Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan kepastian hukum dalam pemberian dan penatausahaan Pajak Pertambahan Nilai dibebaskan atas impor dan atau penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 10/KMK.04/2001 tentang Pemberian dan Penatausahaan Pajak Pertambahan Nilai Dibebaskan Atas Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu;
MEMUTUSKAN :
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 10/KMK.04/2001 TENTANG PEMBERIAN DAN PENATAUSAHAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DIBEBASKAN ATAS IMPOR DAN ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU DAN ATAU PENYERAHAN JASA KENA PAJAK TERTENTU.;
Beberapa ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 10/KMK.04/2001 tentang Pemberian dan Penatausahaan Pajak Pertambahan Nilai Dibebaskan atas Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu diubah sebagai berikut :
Ketentuan Pasal 3 ayat (3), ayat (5) dan ayat (7) diubah, dan diantara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan ayat baru yaitu ayat (3a), sehingga keseluruhan Pasal 3 berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 3
(1) |
TNI atau POLRI yang melakukan impor Barang Kena Pajak Tertentu berupa senjata, amunisi, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, kendaraan lapis baja, kendaraan angkutan khusus lainnya, untuk keperluan TNI dan POLRI, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a, yang belum dibuat di dalam negeri, wajib mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak. |
(2) |
PT. PINDAD yang melakukan impor Barang Kena Pajak Tertentu berupa komponen atau bahan yang diperlukan dalam pembuatan senjata dan amunisi untuk keperluan TNI dan POLRI, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a, yang belum dibuat di dalam negeri, wajib mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak. |
(3) |
Orang atau badan yang melakukan impor Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf b, d, e dan f, wajib mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak. |
(3a) |
Orang atau badan yang melakukan impor Barang Kena Pajak Tertentu berupa buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf c, tidak diwajibkan mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai, kecuali untuk impor buku-buku tertentu yang memerlukan pengesahan sebagai buku pelajaran umum atau buku pelajaran agama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 3 ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 353/KMK.03/2001 tentang Batasan Buku-buku Pelajaran Umum, Kitab Suci Dan Buku-buku Pelajaran Agama Yang Atas Impor Dan Atau Penyerahannya Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. |
(4) |
TNI yang melakukan impor Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf g wajib mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
|
(5) | Permohonan untuk memperoleh Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai atas impor Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam : |
|
|
(6) |
Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf d, e, dan f yang diimpor oleh orang atau badan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus terkait langsung dengan bidang usaha atau kegiatan orang atau badan yang mengimpor. |
(7) |
Atas impor Barang Kena Pajak Tertentu yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak diperlukan Surat Setoran Pajak." |
Ketentuan Pasal 4 ayat (3) dan ayat (6) diubah, dan diantara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan ayat baru yaitu ayat (3a), sehingga keseluruhan Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 4
(1) |
TNI atau POLRI yang menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu berupa senjata, amunisi, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, kendaraan lapis baja, kendaraan angkutan khusus lainnya, untuk keperluan TNI dan POLRI, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a wajib mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak. |
(2) |
PT. PINDAD yang menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu berupa komponen atau bahan yang diperlukan dalam pembuatan senjata dan amunisi untuk keperluan TNI dan POLRI, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a, wajib mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak. |
(3) |
Orang atau badan yang menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf b, d, e dan f, wajib mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak. |
(3a) |
Orang atau badan yang melakukan penyerahan atau menerima penyerahan atau menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu berupa buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf c, tidak diwajibkan mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai, kecuali untuk penyerahan buku-buku tertentu yang memerlukan pengesahan sebagai buku pelajaran umum atau buku pelajaran agama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 3 ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 353/KMK.03/2001 tentang Batasan Buku-buku Pelajaran Umum, Kitab Suci Dan Buku-buku Pelajaran Agama Yang Atas Impor Dan Atau Penyerahannya Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. |
(4) |
TNI yang menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka1 huruf g wajib mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak. |
(5) |
Orang atau badan yang menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf h tidak diwajibkan mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak |
(6) |
Permohonan untuk memperoleh Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai atas pembelian Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam : |
|
|
(7) |
Pengusaha yang menyerahkan Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a, b, c, d, e, f, g, dan h wajib melaporkan usahanya kepada Direktur Jenderal Pajak untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. |
(8) |
Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf d, e, dan f yang diterima atau diperoleh oleh orang atau badan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus terkait langsung dengan bidang usaha atau kegiatan orang atau badan yang mengimpor tersebut. |
(9) |
Orang atau badan yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 wajib menerbitkan Faktur Pajak Yang Pajak Pertambahan Nilainya dibebaskan." |
Ketentuan Pasal 7 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 7 berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 7
(1) |
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang pada saat impor dan atau pada saat perolehan Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf d, huruf e dan huruf f harus disetor Ke Kas Negara apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak impor dan atau perolehan Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf d, huruf e, dan huruf f , ternyata dijual atau digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain, baik sebagian atau seluruhnya. |
(2) |
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus disetorkan ke Kas Negara dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Barang Kena Pajak tersebut dijual atau digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain, dengan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk selama-lamanya 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung mulai saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai yang dibebaskan sampai dengan dilakukannya penyetoran. |
(3) |
Kepada Pengusaha Kena Pajak yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Keterangan Pajak Kurang Bayar sebesar Pajak Pertambahan Nilai yang dibebaskan ditambah sanksi administrasi berupa bunga 2 % (dua persen) sebulan untuk selama-lamanya 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung mulai saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai yang dibebaskan sampai dengan diterbitkannya Surat Keterangan Pajak Kurang Bayar." |
Mengubah Lampiran III dan Lampiran IV, sehingga menjadi sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I dan Lampiran II Keputusan Menteri Keuangan ini.
Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Maret 2002.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 Februari 2002
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd,
BOEDIONO
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.