Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 19 TAHUN 2021
Kebijakan Dan Pengaturan Ekspor
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2021
TENTANG
KEBIJAKAN DAN PENGATURAN EKSPOR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (3), Pasal 4 ayat (3), Pasal 5 ayat (8), Pasal 7 ayat (6), dan Pasal 12 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor;
Mengingat :
- Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5512);
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
- Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2010 tentang tentang Pelimpahan Kewenangan Pemerintah Kepada Dewan Kawasan Sabang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5175);
- Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6617);
- Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6641);
- Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6652);
- Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6653);
- Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2015 tentang Kementerian Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 90);
- Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 80 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1190);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG KEBIJAKAN DAN PENGATURAN EKSPOR.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
- Perdagangan adalah tatanan kegiatan yang terkait dengan transaksi Barang dan/atau Jasa di dalam negeri dan melampaui batas wilayah negara dengan tujuan pengalihan hak atas Barang dan/atau Jasa untuk memperoleh imbalan atau kompensasi.
- Perdagangan Luar Negeri adalah Perdagangan yang mencakup kegiatan Ekspor dan/atau Impor atas Barang dan/atau Perdagangan Jasa yang melampaui batas wilayah negara.
- Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan Barang dari daerah pabean.
- Eksportir adalah orang perseorangan atau lembaga atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum, yang melakukan Ekspor.
- Nomor Induk Berusaha yang selanjutnya disingkat NIB adalah bukti registrasi/pendaftaran Pelaku Usaha untuk melakukan kegiatan usaha dan sebagai identitas bagi Pelaku Usaha dalam pelaksanaan kegiatan usahanya.
- Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.
- Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk menunjang kegiatan usaha.
- Pemberitahuan Pabean Ekspor adalah pernyataan yang dibuat oleh pelaku usaha dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean Ekspor dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam undang-undang kepabeanan.
- Barang adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, dan dapat diperdagangkan, dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh Konsumen atau Pelaku Usaha.
- Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
- Sistem Indonesia National Single Window yang selanjutnya disingkat SINSW adalah sistem elektronik yang mengintegrasikan sistem dan/atau informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain, yang terkait dengan Ekspor dan/atau Impor, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis.
- Sistem INATRADE adalah sistem pelayanan terpadu perdagangan pada kementerian perdagangan yang dilakukan secara online melalui portal http://inatrade.kemendag.go.id.
- Verifikasi atau Penelusuran Teknis adalah pemeriksaan dan/atau pemastian Barang yang dilakukan oleh Surveyor.
- Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
- Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disingkat KPBPB adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, dan cukai.
- Surveyor adalah perusahaan survey yang mendapat otorisasi untuk melakukan Verifikasi atau Penelusuran Teknis atas Ekspor.
- Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Perdagangan.
- Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan.
(1) | Kebijakan dan pengaturan di bidang Ekspor dilaksanakan oleh Menteri. |
(2) | Kebijakan dan pengaturan di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri dalam bentuk:
|
(1) | Eksportir wajib memiliki NIB. |
(2) | Terhadap kegiatan Ekspor atas Barang tertentu, Eksportir wajib memiliki Perizinan Berusaha di bidang Ekspor dari Menteri. |
(3) | Penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri. |
(4) | Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari:
|
(5) | Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha sektor Perdagangan Luar Negeri. |
(6) | Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan sebagai dokumen pelengkap pabean yang diwajibkan dalam penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor Barang kepada kantor pabean. |
(1) | Setiap penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor harus dilakukan Konfirmasi Status Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(2) | Konfirmasi Status Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memperoleh Keterangan Status Wajib Pajak. |
(3) | Konfirmasi Status Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebelum Perizinan Berusaha di bidang Ekspor diberikan kepada pelaku usaha. |
(4) | Keterangan Status Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memuat status valid digunakan sebagai salah satu persyaratan pemberian Perizinan Berusaha di bidang Ekspor. |
(1) | Untuk memperoleh Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), Eksportir harus mengajukan permohonan secara elektronik kepada Menteri melalui SINSW. |
(2) | Untuk dapat mengajukan permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Eksportir harus memiliki hak akses. |
(3) | Hak akses sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperoleh dengan melakukan registrasi melalui SINSW dan mengunggah hasil pindai dokumen asli paling sedikit berupa:
|
(4) | Dalam hal dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah tersedia secara elektronik pada kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian yang telah terintegrasi dengan SINSW, Eksportir tidak perlu mengunggah dokumen ke SINSW. |
(1) | Pengajuan permohonan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dilakukan dengan mengunggah hasil pindai dokumen asli persyaratan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(2) | Dalam hal dokumen persyaratan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah tersedia secara elektronik pada kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian yang telah terintegrasi dengan SINSW, Eksportir tidak perlu mengunggah dokumen persyaratan ke SINSW. |
(3) | Eksportir bertanggung jawab penuh terhadap kebenaran dan kesesuaian:
|
(1) | Apabila permohonan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik, dan mencantumkan kode QR (Quick Response Code), yang tidak memerlukan cap dan tanda tangan basah dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap sesuai dengan persyaratan. |
(2) | Apabila permohonan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, namun Perizinan Berusaha di bidang Ekspor belum diterbitkan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor secara otomatis melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW. |
(3) | Apabila permohonan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dinyatakan tidak lengkap terkait dengan kesesuaian persyaratan, dilakukan penolakan secara elektronik melalui SINSW paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima. |
(4) | Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berupa Eksportir Terdaftar memuat data atau keterangan paling sedikit mengenai:
|
(5) | Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berupa Persetujuan Ekspor memuat data atau keterangan paling sedikit mengenai:
|
(6) | Masa berlaku Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan masa berlaku Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(7) | Penerbitan Persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (5), disertai dengan kartu kendali realisasi Ekspor. |
(8) | Kartu kendali realisasi Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) digunakan untuk melakukan pemotongan jumlah Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf d. |
(9) | Dalam hal jumlah Barang sebagaimana dimaksud pada ayat 5 huruf d telah dapat dilakukan pemotongan secara elektronik oleh SINSW sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan, penerbitan Persetujuan Ekspor tidak disertai dengan kartu kendali realisasi Ekspor. |
(1) | Penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor berupa Persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) huruf b dilakukan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri berdasarkan neraca komoditas. |
(2) | Pemanfaatan neraca komoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(3) | Dalam hal neraca komoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum ditetapkan, penerbitan Persetujuan Ekspor oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan data yang tersedia. |
(1) | Apabila terdapat perubahan data pada Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), Eksportir wajib mengajukan permohonan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal perubahan data dengan persyaratan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(2) | Data pada Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:
|
(3) | Permohonan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik kepada Menteri melalui SINSW dengan mengunggah hasil pindai dokumen asli persyaratan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor. |
(4) | Dalam hal dokumen persyaratan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah tersedia secara elektronik pada kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian yang telah terintegrasi dengan SINSW, Eksportir tidak perlu mengunggah dokumen persyaratan ke SINSW. |
(5) | Eksportir bertanggung jawab penuh terhadap kebenaran dan kesesuaian:
|
(1) | Apabila permohonan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik, dan mencantumkan kode QR (Quick Response Code), yang tidak memerlukan cap dan tanda tangan basah dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap sesuai dengan persyaratan. |
(2) | Apabila permohonan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, namun perubahan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor belum diterbitkan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor secara otomatis melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW. |
(3) | Apabila permohonan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) dinyatakan tidak lengkap terkait dengan kesesuaian persyaratan, dilakukan penolakan secara elektronik melalui SINSW paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima. |
(4) | Masa berlaku perubahan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disesuaikan dengan masa berlaku Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6). |
(1) | Apabila Perizinan Berusaha di bidang Ekspor berupa Eksportir Terdaftar masa berlakunya akan berakhir, Eksportir dapat mengajukan permohonan perpanjangan Eksportir Terdaftar paling lama 7 (tujuh) hari kerja sebelum masa berlaku Eksportir Terdaftar berakhir sesuai dengan persyaratan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(2) | Apabila Perizinan Berusaha di bidang Ekspor berupa Persetujuan Ekspor masa berlakunya akan berakhir, Eksportir dapat mengajukan permohonan perpanjangan Persetujuan Ekspor paling lama 7 (tujuh) hari kerja sebelum masa berlaku Persetujuan Ekspor berakhir sesuai dengan ketentuan dan persyaratan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(3) | Permohonan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan secara elektronik kepada Menteri melalui SINSW dengan mengunggah hasil pindai dokumen asli persyaratan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor. |
(4) | Dalam hal dokumen persyaratan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah tersedia secara elektronik pada kementerian/ lembaga pemerintah nonkementerian yang telah terintegrasi dengan SINSW, Eksportir tidak perlu mengunggah dokumen persyaratan ke SINSW. |
(5) | Eksportir bertanggung jawab penuh terhadap kebenaran dan kesesuaian:
|
(1) | Apabila permohonan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik, dan mencantumkan kode QR (Quick Response Code), yang tidak memerlukan cap dan tanda tangan basah paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap sesuai dengan persyaratan. |
(2) | Apabila permohonan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, namun perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor belum diterbitkan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan penerbitan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor secara otomatis melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW. |
(3) | Apabila permohonan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) dinyatakan tidak lengkap terkait dengan kesesuaian persyaratan, dilakukan penolakan secara elektronik melalui SINSW paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima. |
(4) | Masa berlaku perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan masa berlaku perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Dalam hal perlu dilakukan verifikasi lapangan, proses penerbitan, perubahan, atau perpanjangan Persetujuan Ekspor dihentikan sementara. |
(2) | Verifikasi lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam hal:
|
(1) | Eksportir dapat mengajukan permohonan pembatalan terhadap proses:
|
(2) | Eksportir bertanggung jawab penuh terhadap permohonan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memberikan persetujuan dalam bentuk pernyataan tanggung jawab secara elektronik melalui SINSW pada saat melakukan pengajuan permohonan pembatalan. |
Dalam hal SINSW belum dapat mengintegrasikan secara elektronik proses permohonan dan penerbitan terhadap perubahan dan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor yang telah diterbitkan berdasarkan peraturan menteri perdagangan yang mengatur ketentuan mengenai Ekspor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, pengajuan permohonan dan penerbitan:
- perubahan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10; atau
- perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 12,
(1) | Dalam pelaksanaan kebijakan dan pengaturan Ekspor, Menteri menetapkan Barang yang diatur Ekspornya. |
(2) | Barang yang diatur Ekspornya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini |
(1) | Terhadap kegiatan Ekspor atas Barang tertentu, Menteri menetapkan kewajiban pemenuhan dokumen lain yang harus dipenuhi oleh Eksportir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(2) | Dokumen lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dokumen pelengkap pabean yang diwajibkan dalam penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor Barang kepada kantor pabean. |
(3) | Kegiatan Ekspor atas Barang tertentu dan dokumen lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Terhadap Ekspor untuk Barang tertentu dikenai kewajiban Verifikasi atau Penelusuran Teknis. |
(2) | Kriteria Barang tertentu yang dikenai kewajiban Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:
|
(3) | Barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diubah berdasarkan keputusan rapat koordinasi yang dipimpin oleh menteri yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian, yang dihadiri menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian atau pejabat yang ditunjuk untuk mewakili yang diberikan kewenangan untuk dan atas nama menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian. |
(4) | Barang tertentu yang dikenai kewajiban Verifikasi atau Penelusuran Teknis Ekspor sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dilakukan oleh Surveyor yang telah ditetapkan oleh Menteri. |
(2) | Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(3) | Hasil Verifikasi atau Penelusuran Teknis oleh Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk Laporan Surveyor yang digunakan sebagai dokumen pelengkap pabean yang diwajibkan dalam penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor Barang kepada kantor pabean. |
(4) | Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh Surveyor secara elektronik melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW. |
(1) | Terhadap kegiatan Ekspor atas Barang tertentu, Menteri dapat menentukan tempat pengeluaran Barang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf i. |
(2) | Penentuan tempat pengeluaran Barang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Ketentuan mengenai kebijakan dan pengaturan Ekspor diberlakukan terhadap pengeluaran Barang dari KPBPB:
|
(2) | Ketentuan mengenai pemberlakuan kebijakan dan pengaturan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan atas pengeluaran Barang hasil produksi di KPBPB keluar Daerah Pabean. |
(3) | Ketentuan mengenai kebijakan dan pengaturan Ekspor diberlakukan terhadap pengeluaran Barang dari Kawasan Ekonomi Khusus ke Luar Daerah Pabean. |
(4) | Ketentuan mengenai pemberlakuan kebijakan dan pengaturan Ekspor dikecualikan terhadap:
|
(5) | Untuk kepentingan perekonomian nasional, Menteri dapat menetapkan secara selektif berlakunya ketentuan mengenai kebijakan dan pengaturan Ekspor atas:
|
(6) | Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (5) huruf a, dan Barang atau hasil produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(7) | Ketentuan mengenai larangan diberlakukan terhadap:
|
(8) |
Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) untuk kegiatan usaha yang dilakukan di wilayah KPBPB dan Kawasan Ekonomi Khusus diterbitkan oleh:
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai penyelenggaraan KPBPB atau penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus. |
(9) | Penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilakukan melalui sistem pelayanan berbasis elektronik yang disediakan oleh badan pengusahaan KPBPB atau administrator Kawasan Ekonomi Khusus, yang terintegrasi dengan sistem OSS dan SINSW untuk diteruskan ke Sistem INATRADE. |
(1) | Ketentuan mengenai larangan diberlakukan terhadap pengeluaran Barang dari KPBPB Sabang ke Luar Daerah Pabean sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Barang dilarang Ekspor. |
(2) | Pengeluaran Barang dari KPBPB Sabang ke luar Daerah Pabean tidak diberlakukan kebijakan dan pengaturan Ekspor. |
(3) | Pengeluaran Barang dari KPBPB Sabang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan oleh pelaku usaha yang telah mendapat Perizinan Berusaha dari Badan Pengusahaan Kawasan Sabang. |
(4) | Ketentuan kebijakan dan pengaturan Ekspor diberlakukan atas pemasukan Barang ke KPBPB Sabang dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean. |
(1) | Dalam hal Ekspor tidak dilakukan untuk kegiatan usaha, Eksportir dikecualikan dari pemenuhan NIB dan/atau Perizinan Berusaha di bidang Ekspor. |
(2) | Selain dikecualikan dari pemenuhan NIB dan/atau Perizinan Berusaha di Bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ekspor yang tidak dilakukan untuk kegiatan usaha dapat dikecualikan dari pemenuhan dokumen lain dan/atau Verifikasi atau Penelusuran Teknis. |
(3) | Terhadap pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Direktur Jenderal atas nama Menteri dapat menerbitkan surat keterangan. |
(4) | Untuk memperoleh surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Eksportir harus mengajukan permohonan secara elektronik kepada Menteri melalui SINSW. |
(5) | Untuk dapat mengajukan permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Eksportir harus memiliki hak akses. |
(6) | Hak akses sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat diperoleh dengan melakukan registrasi melalui SINSW dan mengunggah persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3). |
(7) | Pengajuan permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan mengunggah hasil pindai dokumen asli persyaratan berupa pertimbangan teknis dari kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait dan/atau dokumen legalitas pendukung lainnya. |
(8) | Dalam hal pertimbangan teknis dari kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait dan/atau dokumen legalitas pendukung lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (7) telah tersedia secara elektronik pada kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian yang telah terintegrasi dengan SINSW, Eksportir tidak perlu mengunggah pertimbangan teknis dari kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait dan/atau dokumen legalitas pendukung lainnya ke SINSW. |
(9) |
Eksportir bertanggung jawab penuh terhadap kebenaran dan kesesuaian:
dengan memberikan persetujuan dalam bentuk pernyataan tanggung jawab atas kebenaran dokumen secara elektronik melalui SINSW pada saat melakukan pengajuan permohonan untuk mendapatkan surat keterangan. |
(10) | Dalam hal permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan surat keterangan melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik dan mencantumkan kode QR (Quick Response Code), yang tidak memerlukan cap dan tanda tangan basah. |
(11) | Dalam hal permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dinyatakan tidak lengkap terkait dengan kesesuaian persyaratan, dilakukan penolakan secara elektronik. |
(12) |
Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) memuat data atau keterangan paling sedikit mengenai:
|
(13) | Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dapat berlaku untuk satu kali pengiriman atau lebih dari satu kali pengiriman. |
(14) | Pengecualian terhadap Ekspor yang tidak dilakukan untuk kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Selain pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, terhadap Barang tertentu dapat diberikan pengecualian Ekspor yang dilakukan untuk kegiatan usaha. | ||||
(2) | Pengecualian Ekspor yang dilakukan untuk kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pengecualian terhadap Perizinan Berusaha di bidang Ekspor, pemenuhan dokumen lain, dan/atau Verifikasi atau Penelusuran Teknis. | ||||
(3) | Terhadap pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal atas nama Menteri dapat menerbitkan surat keterangan. | ||||
(4) | Untuk memperoleh surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Eksportir harus mengajukan permohonan secara elektronik kepada Menteri melalui SINSW. | ||||
(5) | Untuk dapat mengajukan permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Eksportir harus memiliki hak akses. | ||||
(6) | Hak akses sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat diperoleh dengan melakukan registrasi melalui SINSW dan mengunggah persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3). | ||||
(7) | Pengajuan permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan mengunggah hasil pindai dokumen asli persyaratan berupa pertimbangan teknis dari kementerian/lembaga pemerintah non kementerian terkait dan/atau dokumen legalitas pendukung lainnya. | ||||
(8) | Dalam hal pertimbangan teknis dari kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait dan/atau dokumen legalitas pendukung lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (7) telah tersedia secara elektronik pada kementerian/ lembaga pemerintah nonkementerian yang telah terintegrasi dengan SINSW, Eksportir tidak perlu mengunggah pertimbangan teknis dari kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait dan/atau dokumen legalitas pendukung lainnya ke SINSW. | ||||
(9) | Eksportir bertanggung jawab penuh terhadap kebenaran dan kesesuaian:
|
||||
(10) | Dalam hal permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan surat keterangan melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik, dan mencantumkan kode QR (Quick Response Code), yang tidak memerlukan cap dan tanda tangan basah. | ||||
(11) | Dalam hal permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dinyatakan tidak lengkap terkait dengan kesesuaian persyaratan, dilakukan penolakan secara elektronik. | ||||
(12) |
Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) memuat data atau keterangan paling sedikit mengenai:
|
||||
(13) | Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dapat berlaku untuk satu kali pengiriman atau lebih dari satu kali pengiriman. | ||||
(14) | Pengecualian terhadap Ekspor Barang Tertentu yang dilakukan untuk kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Diagram alir penerbitan, perubahan, dan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12, serta penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dan Pasal 24 tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(1) | Eksportir Barang tertentu yang telah ditetapkan sebagai Eksportir Terdaftar yang memiliki masa berlaku, wajib melakukan Ekspor. |
(2) | Barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Eksportir yang telah memiliki:
|
(2) | Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan:
|
(3) | Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi data atau keterangan paling sedikit mengenai:
|
(1) | Eksportir yang telah memiliki dokumen lain yang harus dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 berupa Dokumen V-Legal, wajib menyampaikan laporan realisasi Ekspor baik yang terealisasi maupun tidak terealisasi secara elektronik kepada Menteri. |
(2) | Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan setiap 1 (satu) tahun paling lambat tanggal 31 (tiga puluh satu) bulan Januari tahun berikutnya melalui SINSW yang diteruskan ke Sistem INATRADE. |
(3) | Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi data atau keterangan paling sedikit mengenai:
|
(1) | Eksportir yang telah memiliki surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (10) dan/atau Pasal 24 ayat (10) wajib menyampaikan laporan realisasi Ekspor baik yang terealisasi maupun tidak terealisasi secara elektronik kepada Menteri. |
(2) | Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan:
|
(3) | Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi data atau keterangan paling sedikit mengenai:
|
Pemenuhan kewajiban penyampaian laporan realisasi Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28 ayat (1), bagi Eksportir yang tidak memiliki Perizinan Berusaha di bidang Ekspor dilakukan dengan mendapatkan hak akses terlebih dahulu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai hak akses di SINSW.
Eksportir Terdaftar yang tidak melaksanakan kewajiban melakukan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dalam jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal penetapan sebagai Eksportir Terdaftar, dikenai sanksi administratif berupa peringatan secara elektronik melalui SINSW.
(1) | Eksportir yang tidak melaksanakan kewajiban laporan realisasi Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, dikenai sanksi administratif berupa peringatan secara elektronik melalui SINSW. |
(2) | Apabila Eksportir yang telah dikenai sanksi administratif berupa peringatan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap tidak menyampaikan laporan realisasi Ekspor dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal peringatan secara elektronik dikenakan, Eksportir dikenai sanksi administratif berupa:
|
(1) | Eksportir yang tidak melaksanakan kewajiban laporan realisasi Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dikenai sanksi administratif berupa peringatan secara elektronik melalui SINSW. |
(2) | Apabila Eksportir yang sudah dikenai sanksi administratif berupa peringatan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap tidak menyampaikan laporan realisasi Ekspor dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal peringatan secara elektronik dikenakan, Eksportir dikenai sanksi administratif berupa rekomendasi penangguhan penerbitan dokumen lain berupa Dokumen V-Legal kepada kementerian pembina lembaga penerbit Dokumen V-Legal. |
(1) | Eksportir yang tidak melaksanakan kewajiban laporan realisasi Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, dikenai sanksi administratif berupa peringatan secara elektronik melalui SINSW. |
(2) | Apabila Eksportir yang sudah dikenai sanksi administratif berupa peringatan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap tidak menyampaikan laporan realisasi Ekspor dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal peringatan secara elektronik dikenakan, Eksportir dikenai sanksi administratif berupa:
|
Pemohon yang tidak melaksanakan kewajiban mengajukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2).
Dalam hal Eksportir dalam proses penyidikan atas tindak pidana yang berkaitan dengan penyalahgunaan:
- dokumen Perizinan Berusaha di bidang Ekspor, Eksportir dikenai sanksi administratif berupa pembekuan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2);
- dokumen Perizinan Berusaha di bidang Ekspor yang masa berlakunya telah berakhir, Eksportir dikenai sanksi administratif berupa penangguhan penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2);
- surat keterangan yang berlaku lebih dari satu kali pengiriman, Eksportir dikenai sanksi administratif berupa pembekuan surat keterangan yang berlaku lebih dari satu kali pengiriman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (10) dan Pasal 24 ayat (10);
- urat keterangan yang berlaku lebih dari satu kali pengiriman yang masa berlakunya telah berakhir atau surat keterangan yang berlaku satu kali pengiriman, Eksportir dikenai sanksi administratif berupa penangguhan penerbitan surat keterangan yang berlaku lebih dari satu kali pengiriman atau satu kali pengiriman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (10) dan Pasal 24 ayat (10); atau
- dokumen Laporan Surveyor, Eksportir dikenai sanksi administratif berupa penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19.
Sanksi administratif berupa:
a. | pembekuan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf a, Pasal 35, dan Pasal 36 huruf a diaktifkan kembali, dalam hal Eksportir:
|
b. | penangguhan penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf b dicabut, dalam hal Eksportir:
|
c. | penangguhan penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf a dicabut, dalam hal Eksportir telah melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29; |
d. | pembekuan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf b dan Pasal 36 huruf c diaktifkan kembali, dalam hal Eksportir:
|
e. | penangguhan penerbitan surat keterangan yang berlaku lebih dari satu kali pengiriman atau satu kali pengiriman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf d dicabut, dalam hal Eksportir:
|
f. | penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf b dicabut, dalam hal Eksportir telah melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf b; |
g. | penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf e dicabut, dalam hal Eksportir telah:
|
h. | rekomendasi penangguhan penerbitan dokumen lain berupa dokumen V-Legal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) dicabut, dalam hal Eksportir telah melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1). |
(1) | Eksportir dikenai sanksi administratif berupa pencabutan:
|
||||
(2) | Eksportir yang telah dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1, dapat mengajukan kembali permohonan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor setelah 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal pencabutan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor. |
(1) | Selain dapat dikenakan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini, Eksportir dapat dikenakan sanksi administratif lain berupa:
|
(2) | Sanksi administratif berupa:
|
(3) | Sanksi administratif berupa:
|
(1) | Peringatan, pembekuan, pengaktifan kembali, dan pencabutan:
|
(2) | Penangguhan penerbitan Perizinan Berusaha di Bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf b dan Pasal 39 ayat (1) huruf a dan pencabutan penangguhan penerbitan Perizinan Berusaha di Bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf b dan Pasal 39 ayat (2) huruf a dilakukan secara elektronik oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri melalui sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW. |
(3) | Penangguhan penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf a dan Pasal 36 huruf d dan pencabutan penangguhan penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf c dan huruf e dilakukan secara elektronik oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri melalui sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW. |
(4) | Penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis, pembekuan Laporan Surveyor, pencabutan Laporan Surveyor, pencabutan penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis, dan pengaktifan kembali Laporan Surveyor, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf b, Pasal 36 huruf e, Pasal 37 huruf f dan huruf g, dan Pasal 39 ayat (1) huruf d, huruf e, huruf f, dan ayat (3) dilakukan oleh Surveyor berdasarkan surat Direktur Jenderal atas nama Menteri. |
(5) | Rekomendasi penangguhan penerbitan dokumen lain berupa Dokumen V-Legal dan pencabutan penangguhan penerbitan dokumen lain berupa Dokumen V-Legal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) dan Pasal 37 huruf h disampaikan secara tertulis oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri kepada menteri pembina lembaga penerbit Dokumen V-Legal. |
(6) | Penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis, pembekuan Laporan Surveyor, pencabutan Laporan Surveyor, pencabutan penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis, dan pengaktifan kembali Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan oleh Surveyor secara elektronik melalui sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW. |
Eksportir yang belum melaksanakan kewajiban laporan realiasasi Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) tidak dapat mengajukan kembali permohonan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor dan/atau pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebelum melaksanakan kewajiban laporan realiasasi Ekspor.
(1) | Dalam hal terjadi gangguan yang mengakibatkan Sistem INATRADE dan/atau SINSW tidak berfungsi:
|
||||
(2) | Apabila permohonan penerbitan, perubahan, dan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1, angka 2 dan angka 3 dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan:
|
||||
(3) | Apabila permohonan penerbitan, perubahan, dan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1, angka 2 dan angka 3 dinyatakan tidak lengkap terkait dengan kesesuaian persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan:
|
||||
(4) | Apabila permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 4 dinyatakan lengkap sesuai persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan surat keterangan. | ||||
(5) | Apabila permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 4 dinyatakan tidak lengkap terkait dengan kesesuaian persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan surat penolakan penerbitan surat keterangan. | ||||
(6) | Penerbitan atau penolakan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), serta penerbitan atau penolakan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) disampaikan kepada Eksportir dengan tembusan kepada Kepala Lembaga National Single Window |
(1) | Dalam hal terjadi gangguan yang mengakibatkan Sistem INATRADE dan/atau SINSW tidak berfungsi, pengenaan sanksi administratif berupa:
|
(2) | Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Eksportir dengan tembusan kepada Kepala Lembaga National Single Window. |
(3) | Dalam hal terjadi gangguan yang mengakibatkan Sistem INATRADE dan/atau SINSW tidak berfungsi, pengenaan sanksi administratif berupa penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis, pembekuan Laporan Surveyor, pencabutan Laporan Surveyor, pencabutan penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis, dan pengaktifan kembali Laporan Surveyor, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf b, Pasal 36 huruf e, Pasal 37 huruf f dan huruf g, dan Pasal 39 ayat (1) huruf d, huruf e, huruf f, dan ayat (3), dilakukan secara manual oleh Surveyor kepada Eksportir, berdasarkan surat Direktur Jenderal atas nama Menteri, dengan tembusan kepada Kepala Lembaga National Single Window. |
(1) | Terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengaturan Ekspor dalam penyelenggaraan Perdagangan Luar Negeri dilaksanakan pengawasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelaksanaan pengawasan kegiatan perdagangan. |
(2) | Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terkait dengan kepatuhan pelaku usaha terhadap pemenuhan penyelenggaraan sektor perdagangan. |
(3) | Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh direktorat jenderal yang menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang perlindungan konsumen dan tertib niaga berkoordinasi dengan direktorat jenderal yang menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang Perdagangan Luar Negeri. |
Ketentuan mengenai kewajiban Eksportir memiliki Perizinan Berusaha di bidang Ekspor berupa Eksportir Terdaftar bagi pelaksanaan Ekspor sarang burung walet ke negara selain Republik Rakyat China sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2022.
(1) | Produk pertambangan hasil pengolahan dan/atau pemurnian berupa Konsentrat besi (hematit, magnetit) dengan kadar ≥ 62% Fe dan ≤ 1% TiO2, Konsentrat besi laterit (gutit, hematit, magnetit) dengan kadar ≥ 50% Fe dan ≥ 10% (AI2O3+SiO2), Konsentrat pasir besi (lamela magnetit - ilmenit) dengan kadar ≥ 56% Fe dan 1% < TiO2 ≤ 25%, Pellet konsentrat pasir besi (lamela magnetit - ilmenit) dengan kadar ≥ 54% Fe dan 1% < TiO2 ≤ 25%, Konsentrat mangan dengan kadar ≥ 49% Mn, Konsentrat tembaga dengan kadar ≥ 15% Cu, Konsentrat timbal dengan kadar ≥ 56% Pb, Konsentrat seng dengan kadar ≥ 51% Zn, Konsentrat kromit dengan kadar ≥ 40% Cr2O3 dan ≥ 13% Fe, Konsentrat ilmenite dengan kadar ≥ 45% TiO2, Konsentrat rutil dengan kadar ≥ 90% TiO2, Lumpur anoda (anode slime), dan Bauksit yang telah dilakukan pencucian (washed bauxite) dengan kadar ≥ 42% AI2O3 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, hanya dapat diekspor sampai dengan tanggal 10 Juni 2023 yang dibuktikan dengan nomor dan tanggal pendaftaran Pemberitahuan Pabean Ekspor dari kantor pabean. |
(2) | Barang pertambangan berupa Konsentrat besi (hematit, magnetit) dengan kadar ≥ 62% Fe dan ≤ 1% TiO2, Konsentrat besi laterit (gutit, hematit, magnetit) dengan kadar ≥ 50% Fe dan ≥ 10% (Al2O3+SiO2), Konsentrat pasir besi (lamela magnetit - ilmenit) dengan kadar ≥ 56% Fe dan 1% < TiO2 ≤ 25%, Pellet konsentrat pasir besi (lamela magnetit - ilmenit) dengan kadar ≥ 54% Fe dan 1% < TiO2 ≤ 25%, Konsentrat mangan dengan kadar ≥ 49% Mn, Konsentrat tembaga dengan kadar ≥ 15% Cu, Konsentrat timbal dengan kadar ≥ 56% Pb, Konsentrat seng dengan kadar ≥ 51% Zn, Konsentrat kromit dengan kadar ≥ 40% Cr2O3 dan ≥ 13% Fe, Konsentrat ilmenite dengan kadar ≥ 45% TiO2, Konsentrat rutil dengan kadar ≥ 90% TiO2, Lumpur anoda (anode slime), dan Bauksit yang telah dilakukan pencucian (washed bauxite) dengan kadar ≥ 42% Al2O3 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, hanya dapat diekspor mulai tanggal 11 Juni 2023 untuk keperluan penelitian dan pengembangan, keperluan Ekspor kembali (re-Ekspor), dan keperluan Ekspor produk industri yang dibuktikan dengan nomor dan tanggal pendaftaran Pemberitahuan Pabean Ekspor dari kantor pabean. |
(1) | Ketentuan mengenai kriteria teknis kayu olahan dalam bentuk S4S (surfaced four side), E2E atau E4E yang berasal dari:
|
(2) | Ketentuan mengenai kriteria teknis kayu olahan dalam bentuk S4S (surfaced four side), E2E atau E4E yang berasal dari:
|
Dalam hal Peraturan Menteri ini memberikan pilihan tidak mengatur, tidak lengkap, atau tidak jelas, dan/atau adanya staganasi pemerintahan, Menteri dapat melakukan diskresi untuk mengatasi persoalan konkret dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan terkait dengan kebijakan dan pengaturan Ekspor sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
- Perizinan Berusaha berupa Eksportir Terdaftar dan Persetujuan Ekspor, serta dokumen berupa pengecualian, surat penjelasan, dan surat keterangan yang telah diterbitkan berdasarkan peraturan menteri perdagangan yang mengatur ketentuan mengenai Ekspor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya berakhir;
- Eksportir Terdaftar Sarang Burung Walet yang telah diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2012 tentang Ketentuan Ekspor Sarang Burung Walet ke Republik Rakyat China (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 849), dinyatakan tetap berlaku dan harus disesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya Peraturan Menteri ini;
- Perizinan Berusaha di bidang Ekspor berupa Eksportir Terdaftar dan Persetujuan Ekspor yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan diterbitkan setelah berlakunya Peraturan Menteri ini, dilaksanakan berdasarkan peraturan menteri perdagangan yang mengatur mengenai ketentuan Ekspor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini;
- Dokumen V-Legal yang telah diterbitkan oleh Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan selesainya Ekspor Produk Industri Kehutanan;
- dokumen lain berupa pertimbangan teknis, dan/atau rekomendasi yang diterbitkan oleh kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian sebelum Peraturan Menteri ini berlaku, yang diperlukan dalam penerbitan Perizinan Berusaha di Bidang Ekspor atau penerbitan surat keterangan, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya berakhir dan sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini;
- dokumen lain berupa pengecualian, surat penjelasan, surat keterangan, pertimbangan teknis, dan/atau rekomendasi yang diterbitkan oleh kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian sebelum Peraturan Menteri ini berlaku, yang diperlukan dalam pelaksanaan Ekspor, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya berakhir;
- Petunjuk Teknis pelaksanaan peraturan menteri perdagangan yang mengatur mengenai ketentuan Ekspor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini;
- Surveyor pelaksana Verifikasi atau Penelusuran Teknis Ekspor yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan menteri perdagangan yang mengatur mengenai ketentuan Ekspor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap dapat melaksanakan tugasnya sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini;
- Tim yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan menteri perdagangan yang mengatur mengenai ketentuan Ekspor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan masa berlaku berakhir; dan
- Laporan Surveyor yang telah diterbitkan berdasarkan peraturan menteri perdagangan yang mengatur mengenai ketentuan Ekspor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan selesainya Ekspor.
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
- Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 225/KP/X/1995 tentang Pengeluaran Barang-Barang ke Luar Negeri di Luar Ketentuan Umum di Bidang Ekspor sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 254/MPP/KEP/8/1996 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 225/KP/X/1995 tentang Pengeluaran Barang-Barang ke Luar Negeri di Luar Ketentuan Umum di Bidang Ekspor;
- Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 516/MPP/Kep/11/1998 tentang Ketentuan Ekspor Maniok (Ubi Kayu);
- Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 13/M-DAG/PER/3/2012 tentang Ketentuan Umum di bidang Ekspor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 395);
- Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2012 tentang Ketentuan Ekspor Sarang Burung Walet ke Republik Rakyat China (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 849);
- Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 47/M-DAG/PER/7/2012 tentang Ketentuan Ekspor Prekursor Non Farmasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 847) sebagaimana telah diubah dengan jo Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 72/M-DAG/PER/12/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 47/M-DAG/PER/7/2012 tentang Ketentuan Ekspor Prekursor NonFarmasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 2);
- Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 45/M-DAG/PER/7/2017 tentang Pendelegasian Kewenangan Penerbitan Perizinan di Bidang Perdagangan Luar Negeri kepada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan, dan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 914);
- Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 01 Tahun 2018 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Beras (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 5);
- Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 10/M-DAG/PER/6/2005 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Intan Kasar sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 11 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 10/M-DAG/PER/6/2005 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Intan Kasar (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 70);
- Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 32 Tahun 2018 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Pertambangan sebagai Barang Contoh untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengolahan dan/atau Pemurnian (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 226);
- Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44/M-DAG/PER/7/2014 tentang Ketentuan Ekspor Timah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1060) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44/M-DAG/PER/7/2014 tentang Ketentuan Ekspor Timah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 527);
- Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 114 Tahun 2018 tentang Ketentuan Ekspor Pupuk Urea Nonsubsidi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1649);
- Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 122 Tahun 2018 tentang Ketentuan Ekspor Tumbuhan Alam dan Satwa Liar yang tidak Dilindungi Undang-Undang dan Termasuk Dalam Daftar CITES (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1731);
- Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 21 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Bahan Bakar Lain (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 289);
- Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 04 Tahun 2018 tentang Ketentuan Ekspor Sisa dan Skrap Logam (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 62) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 04 Tahun 2018 tentang Ketentuan Ekspor Sisa dan Skrap Logam (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 623);
- Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 460) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1095);
- Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 39/M-DAG/PER/7/2014 tentang Ketentuan Ekspor Batu Bara dan Produk Batu Bara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1002) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 95 Tahun 2018 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 39/M-DAG/PER/7/2014 tentang Ketentuan Ekspor Batu Bara dan Produk Batu Bara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1294);
- Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 96 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 2);
- Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 109 Tahun 2018 tentang Ketentuan Ekspor Kopi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1647) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 109 Tahun 2018 tentang Ketentuan Ekspor Kopi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1291);
- Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57 Tahun 2020 tentang Ketentuan Ekspor Bahan Baku Masker, Masker, dan Alat Pelindung Diri (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 633); dan
- Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 74 Tahun 2020 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1097) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 93 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 74 Tahun 2020 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1325),
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 228 (dua ratus dua puluh delapan) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 April 2021 MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. MUHAMMAD LUTFI |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 April 2021
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 298
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.