1   2   3   4   5

 

 

II.

PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 ATAS UANG PENSIUN YANG DIBAYARKAN SECARA BERKALA (BULANAN)

 

 

II.1

Penghitungan PPh Pasal 21 Pada Tahun Pertama Dibayarkannya Uang Pensiun Secara Bulanan

 

 

II.1.1

Penghitungan PPh Pasal 21 di Tempat Pemberi Kerja Sebelum Pensiun.

 

Apabila waktu pensiun sudah dapat diketahui dengan pasti pada awal tahun, misalnya berdasarkan ketentuan yang berlaku di tempat pemberi kerja yang dikaitkan dengan usia pegawai yang bersangkutan, maka penghitungan PPh Pasal 21 terutang sebulan dihitung berdasarkan penghasilan kena pajak yang akan diperoleh dalam periode dimana pegawai yang bersangkutan akan bekerja dalam tahun berjalan sebelum memasuki masa pensiun.

 

Namun demikian, apabila waktu pensiun belum dapat diketahui dengan pasti pada waktu menghitung PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap bulan, maka perhitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada penghasilan neto yang disetahunkan, seperti pada Contoh II.6. Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai yang Pindah Kerja Dalam Tahun Berjalan.

 

Contoh :

Rizal Alanif, berstatus kawin dengan 2 (dua) orang anak yang masih menjadi tanggungan, bekerja sebagai pegawai tetap pada PT Mumtaza Aljazirah dengan gaji sebulan sebesar Rp 5.000.000,00. Rizal setiap bulan membayar iuran pensiun sebesar Rp 250.000,00 ke Dana Pensiun Dana Artha Kelola yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Berdasarkan ketentuan yang berlaku di Mumtaza Aljazirah terhitung mulai 1 Juli 2006, Rizal Alhanif akan memasuki masa pensiun.

 

Penghitungan PPh Pasal 21 sebulan :

 

 

Gaji sebulan

Rp

5.000.000,00

 

Pengurangan :

 

 

1.

Biaya jabatan =

5% x Rp 5.000.000,00 = Rp 250.000,00

 

 

 

maksimum diperkenankan

Rp

108.000,00

 

 

2.

Iuran pensiun

Rp

250.000,00

 

 

 

 

 

 

Rp

358.000,00

Penghasilan neto sebulan

Rp

4.642.000,00

 

Penghasilan Neto 6 bulan (masa bekerja Januari s.d. Juni 2006)

Rp 4.642.000,00 x 6

Rp

27.852.000,00

 

PTKP

 

 

-

untuk WP sendiri

Rp

13.200.000,00

 

 

-

tambahan karena menikah

Rp

1.200.000,00

 

 

-

tambahan untuk 2 orang anak

Rp

2.400.000,00

 

 

 

Rp

16.800.000,00

Penghasilan Kena Pajak

Rp

11.052.000,00

 

PPh Pasal 21 terutang : 5% x 11.052.000,00

Rp

552.600,00

PPh Pasal 21 terutang sebulan : Rp 552.600,00 : 6

Rp

92.100,00

 

 

 

Pada saat Rizal Alhanif berhenti bekerja dan memasuki masa pensiun, maka pemberi kerja memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Form 1721 A1) dengan data sebagai berikut :

 

 

Gaji selama 6 bulan : 6 x Rp 5.000.000,00

Rp

30.000.000,00

 

Pengurangan :

 

 

1.

Biaya Jabatan

5% x Rp 30.000.000,00 = Rp 1.500.000,00

 

 

 

,maksimum diperkenankan

 

 

 

 

 

6 x Rp 108.000,00

Rp

648.000,00

 

 

2.

Iuran pensiun

 

 

 

 

 

6 x Rp 250.000,00

Rp

1.500.000,00

 

 

 

 

 

 

Rp

2.148.000,00

Penghasilan Neto selama 6 bulan

Rp

27.852.000,00

 

PTKP

 

 

-

untuk WP sendiri

Rp

13.200.000,00

 

 

-

tambahan karena menikah

Rp

1.200.000,00

 

 

-

tambahan untuk 2 orang anak

Rp

2.400.000,00

 

 

 

Rp

16.800.000,00

Penghasilan Kena Pajak

Rp

11.052.000,00

 

PPh Pasal 21 terutang (5% x 11.052.000,00)

Rp

552.600,00

PPh Pasal 21 telah dipotong (6 x Rp 92.100,00)

Rp

552.600,00

PPh Pasal 21 kurang (lebih) dipotong

Rp

NIHIL

 

 

II.1.2

Penghitungan PPh Pasal 21 oleh Dana Pensiun yang Membayarkan Uang Pensiun Bulanan.

 

Selanjutnya, mulai bulan Juli 2006 Rizal Alhanif memperoleh uang pensiun dari Dana Pensiun Dana Artha Kelola sebesar Rp 3.000.000,00 sebulan. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang atas uang pensiun adalah sebagai berikut.

 

 

 

Pensiun sebulan adalah

Rp

3.000.000,00

 

Pengurangan :

 

 

Biaya pensiun 5% x Rp 3.000.000,00 = Rp 150.000,00

 

 

Maksimum diperkenankan

Rp

36.000,00

Penghasilan neto sebulan

Rp

2.964.000,00

 

Penghasilan neto Juli s.d. Des 2006

 

 

6 x Rp 2.964.000,00

Rp

17.784.000,00

 

Penghasilan neto dari Mumtaza Aljazirah

sesuai dgn bukti pemotongan PPh Pasal 21 adalah

 

Rp

 

27.852.000,00

Jumlah penghasilan neto tahun 2006

Rp

45.636.000,00

 

PTKP

 

 

-

untuk WP sendiri

Rp

13.200.000,00

 

 

-

tambahan karena menikah

Rp

1.200.000,00

 

 

-

tambahan untuk 2 orang anak

Rp

2.400.000,00

 

 

 

Rp

16.800.000,00

Penghasilan Kena Pajak

Rp

28.836.000,00

 

PPh Pasal 21 terutang adalah

 

 

5% x Rp 25.000.000,00 =

Rp

1.250.000,00

 

 

10% x Rp 3.836.000,00 =

Rp

383.600,00

 

 

 

Rp

1.633.600,00

 

PPh Pasal 21 terutang di PT Mumtaza Aljazirah

sesuai dengan bukti pemotongan PPh Pasal 21

(Form 1721 A1)

 

 

Rp

 

 

552.600,00

PPh Pasal 21 terutang pada Dana Pensiun Dana

Artha Kelola, selama 6 bulan adalah

 

Rp

 

1.081.000,00

 

 

 

PPh Pasal 21 atas uang pensiun yang harus dipotong dari pensiun bulanan adalah :

Rp 1.081.000,00 : 6 = Rp 180.166,00

 

 

 

Penghitungan kembali PPh Pasal 21 oleh Dana Pensiun Dana Artha Kelola untuk dicantumkan dalam Form 1721 A1 :

 

 

Pensiun selama 6 bulan : 6 x Rp 3.000.000,00

Rp

18.000.000,00

 

Pengurangan :

 

 

Biaya pensiun 5% x Rp 18.000.000,00 = Rp 900.000,00

 

 

Maksimum diperkenankan 6 x Rp 36.000,00

Rp

216.000,00

Penghasilan neto 6 bulan

Rp

17.784.000,00

 

 

Penghasilan neto dari Mumtaza Aljazirah

sesuai dengan bukti pemotongan PPh Pasal 21 adalah

 

Rp

 

27.852.000,00

Jumlah penghasilan neto tahun 2006

Rp

45.636.000,00

 

PTKP

 

 

-

untuk WP sendiri

Rp

13.200.000,00

 

 

-

tambahan karena menikah

Rp

1.200.000,00

 

 

-

tambahan untuk 2 orang anak

Rp

2.400.000,00

 

 

 

Rp

16.800.000,00

Penghasilan Kena Pajak

Rp

28.836.000,00

 

PPh Pasal 21 terutang adalah

 

 

5% x Rp 25.000.000,00 =

Rp

1.250.000,00

 

 

10% x Rp 3.836.000,00 =

Rp

383.600,00

 

 

 

Rp

1.633.600,00

 

PPh Pasal 21 terutang di PT Mumtaza Aljazirah

sesuai dengan bukti pemotongan PPh Pasal 21

(Form 1721 A1)

 

 

Rp

 

 

552.600,00

PPh Pasal 21 terutang pada Dana Pensiun Dana

Artha Kelola, selama 6 bulan adalah

 

Rp

 

1.081.000,00

 

PPh Pasal 21 telah dipotong : 6 x Rp 180.166,00

Rp

1.081.000,00

PPh Pasal 21 kurang (lebih) dipotong

Rp

NIHIL

 

 

 

Catatan :

Dalam hal waktu pensiun belum dapat diketahui pada waktu penghitungan PPh Pasal 21 terutang bulanan, maka cara penghitungan PPh Pasal 21 sama dengan Contoh I.6. Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai yang Pindah Kerja Dalam Tahun Berjalan dengan memperhatikan batas maksimal biaya pensiun sebesar Rp 36.000,00 sebulan.

 

 

II.2.

Penghitungan PPh Pasal 21 Atas Pembayaran Uang Pensiun Secara Bulanan Pada Tahun Kedua dan Seterusnya.

 

Dengan menggunakan contoh sebelumnya, penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan mulai Januari 2007 (tahun kedua yang bersangkutan pensiun) adalah sebagai berikut :

 

 

Pensiun sebulan adalah

Rp

3.000.000,00

 

Pengurangan :

 

 

Biaya pensiun 5% x Rp 3.000.000,00 = Rp 150.000,00

 

 

Maksimum diperkenankan

Rp

36.000,00

Penghasilan neto sebulan

Rp

2.964.000,00

 

Penghasilan neto disetahunkan

12 x Rp 2.964.000,00

 

Rp

 

35.568.000,00

 

 

 

PTKP

 

 

-

untuk WP sendiri

Rp

13.200.000,00

 

 

-

tambahan karena menikah

Rp

1.200.000,00

 

 

-

tambahan untuk 2 orang anak

Rp

2.400.000,00

 

 

 

Rp

16.800.000,00

Penghasilan Kena Pajak

Rp

18.768.000,00

 

PPh Pasal 21 setahun :

 

 

5% x Rp 18.768.000,00 =

Rp

938.400,00

 

 

 

PPh Pasal 21 sebulan

 

 

Rp 938.400,00 : 12 =

Rp

78.200,00

 

 

 

 

III.

PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS PENGHASILAN BERUPA UANG PESANGON, UANG TEBUSAN PENSIUN DAN TUNJANGAN HARI TUA ATAU JAMINAN HARI TUA YANG DITERIMA SEKALIGUS

 

Contoh penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa uang pesangon

 

Fahmi Widi Yulianto telah bekerja pada perusahaan kayu lapis PT Rimba Buana selama 10 tahun. Pada bulan Maret 2006, ia berhenti bekerja dan menerima uang pesangon sebesar Rp 80.000.000,00.

 

 

Penghasilan bruto

Rp

80.000.000,00

Dikecualikan dari pemotongan

Rp

25.000.000,00

Penghasilan dikenakan pajak

Rp

55.000.000,00

 

PPh Pasal 21 terutang

 

 

5%   x Rp 25.000.000,00 =

Rp

1.250.000,00

 

 

10% x Rp 30.000.000,00 =

Rp

3.000.000,00

 

 

 

Rp

4.250.000,00

 

 

 

 

Pemotongan PPh Pasal 21 tersebut bersifat final.

 

Catatan :

Cara penghitungan PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan berupa uang tebusan pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang diterima sekaligus adalah sama dengan contoh di atas.

 

IV.

PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 TERHADAP PENGHASILAN PEGAWAI HARIAN, TENAGA HARIAN LEPAS, PENERIMA UPAH SATUAN, DAN PENERIMA UPAH BORONGAN

 

 

IV.1.

DENGAN UPAH HARIAN

 

 

Contoh penghitungan :

 

IV.1.1.

Seto dengan status belum menikah. pada bulan Januari 2006 bekerja sebagai buruh harian pada PT Hanif Sejahtera. Ia bekerja selama 10 hari dan menerima upah harian sebesar Rp 110.000,00.

 

Penghitungan PPh Pasal 21 terutang :

 

 

Upah sehari

Rp

110.000,00

Dikurangi batas upah harian tidak dilakukan pemotongan PPh

Rp

110.000,00

Penghasilan Kena Pajak Sehari

Rp

0,00

PPh Pasal 21 dipotong atas Upah Sehari :

Rp

0,00

 

 

 

Sampai dengan hari ke-10, karena jumlah kumulatif upah yang diterima belum melebihi Rp 1.100.000,00, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang dipotong.

Misalkan Seto bekerja selama 11 hari, maka pada hari ke-11, setelah jumlah kumulatif upah yang diterima melebihi Rp 1.100.000,00, maka PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan upah setelah dikurangi PTKP yang sebenarnya.

 

 

 

Upah s.d. hari ke-11 (Rp 110.000,00 x 11)

Rp

1.210.000,00

PTKP sebenarnya (Rp 13.200.000,00 x 11/360)

Rp

403.333,00

Penghasilan Kena Pajak s.d. hari ke-11

Rp

806.667,00

 

PPh Pasal 21 terutang s.d hari ke-11

 

 

Rp 806.667 x 5%

Rp

40.333,00

PPh Pasal 21 yang telah dipotong s.d hari ke-10

Rp

0,00

PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-11

Rp

40.333,00

 

Sehingga pada hari ke-11, upah bersih yang diterima sebesar :

Rp 110.000,00 – Rp 40.333,00 = Rp 69.667,00

 

Misalkan Seto bekerja selama 12 hari, maka penghitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-12 adalah sebagai berikut :

Upah s.d. hari ke-12 (Rp 110.000,00 x 12)

Rp

1.320.000,00

PTKP sebenarnya (Rp 13.200.000,00 x 12/360)

Rp

440.000,00

Penghasilan Kena Pajak s.d. hari ke-12

Rp

880.000,00

 

PPh Pasal 21 terutang s.d hari ke-12

 

 

Rp 880.000,00 x 5%

Rp

44.000,00

PPh Pasal 21 telah dipotong s.d hari ke-11

Rp

40.333,00

PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-12

Rp

3.667,00

 

Sehingga pada hari ke-12, Seto menerima upah bersih sebesar :

Rp 110.000,00 – Rp 3.667,00 = Rp 106.333,00

 

 

IV.1.2.

Abdullah (tidak menikah) pada bulan Maret 2006 bekerja pada perusahaan PT Gema Nusantara, menerima upah sebesar Rp 150.000,00 per hari.

 

Penghitungan PPh Pasal 21

Upah sehari Rp 150.000,00

Upah sehari di atas Rp 110.000,00 = Rp 150.000,00 – Rp 100.000,00 = Rp 40.000,00

 

PPh Pasal 21 = 5% x Rp 40.000,00 = Rp 2.000,00 (harian)

 

Pada hari kedelapan dalam bulan takwim yang bersangkutan, Abdullah telah menerima penghasilan sebesar Rp 1.200.000,00, sehingga telah melebihi Rp 1.100.000,00. Dengan demikian PPh Pasal 21 atas penghasilan Abdullah pada bulan Maret 2006 dihitung sebagai berikut :

 

Upah 8 hari kerja

Rp

1.200.000,00

 

PTKP :

8 x (Rp 13.200.000,00/360)

 

Rp

 

293.333,00

Upah harian terutang pajak

Rp

906.667,00

Pembulatan

Rp

906.000,00

 

 

 

PPh Pasal 21 = 5% x Rp 906.000,00

Rp

45.300,00

 

PPh Pasal 21 yang telah dipotong

7 x Rp 2.000,00

 

Rp

 

14.000,00

PPh Pasal 21 kurang dipotong

Rp

31.300,00

 

Jumlah sebesar Rp 31.300,00 ini dipotongkan dari upah harian sebesar Rp 150.000,00 sehingga upah yang diterima Abdullah pada hari kerja kedelapan adalah Rp 150.000,00 – Rp 31.300,00 = Rp 118.700,00

 

Pada hari kerja ke 9 dan seterusnya dalam bulan takwim yang bersangkutan, jumlah PPh Pasal 21 per hari yang dipotong adalah :

Upah sehari

Rp

150.000,00

 

PTKP

 

 

-

untuk WP sendiri

 

 

 

Rp 13.200.000,00 : 360

Rp

36.667,00

 

Upah harian terutang pajak adalah

Rp

113.333,00

 

Pembulatan

Rp

113.000,00

 

 

PPh Pasal 21 terutang adalah

5% x Rp 113.000,00 = Rp 5.650,00

 

 

IV.2.

DENGAN UPAH SATUAN

 

Contoh penghitungan :

 

Mudjiman adalah seorang karyawan yang bekerja sebagai perakit TV pada suatu perusahaan elektronika, dia tidak menikah. Upah yang dibayar berdasarkan atas jumlah unit/satuan yang diselesaikan yaitu Rp 25.000,00 per buah TV dan dibayarkan tiap minggu. Dalam waktu 1 minggu (6 hari kerja) dihasilkan sebanyak 30 buah TV dengan upah Rp 750.000,00.

 

Penghitungan PPh Pasal 21 :

 

Upah sehari adalah

Rp 750.000,00 : 6

 

Rp

 

125.000,00

 

Upah diatas Rp 110.000,00 sehari

Rp 125.000,00 – Rp 110.000,00

 

Rp

 

15.000,00

 

Upah seminggu terutang pajak

6 x Rp 15.000,00

 

Rp

 

90.000,00

 

PPh Pasal 21

5% : Rp 90.000,00 = Rp 4.500,00 (Mingguan)

 

 

IV.3.

DENGAN UPAH BORONGAN

 

Contoh Penghitungan :

 

 

IV.3.1.

Haris mengerjakan dekorasi sebuah rumah dengan upah borongan sebesar Rp 300.000,00, pekerjaan diselesaikan dalam 2 hari.

Upah borongan sehari : Rp 300.000,00 : 2 =

Rp

150.000,00

Upah harian diatas Rp 110.000,00

 

 

Rp 150.000,00 – Rp 110.000,00

Rp

40.000,00

 

Upah borongan pajak

2 x Rp 40.000,00

 

Rp

 

80.000,00

 

PPh Pasal 21

5% x Rp 80.000,00 =

 

Rp

 

4.000,00

 

 

IV.3.2.

PT Masa Baru memberikan pekerjaan dekorasi gedung secara borongan kepada Djunaedi dengan upah Rp 6.000.000,00. Djunaedi mempergunakan tenaga 5 orang pekerja dengan membayarkan upah harian masing-masing sebesar Rp 150.000,00. Upah harian yang dibayarkan untuk 5 orang selama melakukan pekerjaan sebesar Rp 3.000.000,00

 

Penghitungan PPh

 

 

I.

Atas penghasilan yang diterima oleh Djunaedi dipotong PPh Pasal 23 sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

 

 

II.

Untuk pembayaran upah harian kepada masing-masing pekerja wajib dipotong PPh Pasal 21 oleh Djunaedi sebagai berikut :

 

 

 

a.

atas pembayaran upah harian sampai dengan Rp 1.100.000,00 dalam satu bulan takwim.

 

Upah sehari Rp 150.000,00 jumlah ini diatas Rp 110.000,00

 

PPh Pasal 21 yang terutang adalah :

5% x (Rp 150.000,00 – Rp 110.000,00) = Rp 2.000,00

 

 

 

 

b.

apabila pembayaran upah harian kepada masing-masing pekerja telah melebihi Rp 1.100.000,00, maka penghitungan PPh Pasal 21 untuk masing-masing pekerja adalah sama seperti dalam contoh IV.1 di atas.

 

Catatan :

 

Penghitungan PPh Pasal 21 atas honorarium atau pembayaran lain yang jumlahnya dihitung atas dasar banyaknya hari yang dipakai untuk menyelesaikan jasa yang diberikan, misalnya uang saku harian bagi pemagang sama dengan contoh penghitungan pada angka 1 di atas.

 

 

IV.4

UPAH HARIAN/SATUAN/BORONGAN/HONORARIUM YANG DITERIMA TENAGA HARIAN LEPAS TAPI DIBAYARKAN SECARA BULANAN

 

Contoh penghitungan :

 

Nirwanto bekerja pada perusahaan elektronik dengan dasar upah harian yang dibayarkan bulanan. Dalam bulan Januari 2006 Nirwanto hanya bekerja 20 hari kerja dan upah sehari adalah Rp 75.000,00. Nirwanto menikah tetapi belum memiliki anak.

 

Penghitungan PPh Pasal 21

 

 

 

Upah Januari 2006 = 20 x Rp 75.000,00 =

Rp

1.500.000,00

Penghasilan neto setahun = 12 x Rp 1.500.000,00 =

Rp

18.000.000,00

 

 

 

PTKP (K/-) adalah sebesar

 

 

Untuk WP sendiri

Rp

13.200.000,00

 

 

tambahan karena menikah

Rp

1.200.000,00

 

 

 

 

 

Rp

14.400.000,00

Penghasilan Kena Pajak

Rp

3.600.000,00

 

 

 

PPh Pasal 21 setahun adalah sebesar :

 

 

5% x Rp 3.600.000,00 =

Rp

180.000,00

 

 

 

PPh Pasal 21 sebulan adalah sebesar :

 

 

Rp 180.000,00 : 12

Rp

15.000,00