3.

Seorang Wajib Pajak dalam tahun 2003 menerima atau memperoleh penghasilan neto sebesar Rp 204.608.000,00. Wajib Pajak berstatus kawin pisah harta dan mempunyai 3 (tiga) orang anak, sedangkan isterinya menerima atau memperoleh penghasilan neto dari usaha sebesar Rp 106.912.000,00.

 

 

 

Penerapan tarif untuk masing-masing suami dan isteri adalah sebagai berikut :

 

Penghasilan Neto suami

Rp 204.608.000,00

 

Penghasilan Neto isteri

Rp 106.912.000,00 +/+

 

Penghasilan Neto gabungan

Rp 311.520.000,00

 

PTKP : K/I/3

Rp   11.520.000,00 -/-

 

 

Rp 300.000.000,00

 

Penghasilan Kena Pajak

 

 

PPh terutang gabungan (suami dan isteri) :

 

 

5% x Rp 25.000.000,00

=

Rp   1.250.000,00

 

10% x Rp 25.000.000,00

=

Rp   2.500.000,00

 

15% x Rp 50.000.000,00

=

Rp    7.500.000,00

 

25% x Rp 100.000.000,00

=

Rp 25.000.000,00

 

35% x Rp 100.000.000,00

=

Rp 35.000.000,00 +/+

 

 

 

Rp 71.250.000,00

 

 

a.

Untuk SPT suami

 

PPh terutang diisi

=

204.608.000,00 x Rp 71.250.000,00

= Rp 46.797.380,58

 

 

 

311.520.000,00

 

 

 

 

 

b.

Untuk SPT isteri

=

106.912.000,00 x Rp 71.250.000,00

= Rp 24.452.619,42

 

PPh terutang diisi

 

311.520.000,00

 

 

Angka 13

PENGEMBALIAN/PENGURANGAN PPh PASAL 24

YANG TELAH DIKREDITKAN

 

Diisi dengan selisih antara besarnya pajak yang telah dikreditkan dengan besarnya pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia setelah adanya pengembalian/pengurangan pajak penghasilan yang dibayar/dipotong/terutang di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5)  UU PPh, yang diterima dalam Tahun Pajak yang bersangkutan sepanjang pengembalian/pengurangan bukan disebabkan oleh adanya perubahan penghasilan.

 

Oleh karena PPh yang dibayar/dipotong/terutang di luar negeri tersebut semula telah dikreditkan dari Pajak Penghasilan yang terutang dalam SPT Tahunan PPh, maka dengan pengurangan/restitusi atas Pajak Penghasilan yang dibayar/dipotong/terutang di luar negeri tersebut menyebabkan pengkreditan tersebut menjadi lebih besar dari yang seharusnya. Selisih tersebut harus dibayar kembali dengan menambahkan pada Pajak Penghasilan terutang dalam tahun ini.

 

Contoh :

 

Tuan Achmad memperoleh penghasilan berupa dividen pada tahun 2001 dari X Ltd di luar negeri sebesar Rp 200.000.000,00 dan dipotong pajak atas dividen sebesar 20% (Rp 40.000.000,00). Penghasilan tersebut telah digabungkan (dilaporkan) dalam SPT Tahunan PPh 2001 dan Pajak atas dividen sebesar Rp 40.000.000,00 telah dikreditkan. Namun dalam tahun 2002, Tuan Achmad menerima pengembalian pajak atas dividen tersebut sebesar 5% (Rp 10.000.000,00). Pengembalian pajak di luar negeri sebesar Rp. 10.000.000,00 tersebut diisikan dalam angka 13 ini menambah PPh terutang tahun berikutnya.Dalam hal pengembalian/pengurangan PPh tersebut disebabkan oleh adanya perubahan penghasilan, maka Wajib Pajak harus memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melakukan pembetulan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak digabungkannya penghasilan tersebut, sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 164/KMK.04/2002 tanggal 19 April 2002.

 

Angka 14

JUMLAH PPh YANG TERUTANG

 

Diisi dengan hasil penjumlahan dari jumlah pada Angka 12 dengan jumlah angka 13.

 

E.

KREDIT PAJAK

 

Angka 15

PPh YANG DIPOTONG/DIPUNGUT

OLEH PIHAK LAIN/DITANGGUNG PEMERINTAH DAN

YANG DIBAYAR/DIPOTONG/TERUTANG DI LUAR NEGERI

 

Diisi dengan hasil penjumlahan Formulir 1770-II Bagian A Jumlah Kolom (5) + Kolom (6) + Bagian B jumlah kolom (6).

 

Angka 16

PPh YANG HARUS DIBAYAR SENDIRI ATAU

PPh YANG LEBIH DIPOTONG/DIPUNGUT

 

Diisi dengan hasil pengurangan dari jumlah pada angka 14 dengan jumlah pada angka 15.Beri tanda X dalam kotak yang sesuai.

 

Angka 17

PPh YANG DIBAYAR SENDIRI

 

a.

PPh Pasal 25 BULANAN

Diisi dengan jumlah PPh yang telah dibayar sendiri oleh Wajib Pajak selama Tahun Pajak yang bersangkutan berupa PPh Pasal 25 Tahun Pajak yang bersangkutan termasuk jumlah pelunasan PPh yang terutang berdasarkan penghitungan sementara dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan.

b.

PPh Pasal 25 AYAT (7)

Diisi dengan jumlah pajak penghasilan yang dibayar sendiri (dua persen dari peredaran bruto) oleh pengusaha tertentu yang menerima atau memperoleh penghasilan lain yang tidak dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.

c.

STP PPh Pasal 25 (hanya pokok pajak)

Diisi dengan jumlah Pajak Penghasilan yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP) untuk Tahun Pajak yang bersangkutan termasuk Surat Tagihan Pajak (STP) Pajak Penghasilan Pasal 25 ayat (7) dari Pengusaha Tertentu yang menerima atau memperoleh penghasilan lain yang tidak dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final, tidak termasuk sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.

 

Contoh :

 

Pada STP tercantum hal-hal sebagai berikut :

 

Angsuran PPh Pasal 25 yang harus dibayar

=

Rp 2.000.000,00

 

Telah dibayar

=

Rp 1.500.000,00 -/-

 

Kurang dibayar

=

Rp    500.000,00

 

Sanksi administrasi berupa bunga

=

Rp     20.000,00

 

Sanksi administrasi berupa denda

=

Rp      25.000,00 +/+

 

Jumlah yang harus dibayar     

=

545.000,00

 

Yang diisikan di sini adalah jumlah Rp 500.000,00 (hanya pokok pajak)

d.

Fiskal Luar Negeri

Diisi dengan jumlah pembayaran uang Fiskal Luar Negeri yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak, isteri, anak/anak angkat yang belum dewasa, yang menjadi tanggungan sepenuhnya dalam Tahun Pajak yang bersangkutan. Termasuk juga pembayaran uang fiskal luar negeri yang ditanggung Wajib Pajak atas nama pegawai sehubungan dengan penugasan pegawai tersebut ke luar negeri dalam Tahun Pajak yang bersangkutan tidak termasuk isteri, anak/anak angkat dari pegawai yang bersangkutan. Apabila pegawai ke luar negeri bukan dalam rangka hubungan kerja, seperti expatriate berlibur kembali ke negaranya, maka pembayaran fiskal tersebut tidak boleh dimasukkan disini, termasuk isteri, anak/anak angkat dari pegawai tersebut.

(Pasal 25 ayat (8) UU PPh jo. PP Nomor 42 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 41 Tahun 2001)

 

JUMLAH

 

Diisi dengan hasil penjumlahan huruf a s.d d

 

F.

PPh KURANG/LEBIH BAYAR

 

           

 

Angka 18

PPh YANG KURANG DIBAYAR (PPh PASAL 29)

ATAU PPh YANG LEBIH DIBAYAR (PPh PASAL 28A)

 

Diisi dengan hasil pengurangan dari jumlah pada Angka 16 dengan jumlah pada Angka 17.

 

Beri tanda X dalam kotak yang sesuai. Dalam hal tidak terdapat pajak yang harus dibayar, maka cantumkan kata "NIHIL" pada ruang yang harus diisi. Apabila terdapat jumlah pajak yang kurang dibayar, jumlah tersebut harus dibayar lunas selambat-lambatnya tanggal 25 (dua puluh lima) bulan ketiga setelah akhir Tahun Pajak/Tahun Buku sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan disampaikan.

 

Cantumkan tanggal pembayaran tersebut pada tempat yang tersedia.

 

G.

PERMOHONAN

 

Hanya diisi apabila terdapat jumlah PPh yang lebih bayar pada Angka 18 b.

Wajib Pajak harus memberi tanda X dalam kotak yang tersedia.

Permohonan ini tidak berlaku apabila kelebihan pembayaran berasal dari PPh yang ditanggung Pemerintah.

 

H.

ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN PAJAK BERIKUTNYA

 

Beri tanda X dalam kotak yang sesuai

 

a.

Diisi dengan jumlah angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya yang dihitung 1/12 dari jumlah Pajak Penghasilan yang harus dibayar sendiri pada Angka 16 huruf a dikurangi dengan pengembalian/pengurangan PPh Pasal 24 pada angka 13, kecuali apabila terdapat hal-hal tertentu sebagaimana tersebut pada huruf b berikut ini:

 

b.

Penghitungan dalam lampiran tersendiri apabila :

 

 

1.

Terdapat sisa kerugian tahun sebelumnya yang dikompensasikan

 

 

 

1.1.

Apabila jumlah sisa kerugian habis dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak yang bersangkutan atau Tahun Pajak yang bersangkutan merupakan Tahun Pajak terakhir untuk dapat melakukan kompensasi kerugian, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya dihitung atas dasar penghasilan neto Tahun Pajak yang bersangkutan dan tanpa memperhitungkan kompensasi kerugian.

 

 

 

 

Contoh :

 

 

 

 

Menurut SPT PPh Tahun Pajak 2003 :

 

 

 

 

a.

Kerugian habis dikompensasi

 

 

 

 

 

Penghasilan Neto (jumlah pada Angka 5)

Rp 108.640.000,00

 

 

 

 

 

Kerugian tahun 2002

Rp 20.000.000,00

 

 

 

 

 

Kompensasi atas kerugian 2002

Rp   20.000.000,00 -/-

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(jumlah pada Angka 8)

 

 

 

 

 

 

Penghasilan Neto setelah

 

 

 

 

 

 

Kompensasi (jumlah pada Angka 9)

Rp 88.640.000,00

 

 

 

 

 

PTKP - K/3 (jumlah pada Angka 10)

Rp   8.640.000,00 -/-

 

 

 

 

 

Penghasilan Kena Pajak (jumlah pada Angka 11)

Rp 80.000.000,00

 

 

 

 

 

 

============

 

 

 

 

b.

Tahun Pajak yang bersangkutan merupakan Tahun Pajak terakhir untuk dapat melakukan kompensasi kerugian.

 

 

 

 

 

Penghasilan Neto (jumlah pada Angka 5)

Rp 108.640.000,00

 

 

 

 

 

Kerugian tahun 1998

Rp 158.640.000,00

 

 

 

 

 

Dikompensasi (jumlah yang dicantumkan pada Angka 8)

Rp 108.640.000,00-/-

 

 

 

 

 

Penghasilan Neto setelah kompensasi (jumlah pada Angka 9)

NIHIL

 

 

 

 

 

 

Catatan:

                                   

Sisa kerugian Tahun Pajak 1998 sebesar Rp 50.000.000,00 (Rp 158.640.000,00 - Rp 108.640.000,00) tidak dapat dikompensasi lagi dengan penghasilan neto Tahun Pajak 2004 karena sudah lewat waktu 5 (lima) tahun.

 

Jumlah PPh Ps. 21, 22, 23, dan 24 Rp 3.250.000,00

 

Tahun Pajak 2003

 

Penghitungan PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak 2004 :

 

Berdasarkan contoh di atas, dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun Pajak 2004 adalah penghasilan neto tahun Pajak 2003 tanpa memperhitungkan kompensasi kerugian, sebagai berikut :

 

 

 

 

 

Penghasilan Neto Tahun Pajak 2003

Rp 108.640.000,00

 

 

 

 

 

Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/3)

Rp     8.640.000,00 -/-

 

 

 

 

 

Penghasilan Kena Pajak

Rp 100.000.000,00

 

 

 

 

 

PPh terutang :

 

 

 

 

 

 

5% x Rp 25.000.000,00

=

Rp 1.250.000,00

 

 

 

 

 

10% x Rp 25.000.000,00

=

Rp 2.500.000,00

 

 

 

 

 

15% x Rp 50.000.000,00

=

Rp  7.500.000,00 +/+

 

 

 

 

 

 

 

Rp 11.250.000,00

 

 

 

 

 

Jumlah PPh Ps. 21, 22, 23, dan 24

=

Rp   3.250.000,00 -/-

 

 

 

 

 

 

 

Rp   8.000.000,00

 

 

 

 

 

 

 

===========

 

 

 

 

 

Angsuran bulanan PPh Ps. 25 Tahun Pajak 2004 :

 

 

 

 

 

 

 

1/12 x Rp 8.000.000,00

=

Rp      666.666,67

 

 

 

 

 

 

 

===========

 

 

 

1.2.

Apabila jumlah sisa kerugian tidak habis dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak yang ber-sangkutan dan Tahun Pajak yang bersangkutan tidak merupakan Tahun Pajak terakhir untuk dapat melakukan kompensasi, sehingga masih terdapat sisa kerugian yang dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak berikutnya, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya dihitung atas dasar penghasilan neto Tahun Pajak yang bersangkutan dikurangi dengan sisa kerugian yang masih dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak berikutnya.

 

Apabila penghasilan neto Tahun Pajak yang bersangkutan lebih kecil dari sisa kerugian yang masih dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak berikutnya, maka angsuran PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya adalah NIHIL.

 

 

 

 

Contoh A :

 

 

 

 

Menurut SPT PPh Tahun Pajak 2003 :

 

 

 

 

Penghasilan Neto (jumlah pada Angka 5)

Rp 108.640.000,00

 

 

 

 

Kerugian Tahun Pajak 2002

Rp. 158.640.000,00

 

 

 

 

Dikompensasi (jumlah pada Angka 8) 

Rp 108.640.000,00 -/-

 

 

 

 

Penghasilan Neto setelah kompensasi(jumlah pada Angka 9)

NIHIL

 

 

 

 

 

==============

 

 

 

 

Jumlah PPh Ps. 21, 22, 23, dan 24

Rp      3.250.000,00

 

 

 

 

 

Catatan:

 

Sisa kerugian Tahun Pajak 2002 yang belum dikompensasi sebesar Rp 50.000.000,00 dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak 2004.

 

 

 

 

Penghitungan PPh Pasal 25 Tahun Pajak 2004:

 

 

 

 

 

Penghasilan Neto Tahun Pajak 2003

Rp 108.640.000,00

 

 

 

 

Sisa kerugian Tahun Pajak 2002 yang masih dapat dikompensasi dengan penghasilan Neto Tahun Pajak 2004

 

Rp   50.000.000,00 -/-

 

 

 

 

Penghasilan Neto setelah kompensasi(jumlah pada Angka 9)

Rp    58.640.000,00

 

 

 

 

Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/3)   

Rp      8.640.000,00 -/-

 

 

 

 

Penghasilan Kena Pajak PPh terutang :

Rp    50.000.000,00

 

 

 

 

5% x Rp 25.000.000,00

=

Rp 1.250.000,00

 

 

 

 

10% x Rp 25.000.000,00

=

Rp 2.500.000,00 +/+

 

 

 

 

 

 

Rp 3.750.000,00

 

 

 

 

Jumlah PPh Ps. 21, 22, 23, dan 24      

 

Rp 3.250.000,00 -/-

 

 

 

 

 

 

Rp     500.000,00

 

 

 

 

 

 

============

 

 

 

 

Angsuran bulanan PPh Ps. 25 Tahun Pajak 2004 :

 

 

 

 

 

 

= 1/12 x Rp 500.000,00

=

Rp       41.666,67

 

 

 

 

 

 

============

 

 

 

 

 

Contoh B:

 

 

 

 

Menurut SPT PPh Tahun Pajak 2003 :

 

 

 

 

 

 

Penghasilan Neto (jumlah pada Angka 5)

 

Rp 108.640.000,00

 

 

 

 

Kerugian Tahun Pajak 2002

 

Rp 225.640.000,00

 

 

 

 

Dikompensasi (jumlah yang dicantumkan pada Angka 8)

 

Rp 108.640.000,00 -/-

 

 

 

 

Penghasilan Neto setelah kompensasi (jumlah pada Angka 9)

 

NIHIL

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Penghitungan PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak 2004 :

 

 

 

 

Penghasilan Neto Tahun Pajak 2003  

 

Rp 108.640.000,00

 

 

 

 

Sisa kerugian Tahun Pajak 2002 yang masih dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak 2004       

 

 

Rp 117.000.000,00

 

 

 

 

 

Karena sisa kerugian yang dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak 2004 lebih besar dari penghasilan neto Tahun Pajak 2003, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak 2004 adalah NIHIL.

 

 

 

2.

Terdapat penghasilan tidak teratur

 

Penghasilan tidak teratur (tidak termasuk dalam penghasilan teratur) adalah keuntungan selisih kurs dari utang/piutang dalam mata uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta (equital gain) sepanjang bukan merupakan penghasilan dari kegiatan usaha pokok serta penghasilan lainnya yang bersifat insidentil.

 

(Keputusan Dirjen Pajak Nomor : Kep-537/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000)

 

Apabila terdapat penghasilan tidak teratur dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, misalnya penghasilan dari kontrak 2 (dua) mobil, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak 2003 dihitung berdasarkan penghasilan neto seluruhnya dikurangi dengan penghasilan tidak teratur tersebut.

 

Contoh

 

 

 

Menurut SPT PPh Tahun Pajak 2003 :

 

 

 

 

Penghasilan Neto seluruhnya

Rp 508.640.000,00

 

 

 

Jumlah PPh Pasal 21, 22 dan 24

Rp   51.250.000,00

 

 

 

Jumlah PPh Pasal 23 (atas kontrak 2 buah mobil sebesar Rp 60.000.000,00)

Rp     3.600.000,00

 

 

 

 

 

 

 

 

Penghitungan angsuran PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak 2004 :

 

 

 

 

Penghasilan Neto seluruhnya  (jumlah pada Angka 5)

Rp 508.640.000,00

 

 

 

Penghasilan Neto tidak teratur

Rp   60.000.000,00 -/-

 

 

 

Penghasilan Neto teratur

Rp 448.640.000,00

 

 

 

PTKP K/3

Rp    8.640.000,00 -/-

 

 

 

Penghasilan Kena Pajak

Rp 440.000.000,00

 

 

 

PPh Terutang :

 

 

 

 

5% x Rp 25.000.000,00

=

Rp   1.250.000,00

 

 

 

10% x Rp 25.000.000,00

=

Rp   2.500.000,00

 

 

 

15% x Rp 50.000.000,00

=

Rp   7.500.000,00

 

 

 

25% x Rp 100.000.000,00

=

Rp 25.000.000,00

 

 

 

35% x Rp 240.000.000,00

=

Rp 84.000.000,00 +/+

 

 

 

 

 

Rp 120.250.000,00

 

 

 

Jumlah PPh Ps. 21, 22, dan 24 Tahun Pajak 2003

 

Rp   51.250.000,00 -/-

 

 

 

(tidak termasuk PPh Pasal 23 atas kontrak mobil)     

 

Rp   69.000.000,00

 

 

 

Angsuran PPh Pasal 25 Tahun Pajak 2004

 

 

 

 

 

= 1/12 x Rp 69.000.000,00

 

Rp    5.750.000,00

 

 

 

3.

Terdapat Pembayaran Zakat atas Penghasilan

 

Dalam hal terdapat zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, terdapat hal-hal tertentu (terdapat sisa kerugian tahun sebelumnya yang dikompensasikan atau terdapat penghasilan tidak teratur), maka penghitungan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 mengikuti pola penghitungan sebagaimana contoh penghitungan angsuran PPh Pasal 25 sebelumnya dengan memperhitungkan zakat atas penghasilan yang telah dibayarkan.

 

Contoh:                      

 

 

 

Menurut SPT PPh Tahun Pajak 2003 :

 

 

 

 

Penghasilan Neto seluruhnya

Rp 508.640.000,00

 

 

 

Jumlah PPh Pasal 21, 22 dan 24

Rp   51.250.000,00

 

 

 

Jumlah PPh Pasal 23 (atas kontrak 2 buah mobil sebesar Rp 60.000.000,00)

Rp     3.600.000,00

 

 

 

 

 

 

 

 

Menurut SPT PPh Tahun Pajak 2003.

 

 

 

 

Penghasilan neto (jumlah pada angka 5)

Rp 111.425.000,00

 

 

 

Zakat atas Penghasilan (jumlah pada angka 6)

Rp    2.785.000,00 -/-

 

 

 

Jumlah penghasilan neto setelah

 

 

 

 

Pengurangan zakat atas penghasilan (jumlah pada angka 7)

Rp 108.640.000,00

 

 

 

Kompensasi kerugian (jumlah pada angka 8)

Rp    20.000.000,00 -/-

 

 

 

Penghasilan neto setelah kompensasi kerugian (jumlah pada angka 9)

Rp     88.640.000,00

 

 

 

Penghasilan Tidak Kena Pajak K/3 (jumlah pada angka 10)

Rp       8.640.000,00

 

 

 

Penghasilan Kena Pajak (jumlah pada angka 11)

Rp      80.000.000,00

 

 

 

 

 

 

 

 

Atau :

 

 

 

 

Penghasilan neto (jumlah pada angka 5)

Rp 111.425.000,00

 

 

 

Kerugian tahun 1998 :

Rp 161.425.000,00

 

 

 

Dikompensasi (jumlah pada angka 8) 

Rp 111.425.000,00

 

 

 

Penghasilan neto setelah kompensasi kerugian (jumlah pada angka 9)

Rp        Nihil

 

 

 

 

 

 

 

 

Catatan:

 

 

 

 

kerugian tahun pajak 1998 setelah dikompensasi sebesar Rp 50.000.000,00 (Rp 161.425.000,00 - Rp 111.425.000,00) tidak dapat lagi dikompensasi dengan penghasilan neto tahun pajak 2004 karena sudah lewat waktu 5 (lima) tahun.

 

 

 

Penghitungan PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak 2004 :

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Penghasilan neto (jumlah pada angka 5)

Rp 111.425.000,00

 

 

 

Zakat atas Penghasilan (jumlah pada angka 6)

Rp     2.785.000,00 -/-

 

 

 

Jumlah penghasilan neto setelah pengurangan zakat atas penghasilan (jumlah pada angka 7)

 

Rp 108.640.000,00

 

 

 

Penghasilan Tidak Kena Pajak K/3 (jumlah pada angka 10)   

Rp    8.640.000,00 -/-

 

 

 

Penghasilan Kena Pajak (jumlah pada angka 11)      

Rp 100.000.000,00

 

 

 

PPh Terutang :

 

 

 

 

5% x Rp 25.000.000,00

Rp     1.250.000,00

 

 

 

10% x Rp 25.000.000,00

Rp     2.500.000,00

 

 

 

15% x Rp 50.000.000,00

Rp     7.500.000,00 +/+

 

 

 

 

Rp    11.250.000,00

 

 

 

Jumlah PPh Pasal 21, 22, 23 dan 24 Tahun 2003

Rp      3.250.000,00 -/-

 

 

 

 

Rp      8.000.000,00

 

 

 

Angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun pajak 2004 :

 

 

 

 

1/12 x Rp. 8.000.000,00

Rp         666.666,67

 

 

 

 

Perhatian :

 

 

 

1.

Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dapat berubah sesuai dengan perubahan yang terjadi atas dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25 dalam Tahun Pajak berjalan.

 

 

 

2.

Angsuran PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak yang bersangkutan dapat dibayar di muka sekaligus berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-13/PJ.23/1989 tanggal 1 Maret 1989.

 

I.

PENGHASILAN YANG TELAH DIKENAKAN PAJAK BERSIFAT FINAL, DIKENAKAN PAJAK TERSENDIRI DAN PENGHASILAN PENGUSAHA TERTENTU SERTA YANG BUKAN OBJEK PAJAK, YANG TELAH DIBAYAR, DIPOTONG/DIPUNGUT.

 

1.

Diisi jumlah dari formulir 1770 III jumlah Bagian A I dan II Kolom (3).

 

2.

Diisi dari formulir 1770 III Bagian A III Kolom (3) dan (4).

 

3.

Diisi jumlah dari formulir 1770 III jumlah Bagian B Kolom (3).

 

J.

JUMLAH PAJAK PENGHASILAN

Diisi dengan jumlah Huruf D Angka 14 ditambah Huruf I Angka I Kolom (2) ditambah Huruf I Angka 2 Kolom (2).

 

K.

HARTA DAN KEWAJIBAN

 

1.

Diisi dari Formulir 1770 # IV bagian A jumlah kolom (4)

 

2.

Diisi dari Formulir 1770 # IV bagian B jumlah kolom (4)

 

L.

LAMPIRAN

 

Selain Formulir 1770-I sampai dengan 1770-IV (baik yang diisi maupun yang tidak diisi) harus dilampirkan pula :

 

a.

Surat Kuasa Khusus jika SPT Tahunan ini ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak. (Pasal 4 ayat (3) UU KUP)

 

b.

Surat Setoran Pajak PPh Pasal 29 Tahun Pajak yang bersangkutan (Lembar Ke-3), yaitu pelunasan PPh yang kurang dibayar pada Angka 18. (Pasal 29 UU PPh)

 

c.

Neraca dan Laporan Laba Rugi Tahun Pajak yang bersangkutan bagi Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan atau Rekapitulasi bulanan peredaran/penerimaan bruto bagi Wajib Pajak yang memilih menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto. (Pasal 28 UU KUP)

 

d.

Perhitungan kompensasi kerugian bagi wajib pajak yang melaporkan adanya kompensasi kerugian. (Lihat contoh perhitungan kompensasi kerugian)

 

e.

Fotokopi :

 

 

-

Formulir 1721-A1 (Formulir Penghasilan dan Penghitungan PPh Pasal 21 Pegawai Tetap atau Penerima Pensiun atau THT/JHT) dan atau;

 

 

-

Formulir 1721-A2 (Formulir Penghasilan dan Penghitungan PPh Pasal 21 Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI/Polri, Pejabat Negara, dan Pensiunannya)

 

f.

Bukti Pemotongan/Pemungutan oleh Pihak lain/Ditanggung Pemerintah Dan Yang Dibayar/Dipotong di Luar Negeri.

 

g.

Penghitungan PPh terutang bagi Wajib Pajak Kawin Pisah Harta.

 

h.

Penghitungan angsuran PPh Pasal 25 tahun berikutnya.

 

i.

Daftar susunan keluarga yang menjadi tanggungan Wajib Pajak.

 

j.

Daftar jumlah penghasilan dan pembayaran PPh Pasal 25 wajib dilampirkan oleh orang pribadi pengusaha tertentu.

 

k.

Fotokopi Tanda Bukti Pembayaran Fiskal Luar Negeri (TBPFLN);

 

l.

Lampiran-lampiran berupa bukti pendukung atau untuk menjelaskan penghitungan besarnya penghasilan yang dibuat sendiri oleh Wajib Pajak, misalnya :

 

 

-

Fotokopi Bukti Setoran Zakat;

 

 

-

Fotokopi Ijin Kerja Tenaga Asing (IKTA) yang masih berlaku untuk WP orang asing;

 

 

-

Fotokopi Surat Keterangan Penghasilan (Certificate of Income) dari perusahaan induk untuk WP orang asing.

 

 

 

Catatan :

 

 

 

-

Berilah tanda X dalam kotak yang sesuai.

 

 

 

-

Disebelah kanan atas dari setiap lampiran tambahan supaya ditulis Lampiran ............ (sesuai dengan urutan lampiran yang bersangkutan).

 

 

 

-

Apabila tempat yang tersedia untuk mengisi lampiran tidak mencukupi maka dapat dibuat lampiran tambahan

 

M.

PERNYATAAN

 

Pernyataan ini dibuat sehubungan dengan jaminan akan kebenaran dan kelengkapan pengisian SPT Tahunan PPh.

 

Apabila SPT Tahunan PPh ternyata diisi dengan tidak benar dan atau tidak lengkap, Wajib Pajak akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

 

Sehubungan dengan itu Wajib Pajak atau kuasanya, wajib menandatangani, membubuhkan nama lengkap dan NPWP serta tempat, tanggal, bulan dan tahun diisinya SPT ini pada tempat yang tersedia