Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 119 Tahun 2024

Kategori : KUP, PPN

Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 Tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 119 TAHUN 2024

TENTANG

PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 39/PMK.03/2018 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :
  1. bahwa untuk memberikan kepastian hukum dan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan serta menyesuaikan dengan pembaruan sistem administrasi perpajakan yang lebih efektif dan efisien, perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai tata cara pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak;
  2. bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 209/PMK.03/2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak belum menampung kebutuhan penyesuaian tata cara pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak, sehingga perlu diubah;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 17C ayat (7) dan Pasal 17D ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang dan ketentuan Pasal 16G huruf c dan huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang perubahan ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak;

Mengingat :
  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
  3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
  4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 225, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6954);
  5. Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2018 tentang Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 74);
  6. Peraturan Presiden Nomor 158 Tahun 2024 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 354);
  7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 514) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 209/PMK.03/2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1473);
  8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 977);

MEMUTUSKAN:


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 39/PMK.03/2018 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK.


Pasal I


Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 514) yang telah beberapa kali diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan:
a. Nomor 117/PMK.03/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 934); dan
b. Nomor 209/PMK.03/2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1473),
diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan angka 1, angka 2, dan angka 7 Pasal 1 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan
  1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan  Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
  2. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
  3. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
  4. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya, termasuk kontrak investasi kolektif, bentuk usaha tetap, serta kantor perwakilan perusahaan asing dan kontrak investasi bersama.
  5. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
  6. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN dan perubahannya.
  7. Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak yang selanjutnya disebut Pengembalian Pendahuluan adalah pengembalian kelebihan pembayaran pajak berbasis risiko hukum dan kepatuhan Wajib Pajak dalam ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C atau Pasal 17D Undang-Undang KUP, atau Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN.
  8. Wajib Pajak yang Memenuhi Kriteria Tertentu yang dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak yang selanjutnya disebut Wajib Pajak Kriteria Tertentu adalah Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C Undang-Undang KUP.
  9. Wajib Pajak yang Memenuhi Persyaratan Tertentu yang dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak yang selanjutnya disebut Wajib Pajak Persyaratan Tertentu adalah Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D Undang-Undang KUP.
  10. Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Kegiatan Tertentu dan Telah Ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah yang selanjutnya disebut dengan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah adalah Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN.
  11. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang KUP.
  12. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
  13. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak.
  14. Surat Pemberitahuan yang selanjutnya disingkat SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perpajakan.
  15. SPT Tahunan adalah SPT untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
  16. SPT Masa adalah SPT untuk suatu Masa Pajak.
  17. Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
  18. Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar daerah pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak.
  19. Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat NTPN adalah nomor yang tertera pada bukti penerimaan negara yang diterbitkan melalui modul penerimaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perbendaharaan negara.
  20. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak yang selanjutnya disingkat SKPPKP adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.
  21. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disingkat Kanwil DJP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Pajak.
  22. Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
 
2. Ketentuan ayat (1) Pasal 4 diubah dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (1a) sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 4


(1) Untuk dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), Wajib Pajak mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak secara elektronik melalui portal Wajib Pajak paling lambat tanggal 10 Januari.
(1a) Dalam hal permohonan penetapan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu tidak dapat disampaikan secara elektronik melalui portal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak dapat menyampaikan permohonan penetapan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu:
a. secara langsung; atau
b. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir,
ke KPP, kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan, atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian atas pemenuhan kriteria Wajib Pajak Kriteria Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan menerbitkan:
a. keputusan penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu, dalam hal Wajib Pajak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3; atau
b. pemberitahuan kepada Wajib Pajak mengenai penolakan permohonan, dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
(3) Penerbitan keputusan penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu atau pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan paling lama 1 (satu) bulan setelah diterimanya permohonan penetapan.
(4) Apabila sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan atau pemberitahuan, permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu.
(5) Berdasarkan data dan/atau informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktorat Jenderal Pajak, Direktur Jenderal Pajak menetapkan Wajib Pajak sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu secara jabatan dengan menerbitkan keputusan penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu.
   
3. Ketentuan ayat (5), ayat (7), ayat (8), ayat (9), ayat (10), dan ayat (11) Pasal 6 diubah dan di antara ayat (8) dan ayat (9) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (8a), sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 6


(1) Permohonan Pengembalian Pendahuluan yang diajukan sejak Wajib Pajak ditetapkan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri ini, diproses sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri ini.
(2) Untuk dapat memperoleh Pengembalian Pendahuluan, Wajib Pajak Kriteria Tertentu harus mengajukan permohonan dengan cara mengisi kolom Pengembalian Pendahuluan dalam SPT.
(3) Berdasarkan permohonan Pengembalian Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak terlebih dahulu melakukan penelitian kewajiban formal Pengembalian Pendahuluan, yaitu meliputi:
a. penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu masih berlaku;
b. Wajib Pajak tidak terlambat menyampaikan SPT Tahunan;
c. Wajib Pajak tidak terlambat menyampaikan SPT Masa untuk suatu jenis pajak dalam 2 (dua) Masa Pajak berturut-turut;
d. Wajib Pajak tidak terlambat menyampaikan SPT Masa untuk suatu jenis pajak dalam 3 (tiga) Masa Pajak dalam 1 (satu) tahun kalender;
e. laporan keuangan Wajib Pajak pada suatu Tahun Pajak setelah ditetapkan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawas keuangan pemerintah dan memperoleh pendapat wajar tanpa pengecualian; dan
f. Wajib Pajak tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka atau tindakan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
(4) Dalam hal Wajib Pajak Kriteria Tertentu tidak memenuhi ketentuan kewajiban formal Pengembalian Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), terhadap Wajib Pajak tidak diberikan Pengembalian Pendahuluan.
(5) Dalam hal Wajib Pajak Kriteria Tertentu memenuhi ketentuan kewajiban formal Pengembalian Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti dengan melakukan penelitian terhadap:
a. kebenaran penulisan dan penghitungan pajak;
b. bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan dan/atau bukti pembayaran Pajak Penghasilan yang dikreditkan Wajib Pajak pemohon;
c. Pajak Masukan yang dikreditkan dan/atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak pemohon; dan
d. pemenuhan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4b) Undang-Undang PPN, dalam hal permohonan Pengembalian Pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan pada Masa Pajak selain akhir tahun buku.
(6) Penelitian terhadap kebenaran penulisan dan penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dilakukan dengan memastikan kebenaran penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan/atau pembagian suatu bilangan dalam penghitungan pajak.
(7) Penelitian terhadap bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan dan/atau bukti pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dilakukan untuk memastikan:
a. bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan telah diterbitkan melalui sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak;
b. dokumen yang dipersamakan dengan bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan yang diterbitkan tidak melalui sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak telah tervalidasi dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
c. pajak yang tercantum dalam bukti pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan yang dibayar sendiri:
1. telah divalidasi dengan NTPN dalam hal pembayaran dilakukan dengan menggunakan surat setoran pajak; dan/atau
2. telah tervalidasi dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak dalam hal pembayaran menggunakan sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak.
(8) Penelitian terhadap Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c dilakukan untuk memastikan:
a. Pajak Masukan yang dikreditkan oleh Wajib Pajak Kriteria Tertentu:
1. tercantum dalam Faktur Pajak yang telah diunggah ke sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak dan telah memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak;
2. tercantum dalam dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang telah dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan telah tervalidasi dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
3. tercantum dalam dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang telah dilaporkan oleh pihak lain sebagaimana diatur dalam Pasal 32A Undang-Undang KUP dalam SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
dan/atau
b. Pajak Masukan yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak Kriteria Tertentu:
1. telah divalidasi dengan NTPN dalam hal pembayaran dilakukan dengan menggunakan surat setoran pajak; dan/atau
2. telah tervalidasi dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak dalam hal pembayaran dengan menggunakan sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak.
(8a) Penelitian terhadap pemenuhan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf d dilakukan untuk memastikan Wajib Pajak Kriteria Tertentu melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4b) Undang-Undang PPN pada Masa Pajak yang diajukan permohonan Pengembalian Pendahuluan, kecuali pada Masa Pajak akhir tahun buku.
(9) Berdasarkan penelitian terhadap bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan dan/atau bukti pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), penghitungan kelebihan pembayaran pajak dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan dan/atau bukti pembayaran Pajak Penghasilan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan tidak dikreditkan dalam SPT Wajib Pajak pemohon, tidak diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak; dan/atau
b. bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan dan/atau bukti pembayaran Pajak Penghasilan dikreditkan dalam SPT Wajib Pajak pemohon dan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), tidak diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak.
(10) Berdasarkan penelitian terhadap Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), penghitungan kelebihan pembayaran pajak dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pajak Masukan dikreditkan Wajib Pajak pemohon dan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), tidak diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak; dan/atau
b. Pajak Masukan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan tidak dikreditkan Wajib Pajak pemohon, tidak diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak.
(11) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada:
a. ayat (5) huruf a dan huruf b untuk Pengembalian Pendahuluan Pajak Penghasilan; atau
b. ayat (5) huruf a, huruf c, dan huruf d untuk Pengembalian Pendahuluan Pajak Pertambahan Nilai.
Direktur Jenderal Pajak memberikan Pengembalian Pendahuluan kepada Wajib Pajak.
    
4. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 8


(1) Dalam hal jumlah kelebihan pembayaran pajak pada SKPPKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a tidak sama dengan jumlah dalam permohonan Pengembalian Pendahuluan, Wajib Pajak Kriteria Tertentu dapat mengajukan kembali permohonan Pengembalian Pendahuluan atas selisih kelebihan pembayaran pajak yang belum dikembalikan melalui surat tersendiri.
(2) Permohonan melalui surat tersendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui portal Wajib Pajak.
(3) Dalam hal permohonan melalui surat tersendiri tidak dapat disampaikan secara elektronik melalui portal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib Pajak dapat menyampaikan permohonan melalui surat tersendiri:
a. secara langsung; atau
b. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir,
ke KPP, kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan, atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(4) Ketentuan mengenai tindaklanjut permohonan Pengembalian Pendahuluan yang diajukan sejak Wajib Pajak ditetapkan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) sampai dengan ayat (11) berlaku secara mutatis mutandis terhadap tindaklanjut atas permohonan melalui surat tersendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
     
5. Ketentuan ayat (2), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), dan ayat (8) Pasal 10 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 10


(1) Untuk dapat memperoleh Pengembalian Pendahuluan, Wajib Pajak Persyaratan Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) harus mengajukan permohonan dengan cara mengisi kolom Pengembalian Pendahuluan dalam SPT.
(2) Berdasarkan permohonan Pengembalian Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian terhadap:
a. kebenaran penulisan dan penghitungan pajak;
b. bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan dan/atau bukti pembayaran Pajak Penghasilan yang dikreditkan Wajib Pajak pemohon; dan
c. Pajak Masukan yang dikreditkan dan/atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak pemohon.
(3) Penelitian terhadap kebenaran penulisan dan penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan dengan memastikan kebenaran penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan/atau pembagian suatu bilangan dalam penghitungan pajak.
(4) Penelitian terhadap bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan dan/atau bukti pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan untuk memastikan:
a. bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan telah diterbitkan melalui sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak;
b. dokumen yang dipersamakan dengan bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan yang diterbitkan tidak melalui sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak telah tervalidasi dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
c. pajak yang tercantum dalam bukti pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun pajak berjalan yang dibayar sendiri:
1. telah divalidasi dengan NTPN dalam hal pembayaran dilakukan dengan menggunakan surat setoran pajak; dan/atau
2. telah tervalidasi dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak dalam hal pembayaran menggunakan sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak.
(5) Penelitian terhadap Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan untuk memastikan:
a. Pajak Masukan yang dikreditkan oleh Wajib Pajak Persyaratan Tertentu:
1. tercantum dalam Faktur Pajak yang telah diunggah ke sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak dan telah memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak;
2. tercantum dalam dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang telah dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak dan telah tervalidasi dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
3. tercantum dalam dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang telah dilaporkan oleh pihak lain sebagaimana diatur dalam Pasal 32A Undang-Undang KUP dalam SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
dan/atau
b. Pajak Masukan yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak Persyaratan Tertentu:
1. telah divalidasi dengan NTPN dalam hal pembayaran dilakukan dengan menggunakan surat setoran pajak; dan/atau
2. telah tervalidasi dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak dalam hal pembayaran menggunakan sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak.
(6) Berdasarkan penelitian terhadap bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan dan/atau bukti pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penghitungan kelebihan pembayaran pajak memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
a. bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan dan/atau bukti pembayaran Pajak Penghasilan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan tidak dikreditkan dalam SPT Wajib Pajak pemohon, tidak diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak; dan/atau
b. bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan dan/atau bukti pembayaran Pajak Penghasilan dikreditkan dalam SPT Wajib Pajak pemohon dan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), tidak diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak.
(7) Berdasarkan penelitian terhadap Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), penghitungan kelebihan pembayaran pajak dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pajak Masukan dikreditkan Wajib Pajak pemohon dan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), tidak diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak; dan/atau
b. Pajak Masukan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan tidak dikreditkan Wajib Pajak pemohon, tidak diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak.
(8) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada:
a. ayat (2) huruf a dan huruf b untuk Pengembalian Pendahuluan Pajak Penghasilan; atau
b. ayat (2) huruf a, dan huruf c untuk Pengembalian Pendahuluan Pajak Pertambahan Nilai.
Direktur Jenderal Pajak memberikan Pengembalian Pendahuluan kepada Wajib Pajak.
    
6. Ketentuan Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 12


(1) Dalam hal jumlah kelebihan pembayaran pajak pada SKPPKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a tidak sama dengan jumlah dalam permohonan Pengembalian Pendahuluan, Wajib Pajak Kriteria Tertentu dapat mengajukan kembali permohonan Pengembalian Pendahuluan atas selisih kelebihan pembayaran pajak yang belum dikembalikan melalui surat tersendiri.
(2) Permohonan melalui surat tersendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui portal Wajib Pajak.
(3) Dalam hal permohonan melalui surat tersendiri tidak dapat disampaikan secara elektronik melalui portal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib Pajak dapat menyampaikan permohonan melalui surat tersendiri:
a. secara langsung; atau
b. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir,
ke KPP, kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan, atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(4) Ketentuan mengenai tindaklanjut permohonan Pengembalian Pendahuluan yang diajukan sejak Wajib Pajak ditetapkan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) sampai dengan ayat (8) berlaku secara mutatis mutandis terhadap tindaklanjut atas permohonan melalui surat tersendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
   
7. Ketentuan ayat (1) Pasal 13 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 13


(1) Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c yang melakukan kegiatan tertentu, diberikan Pengembalian Pendahuluan atas kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai pada setiap Masa Pajak.
(2) Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
b. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah;
c. Pengusaha Kena Pajak yang telah ditetapkan sebagai Mitra Utama Kepabeanan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai Mitra Utama Kepabeanan;
d. Pengusaha Kena Pajak yang telah ditetapkan sebagai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator) sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator);
e. pabrikan atau produsen selain Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, yang memiliki tempat untuk melakukan kegiatan produksi;
f. Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf d;
g. Pedagang Besar Farmasi yang memiliki:
1. Sertifikat Distribusi Farmasi atau Izin Pedagang Besar Farmasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pedagang besar farmasi; dan
2. Sertifikat Cara Distribusi Obat yang Baik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai cara distribusi obat yang baik;
h. Distributor Alat Kesehatan yang memiliki:
1. Sertifikat Distribusi Alat Kesehatan atau Izin Penyalur Alat Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyalur alat kesehatan; dan
2. Sertifikat Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai cara distribusi alat kesehatan yang baik;
atau
i. perusahaan yang dimiliki secara langsung oleh Badan Usaha Milik Negara dengan kepemilikan saham lebih dari 50% (lima puluh persen) yang laporan keuangannya dikonsolidasikan dengan laporan keuangan Badan Usaha Milik Negara induk sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
(3) Kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
b. penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai;
c. penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut;
d. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan/atau
e. ekspor Jasa Kena Pajak.
(4) Untuk dapat ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Kena Pajak harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Pengusaha Kena Pajak merupakan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), selain Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f;
b. Pengusaha Kena Pajak telah menyampaikan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai selama 12 (dua belas) bulan terakhir;
c. Pengusaha Kena Pajak tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan; dan
d. Pengusaha Kena Pajak tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
   
8. Ketentuan ayat (1), ayat (5), dan ayat (8) Pasal 14 diubah dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (1a), sehingga Pasal 14 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 14


(1) Untuk dapat ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4), Pengusaha Kena Pajak mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak secara elektronik melalui portal Wajib Pajak.
(1a) Dalam hal permohonan penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah tidak dapat disampaikan secara elektronik melalui portal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Kena Pajak dapat menyampaikan permohonan penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah:
a. secara langsung; atau
b. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir,
ke KPP, kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan, atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan kelengkapan dokumen sebagai berikut:
a. untuk Pengusaha Kena Pajak Mitra Utama Kepabeanan, dilampiri surat penetapan sebagai Mitra Utama Kepabeanan;
b. untuk Pengusaha Kena Pajak Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator), dilampiri surat penetapan sebagai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator);
c. untuk pabrikan atau produsen, dilampiri surat pernyataan mengenai keberadaan tempat untuk melakukan kegiatan produksi;
d. untuk Pedagang Besar Farmasi, dilampiri Sertifikat Distribusi Farmasi atau Izin Pedagang Besar Farmasi, dan Sertifikat Cara Distribusi Obat yang Baik;
e. untuk Distributor Alat Kesehatan, dilampiri Sertifikat Distribusi Alat Kesehatan atau Izin Penyalur Alat Kesehatan, dan Sertifikat Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik; atau
f. untuk perusahaan yang dimiliki secara langsung oleh Badan Usaha Milik Negara, dilampiri Laporan Keuangan Konsolidasi Badan Usaha Milik Negara induk yang telah diaudit oleh auditor independen untuk tahun pajak terakhir sebelum permohonan diajukan.
(3) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4).
(4) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal Pajak memberikan keputusan berupa:
a. menerima permohonan Pengusaha Kena Pajak dengan menerbitkan keputusan penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah, dalam hal permohonan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam 13 ayat (4); atau
b. menolak permohonan Pengusaha Kena Pajak dengan menerbitkan pemberitahuan penolakan dimaksud, dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam 13 ayat (4).
(5) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap.
(6) Apabila sampai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berakhir, Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap dikabulkan; dan
b. Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan keputusan penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah.
(7) Berdasarkan data dan/atau informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktorat Jenderal Pajak, Direktur Jenderal Pajak menetapkan Pengusaha Kena Pajak sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah secara jabatan dengan menerbitkan keputusan penetapan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah.
(8) Terhadap Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi ketentuan Wajib Pajak Persyaratan Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf f merupakan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pengusaha Kena Pajak dimaksud tidak perlu menyampaikan permohonan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
b. Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan keputusan penetapan secara jabatan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah.
   
9. Ketentuan ayat (3), ayat (5), dan ayat (6) Pasal 16 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 16


(1) Permohonan Pengembalian Pendahuluan yang diajukan sejak Pengusaha Kena Pajak ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri ini, diproses sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri ini.
(2) Untuk memperoleh Pengembalian Pendahuluan, Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah harus mengajukan permohonan dengan cara mengisi kolom Pengembalian Pendahuluan dalam SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai.
(3) Berdasarkan permohonan Pengembalian Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Pajak terlebih dahulu melakukan penelitian kewajiban formal Pengembalian Pendahuluan, yaitu meliputi:
a. penetapan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah masih berlaku, kecuali Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (8);
b. Pengusaha Kena Pajak tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan; dan
c. Pengusaha Kena Pajak tidak dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
(4) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah tidak memenuhi ketentuan kewajiban formal Pengembalian Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), terhadap Pengusaha Kena Pajak tidak diberikan Pengembalian Pendahuluan.
(5) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti dengan melakukan penelitian terhadap:
a. pemenuhan kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3);
b. kebenaran penulisan dan penghitungan pajak;
c. Pajak Masukan yang dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah:
1. tercantum dalam Faktur Pajak yang telah diunggah ke sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak yang membuat  Faktur  Pajak  dan  telah memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak;
2. tercantum dalam dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang telah dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak dan telah tervalidasi dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
3. tercantum dalam dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang telah dilaporkan oleh pihak lain sebagaimana diatur dalam Pasal 32A Undang-Undang KUP dalam SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
dan
d. Pajak Masukan yang dibayar sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah:
1. telah divalidasi dengan NTPN dalam hal pembayaran dilakukan dengan menggunakan surat setoran pajak; dan/atau
2. telah tervalidasi dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak dalam hal pembayaran dengan menggunakan sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak.
(6) Penelitian terhadap pemenuhan kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dilakukan untuk memastikan Pengusaha Kena Pajak melakukan kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) pada Masa Pajak yang diajukan permohonan Pengembalian Pendahuluan termasuk pada akhir tahun buku.
(7) Penelitian terhadap kebenaran penulisan dan penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dilakukan dengan memastikan kebenaran penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan/atau pembagian suatu bilangan dalam penghitungan pajak.
(8) Pajak Masukan yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c dan huruf d tidak diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak.
(9) Hasil penelitian terhadap pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) digunakan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai dasar untuk memberikan Pengembalian Pendahuluan kepada Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah.
       
10. Ketentuan Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 18


(1) Dalam hal jumlah kelebihan pembayaran pajak pada SKPPKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a tidak sama dengan jumlah dalam permohonan Pengembalian Pendahuluan, Wajib Pajak Kriteria Tertentu dapat mengajukan kembali permohonan Pengembalian Pendahuluan atas selisih kelebihan pembayaran pajak yang belum dikembalikan melalui surat tersendiri.
(2) Permohonan melalui surat tersendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui portal Wajib Pajak.
(3) Dalam hal permohonan melalui surat tersendiri tidak dapat disampaikan secara elektronik melalui portal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib Pajak dapat menyampaikan permohonan melalui surat tersendiri:
a. secara langsung; atau
b. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir,
ke KPP, kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan, atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(4) Ketentuan mengenai tindaklanjut permohonan Pengembalian Pendahuluan yang diajukan sejak Wajib Pajak ditetapkan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) sampai dengan ayat (9) berlaku secara mutatis mutandis terhadap tindaklanjut atas permohonan melalui surat tersendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
   
11. Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 19


(1) Dalam hal Wajib Pajak Kriteria Tertentu juga merupakan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), tata cara Pengembalian Pendahuluan Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak selain akhir tahun buku dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 sampai dengan Pasal 18.
(2) Dalam hal SPT Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah diajukan permohonan pengembalian pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 16 ayat (2) dilakukan pemeriksaan dan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4f) Undang-Undang PPN.
(3) Dalam hal Wajib Pajak Kriteria Tertentu, Wajib Pajak Persyaratan Tertentu, atau Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah menyampaikan SPT yang menyatakan lebih bayar dan SPT tersebut:
a. tidak disertai permohonan Pengembalian Pendahuluan; dan
b. tidak disertai permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP,
SPT tersebut ditindaklanjuti berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang KUP.
(4) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang disampaikan Wajib Pajak orang pribadi dengan nilai lebih bayar paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 12.
(5) Dalam hal SPT Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan pemeriksaan dan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, diberikan pengurangan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang- Undang KUP menjadi sebesar sanksi administratif berupa bunga berdasarkan Pasal 13 ayat (2) Undang- Undang KUP.
(6) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian terhadap permohonan Pengembalian Pendahuluan tidak diterbitkan SKPPKP, terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak ditindaklanjuti berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP.
      
12. Di antara Pasal 21 dan Pasal 22 disisipkan 1 (satu) Pasal, yakni Pasal 21A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 21A


Direktur Jenderal Pajak dapat melimpahkan kewenangan dalam bentuk delegasi kepada pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan ayat (5), Pasal 5 ayat (3), Pasal 6 ayat (3) dan ayat (5), Pasal 7 ayat (1), Pasal 10 ayat (2), Pasal 11 ayat (1), Pasal 14 ayat (3),ayat (4) dan ayat (7), Pasal 15 ayat (3), Pasal 16 ayat (3) dan ayat (5), Pasal 17 ayat (1), dan Pasal 20.
   
13. Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 22


Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 209/PMK.03/2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak diubah dan ketentuan mengenai contoh format:
a. permohonan penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1);
b. permohonan penetapan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1);
c. keputusan penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a;
d. keputusan penetapan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) huruf a;
e. surat pemberitahuan penolakan permohonan penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b;
f. surat pemberitahuan penolakan permohonan penetapan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) huruf b;
g. keputusan pencabutan penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3);
h. keputusan pencabutan penetapan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3);
i. SKPPKP bagi Wajib Pajak Kriteria Tertentu atau Persyaratan Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) untuk Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi bernilai Lebih Bayar;
j. SKPPKP bagi Wajib Pajak Kriteria Tertentu atau Persyaratan Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) untuk Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Badan bernilai Lebih Bayar;
k. SKPPKP bagi:
1. Wajib Pajak Kriteria Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1); atau
2. Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1);
yang menyampaikan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai lebih bayar;
l. permohonan Pengembalian Pendahuluan atas selisih kelebihan pembayaran pajak yang belum dikembalikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), Pasal 12 ayat (1), dan Pasal 18 ayat (1); dan
m. surat pemberitahuan tidak dapat diberikan Pengembalian Pendahuluan atau tidak terdapat kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, Pasal 11 ayat (1) huruf b, dan Pasal 17 ayat (1) huruf b,
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal II


1. Terhadap permohonan Pengembalian Pendahuluan yang belum diselesaikan pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, diselesaikan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 209/PMK.03/2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak.
2. Terhadap permohonan Pengembalian Pendahuluan atas Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak sampai dengan Tahun Pajak 2024 yang disampaikan setelah berlakunya Peraturan Menteri ini, diselesaikan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 209/PMK.03/2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak.
3. Terhadap permohonan Pengembalian Pendahuluan atas Masa Pajak sampai dengan Masa Pajak Desember 2024, yang disampaikan melebihi jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dan disampaikan setelah berlakunya Peraturan Menteri ini, diselesaikan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 209/PMK.03/2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak.
4. Terhadap permohonan Pengembalian Pendahuluan yang disampaikan melalui pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai atas Masa Pajak sampai dengan Masa Pajak Desember 2024 dan disampaikan setelah berlakunya Peraturan Menteri ini, diselesaikan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 209/PMK.03/2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri  Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak.
5. Administrasi yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk penetapan dan pemrosesan permohonan Pengembalian Pendahuluan setelah berlakunya Peraturan Menteri ini, dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21A Peraturan Menteri ini.
6. Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2025.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Desember 2024
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

SRI MULYANI INDRAWATI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2024
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM REPUBLIK INDONESIA,

ttd

DHAHANA PUTRA




BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR 1018