Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
(1) | BPK berkedudukan di Ibukota negara |
(2) | BPK memiliki perwakilan di setiap provinsi, |
(3) | Pembentukan perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan BPK dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara. |
(1) | BPK mempunyai 9 (sembilan) orang anggota, yang keanggotaannya diresmikan dengan Keputusan Presiden. |
(2) | Susunan BPK terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, dan 7 (tujuh) orang anggota. |
(3) | Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak anggota BPK terpilih diajukan oleh DPR. |
(1) | Anggota BPK memegang jabatan selama 5 (lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. |
(2) | BPK memberitahukan kepada DPR dengan tembusan kepada Presiden tentang akan berakhirnya masa jabatan anggota BPK paling lambat 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan anggota tersebut. |
(1) | BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara Lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan Lembaga atau Badan lain yang mengelola keuangan negara. |
(2) | Pelaksanaan pemeriksaan BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan berdasarkan undang-undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. |
(3) | Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. |
(4) | Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan oleh akuntan publik berdasarkan ketentuan undang-undang, laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada BPK dan dipublikasikan. |
(5) | Dalam melaksanakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPK melakukan pembahasan atas temuan pemeriksaan dengan objek yang diperiksa sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara. |
(6) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tugas BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan BPK. |
(1) | BPK menyerahkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya. |
(2) | DPR, DPD, dan DPRD menindaklanjuti hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan peraturan tata tertib masing-masing lembaga perwakilan. |
(3) | Penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPRD dilakukan oleh Anggota BPK atau pejabat yang ditunjuk. |
(4) | Tata Cara penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPR, DPD, dan DPRD diatur bersama oleh BPK dengan masing-masing lembaga perwakilan sesuai dengan kewenangannya. |
(5) | Hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang telah diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD dinyatakan terbuka untuk umum. |
(1) | Untuk keperluan tindak lanjut pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), BPK menyerahkan pula hasil pemeriksaan secara tertulis kepada Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. |
(2) | Tindak lanjut hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis oleh Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota kepada BPK. |
(3) | Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK, melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan paling lama 1 (satu) bulan sejak diketahui adanya unsur pidana tersebut. |
(4) | Laporan BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dijadikan dasar penyidikan oleh pejabat penyidik yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. |
(5) | BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan hasilnya diberitahukan secara tertulis kepada DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemerintah. |
(1) | Dalam melaksanakan tugasnya, BPK berwenang :
|
||||||||||||||||||||
(2) | Dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang diminta oleh BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d hanya dipergunakan untuk pemeriksaan. |
(1) | BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara. | ||||||
(2) | Penilaian kerugian keuangan negara dan/atau penetapan pihak ynag berkewajiban membayar ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan BPK. | ||||||
(3) | Untuk menjamin pelaksanaan pembayaran ganti kerugian, BPK berwenang memantau :
|
||||||
(4) | Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberitahukan secara tertulis kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya. |
(1) | Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD. |
(2) | Pertimbangan DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis yang memuat semua nama calon secara lengkap, dan diserahkan kepada DPR dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat permintaan pertimbangan dari Pimpinan DPR. |
(3) | Calon Anggota BPK diumumkan oleh DPR kepada publik untuk memperoleh masukan dari masyarakat. |
(4) | DPR memulai proses pemilihan Anggota BPK terhitung sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan dari BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan harus menyelesaikan pemilihan anggota BPK yang baru, paling lama 1 (satu) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Anggota BPK yang lama. |
(5) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan anggota BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR. |
(1) | Pimpinan BPK terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua. |
(2) | Ketua dan Wakil Ketua BPK dipilih dari dan oleh Anggota BPK dalam sidang Anggota BPK dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diresmikannya keanggotaan BPK oleh Presiden. |
(3) | Sidang Anggota BPK untuk pemilihan pimpinan BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipimpin oleh Anggota BPK tertua. |
(4) | Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan secara musyawarah untuk mencapai mufakat, dan apabila mufakat tidak dicapai, pemilihan dilakukan dengan cara pemungutan suara. |
(5) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan Ketua dan Wakil Ketua serta pembagian tugas dan wewenang Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota BPK diatur dengan peraturan BPK. |
(1) | Anggota BPK sebelum memangku jabatannya wajib mengucapkan sumpah atau janji menurutnya agamanya yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung. |
(2) | Ketua dan Wakil Ketua BPK terpilih wajib mengucapkan sunpah atau janji menurut agamanya yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung. |
(3) | Apabila Ketua Mahkamah Agung berhalangan, sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dipandu oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung. |
(4) | Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berbunyi sebagai berikut : " Demi Allah Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk menjadi Anggota (Ketua/Wakil Ketua) BPK langsung atau tidak langsung dengan rupa atau dalih apapun tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapapun juga. Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak akan menerima langsung ataupun tidak langsung dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian. Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya akan memenuhi kewajiban Anggota (Ketua/Wakil Ketua) BPK dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh rasa tanggung jawab berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan lain yang berkenaan dengan tugas dan kewajiban tersebut. Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya akan setia terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945". |
(1) | Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK diberhentikan sementara dari jabatannya oleh BPK melalui Rapat Pleno apabila ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. |
(2) | Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK yang terbukti tidak melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berhak mendapatkan rehabilitasi dan diangkat kembali menjadi Ketua, Wakil Ketua, atau Anggota BPK. |
(1) | Pemberhentian tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, atau huruf f dilakukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Kode Etik BPK. |
(2) | Pemberhentian Ketua, Wakil Ketua, dan/ atau Anggota BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diresmikan dengan Keputusan Presiden atas usul BPK atau DPR. |
(1) | Apabila Anggota BPK diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 atau Pasal 19 diadakan pengangkatan penggantian antar waktu Anggota BPK sesuai dengan syarat-syarat dan tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 dan diresmikan dengan Keputusan Presiden. |
(2) | Pengangkatan Anggota BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal pemberhentian Anggota BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 atau Pasal 19. |
(3) | Sebelum memangku jabatannya, Anggota BPK yang diangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengucapkan sumpah/janji yang pengucapannya dipandu oleh Ketua/Wakil Ketua BPK dengan bunyi sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4). |
(4) | Anggota BPK pengganti melanjutkan sisa masa jabatan Anggota BPK yang digantikannya. |
(5) | Penggantian Anggota BPK antar waktu tidak dilakukan apabila sisa masa jabatan anggota yang akan diganti kurang dari 6 (enam) bulan dari Masa jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1). |
(1) | Anggota BPK dapat dikenakan tindakan kepolisian tanpa menunggu perintah Jaksa Agung atau persetujuan tertulis Presiden, apabila: a. tertangkap tangan melakukan suatu tindak pidana; atau b. disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati. |
(2) | Tindakan kepolisian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam harus dilaporkan kepada Jaksa Agung yang berkewajiban untuk memberitahukan penahanan tersebut kepada Presiden, DPR, dan BPK. |
(1) | Anggota BPK tidak dapat dituntut di muka pengadilan karena menjalankan tugas, kewajiban, dan wewenangnya menurut Undang-Undang ini. |
(2) | Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Anggota BPK, Pemeriksa, dan pihak lain yang bekerja untuk dan atas nama BPK diberikan perlindungan hukum dan jaminan keamanan oleh instansi yang berwenang. |
(1) | BPK wajib menyusun kode etik yang berisi norma-norma yang harus dipatuhi oleh setiap Anggota BPK dan Pemeriksa selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas BPK. |
(2) | Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat mekanisme penegakan kode etik dan jenis sanksi. |
(1) | Untuk menegakkan Kode Etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dibentuk Majelis Kehormatan Kode Etik BPK keanggotaannya terdiri dari Anggota BPK serta unsur profesi dan akademisi. |
(2) | Majelis Kehormatan Kode etik BPK dibentuk paling lambat 6 (enam) bulan sejak Undang-Undang ini berlaku. |
(3) | Ketentuan Lebih lanjut mengenai keanggotaan, tugas, wewenang, dan tata cara persidangan Majelis Kehormatan Kode Etik BPK diatur dengan peraturan BPK. |
(1) | BPK dan/atau Pemeriksa menjalankan tugas pemeriksaan secara bebas dan mandiri. | ||||||||||
(2) | BPK berkewajiban menyusun standar pemeriksaan keuangan negara. | ||||||||||
(3) | Dalam rangka menjaga kebebasan dan kemandirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPK dan/atau Pemeriksa berkewajiban : a. menjalankan pemeriksaan sesuai dengan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara; b. mematuhi kode etik Pemeriksa;dan c. melaksanakan sistem pengendalian mutu. |
||||||||||
(4) | Standar pemeriksaan keuangan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut :
|
(1) | Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan tahunan BPK dilakukan oleh akuntan publik. |
(2) | Akuntan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk oleh DPR atas usul BPK dan Menteri Keuangan, yang masing-masing mengusulkan 3 (tiga) nama akuntan publik. |
(3) | Akuntan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam 2 (dua) tahun terakhir tidak melakukan tugas untuk dan atas nama BPK atau memberi jasa kepada BPK. |
(4) | Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan kepada DPR dengan salinan kepada Pemerintah untuk penyusunan laporan keuangan Pemerintah Pusat. |
(1) | Untuk menjamin mutu pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara oleh BPK sesuai dengan standar, sistem pengendalian mutu BPK ditelaah oleh badang pemeriksa keuangan negara lain yang menjadi anggota organisasi pemeriksa keuangan sedunia. |
(2) | Badan Pemeriksa Keuangan negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk oleh BPK setelah mendapat pertimbangan DPR. |
(1) | BPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dibantu oleh Pelaksana BPK, yang terdiri atas Sekretariat Jenderal, unit pelaksana tugas pemeriksaan, unit pelaksana tugas penunjang, perwakilan, Pemeriksa, dan pejabat lain yang ditetapkan oleh BPK sesuai dengan kebutuhan. |
(2) | Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jabatan fungsional. |
(3) | Dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, BPK menggunakan pemeriksa berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil atau yang bukan Pegawai Negeri Sipil. |
(4) | Ketentuan mengenai organisasi dan tata kerja Pelaksana BPK serta jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh BPK setelah berkonsultasi dengan Pemerintah. |
(1) | Anggaran BPK dibebankan pada bagian anggaran tersendiri dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. |
(2) | Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh BPK kepada DPR untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN. |
(3) | Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan pada Menteri Keuangan sebagai bahan penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang APBN. |
(1) | Anggota BPK yang memperlambat atau tidak melaporkan hasil pemeriksaan yang mengandung unsur pidana kepada instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). |
(2) | Anggota BPK yang mempergunakan keterangan, bahan, data, informasi dan/atau dokumen lainnya yang diperolehnya pada waktu melaksanakan tugas BPK dengan melampaui batas wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). |
(1) | Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK yang ada pada saat Undang-Undang ini diundangkan tetap melaksanakan tugas dan wewenangnya sampai dengan masa jabatannya berakhir. |
(2) | Untuk memenuhi kekurangan jumlah keanggotaan BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dilakukan pemilihan Anggota BPK paling lambat dalam waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal Undang-Undang ini diundangkan. |
(3) | Pembentukan Perwakilan BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu paling lama 2 (dua ) tahun terhitung sejak tanggal Undang-Undang ini diundangkan. |
Disahkan di Jakarta Pada tanggal 30 Oktober 2006 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO |
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.