Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 59/PMK.04/2017

Kategori : Lainnya

Tidak Dipungut Cukai


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 59/PMK.04/2017
 
TENTANG
 
TIDAK DIPUNGUT CUKAI
 
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

 
Menimbang :
  1. bahwa ketentuan mengenai tidak dipungut cukai telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.04/2009 tentang Tidak Dipungut Cukai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.04/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.04/2009 tentang Tidak Dipungut Cukai;
  2. bahwa untuk lebih memberikan kepastian hukum, meningkatkan pelayanan dan tertib administrasi di bidang cukai, serta untuk mengakomodir perkembangan industri barang kena cukai, perlu mengganti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.04/2009 tentang Tidak Dipungut Cukai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.04/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.04/2009 tentang Tidak Dipungut Cukai;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (2a) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tidak Dipungut Cukai;
 
Mengingat :

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
 

MEMUTUSKAN:


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TIDAK DIPUNGUT CUKAI.
 

BAB I
KETENTUAN UMUM
 
Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
  1. Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
  2. Undang-Undang Cukai adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.
  3. Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-Undang Cukai.
  4. Pabrik adalah tempat tertentu termasuk bangunan, halaman, dan lapangan yang merupakan bagian daripadanya, yang dipergunakan untuk menghasilkan barang kena cukai dan/atau untuk mengemas barang kena cukai dalam kemasan untuk penjualan eceran.
  5. Orang adalah orang pribadi atau badan hukum.
  6. Pengusaha Pabrik adalah Orang yang mengusahakan Pabrik.
  7. Tempat Penyimpanan adalah tempat, bangunan, dan/atau lapangan yang bukan merupakan bagian dari Pabrik, yang dipergunakan untuk menyimpan barang kena cukai berupa etil alkohol yang masih terutang Cukai dengan tujuan untuk disalurkan, dijual, atau diekspor.
  8. Pengusaha Tempat Penyimpanan adalah Orang yang mengusahakan Tempat Penyimpanan.
  9. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang di bidang kepabeanan.
  10. Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  11. Tempat Penimbunan Sementara adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di Kawasan Pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
  12. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean.
  13. Importir Barang Kena Cukai yang selanjutnya disebut Importir adalah Orang yang melakukan kegiatan memasukkan barang kena cukai ke dalam Daerah Pabean.
  14. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari Daerah Pabean.
  15. Dokumen Cukai adalah dokumen yang digunakan dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Cukai dalam bentuk formulir atau melalui media elektronik.
  16. Barang Kena Cukai Diangkut Lanjut adalah barang kena cukai yang diangkut dengan sarana pengangkut melalui Kantor Pabean dengan dilakukan pembongkaran terlebih dahulu.
  17. Barang Kena Cukai Diangkut Terus adalah barang kena cukai yang diangkut dengan sarana pengangkut melalui kantor pabean tanpa pembongkaran terlebih dahulu.
  18. Dikemas untuk Penjualan Eceran adalah dikemas dalam kemasan dengan syarat dan isi tertentu dengan menggunakan benda yang dapat melindungi dari kerusakan dan meningkatkan pemasarannya.
  19. Tidak Dikemas untuk Penjualan Eceran adalah tidak dikemas atau dikemas dengan isi tertentu yang melebihi dari yang ditetapkan sebagai kemasan penjualan eceran.
  20. Keadaan Darurat adalah suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan manusia dan tidak dapat dihindarkan seperti kebakaran, banjir, atau bencana alam lainnya.
  21. Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut Kantor Bea dan Cukai adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban berdasarkan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
  22. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
 

BAB II
TIDAK DIPUNGUT CUKAI
 
Bagian Kesatu
Tidak Dipungut Cukai atas Tembakau Iris dan Minuman Mengandung Etil Alkohol yang Dibuat secara Sederhana

 

Pasal 2


(1) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai berupa tembakau iris yang dibuat dari daun tembakau hasil tanaman di Indonesia yang:
a. Tidak Dikemas untuk Penjualan Eceran; atau
b. Dikemas untuk Penjualan Eceran dengan bahan pengemas tradisional yang lazim dipergunakan.
(2) Tembakau iris yang tidak dipungut cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sepanjang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. dalam pembuatannya tidak dicampur atau ditambah dengan tembakau yang berasal dari luar negeri atau bahan lain yang lazim dipergunakan dalam pembuatan hasil tembakau; dan/atau
b. pada kemasannya ataupun tembakau irisnya tidak dibubuhi, dilekati, atau dicantumkan cap, merek dagang, etiket, atau tanda khusus yang sejenisnya.
(3) Bahan lain yang lazim dipergunakan dalam pembuatan hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, yaitu bahan-bahan seperti saus yang memberikan rasa dan/atau aroma yang khas pada tembakau iris.
(4) Tidak termasuk dalam pengertian bahan lain yang lazim dipergunakan dalam pembuatan hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (3), yaitu bahan yang ditambahkan dengan maksud untuk mempertahankan mutu dan/atau kualitas.
 
 

Pasal 3


Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai berupa minuman yang mengandung etil alkohol yang diperoleh dari hasil peragian atau penyulingan, sepanjang:
a. dibuat oleh rakyat di Indonesia;
b. pembuatannya dilakukan secara sederhana, dengan menggunakan peralatan sederhana yang lazim digunakan oleh rakyat Indonesia dan produksinya tidak melebihi 25 (dua puluh lima) liter per hari;
c. semata-mata untuk mata pencaharian; dan
d. tidak dikemas dalam kemasan untuk penjualan eceran.
 
 

Pasal 4


Pembuatan atau pengangkutan barang kena cukai yang tidak dipungut cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3:
a. tidak wajib diberitahukan kepada Pejabat Bea dan Cukai; dan
b. tidak wajib dilindungi dengan Dokumen Cukai.
 
 

Bagian Kedua
Tidak Dipungut Cukai atas Barang Kena Cukai Diangkut Terus atau Diangkut Lanjut dengan Tujuan Luar Daerah Pabean
 
Pasal 5


(1) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai yang berasal dari luar Daerah Pabean apabila Barang Kena Cukai Diangkut Terus atau Barang Kena Cukai Diangkut Lanjut dengan tujuan luar Daerah Pabean.
(2) Tata cara Barang Kena Cukai Diangkut Terus atau Barang Kena Cukai Diangkut Lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai diangkut terus atau diangkut lanjut.
 
 

Bagian Ketiga
Tidak Dipungut Cukai atas Barang Kena Cukai yang Diekspor
 
Pasal 6


(1) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai yang diekspor.
(2) Pengeluaran dan pengangkutan barang kena cukai dengan tujuan Ekspor dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan ke Kawasan Pabean pada pelabuhan Ekspor, wajib menggunakan Dokumen Cukai berupa pemberitahuan mutasi barang kena cukai.
(3) Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan yang melakukan pengeluaran barang kena cukai yang tidak dipungut cukai dengan tujuan untuk Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. bertanggung jawab terhadap barang kena cukai yang dikeluarkan sampai dengan barang kena cukai tersebut dilaksanakan Ekspornya; dan
b. wajib menyampaikan dokumen bukti realisasi Ekspor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(4) Tata cara Ekspor barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata laksana kepabeanan di bidang Ekspor.

 

Pasal 7


Dokumen Cukai berupa pemberitahuan mutasi barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 yang telah dilengkapi dengan dokumen bukti realisasi Ekspor, digunakan sebagai dasar tidak dipungut cukai.
 

Bagian Keempat
Tidak Dipungut Cukai atas Barang Kena Cukai Dimasukkan ke Dalam Pabrik atau Tempat Penyimpanan
 
Pasal 8


(1) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai yang berasal dari Pabrik apabila dimasukkan ke dalam Pabrik lainnya.
(2) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai yang berasal dari Impor apabila dimasukkan ke dalam Pabrik.
(3) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai berupa etil alkohol yang berasal dari Tempat Penyimpanan apabila dimasukkan ke dalam Pabrik.
(4) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai berupa etil alkohol yang berasal dari Pabrik apabila dimasukkan ke dalam Tempat Penyimpanan.
(5) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai berupa etil alkohol yang berasal dari Impor apabila dimasukkan ke dalam Tempat Penyimpanan.
(6) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai berupa etil alkohol yang berasal dari Tempat Penyimpanan apabila dimasukkan ke dalam Tempat Penyimpanan lainnya.

 

Pasal 9


(1) Pengeluaran, pemasukan, dan pengangkutan barang kena cukai dari:
a. Pabrik ke Pabrik lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1);
b. Tempat Penyimpanan ke Pabrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3);
c. Pabrik ke Tempat Penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4); atau
d. Tempat Penyimpanan ke Tempat Penyimpanan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6),
wajib menggunakan Dokumen Cukai berupa pemberitahuan mutasi barang kena cukai.
(2) Pemasukan dan pengangkutan barang kena cukai yang:
a. berasal dari Impor ke Pabrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2); atau
b. berasal dari Impor ke Tempat Penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5),
wajib menggunakan Dokumen Cukai berupa pemberitahuan mutasi barang kena cukai.

 

Pasal 10


(1) Pengusaha Pabrik atau Tempat Penyimpanan yang mengeluarkan barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (6) bertanggung jawab terhadap barang kena cukai yang dikeluarkan sampai dengan dimasukkan ke Pabrik lainnya atau Tempat Penyimpanan lainnya.
(2) Pengusaha Pabrik atau Tempat Penyimpanan yang memasukkan barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (6) bertanggung jawab terhadap barang kena cukai yang dikeluarkan dari Pabrik lainnya atau Tempat Penyimpanan lainnya sejak barang kena cukai dimasukkan ke Pabrik atau Tempat Penyimpanan.
(3) Pengusaha Pabrik atau Tempat Penyimpanan yang memasukkan barang kena cukai yang berasal dari Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) atau ayat (5), bertanggung jawab terhadap barang kena cukai sejak barang kena cukai dikeluarkan dari Kawasan Pabean atau Tempat Penimbunan Sementara.

 

Pasal 11


Dokumen Cukai berupa pemberitahuan mutasi barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 yang telah diberikan catatan pemasukan ke Pabrik atau Tempat Penyimpanan, digunakan sebagai dasar tidak dipungut cukai.
 

Bagian Kelima
Tidak Dipungut Cukai atas Barang Kena Cukai yang Digunakan sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong dalam Pembuatan Barang Hasil Akhir yang Merupakan Barang Kena Cukai
 
Pasal 12


(1) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai yang:
a. berasal dari Pabrik;
b. berasal dari Tempat Penyimpanan; atau
c. berasal dari Impor,
apabila dimasukkan ke dalam Pabrik lainnya untuk digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang merupakan barang kena cukai.
(2) Pengusaha Pabrik yang menggunakan barang kena cukai yang tidak dipungut cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat menggunakan barang kena cukai untuk keperluan laboratorium dalam rangka pengujian standar mutu barang kena cukai tersebut.
(3) Tidak termasuk bahan baku atau bahan penolong sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu etil alkohol yang digunakan untuk kebutuhan sanitasi, dan pembersihan mesin produksi barang kena cukai, atau penggunaan etil alkohol yang tidak dapat ditelusuri pada barang hasil akhir yang merupakan barang kena cukai.

 

Pasal 13


(1) Pengusaha Pabrik yang bermaksud menggunakan barang kena cukai yang tidak dipungut cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 harus menyampaikan rencana penggunaannya kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai yang mengawasi.
(2) Rencana penggunaan barang kena cukai dengan fasilitas tidak dipungut cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibuat dengan menggunakan Dokumen Cukai berupa pemberitahuan rencana produksi barang kena cukai yang menggunakan barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong dengan fasilitas tidak dipungut cukai, yang paling sedikit memuat:
a. nama, alamat, Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC), dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Pabrik pengguna fasilitas tidak dipungut cukai;
b. nama, alamat, Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC), dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Pabrik, Tempat Penyimpanan, atau Importir barang kena cukai, yang menjual atau menyerahkan barang kena cukai;
c. jenis dan perkiraan jumlah barang kena cukai yang akan dimasukkan untuk digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong; dan
d. jenis dan perkiraan jumlah produksi barang hasil akhir yang merupakan barang kena cukai.

 

Pasal 14


(1) Pengeluaran, pemasukan, dan pengangkutan barang kena cukai dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan ke Pabrik lainnya untuk digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang merupakan barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a dan huruf b wajib menggunakan Dokumen Cukai berupa pemberitahuan mutasi barang kena cukai.
(2) Pemasukan dan pengangkutan barang kena cukai yang berasal dari Impor ke Pabrik untuk digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang merupakan barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf c wajib menggunakan Dokumen Cukai berupa pemberitahuan mutasi barang kena cukai.

 

Pasal 15


(1) Pengusaha Pabrik atau Tempat Penyimpanan yang mengeluarkan barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a dan huruf b bertanggung jawab terhadap barang kena cukai yang dikeluarkan sampai dengan dimasukkan ke Pabrik.
(2) Pengusaha Pabrik yang menggunakan barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 bertanggung jawab terhadap:
a. barang kena cukai yang berasal dari Impor sejak pengeluaran dari Kawasan Pabean atau Tempat Penimbunan Sementara; dan
b. barang kena cukai yang berasal dari Pabrik lainnya atau Tempat Penyimpanan sejak dimasukkan ke Pabrik.


Pasal 16


(1) Pengusaha Pabrik yang telah memasukkan barang kena cukai dengan fasilitas tidak dipungut cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dapat mengembalikan barang kena cukai yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong ke Pabrik atau Tempat Penyimpanan asal.
(2) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai yang dikembalikan ke Pabrik atau Tempat Penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pengeluaran, pemasukan, dan pengangkutan barang kena cukai yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menggunakan Dokumen Cukai berupa pemberitahuan mutasi barang kena cukai.

 

Pasal 17


(1) Pengusaha Pabrik yang menggunakan barang kena cukai yang tidak dipungut cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 harus melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
a. menimbun barang kena cukai yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dan hasil produksinya di dalam tempat atau ruangan secara terpisah;
b. melakukan pencatatan pemasukan, penggunaan barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong, pengeluaran barang kena cukai yang dikembalikan, dan produksi barang hasil akhir yang merupakan barang kena cukai; dan
c. menyampaikan laporan setiap bulan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Bea dan Cukai yang mengawasi Pengusaha Pabrik yang menggunakan barang kena cukai yang tidak dipungut cukai, paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya berdasarkan catatan sebagaimana dimaksud dalam huruf b.
(2) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dalam:
a. catatan sediaan barang kena cukai, untuk Pengusaha Pabrik yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dengan menggunakan Dokumen Cukai berupa catatan sediaan barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong produksi barang kena cukai lainnya; atau
b. pembukuan yang diselenggarakan, untuk Pengusaha Pabrik yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dibuat dengan menggunakan Dokumen Cukai berupa laporan penggunaan atau persediaan barang kena cukai dengan fasilitas tidak dipungut cukai, yang paling sedikit memuat:
a. nama, alamat, Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC), dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Pabrik pengguna fasilitas tidak dipungut cukai;
b. nama, alamat, Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC), dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Pabrik, Tempat Penyimpanan, atau Importir barang kena cukai yang menjual atau menyerahkan barang kena cukai;
c. nomor dan tanggal Dokumen Cukai berupa pemberitahuan mutasi barang kena cukai;
d. jenis dan jumlah barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong yang dimasukkan ke Pabrik;
e. jenis dan jumlah barang kena cukai yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong;
f. jenis dan jumlah barang kena cukai yang digunakan untuk keperluan laboratorium; dan
g. jenis dan jumlah produksi barang hasil akhir yang merupakan barang kena cukai.
(4) Catatan sediaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penimbunan, pemasukan, pengeluaran, dan pengangkutan barang kena cukai.

 

Pasal 18


(1) Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir barang kena cukai, yang menjual atau menyerahkan barang kena cukai yang tidak dipungut cukai ke dalam Pabrik lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, harus menyampaikan laporan setiap bulan kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai yang mengawasi paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan Dokumen Cukai berupa laporan penjualan atau penyerahan barang kena cukai dengan fasilitas tidak dipungut cukai, yang paling sedikit memuat:
a. nama, alamat, Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC), dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Pabrik, Tempat Penyimpanan, atau Importir barang kena cukai yang menjual atau menyerahkan barang kena cukai;
b. nama, alamat, Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC), dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Pabrik pengguna fasilitas tidak dipungut cukai;
c. nomor dan tanggal Dokumen Cukai berupa pemberitahuan mutasi barang kena cukai; dan
d. jenis dan jumlah barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong yang dijual atau diserahkan.
(3) Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan Dokumen Cukai berupa laporan penjualan atau penyerahan barang kena cukai dengan fasilitas tidak dipungut cukai dalam hal Impor barang kena cukai dilakukan oleh Pengusaha Pabrik yang menggunakan fasilitas tidak dipungut cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.

 

Pasal 19


Dokumen Cukai berupa:
a. pemberitahuan rencana produksi barang kena cukai yang menggunakan barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong dengan fasilitas tidak dipungut cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13;
b. pemberitahuan mutasi barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yang telah diberikan catatan pemasukan ke Pabrik; dan
c. laporan penggunaan/persediaan barang kena cukai dengan fasilitas tidak dipungut cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17,
digunakan sebagai dasar tidak dipungut cukai.
 

Pasal 20


Tata cara pengeluaran, pemasukan, dan pengangkutan barang kena cukai menggunakan Dokumen Cukai berupa pemberitahuan mutasi barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 9, Pasal 14, dan Pasal 16 sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penimbunan, pemasukan, pengeluaran, dan pengangkutan barang kena cukai.
 

Bagian Keenam
Tidak Dipungut Cukai atas Barang Kena Cukai yang Musnah atau Rusak Sebelum Dikeluarkan dari Pabrik
 
Pasal 21


(1) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya yang berada di dalam Pabrik yang telah musnah atau rusak sebelum dikeluarkan.
(2) Barang kena cukai yang musnah atau rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:
a. barang kena cukai yang musnah atau rusak sebelum diberitahukan sebagai barang kena cukai yang selesai dibuat, yang wajib diberitahukan sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pemberitahuan barang kena cukai yang selesai dibuat;
b. barang kena cukai yang musnah setelah diberitahukan sebagai barang kena cukai yang selesai dibuat, yang wajib diberitahukan sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pemberitahuan barang kena cukai yang selesai dibuat; dan
c. barang kena cukai yang rusak setelah diberitahukan sebagai barang kena cukai yang selesai dibuat, yang wajib diberitahukan sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pemberitahuan barang kena cukai yang selesai dibuat.
(3) Barang kena cukai yang musnah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tidak termasuk barang kena cukai yang diberikan potongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Cukai.

 

Pasal 22


(1) Pengusaha Pabrik yang barang kena cukainya musnah atau rusak sebelum diberitahukan sebagai barang kena cukai yang selesai dibuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf a, harus melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
a. melakukan pencatatan jumlah barang kena cukai yang musnah atau rusak;
b. menyampaikan laporan setiap bulan kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai yang mengawasi paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya, berdasarkan catatan atau pembukuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a; dan
c. bertanggung jawab terhadap kebenaran catatan atau pembukuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan laporan yang dibuat sebagaimana dimaksud dalam huruf b.
(2) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dalam:
a. catatan sediaan barang kena cukai, untuk Pengusaha Pabrik yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dengan menggunakan Dokumen Cukai berupa catatan barang kena cukai yang musnah atau rusak; atau
b. pembukuan yang diselenggarakan, untuk Pengusaha Pabrik yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dibuat dengan menggunakan Dokumen Cukai berupa laporan barang kena cukai yang musnah atau rusak sebelum diberitahukan sebagai barang kena cukai yang selesai dibuat yang paling sedikit memuat:
a. nama, alamat, Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC), dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Pabrik;
b. periode pelaporan;
c. jenis dan jumlah barang kena cukai yang musnah atau rusak sebelum diberitahukan sebagai barang kena cukai yang selesai dibuat; dan
d. sebab tentang musnah atau rusaknya barang kena cukai sebelum diberitahukan sebagai barang kena cukai yang selesai dibuat.
(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan sebagai dasar tidak dipungut cukai atas barang kena cukai yang musnah atau rusak.
(5) Pengusaha Pabrik dapat mengajukan permintaan secara tertulis kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai untuk melakukan penelitian terhadap barang kena cukai yang rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf a.
(6) Berdasarkan permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala Kantor Bea dan Cukai menunjuk Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan penelitian di Pabrik.
(7) Hasil pelaksanaan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dibuat dalam berita acara yang ditandatangani oleh Pejabat Bea dan Cukai dan Pengusaha Pabrik atau kuasanya.
(8) Barang kena cukai yang rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf a, dapat dimusnahkan atau diolah kembali.
(9) Dalam hal barang kena cukai yang rusak dilakukan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Pengusaha Pabrik harus memberitahukan kepada Pejabat Bea dan Cukai.
(10) Dalam hal barang kena cukai yang rusak diolah kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (8), barang kena cukai yang rusak dimaksud dapat diolah kembali menjadi:
a. barang kena cukai; atau
b. barang yang bukan merupakan barang kena cukai.

 

Pasal 23


(1) Pengusaha Pabrik yang bermaksud melakukan pengolahan barang kena cukai menjadi barang yang bukan merupakan barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (10) huruf b, harus mengajukan permohonan kepada Direktur yang mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di Bidang Cukai.
(2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur yang mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di Bidang Cukai menunjuk Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan penelitian.
(3) Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur yang mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di Bidang Cukai memberikan persetujuan atau penolakan.
(4) Direktur yang mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di Bidang Cukai dapat memberikan persetujuan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal barang yang dihasilkan tidak memiliki karakteristik sebagai barang kena cukai.

 

Pasal 24


(1) Pengusaha Pabrik yang barang kena cukainya musnah setelah diberitahukan sebagai barang kena cukai yang selesai dibuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf b, harus melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
a. melakukan pencatatan jumlah barang kena cukai yang musnah; dan
b. menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai dengan menyebutkan sebab musnahnya barang kena cukai.
(2) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dalam:
a. catatan sediaan barang kena cukai, untuk Pengusaha Pabrik yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dengan menggunakan Dokumen Cukai berupa catatan barang kena cukai yang musnah; atau
b. pembukuan yang diselenggarakan, untuk Pengusaha Pabrik yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
(3) Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Kepala Kantor Bea dan Cukai menunjuk Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan penelitian di Pabrik.
(4) Hasil pelaksanaan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat dalam berita acara penelitian yang ditandatangani oleh Pejabat Bea dan Cukai dan Pengusaha Pabrik atau kuasanya.
(5) Berita acara penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan sebagai dasar:
a. tidak dipungut cukai atas barang kena cukai yang musnah; dan/atau
b. untuk membukukan dalam buku rekening barang kena cukai atas barang kena cukai berupa etil alkohol atau minuman yang mengandung etil alkohol.

 

Pasal 25


(1) Pengusaha Pabrik yang barang kena cukainya rusak setelah diberitahukan sebagai barang kena cukai yang selesai dibuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf c, harus melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
a. melakukan pencatatan jumlah barang kena cukai yang rusak; dan
b. menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai dengan menyebutkan sebab rusaknya barang kena cukai.
(2) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dalam:
a. catatan sediaan barang kena cukai, untuk Pengusaha Pabrik yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dengan menggunakan Dokumen Cukai berupa catatan barang kena cukai yang rusak; atau
b. pembukuan yang diselenggarakan, untuk Pengusaha Pabrik yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
(3) Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Kepala Kantor Bea dan Cukai menunjuk Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan pemeriksaan.
(4) Hasil pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat dalam berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pejabat Bea dan Cukai dan Pengusaha Pabrik atau kuasanya.
(5) Berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan sebagai dasar:
a. tidak dipungut cukai atas barang kena cukai yang rusak; dan/atau
b. untuk membukukan dalam buku rekening barang kena cukai atas barang kena cukai berupa etil alkohol atau minuman yang mengandung etil alkohol.
(6) Barang kena cukai yang tidak dipungut cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf c, harus:
a. dimusnahkan; atau
b. diolah kembali menjadi barang kena cukai,
oleh Pengusaha Pabrik dibawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai.
(7) Pelaksanaan pemusnahan atau pengolahan kembali barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dibuat dalam berita acara yang ditandatangani oleh Pejabat Bea dan Cukai dan Pengusaha Pabrik atau kuasanya.

 

Bagian Ketujuh
Tidak Dipungut Cukai atas Barang Kena Cukai yang Musnah atau Rusak Sebelum Dikeluarkan dari Tempat Penyimpanan
 
Pasal 26


(1) Cukai tidak dipungut atas etil alkohol yang belum dilunasi cukainya yang berada di Tempat Penyimpanan yang telah musnah sebelum dikeluarkan.
(2) Etil alkohol yang musnah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak termasuk etil alkohol yang diberikan potongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Cukai.
(3) Pengusaha Tempat Penyimpanan yang etil alkoholnya musnah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
a. melakukan pembukuan jumlah etil alkohol yang musnah; dan
b. menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai dengan menyebutkan sebab musnahnya etil alkohol.
(4) Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, Kepala Kantor Bea dan Cukai menunjuk Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan penelitian.
(5) Hasil pelaksanaan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dibuat dalam berita acara penelitian yang ditandatangani oleh Pejabat Bea dan Cukai dan Pengusaha Tempat Penyimpanan atau kuasanya.
(6) Berita acara penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) digunakan sebagai dasar:
a. tidak dipungut cukai atas etil alkohol yang musnah; dan
b. untuk membukukan dalam buku rekening barang kena cukai atas barang kena cukai berupa etil alkohol.

 

Pasal 27


(1) Cukai tidak dipungut atas etil alkohol yang belum dilunasi cukainya yang berada di Tempat Penyimpanan yang telah rusak sebelum dikeluarkan.
(2) Etil alkohol yang rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak termasuk etil alkohol yang dirusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Undang-Undang Cukai.
(3) Pengusaha Tempat Penyimpanan yang etil alkoholnya rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
a. melakukan pembukuan jumlah etil alkohol yang rusak; dan
b. menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai dengan menyebutkan sebab rusaknya barang kena cukai.
(4) Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, Kepala Kantor Bea dan Cukai menunjuk Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan pemeriksaan.
(5) Hasil pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dibuat dalam berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pejabat Bea dan Cukai dan Pengusaha Tempat Penyimpanan atau kuasanya.
(6) Berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) digunakan sebagai dasar:
a. tidak dipungut cukai atas etil alkohol yang rusak; dan
b. untuk membukukan dalam buku rekening barang kena cukai atas barang kena cukai berupa etil alkohol.
(7) Barang kena cukai yang tidak dipungut cukai karena rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus:
a. dimusnahkan oleh Pengusaha Tempat Penyimpanan; atau
b. dimasukkan ke Pabrik untuk pengolahan kembali,
dibawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai.
(8) Pelaksanaan pemusnahan atau pengolahan kembali barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh Pejabat Bea dan Cukai dan Pengusaha Pabrik atau kuasanya.

 

Bagian Kedelapan
Tidak Dipungut Cukai atas Barang Kena Cukai yang Musnah atau Rusak Sebelum Dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Sementara
 
Pasal 28


(1) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai yang berasal dari luar Daerah Pabean yang belum dilunasi cukainya yang telah musnah sebelum diberikan persetujuan Impor untuk dipakai.
(2) Importir barang kena cukai yang barang kena cukainya musnah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai dengan menyebutkan sebab musnahnya barang kena cukai.
(3) Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Bea dan Cukai menunjuk Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan penelitian.
(4) Hasil pelaksanaan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dibuat dalam berita acara penelitian yang ditandatangani Pejabat Bea dan Cukai dan Importir atau kuasanya.
(5) Berita acara penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan sebagai dasar tidak dipungut cukai atas barang kena cukai yang musnah.

 

Pasal 29


(1) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai yang berasal dari luar Daerah Pabean yang belum dilunasi cukainya yang telah rusak sebelum diberikan persetujuan Impor untuk dipakai.
(2) Importir barang kena cukai yang barang kena cukainya rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai dengan menyebutkan sebab rusaknya barang kena cukai.
(3) Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Bea dan Cukai menunjuk Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan pemeriksaan.
(4) Hasil pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dibuat dalam berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pejabat Bea dan Cukai dan Importir atau kuasanya.
(5) Berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), digunakan sebagai dasar tidak dipungut cukai atas barang kena cukai yang rusak.
(6) Barang kena cukai yang tidak dipungut cukai karena rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus:
a. diekspor kembali; atau
b. dimusnahkan oleh Importir dibawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai.
(7) Pelaksanaan pemusnahan barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dibuat dalam berita acara yang ditandatangani oleh Pejabat Bea dan Cukai dan Pengusaha Pabrik atau kuasanya.

 

Bagian Kesembilan
Tidak Dipungut Cukai Lainnya
 
Pasal 30


(1) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya dalam kondisi musnah di Pabrik pengguna barang kena cukai yang mendapat fasilitas tidak dipungut cukai karena adanya Keadaan Darurat.
(2) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya yang musnah di tempat penimbunan perusahaan pengguna barang kena cukai yang mendapat fasilitas pembebasan cukai karena adanya Keadaan Darurat.
(3) Pengusaha Pabrik pengguna barang kena cukai yang mendapat fasilitas tidak dipungut cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau pengusaha pengguna barang kena cukai yang mendapat fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai.
(4) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus disertai dengan bukti yang dapat meyakinkan bahwa Keadaan Darurat benar terjadi.
(5) Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Bea dan Cukai menunjuk Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan penelitian.
(6) Hasil pelaksanaan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibuat dalam berita acara penelitian yang ditandatangani oleh Pejabat Bea dan Cukai dan Pengusaha Pabrik atau pengusaha pengguna fasilitas pembebasan cukai atau kuasanya.
(7) Dalam hal Pengusaha Pabrik atau pengusaha pengguna fasilitas pembebasan cukai atau kuasanya tidak bersedia menandatangani berita acara penelitian, berita acara penelitian dimaksud ditandatangani oleh Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan penelitian.
(8) Berita acara penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) atau ayat (7) digunakan sebagai dasar tidak dipungut cukai atas barang kena cukai yang musnah.

 

Pasal 31


(1) Barang kena cukai berupa etil alkohol atau tembakau iris yang Tidak Dikemas untuk Penjualan Eceran yang dikeluarkan atau dimasukkan dari atau ke Pabrik atau Tempat Penyimpanan, diberikan toleransi perbedaan jumlah paling banyak sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari volume atau berat barang kena cukai yang diberitahukan.
(2) Barang kena cukai berupa minuman yang mengandung etil alkohol atau tembakau iris yang Dikemas untuk Penjualan Eceran, yang dikeluarkan dari Pabrik melebihi jumlah yang diberitahukan akibat kelebihan mengisi pada proses pengemasan dalam kemasan penjualan eceran, diberikan toleransi 0,5% (nol koma lima persen) dari volume atau berat yang seharusnya.
(3) Barang kena cukai berupa etil alkohol atau tembakau iris yang ditimbun di Pabrik pengguna barang kena cukai yang mendapat fasilitas tidak dipungut cukai, diberikan toleransi kekurangan paling banyak sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari jumlah barang kena cukai yang seharusnya berada di Pabrik pengguna barang kena cukai yang mendapat fasilitas tidak dipungut cukai.
(4) Barang kena cukai berupa etil alkohol yang ditimbun di tempat penimbunan pengguna fasilitas pembebasan cukai, diberikan toleransi kekurangan paling banyak sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari jumlah barang kena cukai yang seharusnya berada di tempat penimbunan pengguna fasilitas pembebasan cukai.
(5) Perbedaan volume atau berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4), dapat terjadi karena penguapan, penyusutan, ketidakakuratan alat ukur atau alat timbang, dan/atau sebab lainnya.
(6) Dalam hal perbedaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) tidak lebih dari 0,5% (nol koma lima persen) dari volume atau berat yang seharusnya, atas perbedaan volume atau berat barang kena cukai tersebut, cukai tidak dipungut.
(7) Dalam hal perbedaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) lebih dari 0,5% (nol koma lima persen) dari volume atau berat yang seharusnya, atas selisih kelebihan perbedaan volume atau berat barang kena cukai dari toleransi sebesar 0,5% (nol koma lima persen) tersebut cukai ditagih.
(8) Toleransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) tidak berlaku dalam hal ditemukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang Cukai.

 

Bagian Kesepuluh
Sanksi
 
Pasal 32


(1) Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir barang kena cukai, atau setiap Orang yang melanggar ketentuan tentang tidak dipungut cukai, dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang Cukai.
(2) Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir barang kena cukai yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), Pasal 9 ayat (1), Pasal 9 ayat (2), Pasal 14 ayat (1), Pasal 14 ayat (2), atau Pasal 16 ayat (3), dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (4) atau Pasal 25 ayat (4a) Undang-Undang Cukai.

 

Bagian Kesebelas
Lain-Lain
 
Pasal 33


Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf b, Pasal 25 ayat (1) huruf b, Pasal 26 ayat (3) huruf b, Pasal 27 ayat (3) huruf b, Pasal 28 ayat (2), Pasal 29 ayat (2), dan Pasal 30 ayat (3), dibuat menggunakan Dokumen Cukai berupa pemberitahuan barang kena cukai yang musnah atau rusak yang belum dilunasi cukainya, yang paling sedikit memuat:
a. nama, alamat, Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) atau Nomor Pokok Pengguna Pembebasan (NPPP), dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Pabrik, Tempat Penyimpanan, Importir, atau pengguna fasilitas pembebasan cukai;
b. jenis dan jumlah barang kena cukai yang musnah atau rusak; dan
c. sebab musnahnya atau rusaknya barang kena cukai.
 
 

Pasal 34


Berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (7), Pasal 24 ayat (4), Pasal 25 ayat (4), Pasal 26 ayat (5), Pasal 27 ayat (5), Pasal 28 ayat (4), Pasal 29 ayat (4), dan Pasal 30 ayat (6), dibuat dengan menggunakan Dokumen Cukai berupa berita acara penelitian atau pemeriksaan barang kena cukai yang rusak atau musnah yang belum dilunasi cukainya, yang paling sedikit memuat:
a. nama, alamat, Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) atau Nomor Pokok Pengguna Pembebasan (NPPP), dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Pabrik, Tempat Penyimpanan, Importir, atau pengguna fasilitas pembebasan cukai;
b. jenis dan jumlah barang kena cukai yang musnah atau rusak; dan
c. sebab musnahnya atau rusaknya barang kena cukai.
 
 

Pasal 35

Berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (7), Pasal 27 ayat (8), dan Pasal 29 ayat (7), dibuat dengan menggunakan Dokumen Cukai berupa berita acara pemusnahan atau pengolahan kembali barang kena cukai yang rusak atau musnah yang belum dilunasi cukainya, yang paling sedikit memuat:
a. nama, alamat, Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC), dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Pabrik, Tempat Penyimpanan, atau Importir;
b. jenis dan jumlah barang kena cukai yang dimusnahkan atau diolah kembali; dan
c. cara pemusnahan atau pengolahan kembali.
 
 

Pasal 36


Ketentuan lebih lanjut mengenai:
a. format pemberitahuan rencana produksi barang kena cukai yang menggunakan barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong dengan fasilitas tidak dipungut cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2);
b. format laporan penggunaan/persediaan barang kena cukai dengan fasilitas tidak dipungut cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17;
c. format laporan penjualan atau penyerahan barang kena cukai dengan fasilitas tidak dipungut cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18;
d. format catatan barang kena cukai yang musnah atau rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2), Pasal 24 ayat (2), dan Pasal 25 ayat (2);
e. format laporan barang kena cukai yang musnah atau rusak sebelum diberitahukan sebagai barang kena cukai yang selesai dibuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3);
f. format pemberitahuan barang kena cukai yang musnah atau rusak yang belum dilunasi cukainya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33;
g. format berita acara penelitian atau pemeriksaan barang kena cukai yang rusak atau musnah yang belum dilunasi cukainya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34;
h. format berita acara pemusnahan atau pengolahan kembali barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35; dan
i. tata cara tidak dipungut cukai,
diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
 

BAB III
KETENTUAN PERALIHAN
 
Pasal 37


Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
1. Pemberitahuan rencana produksi barang kena cukai yang menggunakan barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong dengan fasilitas tidak dipungut cukai yang telah diterima Kepala Kantor Bea dan Cukai, diselesaikan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.04/2009 tentang Tidak Dipungut Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 532) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.04/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.04/2009 tentang Tidak Dipungut Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1142); dan
2. Pemberitahuan rencana produksi barang kena cukai yang menggunakan barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong dengan fasilitas tidak dipungut cukai yang telah mendapat penetapan dari Kepala Kantor Bea dan Cukai sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya jangka waktu pemberian fasilitas tidak dipungut cukai dimaksud.
 

 
BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
 
Pasal 38


Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.04/2009 tentang Tidak Dipungut Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 532) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.04/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.04/2009 tentang Tidak Dipungut Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1142); dan
2. Ketentuan Pasal 27A Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.04/2010 tentang Tata Cara Pembebasan Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 263) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.04/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.04/2010 tentang Tata Cara Pembebasan Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 237),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
 

Pasal 39


Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
 
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

 

 


  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 Mei 2017
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 8 Mei 2017
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA
 



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 NOMOR 651