Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 239/PMK.03/2014
Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 239/PMK.03/2014
TENTANG
TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN
TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
- bahwa ketentuan mengenai tata cara Pemeriksaan Bukti Permulaan tindak pidana di bidang perpajakan telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan;
- bahwa ketentuan mengenai tindak pidana di bidang perpajakan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009;
- bahwa ketentuan mengenai tindak pidana di bidang perpajakan yang terkait dengan Pajak Bumi dan Bangunan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994;
- bahwa ketentuan mengenai tindak pidana di bidang perpajakan yang terkait dengan Bea Meterai telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai;
- bahwa ketentuan mengenai tindak pidana di bidang perpajakan yang terkait dengan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000;
- bahwa berdasarkan hasil evaluasi dan untuk memberikan kepastian hukum terhadap pelaksanaan tata cara Pemeriksaan Bukti Permulaan tindak pidana di bidang perpajakan, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai tata cara Pemeriksaan Bukti Permulaan tindak pidana di bidang perpajakan;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 43A ayat (4) Undang Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, serta Pasal 7 ayat (5) dan Pasal 60 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan;
Mengingat :
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
- Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3313);
- Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987);
- Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia 5268);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
- Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
- Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut Undang Undang PBB adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.
- Undang-Undang Bea Meterai adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai.
- Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPSP adalah Undang Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 19 Tahun 2000.
- Tindak Pidana di Bidang Perpajakan adalah perbuatan yang diancam sanksi pidana oleh undang-undang di bidang perpajakan yang meliputi Pasal 38, Pasal 39, Pasal 39A, Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 41B, Pasal 41C, dan Pasal 43 Undang Undang KUP, Pasal 24 dan Pasal 25 Undang Undang PBB, Pasal 13 dan Pasal 14 Undang-Undang Bea Meterai, dan Pasal 41A Undang-Undang PPSP.
- Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
- Verifikasi adalah serangkaian kegiatan pengujian pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif atau penghitungan dan pembayaran pajak, berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau berdasarkan data dan informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktur Jenderal Pajak, dalam rangka menerbitkan surat ketetapan pajak, menerbitkan/menghapus Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau mengukuhkan/mencabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
- Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
- Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan Bukti Permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
- Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang selanjutnya disebut Penyidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
- Informasi adalah keterangan yang disampaikan secara lisan maupun tertulis yang dapat dikembangkan dan dianalisis untuk mengetahui ada tidaknya Bukti Permulaan.
- Data adalah kumpulan angka, huruf, kata, atau citra yang bentuknya dapat berupa surat, dokumen, buku, atau catatan, baik dalam bentuk elektronik maupun bukan elektronik, yang dapat dikembangkan dan dianalisis untuk mengetahui ada tidaknya Bukti Permulaan.
- Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh orang atau institusi karena hak dan/atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang mengenai dugaan telah atau sedang atau akan terjadinya Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
- Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum orang pribadi atau badan yang telah melakukan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang merugikannya.
- Peristiwa Pidana adalah peristiwa yang mengandung Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
- Bahan Bukti adalah buku, catatan, dokumen, keterangan, data yang dikelola secara elektronik, dan/atau benda lainnya, yang dapat digunakan untuk menemukan Bukti Permulaan.
- Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah unit yang berwenang melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah surat perintah yang diterbitkan oleh kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan untuk melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
- Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan Perubahan adalah Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan yang diterbitkan karena terjadi perubahan tim pemeriksa Bukti Permulaan dan/atau penggantian Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan.
- Penyegelan adalah tindakan menempatkan tanda segel pada tempat atau ruangan tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang digunakan atau patut diduga digunakan sebagai tempat atau alat untuk menyimpan Bahan Bukti.
- Kertas Kerja Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah dokumentasi yang dibuat oleh pemeriksa Bukti Permulaan mengenai prosedur Pemeriksaan Bukti Permulaan yang ditempuh, Bahan Bukti yang dikumpulkan, analisis Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang dilakukan, serta simpulan yang diambil sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
- Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah laporan yang disusun oleh pemeriksa Bukti Permulaan yang mengungkapkan tentang pelaksanaan, simpulan, dan usul tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan.
- Laporan Kejadian adalah laporan tertulis tentang adanya Peristiwa Pidana yang terdapat Bukti Permulaan yang cukup sebagai dasar dilakukan Penyidikan.
BAB II
DASAR, RUANG LINGKUP, JENIS, DAN JANGKA WAKTU
PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN
Bagian Kesatu
Dasar Pemeriksaan Bukti Permulaan
Pasal 2
(1) | Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan berdasarkan Informasi, Data, Laporan, dan Pengaduan. |
(2) | Informasi, Data, Laporan, dan Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diterima atau diperoleh Direktur Jenderal Pajak, dikembangkan dan dianalisis melalui kegiatan intelijen atau pengamatan. |
(3) | Informasi, Data, Laporan, dan Pengaduan dengan indikasi kuat adanya Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang ditemukan dari hasil pengembangan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau Penyidikan dapat langsung ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(4) | Informasi, Data, Laporan, dan Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) yang berkaitan dengan Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak baik yang belum maupun telah diterbitkan surat ketetapan pajak ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan sepanjang terdapat indikasi Tindak Pidana di Bidang Perpajakan. |
Bagian Kedua
Ruang Lingkup Pemeriksaan Bukti Permulaan
Pasal 3
Ruang lingkup Pemeriksaan Bukti Permulaan yaitu dugaan suatu Peristiwa Pidana yang ditentukan dalam Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Bagian Ketiga
Jenis Pemeriksaan Bukti Permulaan
Pasal 4
(1) | Pemeriksaan Bukti Permulaan dapat dilakukan:
|
(2) | Dalam hal:
|
(3) | Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dilakukan dengan pemberitahuan secara tertulis perihal Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(4) | Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup dilakukan tanpa pemberitahuan tentang adanya Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
Bagian Keempat
Jangka Waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan
Pasal 5
(1) | Pemeriksa Bukti Permulaan melaksanakan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal penyampaian surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan sampai dengan tanggal Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(2) | Pemeriksa Bukti Permulaan melaksanakan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan diterima oleh Pemeriksa Bukti Permulaan sampai dengan tanggal Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(3) | Apabila pemeriksa Bukti Permulaan tidak dapat melaksanakan Pemeriksaan Bukti Permulaan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), pemeriksa Bukti Permulaan dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu kepada kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(4) | Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan dapat memberikan perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sejak berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2). |
(5) | Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan mempertimbangkan permohonan perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan memperhatikan:
|
BAB III
STANDAR PELAKSANAAN PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN
Pasal 6
Pemeriksaan Bukti Permulaan harus dilaksanakan sesuai dengan:
- standar umum Pemeriksaan Bukti Permulaan;
- standar pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan; dan
- standar pelaporan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Standar umum Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a berkaitan dengan pemeriksa Bukti Permulaan, yaitu Pemeriksaan Bukti Permulaan dilaksanakan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang:
- diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab oleh kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan untuk melaksanakan Pemeriksaan Bukti Permulaan;
- mendapat pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup sebagai pemeriksa Bukti Permulaan;
- menggunakan keterampilannya secara cermat dan saksama;
- jujur, bersih dari tindakan-tindakan tercela, dan senantiasa mengutamakan kepentingan negara; dan
- taat terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Standar pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
- dilaksanakan oleh tim pemeriksa Bukti Permulaan;
- dilakukan pengawasan oleh kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan;
- didahului dengan persiapan yang baik;
- dilaksanakan di kantor Direktorat Jenderal Pajak dan/atau tempat lain yang dianggap perlu oleh pemeriksa Bukti Permulaan;
- dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu;
- didokumentasikan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan Bukti Permulaan; dan
- diperoleh simpulan yang berdasarkan pada Bahan Bukti yang sah dan cukup.
Standar pelaporan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
- Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan disusun berdasarkan Kertas Kerja Pemeriksaan Bukti Permulaan; dan
- Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan mengungkapkan tentang pelaksanaan, simpulan, dan usul tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan.
BAB IV
KEWAJIBAN, HAK, DAN KEWENANGAN
DALAM PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN
Bagian Kesatu
Kewajiban dan Hak dalam Pemeriksaan Bukti Permulaan
Pasal 10
(1) | Pemeriksa Bukti Permulaan wajib:
|
(2) | Orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka, wajib:
|
(3) | Pihak yang berkaitan atau pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan wajib memberikan keterangan dan/atau bukti yang diminta oleh pemeriksa Bukti Permulaan. |
Orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka mempunyai hak meminta kepada pemeriksa Bukti Permulaan untuk:
- menyampaikan surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan;
- memperlihatkan kartu tanda pengenal pemeriksa Bukti Permulaan;
- memperlihatkan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan atau Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan Perubahan; dan
- mengembalikan Bahan Bukti yang telah dipinjam dan tidak diperlukan dalam proses Penyidikan.
Bagian Kedua
Kewenangan Pemeriksa Bukti Permulaan
Pasal 12
Pemeriksa Bukti Permulaan berwenang:
- memasuki dan/atau memeriksa tempat, ruang, dan/atau barang yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan Bahan Bukti;
- mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik;
- meminjam dan/atau memeriksa Bahan Bukti;
- melakukan Penyegelan terhadap tempat atau ruang tertentu serta barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak;
- meminta keterangan kepada pihak yang berkaitan;
- meminta keterangan dan/atau bukti yang diduga dapat memberi petunjuk tentang Tindak Pidana di Bidang Perpajakan kepada pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan orang pribadi atau badan;
- meminta bantuan kepada pihak lain sehubungan dengan keahliannya dalam rangka pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan; dan
- melakukan tindakan lain yang diperlukan dalam rangka Pemeriksaan Bukti Permulaan.
BAB V
SURAT PERINTAH PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN
Pasal 13
(1) | Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan menjadi dasar pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan oleh tim pemeriksa Bukti Permulaan. |
(2) | Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan diterbitkan terhadap dugaan suatu Peristiwa Pidana. |
(3) | Untuk membantu tugas tim pemeriksa Bukti Permulaan, pejabat yang berwenang dapat menunjuk:
|
(1) | Direktur Jenderal Pajak dapat mengganti Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan berdasarkan pertimbangan efektivitas, efisiensi, atau perubahan struktur organisasi. |
(2) | Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan dapat melakukan perubahan tim pemeriksa Bukti Permulaan. |
(3) | Dalam hal dilakukan penggantian Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau perubahan tim pemeriksa Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan Perubahan. |
BAB VI
PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN SECARA TERBUKA
Bagian Kesatu
Pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan
Pasal 15
(1) | Pemeriksa Bukti Permulaan wajib menyampaikan surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan secara terbuka. |
(2) | Dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dilakukan terhadap orang pribadi, Pemeriksa Bukti Permulaan menyampaikan surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada orang pribadi yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, keluarga yang telah dewasa, atau kuasa. |
(3) | Dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dilakukan terhadap badan, Pemeriksa Bukti Permulaan menyampaikan surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada wakil, kuasa, atau pegawai dari badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(4) | Dalam hal penyampaian surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak dapat dilaksanakan, pemeriksa Bukti Permulaan menyampaikan surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan melalui:
|
(1) | Pemeriksa Bukti Permulaan dapat langsung melaksanakan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan menggunakan kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 setelah surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan disampaikan. |
(2) | Dalam hal orang pribadi atau wakil badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau kuasanya menolak untuk dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, pemeriksa Bukti Permulaan membuat berita acara penolakan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(3) | Dalam hal orang pribadi atau wakil badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau kuasanya menolak untuk menandatangani berita acara penolakan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemeriksa Bukti Permulaan membuat berita acara penolakan penandatanganan. |
(4) | Berdasarkan berita acara penolakan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau berita acara penolakan penandatanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemeriksa Bukti Permulaan dapat mengusulkan kepada kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan untuk dilakukan Penyidikan. |
Bagian Kedua
Pengumpulan Bahan Bukti
Pasal 17
(1) | Dalam rangka memperoleh Bahan Bukti, pemeriksa Bukti Permulaan dapat memasuki dan/atau memeriksa tempat, ruang, dan/atau barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan Bahan Bukti. |
(2) | Dalam hal Bahan Bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh, dengan segera pemeriksa Bukti Permulaan dapat melakukan peminjaman Bahan Bukti tersebut dan membuat tanda terima peminjaman. |
(3) | Dalam hal Bahan Bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum diperoleh, pemeriksa Bukti Permulaan dapat melakukan peminjaman dengan surat peminjaman. |
(4) | Bahan Bukti yang dipinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus diserahkan kepada pemeriksa Bukti Permulaan paling lama 14 (empat belas) hari setelah tanggal pengiriman surat peminjaman. |
(5) | Setiap Bahan Bukti yang diperoleh pemeriksa Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuatkan tanda terima peminjaman. |
(6) | Dalam hal orang pribadi atau wakil badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau kuasanya tidak memenuhi permintaan peminjaman dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pemeriksa Bukti Permulaan dapat mengusulkan kepada kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan untuk dilakukan Penyidikan. |
Bagian Ketiga
Penyegelan
Pasal 18
(1) | Pemeriksa Bukti Permulaan dapat melakukan Penyegelan terhadap tempat atau ruang tertentu serta barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak untuk memperoleh atau mengamankan Bahan Bukti. |
(2) | Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal:
|
(3) | Pemeriksa Bukti Permulaan melakukan penyegelan dengan menggunakan tanda segel dan disaksikan paling sedikit 2 (dua) orang selain anggota tim pemeriksa Bukti Permulaan. |
(4) | Pemeriksa Bukti Permulaan menuangkan pelaksanaan Penyegelan dalam berita acara Penyegelan. |
(5) | Dalam hal saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menolak menandatangani berita acara Penyegelan, pemeriksa Bukti Permulaan membuat catatan tentang penolakan tersebut dalam berita acara Penyegelan. |
(1) | Pemeriksa Bukti Permulaan dapat membuka segel dalam hal:
|
(2) | Pemeriksa Bukti Permulaan membuka segel dengan disaksikan paling sedikit 2 (dua) orang selain anggota tim pemeriksa Bukti Permulaan dan menuangkan dalam berita acara pembukaan segel. |
(3) | Dalam hal saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menolak menandatangani berita acara pembukaan segel, pemeriksa Bukti Permulaan membuat catatan tentang penolakan tersebut dalam berita acara pembukaan segel. |
(1) | Pemeriksa Bukti Permulaan dapat meminta bantuan pengamanan atau meminta sebagai saksi kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau instansi atau unsur pemerintah daerah setempat dalam rangka Penyegelan dan/atau pembukaan segel. |
(2) | Dalam hal tanda segel yang digunakan untuk melakukan Penyegelan rusak atau hilang, pemeriksa Bukti Permulaan membuat berita acara mengenai kerusakan atau kehilangan tersebut dan melaporkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia sehubungan dengan tindak pidana terkait penyegelan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. |
Bagian Keempat
Permintaan Keterangan
Pasal 21
(1) | Pemeriksa Bukti Permulaan dapat meminta keterangan kepada pihak-pihak yang berkaitan dengan dugaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, yaitu orang pribadi atau wakil badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, pegawai, pelanggan, pemasok, bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, konsultan hukum, konsultan keuangan, dan pihak-pihak terkait lainnya. |
(2) | Pemeriksa Bukti Permulaan dapat meminta keterangan secara langsung atau didahului dengan pemanggilan. |
(3) | Pemeriksa Bukti Permulaan dapat melakukan permintaan keterangan di kantor Direktorat Jenderal Pajak atau tempat lain dengan alasan yang patut dan wajar. |
(4) | Pemeriksa Bukti Permulaan menuangkan hasil permintaan keterangan dalam berita acara permintaan keterangan. |
(5) | Dalam hal keterangan dari pihak-pihak yang berkaitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperoleh, pemeriksa Bukti Permulaan membuat berita acara tidak terpenuhinya permintaan keterangan. |
Bagian Kelima
Pengumpulan Keterangan dan/atau Bukti
Melalui Permintaan Secara Tertulis kepada Pihak Ketiga
Pasal 22
(1) | Pemeriksa Bukti Permulaan dapat melakukan permintaan secara tertulis kepada pihak ketiga untuk mendapatkan keterangan dan/atau bukti sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(2) | Pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu pihak lain yang mempunyai hubungan dengan tindakan, pekerjaan, kegiatan usaha, atau pekerjaan bebas orang pribadi, badan, dan/atau wakil badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, termasuk tetapi tidak terbatas pada bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, konsultan hukum, konsultan keuangan, pelanggan, dan pemasok. |
Bagian Keenam
Pengungkapan Ketidakbenaran Perbuatan
Pasal 23
(1) | Orang pribadi atau badan selaku Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dapat dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya atas tindak pidana:
|
||||
(2) | Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk:
|
||||
(3) | Termasuk Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang dapat dilakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang berkaitan dan berbarengan dengan tindak pidana tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. | ||||
(4) | Orang pribadi atau badan selaku Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dapat menyampaikan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) sepanjang surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan belum disampaikan kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia. | ||||
(5) | Dalam melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), orang pribadi atau badan selaku Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka harus:
|
||||
(6) | Orang pribadi atau badan selaku Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan menyampaikan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan kepada kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau tempat Objek Pajak diadministrasikan dan tembusannya kepada kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(1) | Pemeriksa Bukti Permulaan melakukan pengujian atas pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 untuk memastikan bahwa pengungkapan ketidakbenaran perbuatan telah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. |
(2) | Yang dimaksud sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu jumlah pembayaran atas pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan menurut pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sama dengan atau lebih besar daripada jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan menurut Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(3) | Dalam hal pengungkapan ketidakbenaran perbuatan telah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan mengirimkan pemberitahuan kepada orang pribadi atau badan selaku Wajib Pajak bahwa Pemeriksaan Bukti Permulaan tidak ditindaklanjuti dengan Penyidikan. |
(4) | Dalam hal pengungkapan ketidakbenaran perbuatan orang pribadi atau badan selaku Wajib Pajak tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan mengirimkan pemberitahuan kepada orang pribadi atau badan selaku Wajib Pajak bahwa pengungkapan ketidakbenaran perbuatan tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan Pemeriksaan Bukti Permulaan ditindaklanjuti dengan Penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(1) | Dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan ditindaklanjuti dengan Penyidikan, pembayaran atas pengungkapan ketidakbenaran perbuatan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) dan/atau tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya tidak menghilangkan seluruh kerugian pada pendapatan negara. |
(2) | Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperhitungkan sebagai pengurang nilai kerugian pada pendapatan negara sepanjang pembayaran dilakukan sebelum surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan disampaikan kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia. |
(3) | Pembayaran yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diminta kembali oleh Wajib Pajak. |
(4) | Jumlah yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang nilai kerugian pada pendapatan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu sebesar dua per lima bagian dari jumlah pembayaran dalam rangka pengungkapan ketidakbenaran perbuatannya. |
(5) | Contoh cara menghitung jumlah yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang nilai kerugian pada pendapatan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
BAB VII
PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN SECARA TERTUTUP
Bagian Kesatu
Pengumpulan Keterangan dan/atau Bukti
Pasal 26
Pemeriksa Bukti Permulaan dapat meminta keterangan kepada pihak-pihak yang berkaitan dengan dugaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan dan/atau melakukan permintaan secara tertulis kepada pihak ketiga untuk mendapatkan keterangan dan/atau bukti dengan tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22.
Bagian Kedua
Pembetulan Surat Pemberitahuan
Pasal 27
Pemeriksa Bukti Permulaan dapat mempertimbangkan pembetulan Surat Pemberitahuan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan selaku Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup dalam simpulan hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan.
BAB VIII
PENANGGUHAN PEMERIKSAAN DAN PENGHENTIAN VERIFIKASI
Pasal 28
Dalam hal orang pribadi atau badan selaku Wajib Pajak yang sedang dilakukan Pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan atau sedang dilakukan Verifikasi dalam rangka menerbitkan surat ketetapan pajak:
- dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka; atau
- dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup yang ditindaklanjuti dengan Penyidikan,
BAB IX
LAPORAN PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN
DAN TINDAK LANJUT PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN
Bagian Kesatu
Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan
Pasal 29
(1) | Pemeriksa Bukti Permulaan menuangkan hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan dalam Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan dengan mencantumkan:
|
(2) | Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan Kertas Kerja Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(3) | Dalam hal ditemukan:
|
Bagian Kedua
Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan
Pasal 30
(1) | Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan yang dituangkan dalam Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ditindaklanjuti dengan:
|
(2) | Dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan secara terbuka, penghentian Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e diberitahukan secara tertulis oleh kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada orang pribadi atau badan atau kuasa. |
(1) | Dalam hal ditemukan Peristiwa Pidana selain yang telah ditentukan dalam Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan, kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan dapat menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(2) | Dalam hal ditemukan tindak pidana selain Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan memberitahukan tindak pidana tersebut kepada pihak yang berwenang. |
(3) | Dalam hal ditemukan potensi pajak yang bukan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan mengirimkan informasi mengenai potensi pajak tersebut kepada pihak yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(4) | Tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dilakukan tanpa menunggu Pemeriksaan Bukti Permulaan selesai. |
Bagian Ketiga
Keterlibatan Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
dalam Tindak Pidana di Bidang Perpajakan
Pasal 32
(1) | Dalam hal ditemukan Bukti Permulaan yang cukup mengenai keterlibatan pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Direktur Jenderal Pajak melaporkan keterlibatan pegawai tersebut kepada Menteri Keuangan. |
(2) | Kewajiban melaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda proses Pemeriksaan Bukti Permulaan, termasuk terhadap pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang terlibat. |
Bagian Keempat
Penyitaan dan Pengembalian Bahan Bukti
Pasal 33
(1) | Dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka ditindaklanjuti dengan Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf a, Bahan Bukti yang diperoleh pemeriksa Bukti Permulaan yang diperlukan dalam proses Penyidikan dapat disita oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. |
(2) | Bahan Bukti yang dipinjam pemeriksa Bukti Permulaan dari orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan tidak diperlukan dalam kegiatan Penyidikan, dikembalikan kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan dengan membuat berita acara. |
(3) | Bahan Bukti yang dipinjam dari pemeriksa dan tidak diperlukan dalam kegiatan Penyidikan, dikembalikan kepada pemeriksa dengan membuat berita acara. |
(1) | Dalam hal diperoleh Bahan Bukti baru setelah Pemeriksaan Bukti Permulaan diselesaikan yang dapat menyebabkan simpulan yang berbeda dengan simpulan dalam Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan, Direktur Jenderal Pajak dapat kembali melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(2) | Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan jika Pemeriksaan Bukti Permulaan sebelumnya telah diselesaikan dengan tindak lanjut selain Penyidikan. |
BAB XI
TINDAK PIDANA YANG DIKETAHUI SEKETIKA
Pasal 35
(1) | Tindak pidana yang diketahui seketika merupakan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang diketahui sedang berlangsung atau baru saja terjadi, yang memerlukan penanganan secara segera terhadap pelaku tindak pidana dan mengamankan Bahan Bukti yang ada padanya. |
(2) | Dalam rangka menangani pelaku tindak pidana dan mengamankan Bahan Bukti, Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dapat secara langsung meminta keterangan, meminjam dan/atau memeriksa Bahan Bukti. |
(3) | Dalam hal telah diperoleh Bukti Permulaan yang cukup, terhadap tindak pidana yang diketahui seketika dapat ditindaklanjuti dengan Penyidikan tanpa didahului Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
BAB XII
BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP DAN LAPORAN KEJADIAN
Pasal 36
(1) | Dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan ditindaklanjuti dengan Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf a, pejabat yang berwenang membuat Laporan Kejadian. |
(2) | Dalam hal diperoleh bukti permulaan yang cukup dari kegiatan:
|
BAB XIII
PERATURAN PELAKSANAAN
Pasal 37
(1) | Ketentuan lebih lanjut mengenai:
|
(2) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penanganan terhadap pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang terlibat dalam Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak, diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak dan/atau Peraturan Bersama Direktur Jenderal Pajak dan Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan. |
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 38
(1) | Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Pemeriksaan Bukti Permulaan yang dilakukan berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, proses penyelesaiannya dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini kecuali terhadap ketentuan yang mengatur mengenai jangka waktu penyelesaian Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(2) | Terhadap Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku ketentuan bahwa Pemeriksaan Bukti Permulaan diselesaikan oleh pemeriksa Bukti Permulaan dalam jangka waktu:
|
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 39
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2015.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 Desember 2014 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. BAMBANG P.S. BRODJONEGORO |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 Desember 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 1951
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.