Keputusan Dirjen Pajak Nomor : KEP - 586/PJ./2001

Kategori : PPN

Pengenaan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Kendaraan Bermotor Dan Tatacara Pemberian Serta Penatausahaan Pembebasan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Impor Atau Penyerahan Kendaraan Bermotor


KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR KEP - 586/PJ./2001

TENTANG

PENGENAAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS KENDARAAN BERMOTOR DAN TATACARA PEMBERIAN SERTA PENATAUSAHAAN PEMBEBASAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS IMPOR ATAU PENYERAHAN KENDARAAN BERMOTOR

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Menimbang :

 

  1. bahwa dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 460/KMK.03/2001 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 569/KMK.04/2000 tentang Jenis Kendaraan Bermotor Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, telah ditetapkan kembali jenis kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Penjualan Atas Barang mewah serta jenis kendaraan bermotor yang tidak dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah;
  2. bahwa untuk memberikan kejelasan dan kepastian mengenai jenis kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, perlu diatur prosedur pembebasannya;
  3. sehubungan dengan butir a dan butir b di atas, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Pengenaan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Kendaraan Bermotor Dan Tata Cara Pemberian Serta Penatausahaan Pembebasan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Impor Atau Penyerahan Kendaraan Bermotor;

 

Mengingat :

 

  1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 3984);
  2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
  3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 259, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4061);
  4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 145 Tahun 2000 tentang Kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 261, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4063) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4129);
  5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 190/KMK.05/2000 tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 101/KMK.05/1997 tentang Pemberitahuan Pabean;
  6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 569/KMK.04/2000 tentang Jenis Kendaraan Bermotor Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 460/KMK.03/2001;
  7. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-01/PJ.7/1993 tentang Pedoman Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa;
  8. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-12/PJ/1995 tentang Bentuk Dan Isi Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) Dan SPT Masa PPN Bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran Yang Menggunakan Nilai Iain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak, Keterangan Dan Dokumen Yang Harus Dilampirkan, Serta Buku Petunjuk Pengisiannya;
  9. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-199/PJ/2000 tentang Pelaporan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Penyerahan Kendaraan Bermotor;
  10. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-540/PJ/2000 tentang Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Kendaraan Bermotor;

 

 

MEMUTUSKAN :

 

Menetapkan :

 

PENGENAAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS KENDARAAN BERMOTOR DAN TATACARA PEMBERIAN SERTA PENATAUSAHAAN PEMBEBASAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS IMPOR ATAU PENYERAHAN KENDARAAN BERMOTOR.

 

 

Pasal 1

 

Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan:

  1. PPn BM adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
  2. Pabrikan kendaraan bermotor adalah Agen Pemegang Merk/ Agen Tunggal Pemegang Merk/ Distributor,/ Dealer/ Agen/ Showroom/ Industri Perakitan/ Karoseri.
  3. Kendaraan sasis adalah kendaraan dasar yang bisa dimodifikasi menjadi kendaraan bermotor sesuai dengan kegunaannya.
  4. Kendaraan CKD (Completely Knocked Down) adalah kendaraan bermotor dalam keadaan terurai sama sekali yang memiliki sifat utama kendaraannya.
  5. Kendaraan CBU (Completely Built Up) adalah kendaraan bermotor dalam keadaan tidak terbongkar menjadi bagian-bagian termasuk perlengkapannya serta memiliki sifat utama kendaraan bermotor yang bersangkutan.
  6. Kendaraan khusus adalah kendaraan bermotor yang dibuat dan digunakan secara khusus untuk golf, perjalanan di atas salju, di pantai, di gunung, trailer dan semi trailer dari jenis tipe caravan untuk perumahan atau kemah.
  7. Kendaraan angkutan orang adalah kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan penumpang baik lebih dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi maupun kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi, termasuk sedan atau station wagon.
  8. Kendaraan angkutan barang adalah kendaraan bermotor dalam bentuk kendaraan bak terbuka atau kendaraan bak tertutup, dengan jumlah penumpang tidak lebih dari 3 (tiga) orang termasuk pengemudi yang digunakan untuk kegiatan pengangkutan barang baik yang disediakan untuk umum maupun pribadi.
  9. Kendaraan angkutan umum adalah kendaraan bermotor yang digunakan untuk kegiatan pengangkutan orang dan/atau barang yang disediakan untuk umum dengan dipungut bayaran selain dengan cara persewaan, baik dalam trayek maupun tidak dalam trayek, sepanjang menggunakan plat dasar Polisi dengan warna kuning.
  10. Kendaraan protokoler kenegaraan adalah semua jenis kendaraan bermotor yang digunakan untuk keperluan rombongan kepresidenan atau yang digunakan berkenaan dengan penyambutan tamu-tamu kenegaraan, tidak termasuk kendaraan bermotor yang digunakan oleh pejabat atau karyawan.
  11. Kendaraan dinas TNI/POLRI adalah kendaraan bermotor yang digunakan untuk kegiatan dinas TNI atau POLRI.
  12. Kendaraan patroli TNI/POLRI adalah kendaraan bermotor yang digunakan untuk keperluan patroli TNl atau POLRI.

 

 

Pasal 2

 

(1) PPn BM dikenakan atas:
  1. Impor kendaraan bermotor dalam bentuk CBU berupa kendaraan angkutan orang, kendaraan khusus dan kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder lebih dari 250 CC;
  2. Penyerahan kendaraan bermotor hasil perakitan di dalam Daerah Pabean berupa kendaraan angkutan orang, khusus dan kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder lebih dari 250 CC;
  3. Penyerahan kendaraan bermotor berupa kendaraan angkutan orang hasil pengubahan dari kendaraan sasis atau kendaraan angkutan barang.
(2) PPn BM tidak dikenakan atas:
  1. Impor atau penyerahan kendaraan CKD;
  2. Impor atau penyerahan kendaraan sasis;
  3. Impor atau penyerahan kendaraan angkutan barang;
  4. Impor atau penyerahan kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 250 CC.
(3) PPn BM dibebaskan atas impor atau penyerahan kendaraan bermotor berupa:
  1. Kendaraan bermotor yang digunakan untuk kendaraan ambulance, kendaraan jenazah, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan tahanan, kendaraan angkutan umum;
  2. Semua jenis kendaraan bermotor untuk tujuan protokoler kenegaraan, sepanjang dananya berasal dari APBN/APBD;
  3. Semua jenis kendaraan bermotor angkutan lebih dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi, yang digunakan untuk kegiatan dinas TNI/POLRI sepanjang dananya berasal dari APBN/APBD;
  4. Semua jenis kendaraan bermotor yang digunakan untuk keperluan patroli TNI/POLRI sepanjang dananya berasal dari APBN/APBD.

 

 

Pasal 3

 

(1)

PPn BM atas impor kendaraan CBU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a terutang pada saat barang tersebut dimasukkan ke dalam Daerah Pabean, dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar nilai impor yang dipakai sebagai dasar penghitungan Bea Masuk, ditambah Bea Masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan perundang-undangan pabean, dan dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

(2) PPn BM atas penyerahan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b:
  1. terutang pada saat penyerahan kendaraan bermotor hasil perakitan dari pabrikan kendaraan bermotor kepada pihak lain, dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar harga jual yang diminta atau seharusnya diminta;
  2. terutang pada saat penyerahan kendaraan bermotor hasil perakitan dari Industri Perakitan/ Karoseri kepada pihak yang menyuruh melakukan perakitan, dalam hal yang rnenyuruh perakitan adalah pihak selain pabrikan kendaraan bermotor, dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar Nilai Impor kendaraan CKD ditambah biaya perakitan yang diminta atau seharusnya diminta.
(3) PPn BM atas penyerahan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c:
  1. terutang pada saat penyerahan kendaraan bermotor hasil pengubahan dari pabrikan kendaraan bermotor kepada pihak lain, dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar harga jual yang diminta atau seharusnya diminta oleh pabrikan kendaraan bermotor;
  2. terutang pada saat penyerahan kendaraan bermotor hasil pengubahan dari Industri Perakitan/Karoseri kepada pihak yang menyuruh melakukan pengubahan, dalam hal pihak yang menyuruh melakukan pengubahan adalah selain pabrikan kendaraan bermotor, dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar harga kendaraan sasis/kendaraan angkutan barang ditambah nilai penggantian yang diminta atau seharusnya diminta atas pengubahan kendaraan tersebut.

 

 

Pasal 4

 

(1)

Untuk memperoleh pembebasan dari pengenaan PPn BM atas impor atau perolehan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), TNI atau POLRI atau Orang atau Badan atau Pengusaha Angkutan Umum atau pihak lain yang melakukan impor atau yang menerima penyerahan kendaraan bermotor tersebut wajib mempunyai Surat Keterangan Bebas (SKB) PPn BM yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

(2)

Untuk memperoleh SKB sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), TNI atau POLRI atau Orang atau Badan atau Pengusaha Angkutan Umum atau pihak lain wajib mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak.

(3)

Atas permohonan Surat Keterangan Bebas PPn BM sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Direktur Jenderal Pajak memberikan keputusan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja setelah surat permohonan diterima dengan lengkap.

(4)

Ketentuan tentang tatacara pemberian dan penatausahaan SKB PPn BM adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini.

(5)

SKB PPn BM diterbitkan sebelum impor kendaraan bermotor oleh pemohon SKB atau penyerahan kendaraan bermotor kepada pemohon SKB.

 

 

Pasal 5

 

(1)

Dalam hal atas impor atau penyerahan kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan PPn BM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) ternyata telah dipungut PPn BM, importir atau pembeli kendaraan bermotor tersebut dapat mengajukan permohonan restitusi PPn BM yang telah dibayarnya.

(2)

Terhadap PPn BM yang telah dipungut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dimintakan restitusi oleh importir atau pembeli kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat dengan tata cara sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini.

 

 

Pasal 6

 

(1)

Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan lembar ke-tiga Surat Setoran Pajak (SSP) untuk impor kendaraan bermotor yang disampaikan oleh importir kendaraan bermotor sebagai lampiran Surat Pemberitahuan Masa PPN harus dilampiri dengan lampiran PIB yang di persyaratkan, seperti Lembar Lanjutan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) bentuk BC.2.0.

(2)

Atas permintaan pembeli yang akan mengajukan permohonan restitusi PPn BM atas perolehan kendaraan bermotor eks impor kendaraan CBU, penjual kendaraan bermotor diwajibkan membuat surat keterangan yang memuat nama, alamat, dan NPWP importir kendaraan bermotor dimaksud.

 

 

Pasal 7

 

(1)

Dalam hal pabrikan kendaraan bermotor melakukan penjualan kendaraan bermotor yang tergolong mewah kepada pembeli melalui pihak lain seperti distributor, dealer, agen, penyalur, showroom, atau pihak ke tiga lainnya, maka pabrikan kendaraan bermotor harus melakukan pemungutan Pajak PPn BM kepada pihak lain tersebut.

(2) Apabila pembeli telah memiliki atau dapat menunjukan SKB PPn BM, maka:
  1. Pihak lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mengajukan permohonan restitusi PPn BM yang telah dipungut sebelumnya dengan syarat PPn BM yang tercantum dalam Faktur Pajak telah dibayar;
  2. Dasar Pengenaan Pajak sebagai dasar pemungutan Pajak Pertambahan Nilai pada pembeli adalah harga jual, tidak termasuk PPn BM yang telah dipungut sebelumnya.
(3)

Termasuk dalam pengertian penjualan melalui pihak lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah apabila dalam surat perjanjian jual beli atau dokumen yang sejenis dinyatakan bahwa:

  1. Pabrikan kendaraan bermotor menjual melalui pihak lain; atau
  2. Pihak lain bertindak atas nama pabrikan, baik dengan surat kuasa maupun tidak; atau
  3. Klausul lain yang sejenis.

 

 

Pasal 8

 

(1)

Apabila kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan PPn BM, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak impor atau perolehannya dipindahtangankan atau diubah peruntukannya sehingga tidak sesuai dengan tujuan semula, maka PPn BM terutang yang dibebaskan tersebut wajib dibayar kembali dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak kendaraan bermotor tersebut dipindahtangankan atau diubah peruntukannya.

(2)

Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) PPn BM yang terutang tersebut tidak atau kurang dibayar, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) ditambah sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.

 

 

Pasal 9

 

Dalam hal terdapat penyerahan kendaraan bermotor dari pabrikan kendaraan bermotor kepada Distributor atau Dealer atau Agen atau Penyalur dan di antara kedua pihak tersebut terdapat hubungan istimewa dan harga pasar wajar atas penyerahan tersebut tidak diketahui, maka harga pasar wajar atas penyerahan tersebut ditentukan melalui pemeriksaan dengan mengacu pada pedoman pemeriksaan pajak terhadap wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa yang telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

 

 

Pasal 10

 

(1) Dalam hal:
  1. impor kendaraan bermotor dilakukan sebelum tanggal 1 September 2001; atau
  2. penyerahan kendaraan bermotor dilakukan sebelum tanggal 1 September 2001 dan sebagian atau seluruh pembayaran atas penyerahan tersebut dilakukan pada atau setelah tanggal 1 September 2001; atau
  3. seluruh pembayaran atas penyerahan kendaraan bermotor dilakukan sebelum tanggal 1 September 2001 dan penyerahannya dilakukan pada atau setelah tanggal 1 September 2001;
PPn BM terutang dihitung berdasarkan tarif PPn BM sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 569/KMK.04/2000.
(2)

Dalam hal penyerahan kendaraan bermotor dilakukan pada atau setelah tanggal 1 September 2001 dan sebagian pembayaran dilakukan sebelum tanggal 1 September 2001, maka PPn BM terutang dihitung berdasarkan tarif PPn BM sebagaimana dimaksud Keputusan Menteri Keuangan Nomor 460/KMK.03/2001dengan memperhitungkan PPn BM yang telah dipungut pada saat pembayaran sebelum terjadinya penyerahan kendaraan bermotor tersebut.

 

 

Pasal 11

 

Atas permohonan restitusi PPn BM yang diajukan sebelum tanggal 1 September 2001 dan sampai dengan tanggal tersebut belum dapat diselesaikan, agar diselesaikan sesuai dengan tata cara termasuk persyaratan dokumen yang harus dilampirkan sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini dengan memperhatikan batas waktu penyelesaian permohonan tersebut.

 

 

Pasal 12

 

Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 1 September 2001.

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

 



Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Agustus 2001
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

HADI POERNOMO