Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER - 07/PJ/2020
Tempat Pendaftaran Wajib Pajak Dan Pelaku Usaha Melalui Sistem Elektronik Dan/Atau Tempat Pelaporan Usaha Pengusaha Kena Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak Di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, Dan Kantor Pelayanan Pajak Madya
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 07/PJ/2020
TENTANG
TEMPAT PENDAFTARAN WAJIB PAJAK DAN PELAKU USAHA MELALUI
SISTEM ELEKTRONIK DAN/ATAU TEMPAT PELAPORAN USAHA PENGUSAHA
KENA PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK DI LINGKUNGAN KANTOR
WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK WAJIB PAJAK BESAR, KANTOR
PELAYANAN PAJAK DI LINGKUNGAN KANTOR WILAYAH DIREKTORAT
JENDERAL PAJAK JAKARTA KHUSUS, DAN KANTOR PELAYANAN
PAJAK MADYA
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
- bahwa dalam rangka memberikan kepastian hukum, kemudahan administrasi, dan meningkatkan pengawasan dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak tertentu, perlu mengatur tempat pendaftaran Wajib Pajak dan/atau pelaporan usaha Pengusaha Kena Pajak tertentu tersebut;
- bahwa dalam rangka kemudahan administrasi dan meningkatkan pengawasan dalam pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan atas kegiatan pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), perlu mengatur tempat terdaftar pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, dan/atau Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) luar negeri dan dalam negeri dalam administrasi perpajakan;
- bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dan Pasal 2 ayat (2) huruf b Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha selain pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tempat Pendaftaran Wajib Pajak dan Pelaku Usaha Melalui Sistem Elektronik dan/atau Tempat Pelaporan Usaha Pengusaha Kena Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan Kantor Pelayanan Pajak Madya;
Mengingat :
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang;
- Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Desease (COVID-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan;
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
- Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-233/PJ/2012 tentang Klasifikasi Lapangan Usaha Wajib Pajak sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-321/PJ/2012;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TEMPAT PENDAFTARAN WAJIB PAJAK DAN PELAKU USAHA MELALUI SISTEM ELEKTRONIK DAN/ATAU TEMPAT PELAPORAN USAHA PENGUSAHA KENA PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK DI LINGKUNGAN KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK WAJIB PAJAK BESAR, KANTOR PELAYANAN PAJAK DI LINGKUNGAN KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK JAKARTA KHUSUS, DAN KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA.
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:
- Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP, adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang.
- Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPh, adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
- Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN, adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
- Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan, yang selanjutnya disebut Undang-Undang PBB, adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan
- Pajak Penghasilan, yang selanjutnya disingkat PPh, adalah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPh.
- Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang selanjutnya disingkat PPN atau PPN dan PPnBM, adalah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN.
- Pajak Bumi dan Bangunan, yang selanjutnya disingkat PBB, adalah Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PBB selain PBB Perdesaan dan Perkotaan.
- Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, yang selanjutnya disingkat Kanwil, adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Pajak.
- Kantor Pelayanan Pajak, yang selanjutnya disingkat KPP, adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kanwil.
- KPP di lingkungan Kanwil Wajib Pajak Besar, KPP di lingkungan Kanwil Jakarta Khusus, dan KPP Madya, yang selanjutnya disingkat KPP BKM, adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kanwil Wajib Pajak Besar, Kanwil Jakarta Khusus, atau Kanwil yang membawahkan KPP Madya.
- Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya, termasuk kontrak investasi kolektif, bentuk usaha tetap, kerja sama operasi (joint Operation), serta kantor perwakilan perusahaan asing dan kontrak investasi bersama.
- Penyelenggara PMSE yang selanjutnya disingkat PPMSE adalah pelaku usaha penyedia sarana komunikasi elektronik yang digunakan untuk transaksi perdagangan.
- Penyelenggara PMSE Luar Negeri yang selanjutnya disebut PPMSE Luar Negeri adalah PPMSE yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di luar Daerah Pabean yang melakukan transaksi dengan pembeli barang dan/atau penerima jasa di dalam Daerah Pabean melalui sistem elektronik.
- Penyelenggara PMSE Dalam Negeri yang selanjutnya disebut PPMSE Dalam Negeri adalah PPMSE yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di dalam Daerah Pabean yang melakukan transaksi dengan pembeli barang dan/atau penerima jasa di dalam Daerah Pabean melalui sistem elektronik.
- Pedagang Luar Negeri adalah orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di luar Daerah Pabean yang melakukan transaksi dengan pembeli barang di dalam Daerah Pabean melalui sistem elektronik.
- Penyedia Jasa Luar Negeri adalah orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di luar Daerah Pabean yang melakukan transaksi dengan penerima jasa di dalam Daerah Pabean melalui sistem elektronik.
- Pelaku Usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik adalah subjek pajak luar negeri yang melakukan kegiatan usaha melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebagai pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, dan/atau PPMSE luar negeri, serta subjek pajak dalam negeri sebagai PPMSE dalam negeri di dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Pelaku Usaha Melalui Sistem Elektronik adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang dapat berupa Pelaku Usaha Dalam Negeri dan Pelaku Usaha Luar Negeri dan melakukan kegiatan usaha di bidang PMSE yang terdiri dari Pedagang Luar Negeri, Penyedia Jasa Luar Negeri, PPMSE Luar Negeri,dan/atau PPMSE Dalam Negeri.
- Wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut Wajib Pajak BUMN, adalah Wajib Pajak yang meliputi perusahaan negara, badan usaha milik negara, dan anak perusahaan dari perusahaan negara atau badan usaha milik negara dengan penyertaan modal baik langsung maupun tidak langsung lebih dari 50% (lima puluh persen), termasuk bank sentral dan otoritas pengawas pasar modal dan jasa keuangan.
- Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin adalah kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi, dan kontraktor atau pemegang kuasa, atau pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi.
- Wajib Pajak Minyak dan Gas Bumi, yang selanjutnya disebut Wajib Pajak Migas, adalah Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin yang melakukan kegiatan usaha di sektor hulu minyak dan gas bumi dan panas bumi serta perusahaan jasa pendukungnya, termasuk perusahaan Holding yang mengendalikan secara langsung maupun tidak langsung Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin dimaksud.
- Nomor Pokok Wajib Pajak, yang selanjutnya disingkat NPWP, adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya.
- Pusat adalah tempat tinggal yang sebenarnya bagi Wajib Pajak orang pribadi atau tempat kedudukan yang sebenarnya bagi Wajib Pajak Badan.
- Cabang adalah tempat kegiatan usaha Wajib Pajak yang dapat berupa lokasi usaha, kantor cabang perusahaan, kantor perwakilan, gudang, unit pemasaran, atau tempat kegiatan usaha sejenis, yang digunakan untuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, manajemen, atau berupa objek pajak PBB.
- NPWP Pusat adalah NPWP yang diberikan berdasarkan tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak yang menunjukkan pusat kegiatan usaha dengan 3 (tiga) digit terakhir berupa “000”.
- NPWP Cabang adalah NPWP yang diberikan bagi tempat kegiatan usaha Wajib Pajak yang terpisah dari tempat tinggal/tempat kedudukan Wajib Pajak atau yang diberikan untuk pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban pemotongan dan pemungutan PPh, PPN atau PPN dan PPnBM, serta PBB yang tidak dapat menggunakan NPWP Pusat.
- Surat Pemberitahuan, yang selanjutnya disingkat SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
- KPP Lama adalah KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebelum Wajib Pajak dilakukan pemindahan tempat terdaftar di KPP Baru.
- KPP Baru adalah KPP yang menerima perpindahan Wajib Pajak dan/atau PKP dari KPP Lama.
- Kanwil Lama adalah Kanwil yang membawahkan KPP Lama.
- Kanwil Baru adalah Kanwil yang membawahkan KPP Baru.
- Saat Mulai Terdaftar, yang selanjutnya disingkat SMT, adalah tanggal saat Wajib Pajak atau Pelaku Usaha Luar Negeri terdaftar dan/atau Wajib Pajak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di KPP yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
- Surat Ketetapan Pajak, yang selanjutnya disingkat SKP, adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, termasuk Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan, dan Surat Pemberitahuan.
- Surat Tagihan Pajak, yang selanjutnya disingkat STP, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda, termasuk Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan.
- Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, yang selanjutnya disingkat SKPPKP, adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.
- Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak, yang selanjutnya disingkat SKPKPP, adalah surat keputusan sebagai dasar untuk menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak.
- Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak, yang selanjutnya disingkat SPMKP, adalah surat perintah dari Kepala KPP kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara untuk menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana sebagai dasar kompensasi Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang serta dasar pembayaran kembali kelebihan pembayaran pajak kepada Wajib Pajak.
- Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPLB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
- Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga, yang selanjutnya disingkat SKPIB, adalah surat keputusan yang menentukan besarnya imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak.
- Surat Keputusan Perhitungan Pemberian Imbalan Bunga, yang selanjutnya disingkat SKPPIB, adalah surat keputusan yang digunakan sebagai dasar untuk memperhitungkan imbalan bunga dalam SKPIB dengan Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang.
- Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga, yang selanjutnya disingkat SPMIB, adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala KPP atas nama Menteri Keuangan untuk membayar imbalan bunga kepada Wajib Pajak.
BAB II
PENETAPAN TEMPAT WAJIB PAJAK DAN
PELAKU USAHA MELALUI SISTEM ELEKTRONIK TERDAFTAR
DAN/ATAU TEMPAT PELAPORAN USAHA PENGUSAHA KENA
PAJAK PADA KPP BKM SERTA PELAKSANAAN HAK DAN
PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKANNYA
(1) | Direktur Jenderal Pajak menetapkan tempat terdaftar Wajib Pajak, Pelaku Usaha Melalui Sistem Elektronik dan/atau tempat pelaporan usaha Pengusaha Kena Pajak pada KPP BKM. | ||||||||||||||||||||||||
(2) | Penetapan tempat terdaftar Wajib Pajak dan/atau tempat pelaporan usaha Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. | ||||||||||||||||||||||||
(3) | Penetapan tempat terdaftar Wajib Pajak dan/atau tempat pelaporan usaha Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku untuk seluruh Cabang Wajib Pajak baik yang didirikan sebelum atau setelah penetapan, dan berdomisili di wilayah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||||||||||||||||||||||
(4) | Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||||||||
(5) | Wajib Pajak Penanaman Modal Asing tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b angka 1 sampai dengan angka 6 ditentukan berdasarkan klasifikasi lapangan usaha Wajib Pajak sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||||||||||||||||||||||
(6) | Pelaku Usaha Melalui Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah:
|
||||||||||||||||||||||||
(7) | Keputusan Direktur Jenderal Pajak untuk menetapkan Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat pelaporan usaha Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat menggunakan contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||||||||||||||||||||||
(8) | Dalam hal Pelaku Usaha Melalui Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (6) terdaftar pada KPP Badan dan Orang Asing berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, Keputusan Direktur Jenderal Pajak untuk menetapkan Pelaku Usaha Melalui Sistem Elektronik terdaftar pada KPP Badan dan Orang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (6), sekurang-kurangnya memuat informasi:
|
(1) | Terhadap Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) namun belum ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak mendaftarkan diri pada KPP Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan yang sebenarnya. | ||||||
(2) | Dikecualikan dari ketentuan mendaftarkan diri pada KPP Pratama sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
(1) | Pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang dilaksanakan pada KPP BKM meliputi:
|
(2) | Pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan bagi Pelaku Usaha Melalui Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang dilaksanakan pada KPP Badan dan Orang Asing meliputi:
|
(3) | Pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dimulai sejak tanggal SMT yang tercantum dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2). |
(4) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan:
|
(5) | Keputusan Direktur Jenderal Pajak untuk menetapkan Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat pelaporan usaha Pengusaha Kena Pajak pada KPP BKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berfungsi sebagai:
|
(1) | Untuk pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk Pusat dan/atau Cabang yang berada di kawasan bebas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PPN atau PPN dan PPnBM. |
(3) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP BKM dan memiliki kegiatan usaha di bidang pengalihan tanah dan/atau bangunan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Dalam hal terdapat kompensasi kelebihan pembayaran pajak atas Masa Pajak sebelum tanggal SMT yang berasal dari SPT Masa PPN yang dilaporkan dengan NPWP Cabang, kompensasi kelebihan pembayaran tersebut dapat diperhitungkan sebagai kompensasi kelebihan PPN atas Masa Pajak sebelum tanggal SMT dalam SPT Masa PPN yang disampaikan pada KPP BKM dengan menggunakan NPWP Pusat. |
(5) | Dalam hal terdapat:
|
(6) | Pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban PPN atau PPN dan PPnBM yang belum dilakukan untuk Masa Pajak sebelum tanggal SMT sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, meliputi:
|
(1) | Pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban pemotongan dan pemungutan PPh yang dilaksanakan pada KPP BKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c meliputi:
|
||||||
(2) | Pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban pemotongan dan pemungutan PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
||||||
(3) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
||||||
(4) | Kewajiban pemotongan PPh Pasal 21/26 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||||||
(5) | Dikecualikan dari ketentuan penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21/26 dilakukan dengan menggunakan NPWP Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dan huruf c, Pusat Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP BKM dapat menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21/26 dengan menggunakan NPWP Pusat untuk melaporkan pemenuhan kewajiban PPh Pasal 21/26 yang terutang di Pusat dan seluruh Cabang Wajib Pajak berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Pajak baik secara jabatan maupun berdasarkan permohonan Wajib Pajak. | ||||||
(6) | Tempat terutang PPh Pasal 21/26 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan sebagai berikut:
|
||||||
(7) | Tempat terutang atas pemotongan dan pemungutan PPh selain PPh Pasal 21/26 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, mengacu kepada kedudukan hukum pihak yang melakukan penandatanganan perjanjian atau kontrak, baik perjanjian atau kontrak tertulis maupun tidak tertulis, dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||||
(8) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), pemotongan:
|
||||||
(9) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), terhadap Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP BKM dan memiliki kegiatan usaha di bidang pengalihan tanah dan/atau bangunan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(1) | Pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d berlaku bagi Wajib Pajak yang:
|
||||
(2) | Dalam hal:
|
||||
(3) | Pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan dengan NPWP Cabang yang diberikan secara jabatan oleh Kepala KPP Pratama dan hanya digunakan sebagai sarana administrasi dalam pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban PBB. |
(1) | Pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e meliputi kewajiban Bea Meterai yang terutang di Pusat maupun Cabang Wajib Pajak yang berdomisili di wilayah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini, yang terdaftar pada KPP BKM. |
(2) | Pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban Bea Meterai dengan menggunakan cara lain dilakukan dengan menggunakan NPWP yang terdaftar pada KPP BKM, sepanjang dinyatakan secara tertulis oleh Wajib Pajak bahwa penerbit dokumen yang merupakan objek Bea Meterai tersebut merupakan Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP BKM. |
(3) | Bagi Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP BKM, pencabutan surat izin pelunasan Bea Meterai dengan cara lain dilakukan oleh Kepala KPP BKM. |
(1) | Kepala KPP Lama menyampaikan surat pemberitahuan mengenai Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang penetapan tempat terdaftar Wajib Pajak dan/atau tempat pelaporan usaha Pengusaha Kena Pajak pada KPP BKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) kepada Wajib Pajak paling lama 1 (satu) bulan sebelum tanggal SMT. |
(2) | Kepala KPP BKM menyampaikan surat pemberitahuan tempat Wajib Pajak terdaftar berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) kepada Wajib Pajak paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal SMT. |
(3) | Surat pemberitahuan dari:
|
BAB III
PEMINDAHAN TEMPAT WAJIB PAJAK TERDAFTAR DAN
PENGHAPUSAN PELAKU USAHA LUAR NEGERI DARI KPP
BKM SERTA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN
KEWAJIBAN PERPAJAKANNYA
Pasal 10
(1) | Direktur Jenderal Pajak secara jabatan melakukan:
|
(2) | Pemindahan atau penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. |
(3) | Dalam hal Wajib Pajak dipindahkan ke KPP Pratama berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), namun tempat tinggal, tempat kedudukan, dan/atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya:
|
(4) | Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Terhadap Wajib Pajak dengan NPWP Pusat yang dipindahkan dari KPP BKM ke KPP Pratama, pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilaksanakan pada KPP Pratama meliputi:
|
(2) | Terhadap Wajib Pajak dengan NPWP Cabang yang dipindahkan dari KPP BKM ke KPP Pratama, pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilaksanakan pada KPP Pratama meliputi:
|
(3) | Kewajiban PPN atau PPN dan PPnBM bagi Wajib Pajak dengan NPWP Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Kewajiban PPN atau PPN dan PPnBM yang hanya berlaku atas NPWP Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, tidak berlaku dalam hal Wajib Pajak dengan NPWP Cabang tersebut menjadi tempat pemusatan PPN atau PPN dan PPnBM terutang sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai penetapan 1 (satu) tempat atau lebih sebagai tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang. |
(5) | Kewajiban PPN atau PPN dan PPnBM bagi Wajib Pajak dengan NPWP Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (4), berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(6) | Dalam hal Wajib Pajak menghendaki untuk mencabut pemusatan tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5) berakhir, Wajib Pajak harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kanwil yang membawahkan KPP Pratama tempat Wajib Pajak terdaftar sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai penetapan 1 (satu) tempat atau lebih sebagai tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang. |
(1) | Kepala KPP BKM menyampaikan surat pemberitahuan mengenai Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang pemindahan tempat terdaftar Wajib Pajak dari KPP BKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), kepada Wajib Pajak paling lama 1 (satu) bulan sebelum tanggal SMT. |
(2) | Kepala KPP Baru menyampaikan surat pemberitahuan tempat Wajib Pajak terdaftar berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) kepada Wajib Pajak paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal SMT. |
(3) | Surat pemberitahuan dari:
|
BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 13
(1) | Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini berlaku, terhadap Wajib Pajak dengan NPWP Cabang yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan terdaftar di KPP BKM, namun Wajib Pajak dengan NPWP Pusatnya tidak terdaftar pada KPP BKM, kewajiban PPN atau PPN dan PPnBM yang dilaksanakan pada KPP BKM tersebut hanya atas Wajib Pajak dengan NPWP Cabang dimaksud. |
(2) | Dalam hal terdapat pemenuhan kewajiban pemotongan dan pemungutan PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) yang:
|
(1) | Dalam hal sebelum SMT, Wajib Pajak yang ditetapkan atau dipindahkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak telah mulai dilakukan pemeriksaan, pemeriksaan dimaksud diselesaikan oleh KPP Lama sampai dengan penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan dan Nota Penghitungan. |
(2) | Yang dimaksud dengan mulai dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan atau Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor telah disampaikan kepada Wajib Pajak. |
(3) | Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan dan Nota Penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPP Baru menerbitkan SKP dan/atau STP, |
Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak yang ditetapkan atau dipindahkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sedang dilakukan:
- Pemeriksaan Bukti Permulaan;
- Penyidikan; atau
- proses penghentian penyidikan sesuai dengan ketentuan Pasal 44A atau Pasal 44B Undang-Undang KUP,
(1) | Dalam hal Pusat dan/atau Cabang Wajib Pajak yang ditetapkan atau dipindahkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak memiliki utang pajak pada KPP Lama sampai dengan sebelum SMT, atas utang pajak tersebut dilakukan atau dilanjutkan tindakan penagihan oleh KPP Baru. |
(2) | Termasuk tindakan penagihan oleh KPP Baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penagihan atas utang PPN dan/atau PPN dan PPnBM sebagai tindak lanjut pemusatan PPN sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (5), Pasal 11 ayat (3) dan Pasal 11 ayat (4). |
(1) | Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak yang ditetapkan atau dipindahkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sedang mengajukan permohonan pembetulan sesuai dengan Pasal 16 Undang-Undang KUP dan belum diterbitkan keputusan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak yang ditetapkan atau dipindahkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sedang mengajukan permohonan keberatan sesuai dengan Pasal 25 Undang-Undang KUP dan/atau permohonan nonkeberatan sesuai dengan Pasal 36 Undang-Undang KUP dan belum diterbitkan keputusan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(1) | Dalam hal pada saat SMT terdapat surat keputusan yang diterbitkan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 16, Pasal 26, dan/atau Pasal 36 Undang-Undang KUP dan belum ditindaklanjuti oleh KPP Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Dalam hal pada saat SMT terdapat Putusan Pengadilan Pajak atas Banding atau Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung terkait Putusan Pengadilan Pajak atas Banding yang diterima oleh KPP Lama dan belum ditindaklanjuti, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(3) | Dalam hal pada saat SMT terdapat Putusan Pengadilan Pajak atas Gugatan dan Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung terkait Putusan Pengadilan Pajak atas Gugatan yang diterima oleh KPP Lama dan belum ditindaklanjuti, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Termasuk dalam pelaksanaan putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) adalah penerbitan SKPKPP dan SPMKP dalam hal tindak lanjut pelaksanaan Putusan Pengadilan Pajak dan Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung mengakibatkan kelebihan pembayaran pajak. |
(1) | Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak yang belum diterbitkan SKPPKP oleh KPP Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang berdasarkan Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang KUP dan belum diterbitkan SKPLB oleh KPP Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(3) | Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 17B Undang-Undang KUP yang belum diterbitkan SKP oleh KPP Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Dalam hal pada saat SMT terdapat SKPPKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) yang menyatakan lebih bayar namun belum diterbitkan SKPKPP dan SPMKP oleh KPP Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(5) | Dalam hal pada saat SMT terdapat SKPKPP namun belum diterbitkan SPMKP oleh KPP Lama, KPP Baru menerbitkan SPMKP. |
(6) | Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan pemberian imbalan bunga dengan mencantumkan nomor rekening dalam negeri Wajib Pajak yang belum diterbitkan SKPIB, SKPPIB, dan/atau SPMIB oleh KPP Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan Wajib Pajak selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pasal 18 dan Pasal 19 yang belum diterbitkan surat keputusan atau surat persetujuan/penolakan oleh KPP Lama atau Kanwil Lama karena belum jatuh tempo, berlaku ketentuan sebagai berikut:
- permohonan yang diterima oleh KPP Lama lebih dari 7 (tujuh) hari sebelum tanggal SMT, KPP Lama menyelesaikan permohonan dimaksud sampai dengan penerbitan surat keputusan atau surat persetujuan/penolakan paling lama 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal SMT; atau
- permohonan yang diterima oleh KPP Lama paling lama 7 (tujuh) hari sebelum tanggal SMT, KPP Baru menyelesaikan permohonan dimaksud sampai dengan penerbitan surat keputusan atau surat persetujuan/penolakan.
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai penetapan tempat pendaftaran Wajib Pajak dan tempat pelaporan usaha Pengusaha Kena Pajak pada KPP di Lingkungan Kanwil Wajib Pajak Besar, KPP di Lingkungan Kanwil Jakarta Khusus, dan Kantor Pelayanan Pajak Madya yang dibuat berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ/2018 tentang Tempat Pendaftaran Wajib Pajak dan/atau Tempat Pelaporan Usaha Pengusaha Kena Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus dan Kantor Pelayanan Pajak Madya, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang Direktur Jenderal Pajak tidak menetapkan keputusan lain.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 22
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-25/PJ/2013 tentang Tempat Pendaftaran dan/atau Tempat Pelaporan Usaha bagi Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang Dikenai Pajak Berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan Perubahannya yang Melakukan Usaha di Bidang Pengalihan Tanah dan/atau Bangunan; dan
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ/2018 tentang Tempat Pendaftaran Wajib Pajak dan/atau Tempat Pelaporan Usaha Pengusaha Kena Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus dan Kantor Pelayanan Pajak Madya,
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 April 2020
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd.
SURYO UTOMO
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.