DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI
YANG TIDAK MELAKUKAN USAHA/PEKERJAAN BEBAS
(FORMULIR 1770S)
PETUNJUK
UMUM
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (UU KUP), hal-hal yang perlu
diperhatikan oleh Wajib Pajak adalah sebagai berikut :
1. |
Setiap Wajib Pajak wajib mengisi dan
menyampaikan SPT Tahunan dengan benar, lengkap, dan jelas, dan menandatanganinya. |
2. |
SPT Tahunan ditandatangani oleh Wajib Pajak atau
orang yang diberi kuasa menandatangani sepanjang dilampiri dengan surat kuasa
khusus. |
3. |
SPT Tahunan dianggap tidak disampaikan apabila tidak
ditandatangani atau tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan atau dokumen
sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 534/KMK.04/2000
dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-214/PJ./2001. |
4. |
Wajib Pajak harus mengambil sendiri formulir SPT
Tahunan dan Menyampaikannya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun
Pajak. |
5. |
Penyampaian SPT Tahunan dapat dilakukan melalui
Kantor Pos secara tercatat atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa
kurir yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana diatur dalam
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-518/PJ./2001. |
6. |
Kekurangan pembayaran pajak yang terutang
berdasarkan SPT Tahunan harus dibayar lunas paling lambat tanggal 25 (dua puluh
lima) bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir. Apabila pembayaran dilakukan
setelah tanggal jatuh tempo, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% (dua persen) sebulan yang dihitung dari saat
jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan
dihitung penuh 1 (satu) bulan. |
7. |
Wajib Pajak wajib membayar atau menyetor pajak
yang terutang ke Kas Negara melalui Kantor Pos dan Giro atau bank yang
ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran untuk menerima pembayaran pajak
(Bank Persepsi). |
8. |
Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib
Pajak dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran
pajak termasuk kekurangan pembayaran pajak yang terutang pada SPT Tahunan
(PPh Pasal 29) paling lama 12 (dua belas) bulan. Berdasarkan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-325/PJ./2001, permohonan harus diajukan
secara tertulis kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dengan
menggunakan formulir tertentu sesuai lampiran Keputusan Direktur Jenderal
tersebut. |
9. |
Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib
Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan paling lama 6
(enam) bulan. Permohonan harus diajukan secara tertulis disertai Surat Pernyataan
mengenai penghitungan sementara besarnya pajak terutang dalam 1 (satu) tahun
pajak dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak menurut penghitungan
sementara tersebut. Apabila SPT Tahunan tidak disampaikan dalam jangka waktu
yang ditetapkan atau dalam batas waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan,
dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 100.000,00 (seratus
ribu rupiah). |
10. |
Setiap orang yang karena kealpaannya tidak
menyampaikan SPT Tahunan atau menyampaikan SPT Tahunan tetapi isinya tidak
benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak
benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau
denda paling tinggi 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau
kurang dibayar. Setiap orang yang dengan sengaja tidak
menyampaikan SPT Tahunan atau menyampaikan SPT Tahunan dan atau keterangan
yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak
atau kurang dibayar. |
PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR
LAMPIRAN I (FORMULIR 1770 S - I)
RINCIAN PENGHASILAN NETO & DAFTAR
PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN OLEH PIHAK LAIN
SERTA PPh YANG DITANGGUNG PEMERINTAH
A. |
PENGHASILAN
NETO DALAM NEGERI SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN Bagian
ini diisi dengan penghasilan neto dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat
yang belum dewasa, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari
pemberi kerja yang tidak wajib memotong PPh Pasal 21 serta dari pemberi kerja
yang bukan subjek pajak namun tidak dikecualikan untuk memotong PPh Pasal 21
kecuali: |
||||||||
|
|
|
|||||||
|
1. |
Penghasilan
isteri dari satu pemberi kerja; |
|||||||
|
2. |
Anak/anak
angkat yang belum dewasa yang memperoleh penghasilan dari pekerjaan yang
tidak ada hubungannya dengan usaha orang yang mempunyai hubungan istimewa. Pengertian
Wajib Pajak di sini termasuk pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota
TNI/POLRI, karyawan BUMN/D, para penerima pensiun/Tunjangan Hari Tua/Tabungan
Hari Tua, Warga Negara Indonesia yang bekerja pada kedutaan besar negara
asing, perwakilan negara asing dan Perwakilan Organisasi internasional.Bagi
pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota TNI/POLRI, dan pensiunan yang
menerima penghasilan berupa honorarium dan imbalan lain dengan nama apapun
yang telah dipotong PPh Pasal 21 bersifat final, penghasilan tersebut tidak
dimasukkan dalam bagian ini.(Pasal 4 ayat (1) huruf a jo Pasal 21 UU PPh) |
|||||||
|
NOMOR Kolom (1) Diisi dengan nomor
urut. NAMA/NPWP PEMBERI
KERJA Kolom (2) Diisi dengan Nama/NPWP
setiap pemberi kerja. JUMLAH
PEREDARAN/PENGHASILAN BRUTO Kolom (3) Diisi
dengan jumlah seluruh peredaran/penghasilan bruto yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak sehubungan dengan pekerjaan selama tahun pajak yang
bersangkutan dari setiap pemberi kerja. Penghasilan tersebut antara lain
dapat berupa : |
||||||||
|
- |
GAJI/UANG
PENSIUN/TUNJANGAN HARI TUA (THT) Gaji/uang
pensiun/THT yang diterima atau diperoleh secara teratur dalam Tahun Pajak
yang bersangkutan. |
|||||||
|
- |
TUNJANGAN PPh Uang
tunjangan PPh yang diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak yang bersangkutan. |
|||||||
|
- |
TUNJANGAN LAINNYA,
UANG PENGGANTIAN, UANG LEMBUR DAN SEBAGAINYA Tunjangan
yang diterima atau diperoleh dalam tahun Pajak yang bersangkutan berupa
tunjangan isteri, dan atau tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan
jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transpor, tunjangan pendidikan anak,
uang imbalan prestasi dan tunjangan lainnya dengan nama apapun, uang
penggantian seperti uang penggantian pengobatan, uang lembur dan sebagainya. |
|||||||
|
- |
HONORARIUM, IMBALAN LAIN
SEJENISNYA Honorarium/imbalan
lain yang diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak yang bersangkutan. Honorarium
adalah imbalan atas jasa, jabatan atau kegiatan yang dilakukan. |
|||||||
|
- |
PREMI ASURANSI YANG
DIBAYAR PEMBERI KERJA Premi
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan
asuransi bea siswa yang dibayar pemberi kerja kepada perusahaan asuransi atau
penyelenggara Jamsostek dalam Tahun Pajak yang ber-sangkutan. |
|||||||
|
- |
PENERIMAAN DALAM BENTUK
NATURA DAN KENIKMATAN LAINNYA YANG DIKENAKAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 Jumlah
yang sebenarnya diterima dari pemberi kerja yang tidak wajib memotong PPh
Pasal 21, serta yang bukan Wajib Pajak namun tidak dikecualikan untuk
memotong PPh Pasal 21 sehubungan dengan pemberian dalam bentuk natura dan
atau kenikmatan dalam Tahun Pajak yang bersangkutan. |
|||||||
|
- |
TANTIEM, BONUS,
GRATIFIKASI, JASA PRODUKSI, THR Tantiem,
bonus, gratifikasi, jasa produksi, THR, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya
tidak tetap, dan yang biasanya diberikan sekali saja atau sekali dalam
setahun yang diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak yang bersangkutan. |
|||||||
|
|
PENGURANG
PENGHASILAN BRUTO |
|||||||
|
Kolom (4) Diisi
dengan jumlah seluruh pengurang penghasilan bruto dari setiap pemberi kerja
yang terdiri dari: |
||||||||
|
a. |
BIAYA JABATAN Diisi dengan jumlah
biaya jabatan yang boleh dikurangkan dari penghasilan. Biaya
jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
yang diterima dari pemberi kerja oleh setiap pegawai tetap tanpa memandang
kedudukan atau jabatan. Jumlah
biaya jabatan untuk penghasilan dari setiap pemberi kerja adalah sebesar 5%
dari penghasilan bruto dengan jumlah setinggi-tingginya Rp 1.296.000,00 (satu
juta dua ratus sembilan puluh enam ribu rupiah) dalam setahun atau Rp
108.000,00 (seratus delapan ribu rupiah) dalam sebulan yang dihitung menurut
banyaknya bulan perolehan dalam tahun yang bersangkutan. Apabila
WP menerima penghasilan dari 2 (dua) atau lebih pemberi kerja, maka jumlah
biaya jabatan yang dapat dikurangkan adalah penjumlahan biaya jabatan dari
setiap Formulir 1721-A1 dan atau 1721-A2. (Pasal 6 ayat (1) UU PPh
jo. Kep Dirjen Pajak No. 545/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000) Contoh
: Amin
memperoleh penghasilan bruto dari dua pemberi kerja yaitu dari PT. XX sebesar
Rp 25.000.000,- setahun, dan PT. YY sebesar Rp 30.000.000,- setahun. Biaya jabatan yang boleh
dikurangkan dari penghasilan yaitu: |
|||||||
|
|
- |
Dari PT. XX sebesar :
5% x Rp. 25.000.000,- = Rp 1.250.000,- |
|
|
||||
|
|
|
Dibawah jumlah
maksimal (Rp 1.296.000,-),sehingga diperkenankan seluruhnya |
= |
Rp 1.250.000,- |
||||
|
|
|
Dari
PT. YY sebesar : 5% x Rp 30.000.000,- = Rp 1.500.000,- |
|
|
||||
|
|
|
diatas
jumlah maksimal (Rp 1.296.000,-), sehingga biaya jabatannya sebesar |
= |
Rp
1.296.000,- +/+ |
||||
|
|
|
Jumlah
Biaya Jabatan Amin |
= |
Rp 2.546.000,- |
||||
|
b. |
BIAYA PENSIUN Diisi
dengan jumlah biaya untuk mendapatkan dan memperoleh uang pensiun. Biaya
pensiun adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
diterima dari pemberi kerja oleh setiap pensiunan tanpa memandang kedudukan
atau jabatan yang besarnya 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, dengan
jumlah setinggi-tingginya Rp 432.000,00 (empat ratus tiga puluh dua ribu
rupiah) dalam setahun atau Rp 36.000,00 (tiga puluh enam ribu rupiah) dalam
sebulan yang dihitung menurut banyaknya bulan perolehan dalam tahun yang
bersangkutan. Apabila
menerima penghasilan dari 2 (dua) atau lebih pembayar pensiun, maka jumlah
biaya pensiun yang dapat dikurangkan adalah penjumlahan biaya pensiun dari
setiap formulir 1721-A1 dan atau 1721-A2. (Pasal
6 ayat (1) UU PPh dan Kep Men Keu No. 521/KMK.04/1998 tanggal 18 Desember
1998 serta Kep Dirjen Pajak No. 545/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000) |
|||||||
|
c. |
IURAN PENSIUN DAN
IURAN THT Diisi
dengan jumlah iuran pensiun yang terikat pada gaji yang dibayarkannya kepada
dana pensiun yang disetujui oleh Menteri Keuangan, atau Iuran THT untuk
Jamsostek yang dibayar oleh Wajib Pajak sendiri dalam tahun yang bersangkutan. (Pasal 6 ayat (1) UU
PPh) |
|||||||
|
PENGHASILAN NETO Kolom (5) Diisi dengan hasil
pengurangan kolom (3) dengan kolom (4) JUMLAH Diisi dengan jumlah
penghasilan Neto kolom (5) dari masing-masing pemberi kerja. Catatan
: Lampirkan
Formulir 1721-A1 ,1721-A2 dan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 dari setiap
pemberi kerja Tahun Pajak yang bersangkutan. |
||||||||
|
- |
Formulir
1721-A1 (Formulir Penghasilan dan Penghitungan PPh Pasal 21 Pegawai Tetap atau
Penerima Pensiun atau THT/JHT) dan atau |
|||||||
|
- |
Formulir
1721-A2 (Formulir Penghasilan dan Penghitungan PPh Pasal 21 Pegawai Negeri
Sipil, Anggota TNI/Polri, Pejabat Negara, dan Pensiunannya) |
|||||||
B. |
PENGHASILAN NETO DALAM
NEGERI LAINNYA (Tidak Termasuk
Penghasilan Yang Telah Dikenakan PPh Bersifat Final) Bagian
ini digunakan untuk melaporkan besarnya penghasilan neto dalam negeri lainnya
seperti bunga, dividen, royalti, sewa, penghargaan dan hadiah, keuntungan dari
penjualan/pengalihan harta dan penghasilan lainnya yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak sendiri, istri dan anak/anak angkat yang belum dewasa
dalam Tahun Pajak yang bersangkutan. Penghasilan
tersebut tidak termasuk penghasilan yang telah dikenakan pajak bersifat final
dan dikenakan pajak tersendiri serta penghasilan yang tidak termasuk objek
pajak. NOMOR Kolom (1) Cukup jelas JENIS PENGHASILAN Kolom (2) Diisi
dengan jenis penghasilan yang diperoleh atau diterima dalam Tahun Pajak yang
bersangkutan seperti : |
||||||||
|
Nomor 1 BUNGA Dalam
pengertian bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan lain sehubungan
dengan jaminan pengembalian utang, baik yang dijanjikan maupun tidak, yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum
dewasa. (Pasal 4 ayat (1)
huruf f, Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 8 UU PPh) Nomor 2 DIVIDEN Yang
dimaksud dengan dividen adalah bagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat
yang belum dewasa selaku pemegang saham atau pemegang polis asuransi dan
anggota koperasi. Termasuk
dalam pengertian dividen adalah : |
||||||||
|
1. |
Pembagian
laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam
bentuk apapun; |
|||||||
|
2. |
Pembayaran
kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor; |
|||||||
|
3. |
Pemberian
saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran kecuali saham bonus yang berasal
dari kapitalisasi agio saham baru dan revaluasi aktiva tetap; |
|||||||
|
4. |
Pembagian
laba dalam bentuk saham; |
|||||||
|
5. |
Pencatatan
tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran; |
|||||||
|
6. |
Jumlah
yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang
saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan; |
|||||||
|
7. |
Pembayaran
kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam
tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali
itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan
secara sah; |
|||||||
|
8. |
Pembayaran
sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan
tanda-tanda laba tersebut; |
|||||||
|
9. |
Bagian
laba sehubungan dengan pemilikan obligasi; |
|||||||
|
10. |
Bagian
laba yang diterima oleh pemegang polis; |
|||||||
|
11. |
Pembagian
berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi; |
|||||||
|
12. |
Pengeluaran
perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai
biaya perusahaan. |
|||||||
|
(Pasal
4 ayat (1) huruf g dan Pasal 8 UU PPh) |
||||||||
|
Nomor 3 ROYALTI Yang
dimaksud dengan royalti adalah setiap imbalan dengan nama apapun yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang
belum dewasa sehubungan dengan penyerahan penggunaan hak kepada pihak lain,
berupa : |
||||||||
|
1. |
Hak
atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, paten, merek dagang,
formula, atau rahasia perusahaan; |
|||||||
|
2. |
Hak atas
harta berwujud, misalnya hak atas alat-alat industri, komersial, dan ilmu
pengetahuan; |
|||||||
|
3. |
Informasi,
yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum, walaupun mungkin belum
dipatenkan, misalnya pengalaman di bidang industri, atau bidang usaha
lainnya. |
|||||||
|
(Pasal
4 ayat (1) huruf h dan Pasal 8 UU PPh) |
||||||||
|
Nomor 4 SEWA Yang
dimaksud dengan sewa adalah setiap imbalan yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa sehubungan
dengan penggunaan harta oleh pihak lain, harta gerak misalnya sewa pemakaian
mobil, sewa alat-alat berat. (Pasal 4 ayat (1)
huruf i, Pasal 8 UU PPh) |
||||||||
|
Nomor 5 PENGHARGAAN DAN HADIAH Jenis
hadiah dan penghargaan untuk tujuan pemajakan dapat dibedakan : |
||||||||
|
a. |
Hadiah Undian Yang
dimaksud hadiah undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
diterima atau diperoleh wajib pajak yang pemberiannya melalui cara undian. |
|||||||
|
b. |
Hadiah dan Penghargaan
perlombaan Yang
dimaksud dengan hadiah dan penghargaan perlombaan adalah hadiah atau
penghargaan yang diberikan melalui suatu perlombaan atau adu ketangkasan,
misalnya dari : |
|||||||
|
|
- |
Perlombaan olah raga; |
||||||
|
|
- |
kontes
kecantikan/busana, kontes lainnya; |
||||||
|
|
- |
kuis di
televisi/radio; |
||||||
|
|
- |
kegiatan perlombaan atau
adu ketangkasan lainnya. |
||||||
|
c. |
Penghargaan
atas suatu prestasi tertentu, misalnya penghargaan atas penemuan benda
purbakala, penghargaan dalam menjualkan suatu produk. |
|||||||
|
d. |
Hadiah
sehubungan dengan pekerjaan pemberian jasa dan kegiatan lainnya yang
pemberiannya tidak melalui cara undian atau perlombaan. |
|||||||
|
Yang
dilaporkan dalam Lampiran I (Formulir 1770-S) adalah huruf b, c, d, sedangkan
huruf a Dikenakan PPh bersifat final dan dilaporkan dalam Formulir 1770-S
Huruf H.d Tidak termasuk dalam pengertian hadiah atau penghargaan yang
dikenakan pajak adalah hadiah langsung dalam penjualan barang/jasa, sepanjang
: |
||||||||
|
a. |
diberikan
kepada semua pembeli/konsumen akhir tanpa di undi; |
|||||||
|
b. |
Hadiah
diterima langsung oleh konsumen akhir pada saat pembelian barang/jasa. |
|||||||
|
(Kep.
Men. Keu Nomor : 462/KMK.04/2000 dan Kep. Dirjen Pajak Nomor :
Kep-395/PJ./2001) |
||||||||
|
Nomor 6 KEUNTUNGAN DARI PENJUALAN/PENGALIHAN HARTA Yang
dimaksud dengan keuntungan dari penjualan/pengalihan harta ialah penghasilan
yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak sendiri, isteri, dan anak/anak angkat
yang belum dewasa sehubungan dengan penjualan/pengalihan harta, termasuk : |
||||||||
|
1. |
Keuntungan
karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan
modal; |
|||||||
|
2. |
Keuntungan
karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang
dialihkan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat,
dan badan keagamaan atau badan Pendidikan atau badan sosial atau pengusaha
kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang
tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan
antara pihak-pihak yang bersangkutan. |
|||||||
|
3. |
Keuntungan
karena penjualan harta pribadi, misalnya saham yang tidak diperdagangkan di
bursa efek. |
|||||||
|
(Pasal
4 ayat (1) huruf d dan Pasal 8 UU PPh) |
||||||||
|
Nomor 7 PENGHASILAN LAINNYA Penghasilan
dari luar usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri, dan
anak/anak angkat yang belum dewasa selain yang telah disebutkan di atas agar
disebutkan jenis penghasilannya dengan jelas. Bila kolom ini tidak mencukupi
dapat dibuat pada lampiran tersendiri. Penghasilan
tersebut misalnya : |
||||||||
|
- |
Penerimaan
kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya; |
|||||||
|
- |
Keuntungan
karena pembebasan utang; |
|||||||
|
- |
Penerimaan
dari piutang yang telah dihapuskan; |
|||||||
|
- |
Keuntungan
karena selisih kurs mata uang asing; |
|||||||
|
- |
Tambahan
kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak. |
|||||||
|
(Pasal
4 dan Pasal 8 UU PPh) |
||||||||
|
PENGHASILAN BRUTO Kolom (3) Diisi dengan jumlah penghasilan bruto dari masing-masing jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak yang bersangkutan. BIAYA Kolom (4) Diisi dengan biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan lainnya yang bersangkutan sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) UU PPh dan Pasal 9 UU PPh jo Pasal 3 dan Pasal 4 PP Nomor 138 Tahun 2000. PENGHASILAN NETO Kolom (5) Diisi dengan hasil
pengurangan dari Kolom (3) dengan Kolom (4) untuk setiap jenis penghasilan
lainnya. JUMLAH Diisi
dengan hasil penjumlahan dari penghasilan neto (kolom (5)) dari masing-masing
jenis penghasilan. |
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
C. |
DAFTAR
PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PPh OLEH PIHAK LAIN DAN PPh YANG DITANGGUNG PEMERINTAH |
|
|
Bagian
ini merupakan rincian angsuran PPh berupa pemotongan/pemungutan oleh pihak
lain dan PPh yang ditanggung Pemerintah yang diperhitungkan sebagai kredit
pajak. (Pasal
28 UU PPh, Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1994 dan Peraturan Pemerintah
No. 42 Tahun 1995 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2001 dan Kep Men
Keu Nomor : 239/KMK.01/1996 tanggal 1 April 1996 dan Kep Men Keu Nomor :
463/KMK.01/1998 tanggal 21 Oktober 1998). NOMOR Kolom
(1) Diisi
dengan nomor urut. NAMA DAN
NPWP PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK Kolom
(2) Kolom
ini diisi dengan Nama dan NPWP masing-masing Pemotong/Pemungut pajak. NOMOR
DAN TANGGAL BUKTI PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN Kolom
(3) Kolom
ini diisi sesuai dengan nomor dan tanggal setiap bukti Pemotongan/Pemungutan
Pajak Penghasilan oleh pihak lain. JENIS
PAJAK : PPh Pasal 21/Pasal 22/Pasal 23 Kolom
(4) Kolom
ini diisi dengan jenis pajak yang telah dipotong/dipungut/ditanggung
pemerintah yaitu : PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, Pasal 23. |
|
|
PPh PASAL 21 PPh
Pasal 21 meliputi PPh yang telah dipotong oleh pemotong PPh Pasal 21 dalam
Tahun Pajak yang bersangkutan, baik terhadap Wajib Pajak sendiri maupun
terhadap isteri Wajib Pajak yang bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja,
dan anak/anak angkat yang belum dewasa dikutip dari Formulir 1721-A1 Angka 21
dan atau dari Formulir 1721-A2 dan atau Bukti Pemotongan PPh Pasal 21, tidak
termasuk PPh Pasal 21 yang bersifat final dan PPh Pasal 21 atas penghasilan
anak/anak angkat yang belum dewasa yang memperoleh penghasilan dari pekerjaan
yang tidak ada hubungannya dengan usaha orang yang mempunyai hubungan
istimewa. Dalam hal Wajib Pajak Orang Pribadi luar negeri berubah status
menjadi Wajib Pajak dalam negeri, dalam kolom ini diisikan pula PPh Pasal 26
yang telah dipotong. (Pasal 21 UU PPh). PPh PASAL 22 PPh
Pasal 22 meliputi Pajak Penghasilan yang telah dipungut dalam Tahun Pajak
yang bersangkutan oleh : |
|
|
a. |
Bank Devisa dan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang; |
|
b. |
Direktorat
Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik ditingkat Pemerintah Pusat
maupun ditingkat Pemerintah Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian
barang; |
|
c. |
Badan
Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan pembelian
barang dengan dana yang bersumber dari belanja Negara (APBN) dan atau belanja
daerah (APBD) kecuali badan-badan tersebut pada butir d; |
|
d. |
Bank
Indonesia (BI), Badan Penyehatan dan Perbankan Nasional (BPPN), Badan Urusan Logistik
(BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara
(PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, Pertamina, dan
bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik
dari APBN maupun non APBN; |
|
e. |
Badan
usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri rokok,
industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh
Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam
negeri; |
|
f. |
Pertamina
serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis
premix, super TT dan gas atas penjualan hasil produksinya. |
|
(Pasal
22 UU PPh jo Kep. Men. Keu. No. 254/KMK.03/2001 tanggal 30 April 2001 jo.
Keputusan Menteri Keuangan No. 392/KMK.03/2001 tanggal 4 Juli 2001) |
|
|
PPh
PASAL 23 PPh
Pasal 23 meliputi Pajak Penghasilan yang telah dipotong dalam Tahun Pajak
yang bersangkutan oleh pemotong PPh Pasal 23 atas penghasilan berupa dividen,
bunga, royalti, hadiah dan penghargaan, sewa, imbalan atas jasa teknik, jasa
manajemen, jasa konsultan, dan jasa lain yang ditentukan oleh Direktur
Jenderal Pajak, kecuali pemotongan PPh yang bersifat final. (Pasal
23 UU PPh) JUMLAH
PPh YANG DIPOTONG/DIPUNGUT Kolom
(5) Kolom
ini diisi dengan jumlah Pajak Penghasilan yang telah dipotong/dipungut oleh
pemotong pajak PPh Pasal 21/Pasal 22/Pasal 23 dalam Tahun Pajak yang
bersangkutan. JUMLAH
PPh YANG DITANGGUNG PEMERINTAH Kolom(6) Kolom
ini diisi dengan jumlah Pajak Penghasilan yang ditanggung pemerintah
sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1994 tentang
Pajak Penghasilan bagi pejabat Negara, pegawai negeri sipil, anggota Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia, dan para pensiunan atas
penghasilan yang dibebankan kepada keuangan Negara atau keuangan daerah serta
Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2003 tentang Pajak Penghasilan yang diterima
oleh pekerja sampai sebesar upah minimum propinsi atau upah minimum
kabupaten/kota. JUMLAH Diisi
dengan hasil penjumlahan PPh Pasal 21/Pasal 22/Pasal 23 yang telah
dipotong/dipungut dan PPh yang ditanggung Pemerintah pada Kolom (5) dan (6). |
LAMPIRAN II (FORMULIR 1770 S - II)
DAFTAR HARTA DAN KEWAJIBAN
Formulir ini digunakan untuk melaporkan setiap harta dan kewajiban/utang pada akhir tahun pajak yang dimiliki Wajib Pajak sendiri, isteri, anak/anak angkat yang belum dewasa, kecuali harta dan kewajiban yang dimiliki :
1. |
Isteri
yang telah hidup berpisah; |
2. |
Isteri
yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan peng-penghasilan, |
|
yang
harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh isteri sendiri. |
TAHUN PAJAK
Diisi pada kotak yang tersedia
sesuai dengan tahun pajak, misalnya : 2003, 2004 dan seterusnya.
Contoh : Tahun buku
2003 |
|
|||||||||||
Periode Januari -
Desember |
|
NPWP
Diisi pada kotak yang tersedia
sesuai NPWP yang tercantum pada kartu NPWP.
NAMA WAJIB PAJAK
Diisi sesuai dengan nama
Wajib Pajak yang tercantum pada kartu NPWP.
BAGIAN A :
DAFTAR HARTA
Bagian
ini digunakan untuk merinci jenis harta, tahun perolehan, harga perolehan dan
keterangan lain sehubungan dengan harta yang dimiliki pada akhir tahun pajak
yang bersangkutan.
NOMOR
Kolom (1)
Cukup jelas.
JENIS HARTA
Kolom (2)
Kolom ini diisi dengan harta
yang dimiliki pada akhir tahun pajak dan dicantumkan sesuai dengan jenis harta,
misalnya :
- |
Tanah
(cantumkan lokasi dan luas tanah), |
- |
Bangunan
(cantumkan lokasi dan luas bangunan), |
- |
Kendaraan
bermotor, mobil, sepeda motor (cantumkan merek dan tahun pembuatannya), |
- |
Kapal
pesiar, pesawat terbang, helikopter, jetski, peralatan olah raga khusus, dan sejenisnya, |
- |
Uang
Tunai Rupiah, Valuta Asing sepadan US Dollar, Simpanan termasuk tabungan dan
deposito di Bank Dalam dan Luar Negeri; Piutang dan sebagainya dicantumkan
secara global, |
- |
Efek-
efek (saham, obligasi, commercial paper, dan sebagainya) dicantumkan secara
global, |
- |
Keanggotaan
perkumpulan eksklusif (keanggotaan golf, time sharing dan sejenisnya), |
- |
Penyertaan
modal lainnya dalam perusahaan lain yang tidak atas saham (CV, Firma)
dicantumkan secara global, |
- |
Harta
berharga lainnya, misalnya batu permata, logam mulia, dan lukisan dicantumkan
secara global. |
TAHUN PEROLEHAN
Kolom (3)
Kolom ini diisi tahun
perolehan dari masing-masing harta yang dimiliki.
HARGA PEROLEHAN
Kolom (4)
Kolom ini diisi harga
perolehan dari masing-masing harta yang dimiliki sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
(Pasal 10 ayat (1) UU
PPh)
KETERANGAN
Kolom (5)
Kolom
ini diisi dengan keterangan-keterangan lain yang dianggap perlu. Misalnya untuk
rumah dan tanah diberi keterangan Nomor Objek Pajak (NOP) sesuai yang tertera
dalam SPPT PBB.
JUMLAH
Diisi dengan hasil
penjumlahan seluruh harta pada kolom (4)
Contoh Pengisian Daftar
Harta:
No |
Jenis Harta |
Tahun Perolehan |
Harga Perolehan (Rp) |
Keterangan |
1. |
Rumah Jl. Veteran No. 6, Solo |
1995 |
80.000.000 |
11.71.030.0003.003.0165.0 |
2. |
Rumah Jl. Casablanca 20, Jakarta |
1998 |
100.000.000 |
11.71.029.0003.003.0163.0 |
3. |
Mobil (Toyota, 1990) |
1999 |
60.000.000 |
|
4. |
Mobil (BMW, 2000) |
2000 |
250.000.000 |
|
5. |
Deposito |
|
50.000.000 |
|
6. |
Saham |
|
4.000.000 |
|
BAGIAN B :
DAFTAR KEWAJIBAN
Bagian ini
digunakan untuk merinci kewajiban/utang dengan mengisi nama dan alamat pemberi
pinjaman, tahun peminjaman, jumlah pinjaman dan keterangan lain.
NOMOR
Kolom (1)
Cukup jelas.
NAMA DAN ALAMAT PEMBERI
PINJAMAN
Kolom (2)
Kolom ini diisi nama dan
alamat pemberi pinjaman.
TAHUN PEMINJAMAN
Kolom (3)
Kolom ini diisi dengan
tahun diperolehnya pinjaman.
JUMLAH
Kolom (4)
Kolom ini diisi dengan
jumlah hutang yang diperoleh/dimiliki, termasuk hutang bunga.
KETERANGAN
Kolom (5)
Kolom ini diisi dengan
keterangan-keterangan lain yang dianggap perlu
JUMLAH
Diisi dengan hasil
penjumlahan seluruh kewajiban/utang pada kolom (4)
SPT TAHUNAN PPh WP ORANG PRIBADI
YANG TIDAK MELAKUKAN KEGIATAN USAHA/PEKERJAAN BEBAS
(FORMULIR 1770 S)
TAHUN
PAJAK Diisi pada kotak yang tersedia sesuai dengan Tahun Pajak, misalnya 2003,
2004, dan seterusnya.
Contoh : |
2 |
0 |
0 |
3 |
NPWP
Diisi
sesuai dengan NPWP yang tercantum pada Kartu NPWP.
NAMA
WAJIB PAJAK
Diisi sesuai
dengan nama Wajib Pajak yang tercantum pada Kartu NPWP.
ALAMAT
TEMPAT TINGGAL, KELURAHAN/KECAMATAN
Diisi
sesuai dengan alamat lengkap yang tercantum pada Kartu NPWP.KOTA/KODE POS Diisi
sesuai dengan nama kota yang tercantum pada Kartu NPWP dan kode pos yang
bersangkutan pada kotak yang tersedia.
CATATAN
Dalam
hal Kartu NPWP belum diperoleh, NPWP diisi sesuai dengan yang tercantum pada
Bukti Pendaftaran Wajib Pajak Dalam hal terjadi perubahan identitas, Wajib
Pajak harus melaporkan identitas yang baru ke Kantor Pelayanan Pajak dimana
Wajib Pajak tersebut terdaftar PEKERJAAN Diisi sesuai jenis pekerjaan dan nomor
klasifikasi lapangan usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak secara lengkap.
ALAMAT TEMPAT KERJA
Diisi sesuai alamat tempat
kerja sebenarnya dimana tempat wajib pajak bekerja.
NOMOR TELEPON/FAKS Diisi
sesuai dengan Nomor telepon/Nomor faks tempat tinggal dan tempat kerja/Kantor.
A. |
PENGHASILAN
NETO |
|
|
Diisi
dari : |
|
|
- |
Lampiran
I Formulir 1770 S - I Jumlah Bagian A Kolom (5) |
|
- |
Lampiran
I Formulir 1770 S - I Jumlah Bagian B Kolom (5) |
|
- |
Lampiran
tersendiri |
Angka 1
PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI SEHUBUNGAN
DENGAN PEKERJAAN
Diisi dengan jumlah Penghasilan
Neto yang tercantum pada Formulir 1770 S-I Jumlah Bagian A kolom (5).
Angka 2
PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI LAINNYA
Diisi dari jumlah
Penghasilan Neto yang tercantum pada Formulir 1770 S-I Jumlah Bagian B Kolom
(5).
Angka 3
PENGHASILAN NETO LUAR NEGERI
Diisi dari jumlah
Penghasilan Neto yang tercantum pada Lampiran Tersendiri Formulir 1770 S.
Contoh Formulir dalam
Lampiran Tersendiri:
PENGHASILAN NETO DAN
PAJAK ATAS PENGHASILAN YANG DIBAYAR/DIPOTONG/TERUTANG DI LUAR NEGERI
NO. |
NAMA DAN ALAMAT SUMBER/PEMBERI PENGHASILAN DI LUAR NEGERI |
PENGHASILAN NETO |
JENIS (Rupiah) |
PENGHASILAN PAJAK YANG DIBAYAR/ DIPOTONG/ TERUTANG DI LUAR NEGERI (Rupiah) |
PPh PASAL 24 *) (Rupiah) |
(1) |
(2) |
(3) |
(4) |
(5) |
(6) |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
JUMLAH |
|
|
|
|
* ) |
PERMOHONAN : JUMLAH
PADA KOLOM (6) MOHON DIPERHITUNGKAN SEBAGAI KREDIT PAJAK |
Bagian ini dipergunakan
untuk :
1. |
Melaporkan
rincian penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri dan
penghitungan kredit pajak luar negeri dari Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak
angkat yang belum dewasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, kecuali
penghasilan : |
||||||
|
a. |
isteri
yang telah hidup berpisah; |
|||||
|
b. |
isteri
yang mengadakan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; |
|||||
2. |
Mengajukan permohonan
kredit pajak luar negeri. (Pasal 24 UU PPh jo
Kep.Men.Keu. No. 164/KMK.03/2002 tanggal 19 April 2002) Permohonan
kredit pajak luar negeri harus dilampiri dengan : |
||||||
|
1. |
Laporan
Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri, |
|||||
|
2. |
Fotokopi
surat pemberitahuan pajak yang disampaikan di luar negeri, |
|||||
|
3. |
Fotokopi
dokumen pembayaran pajak di luar negeri. |
|||||
|
|
||||||
|
NOMOR Kolom
(1) Cukup
jelas. NAMA DAN
ALAMAT SUMBER/PEMBERI PENGHASILAN DI LUAR NEGERI Kolom
(2) Kolom
ini diisi dengan nama dan alamat lengkap Sumber/Pemberi Penghasilan di luar
negeri. JENIS
PENGHASILAN Kolom
(3) Kolom
ini diisi dengan jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar
negeri, dari pekerjaan dan modal termasuk penghasilan berupa dividen
("deemed dividen") atas penyertaan modal pada badan usaha di luar
negeri, sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan No.
650/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994. (Pasal 4 dan 24 UU PPh) PENGHASILAN
NETO Kolom
(4) Kolom
ini diisi dengan jumlah penghasilan neto dari masing-masing negara
sumber/pemberi penghasilan. Apabila
penghasilan diterima dalam bentuk mata uang asing, kurs yang digunakan adalah
kurs yang berlaku pada saat diterima atau diperolehnya penghasilan. (Pasal 18
ayat (2) dan Pasal 24 UU PPh). Penggabungan
penghasilan yang berasal dari Luar Negeri dilakukan sebagai berikut : |
||||||
|
a. |
untuk
penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan
tersebut; |
|||||
|
b. |
untuk dividen yang diperoleh Wajib Pajak dari penyertaan modal di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) UU PPh (hubungan istimewa) yang sahamnya tidak diperdagangkan di Bursa Efek, dilakukan dalam tahun pajak saat perolehan dividen tersebut ditetapkan oleh Menteri Keuangan (Kep.Men.Keu. No. 650/KMK.04/1994) saat
diperolehnya dividen tersebut ditentukan sebagai berikut : |
|||||
|
|
1) |
pada
bulan keempat setelah berakhirnya batas waktu kewajiban penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan badan usaha luar negeri tersebut
untuk tahun pajak yang bersangkutan; atau |
||||
|
|
2) |
apabila
tidak ada ketentuan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan, atau tidak ada kewajiban penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan, maka saat diperolehnya dividen adalah pada bulan ketujuh
setelah tahun pajak berakhir. |
||||
|
|
Penentuan
saat diperolehnya dividen tersebut di atas, berlaku bagi Wajib Pajak Dalam
Negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri yang bertempat
kedudukan di negara sebagaimana tersebut pada lampiran Keputusan Menteri Keuangan
No. 650/KMK.04/1994, yaitu Argentina, Bahama, Bahrain, Balize, Bermuda,
British Isle, British Virgin Island, Cayman Island, Channel Islan Greenly,
Channel Islan Jersey, Cook Island, Elsavador, Estonia, Hongkong, Liechenstein
St., Lithuania, Macao, Mauritius, Mexico, Netherland Antiles, Nicaragua,
Panama, Paraguay, Peru, Qatar, St. Lucia, Saudi Arabia, Uruguay, Venezuela,
Vanuatu, Yunani, Zambia. |
|||||
|
PAJAK YANG
DIBAYAR/DIPOTONG/TERUTANG DI LUAR NEGERI Kolom (5) Kolom
ini diisi dengan jumlah pajak penghasilan yang dibayar/dipotong/terutang di
luar negeri atas penghasilan pada masing-masing negara yang bersangkutan. Apabila
kredit pajak dalam bentuk mata uang asing, kurs yang dipergunakan adalah kurs
pada saat digabungkannya penghasilan yaitu saat diterima/diperolehnya
penghasilan. Dalam hal pemotongan pajak belum dilakukan, sedangkan
penghasilan telah diakui (dimasukkan dalam SPT Tahunan) pengkreditan
dilakukan pada saat pemotongan pajak terjadi dan kurs yang digunakan adalah
kurs yang berlaku pada saat pemotongan pajak. Dalam hal terjadi perbedaan
kurs pada saat penggabungan penghasilan dengan kurs pada saat pemotongan
pajak, maka nilai rupiah penghasilan yang sebelumnya telah digabungkan harus
disesuaikan kembali dengan nilai rupiah pada saat pemotongan, dan selisih
kurs tersebut menjadi penghasilan pada tahun pajak terjadinya pemotongan. PPh Pasal 24 Kolom (6) Kolom ini diisi dengan jumlah pajak yang dibayar/dipotong/terutang di luar negeri atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri dalam tahun yang bersangkutan sebesar PPh yang dibayar/dipotong/terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan UU PPh. Penghitungan "batas maksimum kredit pajak luar negeri yang dapat dikreditkan" tersebut harus dilakukan untuk masing-masing negara. Dalam
hal pajak yang dibayar/dipotong/terutang atas penghasilan di luar negeri
jumlahnya sama atau lebih kecil dari "batas maksimum kredit pajak luar
negeri yang dapat dikreditkan" tersebut, maka jumlah PPh Pasal 24 yang
diisikan pada Kolom (6) ini adalah sebesar pajak yang sebenarnya dibayar/dipotong/terutang
atas penghasilan di luar negeri menurut Kolom (5). Namun,
apabila pajak yang sebenarnya dibayar/dipotong/terutang atas penghasilan di
luar negeri menurut Kolom (5) lebih besar dari "batas maksimum kredit
pajak luar negeri yang dapat dikreditkan", maka jumlah PPh Pasal 24 yang
diisikan pada Kolom (6) ini adalah sebesar "batas maksimum
kredit pajak luar negeri yang dapat dikreditkan" tersebut. (Kep.Men.Keu.Nomor
164/KMK.03/2002 tanggal 19 April 2002) JUMLAH Diisi
dengan hasil penjumlahan penghasilan neto pada Kolom (4), pajak yang
dibayar/dipotong/terutang di luar negeri pada Kolom (5), dan PPh Pasal 24
pada Kolom (6) Angka
4 JUMLAH
PENGHASILAN NETO Bagian
ini diisi dengan hasil penjumlahan dari jumlah pada angka (1 s.d 3). |
||||||
B. |
PENGHASILAN KENA PAJAK |
||||||
|
Angka 5 ZAKAT ATAS PENGHASILAN Diisi
jumlah zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak
Orang Pribadi pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil
zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sesuai dengan bukti setoran
yang sah. Contoh
: Sdr.
Ahmad adalah seorang pegawai dengan gaji Rp 1.000.000,-/ bulan. Penghitungan
zakat atas penghasilan: Sebagai PegawaiPenghasilan
Bruto 12.000.000,- Biaya
Jabatan 600.000,- Penghasilan
Neto 11.400.000,- Zakat atas Penghasilan 2,5% 285.000,- |
||||||
|
Angka 6 PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK Bagian
ini diisi dengan penghasilan tidak kena pajak yang besarnya adalah sebagai
berikut : |
||||||
|
a. |
Rp
2.880.000,00 untuk Wajib Pajak. |
|||||
|
b. |
Rp 1.440.000,00
tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin. |
|||||
|
c. |
Rp
2.880.000,00 tambahan untuk seorang isteri (hanya seorang isteri), yang
diberikan apabila ada penghasilan isteri yang digabungkan dengan penghasilan
suami, dalam hal isteri : |
|||||
|
|
c.1. |
bukan
karyawati, tetapi mempunyai penghasilan dari usaha/pekerjaan bebas yang tidak
ada hubungannya dengan usaha/pekerjaan bebas suami, anak/anak angkat yang
belum dewasa. |
||||
|
|
c.2. |
bekerja
sebagai karyawati pada pemberi kerja yang bukan sebagai Pemotong Pajak
Walaupun tidak mempunyai penghasilan dari usaha/pekerjaan bebas. |
||||
|
|
c.3. |
bekerja
sebagai karyawati pada lebih dari 1 (satu) pemberi kerja. |
||||
|
d. |
Rp. 1.440.000,00
tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah (misal ayah, ibu atau anak
kandung) dan semenda (misal mertua dan anak tiri) dalam garis keturunan
lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak
tiga orang untuk setiap keluarga. |
|||||
|
e. |
Warisan
yang belum terbagi sebagai Wajib Pajak menggantikan yang berhak tidak
memperoleh pengurangan Penghasilan Tidak Kena Pajak. |
|||||
|
|
Bagi
Wajib Pajak yang kawin pisah harta dan penghasilan baik suami maupun isteri
Angka 8 ini diisi dengan tanda strip (-) dan membuat lembar penghitungan
penghasilan serta PPh terutang tersendiri. |
|||||
|
|
Catatan
: |
|||||
|
|
Berikan
tanda X pada kotak yang sesuai mengenai status, yaitu : |
|||||
|
|
(TK/-) |
adalah
tidak kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan yang mendapat pengurangan
PTKP. |
||||
|
|
(K/-) |
adalah
kawin ditambah dengan banyaknya tanggungan yang mendapat pengurangan PTKP. |
||||
|
|
(K/I/-) |
adalah
kawin, isteri mempunyai penghasilan sesuai dengan ketentuan huruf c, ditambah
dengan banyaknya tanggungan yang mendapat pengurangan PTKP. |
||||
|
|
(PH) |
adalah
Wajib Pajak Kawin yang pisah harta dan penghasilan. |
||||
|
|
(HB/-) |
adalah
Wajib Pajak kawin yang telah hidup berpisah ditambah banyaknya tanggungan
yang mendapat pengurangan PTKP. |
||||
|
|
Contoh: |
|||||
|
|
K/- |
adalah
kawin tanpa tanggungan |
||||
|
|
K/2 |
adalah
kawin + 2 orang tanggungan |
||||
|
|
K/I/3 |
adalah
kawin + isteri mempunyai penghasilan sesuai ketentuan huruf c, ditambah
dengan tanggungan 3 orang. |
||||
|
|
PTKP
bagi Wajib Pajak masing-masing suami isteri yang telah hidup berpisah untuk diri
masing-masing Wajib Pajak diperlakukan seperti Wajib Pajak Tidak Kawin
sedangkan tanggungan sesuai dengan kenyataan sebenarnya yang diperkenankan. Saat
yang menentukan untuk menghitung besarnya penghasilan tidak kena pajak adalah
awal Tahun Pajak atau saat mulainya menjadi subjek pajak dalam negeri dalam
Tahun Pajak. (Pasal
7 UU PPh dan Kep. Men. Keu. Nomor : 361/KMK.04/1998 tanggal 27 Juli 1998) |
|||||
|
|
Angka 7 JUMLAH Cukup jelas Angka 8 PENGHASILAN KENA PAJAK Cukup jelas |
|||||
C. |
PPh
TERUTANG |
||||||
|
Angka 9 PPh TERUTANG Diisi
dengan hasil penerapan tarif Pasal 17 UU PPh atas Penghasilan Kena Pajak yang
tercantum pada Huruf B Angka 8. |
||||||
|
Tarif
PPh adalah sebagai berikut : |
||||||
|
Lapisan Penghasilan
Kena Pajak |
Tarif Pajak |
|||||
|
sampai dengan Rp
25.000.000,00 |
5% |
|||||
|
Di atas Rp
25.000.000,00 s.d. Rp 50.000.000,00 |
10% |
|||||
|
Di atas Rp
50.000.000,00 s.d. Rp 100.000.000,00 |
15% |
|||||
|
Di atas Rp 100.000.000,00
s.d. Rp 200.000.000,00 |
25% |
|||||
|
Di atas Rp
200.000.000,00 |
35% |
|||||
|
Catatan
: Dalam penerapan tarif
pajak, jumlah Penghasilan Kena Pajak (PKP) dibulatkan ke bawah dalam ribuan
rupiah penuh. |
||||||
|
Contoh: |
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
1. |
Seorang Wajib Pajak
menerima atau memperoleh penghasilan neto Tahun Pajak 2001 sebesar Rp 88.640.000,00.
Wajib Pajak berstatus kawin dan mempunyai 3 (tiga) orang anak, sedangkan
isterinya tidak mempunyai penghasilan sendiri. Penghitungan pajak dengan
penerapan tarif tersebut di atas dilakukan sebagai berikut : |
|
|
Penghasilan
Neto 1 tahun |
Rp 88.640.000,00 |
|
Penghasilan
tidak kena pajak |
Rp 8.640.000,00 -/- |
|
Penghasilan
Kena Pajak |
Rp 80.000.000,00 |
|
Pajak
Penghasilan yang terutang : |
|
|
5% x
Rp 25.000.000,00 |
Rp 1.250.000,00 |
|
10% x
Rp 25.000.000,00 |
Rp 2.500.000,00 |
|
15% x
Rp 30.000.000,00 |
Rp 4.500.000,00 +/+ |
|
Jumlah |
Rp 8.250.000,00 |
2. |
Seorang
Wajib Pajak yang berstatus tidak kawin baru datang dan mempunyai niat menetap
di Indonesia untuk selama-lamanya pada awal Oktober 2001 dan menerima atau
memperoleh penghasilan dari usaha mulai Oktober s.d. Desember 2001 sebesar Rp
1.430.715,00. Atas penghasilan tersebut, dilakukan penerapan tarif pajak
sebagai berikut: |
|||||||||||||||||||||||||
|
Penghasilan 3 bulan |
= |
Rp 1.430.715,00 |
|||||||||||||||||||||||
|
Penghasilan 1 tahun : |
|
|
|||||||||||||||||||||||
|
360 |
x |
Rp 1.430.715,00 |
= |
Rp 5.722.860,00 |
|||||||||||||||||||||
|
3x30 |
|||||||||||||||||||||||||
|
Penghasilan Tidak Kena
Pajak |
= |
Rp
2.880.000,00 -/- |
|||||||||||||||||||||||
|
Penghasilan Kena Pajak |
= |
Rp 2.842.860,00 |
|||||||||||||||||||||||
|
Dibulatkan menjadi |
= |
Rp 2.842.000,00 |
|||||||||||||||||||||||
|
(untuk penerapan
tarif) |
|
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||||
|
Pajak Penghasilan yang
terutang 1 tahun |
|
|
|||||||||||||||||||||||
|
= 5% x Rp 2.842.000,00 |
= |
Rp 142.100,00 |
|||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||||
|
Pajak Penghasilan yang
terutang tahun 2001 |
|
|
|||||||||||||||||||||||
|
(3 bulan) |
3 x 30 |
x |
Rp. 142.100,00 |
= |
Rp 35.525,00 |
||||||||||||||||||||
|
|
360 |
||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||
3. |
Seorang
Wajib Pajak dalam tahun 2001 menerima atau memperoleh penghasilan neto
sebesar Rp 204.608.000,00. Wajib Pajak berstatus kawin pisah harta dan mempunyai
3 (tiga) orang anak, sedangkan isterinya menerima atau memperoleh penghasilan
neto dari usaha sebesar Rp 106.912.000,00. |
|||||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||
|
Penerapan
tarif untuk masing-masing suami dan isteri adalah sebagai berikut : |
|||||||||||||||||||||||||
|
Penghasilan Neto suami |
Rp 204.608.000,00 |
||||||||||||||||||||||||
|
Penghasilan Neto
isteri |
Rp
106.912.000,00 +/+ |
||||||||||||||||||||||||
|
Penghasilan Neto
gabungan |
Rp 311.520.000,00 |
||||||||||||||||||||||||
|
PTKP : K/I/3 |
Rp 11.520.000,00 -/- |
||||||||||||||||||||||||
|
Penghasilan Kena Pajak |
Rp 300.000.000,00 |
||||||||||||||||||||||||
|
|
|
||||||||||||||||||||||||
|
PPh terutang gabungan
(suami dan isteri) : |
|
||||||||||||||||||||||||
|
5% x Rp 25.000.000,00 |
= |
Rp 1.250.000,00 |
|||||||||||||||||||||||
|
10% x Rp 25.000.000,00 |
= |
Rp 2.500.000,00 |
|||||||||||||||||||||||
|
15% x Rp 50.000.000,00 |
= |
Rp 7.500.000,00 |
|||||||||||||||||||||||
|
25% x Rp
100.000.000,00 |
= |
Rp 25.000.000,00 |
|||||||||||||||||||||||
|
35% x Rp
100.000.000,00 |
= |
Rp 35.000.000,00
+/+ |
|||||||||||||||||||||||
|
|
|
Rp 71.250.000,00 |
|||||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||||||
a. |
Untuk SPT suami |
|||||||||||||||||||||||||
|
PPh terutang diisi |
= |
204.608.000,00 |
x |
Rp 71.250.000,00 |
= Rp 46.797.380,58 |
||||||||||||||||||||
|
|
|
311.520.000,00 |
|||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||
b. |
Untuk SPT isteri |
= |
106.912.000,00 |
x |
Rp 71.250.000,00 |
= Rp 24.452.619,42 |
||||||||||||||||||||
|
PPh terutang diisi |
|
311.520.000,00 |
|||||||||||||||||||||||
|
Angka 10 PENGEMBALIAN/PENGURANGAN PPh PASAL 24 YANG TELAH
DIKREDITKAN Diisi
dengan selisih antara besarnya pajak yang telah dikreditkan dengan besarnya
pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia setelah adanya
pengembalian/pengurangan pajak penghasilan yang dibayar/dipotong/terutang
diluar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5) UU PPh, yang
diterima dalam Tahun Pajak yang bersangkutan sepanjang
pengembalian/pengurangan bukan disebabkan oleh adanya perubahan penghasilan. Oleh
karena PPh yang dibayar/dipotong/terutang di luar negeri tersebut semula
telah dikreditkan dari Pajak Penghasilan yang terutang dalam SPT Tahunan PPh,
maka dengan pengurangan/restitusi atas Pajak Penghasilan yang
dibayar/dipotong/terutang di luar negeri tersebut menyebabkan pengkreditan
tersebut menjadi lebih besar dari yang seharusnya. Selisih tersebut harus
dibayar kembali dengan menambahkan pada Pajak Penghasilan terutang dalam
tahun ini. |
|||||||||||||||||||||||||
|
Contoh
: Tuan Achmad
memperoleh penghasilan berupa dividen pada tahun 2001 dari X Ltd di luar
negeri sebesar Rp 200.000.000,00 dan dipotong pajak atas dividen sebesar 20%
(Rp 40.000.000,00). Penghasilan tersebut telah digabungkan (dilaporkan) dalam
SPT Tahunan PPh 2001 dan pajak atas dividen sebesar Rp 40.000.000,00 telah
dikreditkan. Namun dalam tahun 2002, Tuan Achmad menerima pengembalian pajak
atas dividen tersebut sebesar 5% (Rp 10.000.000,00). Pengembalian pajak
diluar negeri sebesar Rp. 10.000.000,00 tersebut diisikan dalam angka 10 ini
menambah PPh terutang tahun berikutnya. Dalam
hal pengembalian/pengurangan PPh tersebut disebabkan oleh adanya perubahan
penghasilan, maka Wajib Pajak harus memberitahukan kepada Direktur Jenderal
Pajak dengan melakukan pembetulan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak digabungkannya
penghasilan tersebut, sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor :
164/KMK.04/2002 tanggal 19 April 2002. |
|||||||||||||||||||||||||
|
Angka 11 JUMLAH PPh YANG TERUTANG Diisi
dengan hasil penjumlahan dari jumlah pada Angka 9 dengan jumlah Angka 10. |
|||||||||||||||||||||||||
D. |
KREDIT
PAJAK |
|||||||||||||||||||||||||
|
Angka 12 PPh YANG DIPOTONG/DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN/DITANGGUNG PEMERINTAH DAN ATAU TERUTANG DI LUAR NEGERI Diisi dengan hasil penjumlahan Formulir 1770 S - I Bagian C Jumlah Kolom (5) dan Jumlah Kolom (6) serta Jumlah dari Lampiran Tersendiri untuk yang terutang di luar negeri. Angka 13 PPh YANG HARUS DIBAYAR SENDIRI ATAU PPh YANG LEBIH DIPOTONG/DIPUNGUT Diisi
dengan hasil pengurangan dari jumlah pada angka 11 dengan jumlah pada angka
12. Beri tanda X dalam kotak yang sesuai |
|||||||||||||||||||||||||
|
Angka 14 PPh YANG DIBAYAR SENDIRI |
|||||||||||||||||||||||||
|
a. |
PPh PASAL 25 Diisi
dengan jumlah PPh yang telah dibayar sendiri oleh Wajib Pajak selama Tahun
Pajak yang bersangkutan berupa PPh Pasal 25 Tahun Pajak yang bersangkutan
termasuk jumlah pelunasan PPh yang terutang berdasarkan penghitungan
sementara dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan perpanjangan jangka
waktu penyampaian SPT Tahunan. |
||||||||||||||||||||||||
|
b. |
STP PPh PASAL 25
(Hanya Pokok Pajak) Diisi
dengan jumlah Pajak Penghasilan yang tercantum dalam Surat tagihan Pajak (STP)
untuk Tahun Pajak yang bersangkutan termasuk Surat Tagihan Pajak (STP) Pajak
Penghasilan Pasal 25 ayat (7) dari Pengusaha Tertentu yang menerima atau
memperoleh penghasilan lain yang tidak dikenakan Pajak Penghasilan yang
bersifat Final, tidak termasuk sanksi administrasi berupa bunga dan atau
denda. |
||||||||||||||||||||||||
|
|
Contoh: |
||||||||||||||||||||||||
|
|
Pada
STP tercantum hal-hal sebagai berikut : |
||||||||||||||||||||||||
|
|
Angsuran PPh Pasal 25
yang harus dibayar |
= |
Rp 2.000.000,00 |
||||||||||||||||||||||
|
|
Telah dibayar |
= |
Rp
1.500.000,00 -/- |
||||||||||||||||||||||
|
|
Kurang dibayar |
= |
Rp 500.000,00 |
||||||||||||||||||||||
|
|
Sanksi administrasi
berupa bunga |
= |
Rp 20.000,00 |
||||||||||||||||||||||
|
|
Sanksi administrasi
berupa denda |
= |
Rp 25.000,00 +/+ |
||||||||||||||||||||||
|
|
Jumlah yang harus
dibayar |
= |
Rp 545.000,00 |
||||||||||||||||||||||
|
|
Yang diisikan di sini adalah
jumlah Rp 500.000,00 (hanya pokok pajak) |
||||||||||||||||||||||||
|
c. |
FISKAL LUAR NEGERI Diisi
dengan jumlah pembayaran uang Fiskal Luar Negeri yang dilakukan sendiri oleh Wajib
Pajak, isteri, anak/anak angkat yang belum dewasa, yang menjadi tanggungan
sepenuhnya dalam Tahun Pajak yang ber-sangkutan. Termasuk juga pembayaran
uang fiskal luar negeri yang ditanggung Wajib Pajak atas nama pegawai
sehubungan dengan penugasan pegawai tersebut ke luar negeri dalam Tahun Pajak
yang bersangkutan tidak ter-masuk isteri, anak/anak angkat dari pegawai yang
bersangkutan. Apabila pegawai ke luar negeri bukan dalam rangka hubungan
kerja, seperti expatriate berlibur kembali ke negaranya, maka pembayaran
fiskal tersebut tidak boleh dimasukkan disini, termasuk isteri, anak/anak
angkat dari pegawai tersebut. (Pasal
25 ayat (8) UU PPh jo. PP Nomor 42 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan
PP Nomor 41 Tahun 2001) |
||||||||||||||||||||||||
|
|
JUMLAH KREDIT PAJAK Diisi dengan hasil
penjumlahan huruf a s.d c. |
||||||||||||||||||||||||
E. |
PPh
KURANG/LEBIH DIBAYAR |
|||||||||||||||||||||||||
|
Angka 15 PPh YANG KURANG DIBAYAR (PPh PASAL 29) ATAU PPh YANG LEBIH DIBAYAR (PPh PASAL 28A) Diisi
dengan hasil pengurangan dari jumlah pada Angka 13 dengan jumlah pada Angka
14. Beri tanda X dalam kotak yang sesuai. Dalam hal tidak terdapat pajak yang
harus dibayar, maka cantumkan kata "NIHIL" pada ruang yang harus
diisi. Apabila terdapat jumlah pajak yang kurang dibayar, jumlah tersebut
harus dibayar lunas selambat-lambatnya tanggal 25 (dua puluh lima) bulan
ketiga setelah akhir Tahun Pajak/tahun Buku sebelum Surat Pemberitahuan
Tahunan disampaikan. |
|||||||||||||||||||||||||
|
Cantumkan
tanggal pembayaran tersebut pada tempat yang tersedia. |
|||||||||||||||||||||||||
F. |
PERMOHONAN |
|||||||||||||||||||||||||
|
Hanya
diisi apabila terdapat jumlah PPh yang lebih bayar pada angka 15. Wajib Pajak
harus memberi tanda silang (X) dalam kotak yang tersedia. Permohonan tidak
berlaku apabila kelebihan bayar berasal dari PPh yang ditanggung pemerintah. |
|||||||||||||||||||||||||
G. |
ANGSURAN PPh PASAL 25
TAHUN PAJAK BERIKUTNYA Beri tanda X dalam
kotak yang sesuai: Diisi dengan jumlah angsuran bulanan PPh Pasal 25 tahun Pajak berikutnya yang dihitung 1/12 dari jumlah PPh yang harus dibayar sendiri pada angka 13a. Lampirkan
penghitungan jika PPh Pasal 25 dihitung tersendiri jika terdapat penghasilan
tidak teratur dan terdapat pembayaran zakat atas penghasilan. |
|||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Terdapat Penghasilan
tidak Teratur penghasilan
tidak teratur (tidak termasuk dalam penghasilan teratur) adalah keuntungan
selisih kurs dari utang/piutang dalam mata uang asing dan keuntungan dari
pengalihan harta (equital gain), serta penghasilan lainnya yang bersifat
insidentil. Apabila
terdapat penghasilan tidak teratur dalam tahun Pajak yang bersangkutan,
misalnya penghasilan dari kontrak 2 (dua) mobil, maka angsuran bulanan PPh
Pasal 25 untuk Tahun Pajak 2003 dihitung berdasarkan penghasilan neto
seluruhnya dikurangi dengan penghasilan tidak teratur tersebut. |
||||||||||||||||||||||||
|
|
contoh |
||||||||||||||||||||||||
|
|
Menurut
SPT PPh Tahun Pajak 2002: |
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
Penghasilan Neto
seluruhnya |
Rp 508.640.000,00 |
|||||||||||||||||||||||
|
|
Jumlah PPh Pasal 21,
22 dan 24 |
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
(atas kontrak 2 buah
mobil) |
Rp 51.250.000,00 |
|||||||||||||||||||||||
|
|
sebesar Rp
60.000.000,00) |
Rp 3.600.000,00 |
|||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
Penghitungan angsuran
PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak 2003: |
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
Penghasilan Neto
seluruhnya |
Rp 508.640.000,00 |
|||||||||||||||||||||||
|
|
Penghasilan Neto tidak
teratur |
Rp 60.000.000,00 -/- |
|||||||||||||||||||||||
|
|
Penghasilan Neto
teratur |
Rp 448.640.000,00 |
|||||||||||||||||||||||
|
|
PTKP K/3 |
Rp 8.640.000,00 -/- |
|||||||||||||||||||||||
|
|
Penghasilan Kena Pajak |
Rp 440.000.000,00 |
|||||||||||||||||||||||
|
|
PPh Terutang : |
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
5% x Rp 25.000.000,00 |
= |
Rp 1.250.000,00 |
||||||||||||||||||||||
|
|
10% x Rp 25.000.000,00 |
= |
Rp 2.500.000,00 |
||||||||||||||||||||||
|
|
15% x Rp 50.000.000,00 |
= |
Rp 7.500.000,00 |
||||||||||||||||||||||
|
|
25% x Rp
100.000.000,00 |
= |
Rp 25.000.000,00 |
||||||||||||||||||||||
|
|
35% x Rp
240.000.000,00 |
= |
Rp 84.000.000,00 +/+ |
||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
Rp 120.250.000,00 |
||||||||||||||||||||||
|
|
Jumlah PPh Ps. 21, 22,
dan 24 Tahun Pajak 2002 |
|
|
||||||||||||||||||||||
|
|
(tidak termasuk PPh
Pasal 23 atas kontrak mobil) |
|
Rp 51.250.000,00 -/- |
||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
Rp 69.000.000,00 |
||||||||||||||||||||||
|
|
Angsuran PPh Pasal 25
Tahun Pajak 2003 |
|
|
||||||||||||||||||||||
|
|
= 1/12 x Rp
69.000.000,00 |
|
Rp 5.750.000,00 |
||||||||||||||||||||||
|
2. |
Terdapat Pembayaran Zakat
atas Penghasilan Dalam
hal terdapat zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib
Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga
amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, terdapat hal-hal tertentu
(dalam tahun berjalan diterbitkan setoran pajak untuk tahun pajak yang lalu,
dan terdapat penghasilan tidak teratur), maka penghitungan angsuran Pajak
Penghasilan pasal 25 mengikuti pola penghitungan sebagaimana contoh
penghitungan angsuran PPh Pasal 25 sebelumnya dengan memperhitungkan zakat
atas penghasilan yang telah dibayarkan. |
||||||||||||||||||||||||
|
|
Contoh
: Menurut SPT PPh Tahun
Pajak 2002 : |
||||||||||||||||||||||||
|
|
Penghasilan Neto |
Rp. 111.425.000,00 |
|||||||||||||||||||||||
|
|
Zakat atas Penghasilan |
Rp. 2.785.000,00 |
|||||||||||||||||||||||
|
|
Jumlah penghasilan
neto setelah |
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
pengurangan zakat atas
penghasilan |
Rp. 108.640.000,00 |
|||||||||||||||||||||||
|
|
Penghasilan Tidak Kena
Pajak K/3 |
Rp. 8.640.000,00 |
|||||||||||||||||||||||
|
|
Penghasilan Kena Pajak
(PKP) |
Rp. 100.000.000,00 |
|||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
PPh Terutang : |
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
5% x Rp. 25.000.000,00 |
Rp. 1.250.000,00 |
|||||||||||||||||||||||
|
|
10% x Rp. 25.000.000,00 |
Rp. 2.500.000,00 |
|||||||||||||||||||||||
|
|
15% x Rp. 50.000.000,00 |
Rp. 7.500.000,00 |
|||||||||||||||||||||||
|
|
|
Rp.
11.250.000,00 |
|||||||||||||||||||||||
|
|
Jumlah PPh Pasal 21,
22, 23 dan 24 Tahun 2002 |
Rp. 3.250.000,00 |
|||||||||||||||||||||||
|
|
|
Rp. 8.000.000,00 |
|||||||||||||||||||||||
|
|
Angsuran PPh Pasal 25
untuk tahun pajak 2003 : |
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
1/12 x Rp.
8.000.000,00 |
Rp. 666.666,67 |
|||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||||
|
|
Perhatian: |
||||||||||||||||||||||||
|
|
1. |
Besarnya
angsuran PPh Pasal 25 dapat berubah sesuai dengan perubahan yang terjadi atas
dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25 dalam Tahun Pajak berjalan. |
|||||||||||||||||||||||
|
|
2. |
Angsuran
PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak yang bersangkutan dapat dibayar dimuka
sekaligus berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-13/PJ.23/1989 tanggal 1 Maret 1989. |
|||||||||||||||||||||||
H. |
PENGHASILAN YANG TELAH
DIKENAKAN PAJAK BERSIFAT FINAL DAN DIKENAKAN PAJAK TERSENDIRI Formulir
ini digunakan untuk menghitung besarnya penghasilan neto dalam negeri, yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri, anak/anak angkat yang
belum dewasa dalam tahun pajak yang bersangkutan yang pajaknya
dibayar/dipotong/dipungut oleh pihak lain dan bersifat final, dan yang
dikenakan pajak tersendiri, kecuali penghasilan: |
|||||||||||||||||||||||||
|
1. |
Isteri yang telah
hidup berpisah; |
||||||||||||||||||||||||
|
2. |
Isteri yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, yang harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh isteri sendiri. |
||||||||||||||||||||||||
|
Dikenakan Pajak
Bersifat Final |
|||||||||||||||||||||||||
|
a. |
Bunga Deposito, Tabungan
serta Diskonto SBI : |
||||||||||||||||||||||||
|
|
- |
Berdasarkan
Pasal 23 ayat (4) UU PPh jo. Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 jo.
Kep. Men. Keu. No. 51/KMK.04/2001 tanggal 1 Februari 2001. |
|||||||||||||||||||||||
|
|
|
Bunga
Simpanan antara lain bunga yang berasal dari simpanan anggota pada koperasi
berdasarkan pasal 23 ayat (4) UU PPh. Jo. Kep Men Keu Nomor 522/KMK.04/1998
tanggal 18 Desember 1998. |
|||||||||||||||||||||||
|
b. |
Bunga/Diskonto
Obligasi Yang Diperdagangkan dan/atau dilaporkan perdagangannya di Bursa Efek
Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2002 tanggal 23
Maret 2002 jo. Kep. Men. Keu. Nomor 121/KMK.03/2002. |
||||||||||||||||||||||||
|
c. |
Penjualan
Saham Di Bursa Efek adalah penghasilan yang berasal dari penjualan saham
(saham pendiri/saham bukan pendiri) di bursa efek berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997 jo. Kep. Men. Keu. No. 282/KMK.04/1997 tanggal
20 Juni 1997. |
||||||||||||||||||||||||
|
d. |
Hadiah
Undian berdasarkan Pasal 21 ayat (8) UU PPh jo. Kep. Men. Keu. No.
462/KMK.04/1998 tanggal 21 Oktober 1998 jo. Kep. Dirjen Pajak No.
Kep-545/PJ./2000 tanggal 24 Desember 2000 dan Peraturan Pemerintah Nomor 132
Tahun 2000 jo. Kep. Dirjen Pajak No. Kep-395/PJ./2001 tanggal 13 Juni 2001. |
||||||||||||||||||||||||
|
e. |
Pesangon,
Tunjangan Hari Tua dan Tebusan Pensiun Yang Dibayar Sekaligus adalah pesangon
dari pemberi kerja dan uang yang diterima oleh pegawai tetap atau pensiunan
dari Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, PT.
Astek, Badan Penyelenggara Jamsostek berdasarkan Pasal 21 ayat (8) UU PPh jo.
Peraturan Pemerintah Nomor 149 tahun 2000 jo. Kep. Men. Keu. No.
112/KMK.03/2001 tanggal 6 Maret 2001 jo. Kep. Dirjen Pajak No.
Kep-545/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000. |
||||||||||||||||||||||||
|
f. |
Honorarium
atas Beban APBN/APBD adalah penghasilan berupa imbalan yang diterima oleh
Pejabat Negara. Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI/POLRI dan Pensiunan yang
dibebankan kepada keuangan negara/daerah sehubungan dengan pekerjaan, jasa
dan kegiatan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1994 dan Kep.
Men. Keu. No. 636/KMK.04 tanggal 29 Desember 1994. |
||||||||||||||||||||||||
|
g. |
Pengalihan
Hak atas Tanah dan atau Bangunan adalah penghasilan yang berasal dari pengalihan
hak atas tanah dan atau bangunan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48
Tahun 1994 yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996
jo. PP No. 79 tahun 1999 jo. Kep. Men. Keu. No. 635/KMK.04/1994 tanggal 29
Desember 1994 yang telah diubah dengan Kep. Men. Keu. No. 392/KMK.04/1996
tanggal 5 Juni 1996 dan Kep Men Keu No. 566/KMK.04/1999 tanggal 29 Desember
1999. |
||||||||||||||||||||||||
|
h. |
Bangunan
yang diterima dalam rangka Bangun Guna Serah yang dibangun di atas tanah yang
dimiliki Wajib Pajak sehubungan dengan berakhirnya masa perjanjian bangun
guna serah, berdasarkan Kep. Men. Keu. No. 248/KMK.04/1995 tanggal 2 Juni
1995. |
||||||||||||||||||||||||
|
i. |
Sewa
atas tanah dan atau bangunan adalah Penghasilan Bruto dari persewaan berupa
tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung, perkantoran, rumah
kantor, ruko, gudang dan industri berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun
1996 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002
tanggal 23 Maret 2002 jo. Kep. Men. Keu. No. 120/KMK.03/2002. |
||||||||||||||||||||||||
|
j. |
Penghasilan Lain Yang
Dikenakan Pajak Bersifat Final: Untuk menampung Penghasilan yang dikenakan Pajak bersifat Final lainnya yang belum tertampung pada nomor a s.d. j. Dikenakan
Pajak Tersendiri |
||||||||||||||||||||||||
|
|
a. |
Diisi
dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh isteri dalam tahun pajak yang
semata-mata berasal dari satu pemberi kerja yang telah dipotong PPh Pasal 21
dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan
bebas suami atau anggota keluarga lainnya berdasarkan Pasal 8 ayat (1) UU
PPh. |
|||||||||||||||||||||||
|
|
b. |
Diisi
dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh anak/anak angkat yang belum
dewasa sepanjang peng-hasilannya berasal dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya
dengan usaha atau kegiatan dari orang yang mempunyai hubungan istimewa dengan
anak tersebut. |
|||||||||||||||||||||||
|
I. |
PENGHASILAN YANG TIDAK
TERMASUK OBJEK PAJAK Formulir
ini digunakan untuk menghitung besarnya penghasilan yang tidak termasuk obyek
pajak, yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri, anak/anak
angkat yang belum dewasa dalam tahun pajak yang bersangkutan, kecuali
penghasilan : |
||||||||||||||||||||||||
|
|
1. |
Isteri yang telah
hidup berpisah; |
|||||||||||||||||||||||
|
|
2. |
Isteri yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, yang harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh isteri sendiri |
|||||||||||||||||||||||
|
|
SUMBER/JENIS
PENGHASILAN |
||||||||||||||||||||||||
|
|
Kolom
(2) Huruf
a Bantuan/sumbangan
: Bantuan/sumbangan
yang diterima atau diperoleh sepanjang tidak dalam rangka hubungan kerja, hubungan
usaha, hubungan kepemilikan atau hubungan penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan. (Pasal
4 ayat (3) huruf a Angka 1 UU PPh) Hibah
: Harta
hibahan yang diterima oleh keluarga dalam garis keturunan lurus satu derajat
dan pengusaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan No.
604/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994 sepanjang tidak dalam rangka
hubungan kerja, hubungan usaha, hubungan kepemilikan atau hubungan penguasaan
antara pihak-pihak yang bersangkutan. (Pasal 4 ayat (3)
huruf a Angka 2 UU PPh) Huruf b Warisan Cukup jelas Huruf c Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi. (Pasal 4 ayat (3)
huruf h UU PPh) Huruf d Penggantian
atau santunan yang diterima selaku pemegang polis dari perusahaan asuransi
sehubungan dengan polis asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi
jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa. (Pasal 4 ayat (3)
huruf e UU PPh). Huruf e Huruf
e ini untuk menampung penghasilan yang tidak termasuk obyek pajak lainnya
selain huruf a s.d. d seperti : penghasilan dari pengalihan hak atas tanah
dan atau bangunan kepada Pemerintah untuk kepentingan umum dengan persyaratan
khusus sebagaimana di atur dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun
1994 jo. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1996 jo. Peraturan Pemerintah No.
79 Tahun 1999, penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari
Wajib Pajak atau Pemerintah dan yang sejenis lainnya. PENGHASILAN BRUTO Huruf a s.d. b BANTUAN/SUMBANGAN,
HIBAH, WARISAN Kolom
ini diisi dengan jumlah penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun
pajak yang bersangkutan dari masing-masing jenis penghasilan, yaitu sebesar
nilai sisa buku harta dari pihak yang melakukan pengalihan sepanjang pihak
yang mengalihkan tersebut menyelenggarakan pembukuan. Dalam hal Wajib Pajak yang
melakukan pengalihan tidak menyelenggarakan pembukuan, maka jumlah tersebut
diisi dengan jumlah nilai perolehan dengan ketentuan sebagai berikut : |
||||||||||||||||||||||||
|
|
a. |
Apabila
nilai atau harga perolehan harta bagi yang mengalihkan harta tersebut
diketahui, maka nilai perolehan bagi yang menerima penghasilan tersebut
adalah sama dengan nilai atau harga perolehan harta tersebut bagi yang
mengalihkan; |
|||||||||||||||||||||||
|
|
b. |
Apabila
nilai atau harga perolehan bagi yang mengalihkan harta berupa tanah dan atau
bangunan tidak diketahui namun tahun perolehannya diketahui, maka nilai
perolehan bagi yang menerima pengalihan harta tersebut adalah : |
|||||||||||||||||||||||
|
|
|
1) |
Sama
besarnya dengan NJOP yang tercantum dalam SPPT PBB tahun 1986 apabila tanah
dan atau bangunan tersebut diperoleh oleh yang mengalihkan dalam tahun 1986
atau sebelumnya, atau |
||||||||||||||||||||||
|
|
|
2) |
Sama
besarnya dengan NJOP yang tercantum dalam SPPT PBB tahun pajak diperolehnya
harta tersebut bagi yang mengalihkan, apabila tanah dan atau bangunan
tersebut diperoleh oleh yang mengalihkan sesudah tahun 1986, atau |
||||||||||||||||||||||
|
|
|
3) |
Berdasarkan
surat keterangan dari Kepala Kantor Pelayanan PBB jika SPPT PBB tidak ada; |
||||||||||||||||||||||
|
|
c. |
Apabila
nilai atau harga perolehan dan tahun perolehan bagi yang mengalihkan harta
berupa tanah dan atau bangunan tidak diketahui, maka nilai perolehan bagi
yang menerima harta tersebut adalah sama besarnya dengan NJOP yang tercantum
dalam SPPT PBB tahun pajak yang paling awal yang tersedia atas nama yang
mengalihkan harta tersebut, atau jika SPPT PBB tidak ada, berdasarkan surat
keterangan Kepala Kantor Pelayanan PBB; |
|||||||||||||||||||||||
|
|
d. |
Untuk
harta selain tanah dan atau bangunan, apabila nilai atau harga perolehan bagi
yang mengalihkan harta tersebut tidak diketahui maka nilai perolehan bagi
yang menerima pengalihan harta tersebut adalah sama dengan 60% dari harga
pasar wajar harta tersebut pada saat terjadinya pengalihan. (Pasal
4 ayat (3) UU PPh jo. Kep. Men. Keu. No. 604/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember
1994 dan Kep. Dirjen Pajak No. Kep-11/PJ./1995 tanggal 1 Pebruari 1995) |
|||||||||||||||||||||||
|
|
Huruf
c BAGIAN
LABA PERSEROAN KOMANDITER TIDAK ATAS SAHAM, PERSEKUTUAN, PERKUMPULAN, FIRMA,
KONGSI Kolom
ini diisi dengan jumlah bagian laba yang diterima atau diperoleh dalam tahun
pajak yang bersangkutan oleh Orang Pribadi selaku anggota Perseroan
Komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham, Persekutuan, Perkumpulan,
Firma dan Kongsi. Huruf
d KLAIM
ASURANSI KESEHATAN, KECELAKAAN, JIWA, DWIGUNA, BEASISWA Kolom
ini diisi dengan besarnya jumlah penggantian atau santunan yang diterima atau
diperoleh dalam tahun pajak yang bersangkutan dari perusahaan asuransi
sehubungan dengan polis asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi
jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa. Huruf
e PENGHASILAN
LAIN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK Kolom
ini diisikan semua jumlah penghasilan yang diperoleh yang tidak termasuk
objek pajak lainnya sebagaimana dimaksud pada huruf a s.d. d. JUMLAH Diisi dengan hasil
penjumlahan seluruh penghasilan yang tidak termasuk objek pajak. |
||||||||||||||||||||||||
J. |
JUMLAH PPh YANG TELAH
DIBAYAR Diisi
dengan jumlah seluruh PPh yang telah dibayar |
|||||||||||||||||||||||||
K. |
HARTA DAN KEWAJIBAN Angka 1 JUMLAH HARTA Diisi dari Formulir
1770 S - II Bagian A jumlah kolom (4) Angka 2 JUMLAH KEWAJIBAN Diisi dari Formulir
1770 S - II Bagian B jumlah kolom (4) |
|||||||||||||||||||||||||
L. |
LAMPIRAN Selain formulir 1770 S
harus dilampirkan pula : |
|||||||||||||||||||||||||
|
a. |
Cukup jelas. |
||||||||||||||||||||||||
|
b. |
Cukup jelas. |
||||||||||||||||||||||||
|
c. |
Cukup jelas. |
||||||||||||||||||||||||
|
d. |
Cukup jelas. |
||||||||||||||||||||||||
|
e. |
Cukup jelas. |
||||||||||||||||||||||||
|
f. |
Lampiran-lampiran
lainnya yang dianggap perlu atau untuk menjelaskan penghitungan besarnya
penghasilan yang dibuat sendiri oleh Wajib Pajak misalnya : Fotokopi Bukti
Setoran Zakat. |
||||||||||||||||||||||||
|
Catatan : Berilah tanda X dalam
kotak yang sesuai Disebelah
kanan atas dari setiap lampiran supaya ditulis LAMPIRAN ...... (sesuai dengan
urutan lampiran yang bersangkutan) Apabila
tempat yang tersedia untuk mengisi lampiran tidak mencukupi, maka dapat
dibuat lampiran tambahan. |
|||||||||||||||||||||||||
M. |
PERNYATAAN Pernyataan
ini dibuat sehubungan dengan jaminan akan kebenaran dan kelengkapan pengisian
SPT Tahunan. Apabila ternyata diisi dengan tidak benar dan atau tidak
lengkap, Wajib Pajak akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku. Sehubungan dengan itu,
Wajib Pajak atau kuasanya wajib menandatangani, membubuhkan nama lengkap dan
NPWP serta mencantumkan tempat, tanggal, bulan dan tahun diisinya SPT pada
tempat yang tersedia. Beri tanda silang (X) dalam kotak yang sesuai. |
|||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|