PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH ATAU TANAH DAN BANGUNAN.
Badan Pertanahan Nasional hanya mengeluarkan sertifikat hak atas tanah, apabila permohonan sertifikat dilengkapi dengan bukti pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 5 ayat (2).
Pejabat Pembuat Akte Tanah yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan atau ayat (3) dan atau ayat (4) dikenakan sanksi oleh Pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), ayat (4) dan Pasal 5 ayat (4) serta tata cara pembayaran dan penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 1994
TENTANG
PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH ATAU TANAH DAN BANGUNAN
Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1)
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991, penghasilan yang diterima atau diperoleh dari penjualan atau pengalihan harta merupakan obyek Pajak Penghasilan (PPh). Apabila Wajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan yang tidak dalam rangka kegiatan usaha pokoknya maka penghasilan tersebut termasuk dalam pengertian penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d Undang-undang Pajak Penghasilan tersebut.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 20
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1985, Pajak Penghasilan yang diperkirakan akan terutang dalam satu Tahun Pajak, dilunasi oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain serta pembayaran oleh Wajib Pajak sendiri. Berdasarkan ketentuan tersebut Wajib Pajak membayar Pajak Penghasilan yang diperkirakan akan terutang dalam suatu tahun pajak. Apabila Pajak Penghasilan yang diperkirakan terutang sudah harus dibayar oleh Wajib Pajak, maka Pajak Penghasilan atas penghasilan yang nyata-nyata diperoleh atau diterima Wajib Pajak dari pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan harus dibayar segera setelah penghasilan tersebut diperoleh atau diterima Wajib Pajak. Berdasarkan hal tersebut, karena pengaturan mengenai pembayaran sendiri Pph atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan yang diperoleh Wajib Pajak Perseorangan dan Wajib Pajak Badan dalam negeri belum cukup diatur dalam Undang-undang Pajak Penghasilan 1984, maka sesuai dengan kuasa Pasal 35 Undang-undang tersebut, pengaturan tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Dalam rangka meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak maka perlu diatur cara yang lebih berdaya guna, yaitu dengan mengaitkan pemenuhan kewajiban pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dimaksud dengan penandatanganan akte pemindahan hak atau mengaitkan dengan pembayaran penghasilan dimaksud apabila dananya bersumber dari Anggaran Belanja Negara atau Anggaran Belanja Daerah.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria, yaitu Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Oleh karena itu, dalam Peraturan Pemerintah ini diatur bahwa PPAT hanya boleh menandatangani akte pengalihan hak setelah kepadanya dibuktikan bahwa Pajak Penghasilan yang terutang telah dibayar. Dalam hal Wajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan kepada Pemerintah, termasuk ganti rugi karena pelepasan atau penyerahan hak atas tanah atau tanah dan bangunan, maka pemenuhan kewajiban pembayaran Pajak Penghasilan dilakukan melalui pemungutan oleh pejabat yang berwenang melakukan pembayaran penghasilan tersebut.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Ayat (1)
Penghasilan Wajib Pajak dari pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan di luar kegiatan usaha pokoknya adalah penghasilan Wajib Pajak dari kegiatan yang bukan merupakan kegiatan usahanya sehari-hari. Dengan demikian maka penghasilan yang diterima atau diperoleh misalnya oleh perusahaan real estate dari penjualan tanah atau tanah dan bangunan tidak termasuk dalam bidang cakupan Peraturan Pemerintah ini karena hal tersebut adalah dalam rangka kegiatan usaha pokoknya.
Ayat (2)
Pengalihan hak dalam ayat ini terdiri dari 3 (tiga) jenis pengalihan hak yaitu pengalihan hak kepada Wajib Pajak lainnya, kepada Pemerintah selain untuk pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, dan kepada Pemerintah untuk pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum.
Pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan kepada Pemerintah untuk pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum terdiri dari pelepasan atau penyerahan hak atas tanah atau tanah dan bangunan yang dipergunakan untuk pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan yang memerlukan persyaratan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
Pasal 2
Ayat (1)
Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak perseorangan dari pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan kepada Wajib Pajak lain atau kepada Pemerintah yang akan digunakan selain untuk pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum atau dari pelepasan atau penyerahan hak atas tanah atau tanah dan bangunan untuk pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus yaitu dapat dibangun di banyak tempat yang dananya berasal dari Anggaran Belanja Negara atau Anggaran Belanja Daerah, tidak wajib dibayar dalam tahun berjalan sepanjang jumlah pembayaran brutonya kurang dari Rp.60.000.000,- (enam puluh juta rupiah).
Lokasi pembangunan sarana kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus misalnya untuk pembangunan sekolah, rumah sakit atau kantor Pemerintah yang dapat dibangun di banyak tempat.
Ayat (2)
Apabila pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan dilakukan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah atau tanah dan bangunan kepada Pemerintah dengan pembayaran ganti rugi, yang akan digunakan untuk pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus yaitu jalan umum, saluran pembuangan air, waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainnya, saluran irigasi, pelabuhan laut, bandar udara, dan fasilitas keselamatan umum seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar dan lain-lain bencana, serta fasilitas ABRI, maka Pajak Penghasilan yang terutang tidak wajib dibayar dalam tahun berjalan.
Lokasi pembangunan sarana kepentingan umum tersebut memerlukan persyaratan khusus misalnya untuk pelabuhan laut memerlukan persyaratan mengenai kedalaman laut, arus laut, pendangkalan dan lain sebagainya.
Ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) hanya berlaku bagi Wajib Pajak Perseorangan dalam negeri sehingga bagi Wajib Pajak Badan dalam negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan di luar kegiatan usaha pokoknya, wajib membayar atau dipungut Pajak Penghasilan yang terutang dalam tahun berjalan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), dan Pasal 5 ayat (1).
Pasal 3
Ayat (1)
Besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dan besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dipungut pejabat yang berwenang sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan adalah sebesar 3% (tiga perseratus) dari nilai bruto pengalihan hak tersebut.
Angka 3% (tiga perseratus) tersebut diperoleh dari penerapan tarif terendah Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 terhadap perkiraan penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak dari pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan yang dihitung sebesar 20% (dua puluh perseratus) dari nilai pengalihan.
Ayat (2)
Besarnya nilai pengalihan hak sebagai dasar perhitungan besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dibayar sendiri oleh Wajib Pajak adalah jumlah yang lebih besar antara nilai menurut akte pengalihan hak dengan nilai menurut Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) untuk penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas tanah atau tanah dan bangunan yang bersangkutan dalam tahun pajak terjadinya pengalihan hak. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memperoleh nilai yang paling mendekati nilai yang sebenarnya.
Dalam hal pengalihan hak kepada Pemerintah, maka besarnya nilai pengalihan hak adalah berdasar kan Keputusan Pejabat atau Panitia yang berwenang.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Apabila tanah atau tanah dan bangunan tersebut belum terdaftar maka untuk memperoleh besarnya Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP), Wajib Pajak (penjual) wajib meminta surat keterangan mengenai besarnya NJOP atas tanah atau tanah dan bangunan yang dialihkan untuk tahun pajak yang bersangkutan kepada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang wilayah wewenangnya meliputi tanah atau tanah dan bangunan tersebut.
Pasal 4
Ayat (1)
Pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan yang dilakukan Wajib Pajak kepada pihak lain bukan Pemerintah, wajib dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak.
Ayat (2)
Untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknya, maka Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) hanya diperbolehkan untuk menandatangani akte pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan tersebut apabila kepadanya dibuktikan bahwa Wajib Pajak yang bersangkutan telah membayar sendiri PPh yang terutang.
Pembuktian tersebut dilakukan oleh Wajib Pajak dengan menyerahkan fotokopi Surat Setoran Pajak (SSP) serta dengan menunjukkan asli Surat Setoran Pajak dimaksud.
Ketentuan mengenai penandatanganan akte tersebut tidak berlaku atas pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Agar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan dengan baik maka dalam laporan bulanan PPAT dicantumkan pula jumlah akte yang belum ditandatangani karena tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tersebut.
Pasal 5
Ayat (1)
Pemenuhan kewajiban PPh atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan yang dilakukan Wajib Pajak kepada Pemerintah. Yang pembayarannya bersumber dari Anggaran Belanja Negara atau Anggaran Belanja Daerah dilakukan melalui pemungutan PPh oleh pejabat yang berwenang melakukan pembayaran tersebut. Pemenuhan kewajiban Pajak Penghasilan tersebut dilakukan dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
Ayat (2) dan Ayat (3)
Pemungutan Pajak Penghasilan tersebut bukan merupakan pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991, karena dikenakan bukan dalam rangka kegiatan usaha pokok Wajib Pajak, tetapi merupakan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25.
Oleh karena itu dalam Surat Setoran Pajak (SSP) tetap dicantumkan nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dari Wajib Pajak yang bersangkutan, dan bukan nama, alamat dan NPWP Pejabat Pemungut.
Penyetoran Pajak Penghasilan melalui Bank Persepsi maupun Kantor Pos dan Giro dilakukan sebelum pembayaran kepada pihak Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dilaksanakan. Asli SSP tersebut diberikan kepada penerima penghasilan bersamaan dengan pembayaran penghasilan yang bersangkutan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1) dan ayat (2)
Peraturan Pemerintah ini menggolongkan pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) sebagai pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Dalam Pasal 8 dan Pasal 20
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1985 antara lain diatur bahwa atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak Perseorangan dari penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki lebih dari 12 (dua belas) bulan yang tidak dipergunakan dalam kegiatan usaha atau pekerjaan bebasnya wajib dibayar Pajak Penghasilan Pasal 25 yang dihitung dengan menerapkan Tarif Efektif Rata-rata (TER) berdasarkan ketentuan Pasal 8, kecuali atas penghasilan tersebut telah dipotong/dipungut Pajak Penghasilan Pasal 21, Pajak Penghasilan Pasal 22 atau Pajak Penghasilan Pasal 23. Karena pembayaran Pajak Penghasilan dalam Peraturan Pemerintah ini digolongkan sebagai pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25, maka sepanjang mengenai penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 25 sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan dalam tahun berjalan ketentuan Pasal 20
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1985 tidak diterapkan.
Pasal 11
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3539