Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
BAB II
PEMBERIAN HAK GUNA USAHA
Bagian Pertama
Subyek Hak Guna Usaha
Yang dapat mempunyai Hak Guna Usaha adalah :
(1) |
Pemegang Hak guna Usaha yang tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan Hak Guna usaha itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. |
(2) |
Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Hak Guna usaha itu tidak dilepaskan atau dialihkan, Hak Guna Usaha tersebut hapus karena hukum dan tanahnya menjadi tanah Negara. |
Bagian Kedua
Tanah Yang Dapat Diberikan Dengan Hak Guna Usaha
(1) |
Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha adalah tanah negara; |
(2) |
Dalam hal tanah yang akan diberikan dengan Hak Guna Usaha itu adalah tanah Negara yang merupakan kawasan hutan, maka pemberian Hak Guna Usaha dapat dilakukan setelah tanah yang bersangkutan dikeluarkan dari statusnya sebagai kawasan hutan. |
(3) |
Pemberian Hak Guna Usaha atas tanah yang telah dikuasai dengan hak tertentu sesuai ketentuan yang berlaku, pelaksanaan ketentuan Hak guna Usaha tersebut baru dapat dilaksanakan setelah terselesaikannya pelepasan hak tersebut sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
(4) |
Dalam hal di atas tanah yang akan diberikan dengan Hak Guna Usaha itu terdapat tanaman dan/atau bangunan milik pihak lain yang keberadaannya berdasarkan alas hak yang sah, pemilik bangunan dan tanaman tersebut diberi ganti kerugian yang dibebankan pada pemegang Hak Guna Usaha baru. |
(5) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), ditetapkan dengan Keputusan Presiden. |
(1) |
Luas minimum tanah yang dapat diberikan dengan Hak guna Usaha adalah lima hektar. |
(2) |
Luas maksimum tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha kepada perorangan adalah dua puluh lima hektar. |
(3) |
Luas maksimum tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha kepada badan hukum ditetapkan oleh Menteri dengan memperhatikan pertimbangan dari pejabat yang berwenang di bidang usaha yang bersangkutan, dengan mengingat luas yang diperlukan untuk pelaksanaan suatu usaha yang paling berdaya guna di bidang yang bersangkutan. |
Bagian Ketiga
Terjadinya Hak Guna Usaha
(1) | Hak Guna Usaha diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. |
(2) | Ketentuan mengenai tata cara dan syarat permohonan pemberian Hak Guna Usaha diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. |
(1) |
Pemberian Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) wajib di daftar dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan. |
(2) |
Hak Guna Usaha terjadi sejak di daftar oleh Kantor Pertanahan dalam buku tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
(3) |
Sebagai tanda bukti hak kepada pemegang Hak Guna Usaha diberikan sertifikat hak atas tanah. |
Bagian Keempat
Jangka Waktu Hak Guna Usaha
(1) |
Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diberikan untuk jangka waktu paling lama tiga puluh lima tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama dua puluh lima tahun. |
(2) |
Sesudah jangka waktu Hak Guna Usaha dan perpanjangannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berakhir, kepada pemegang hak dapat diberikan pembaharuan Hak Guna Usaha di atas tanah yang sama. |
(1) |
Hak Guna Usaha dapat diperpanjang atas permohonan pemegang hak, jika memenuhi syarat : |
|
|
(2) |
Hak Guna Usaha dapat diperbaharui atas permohonan pemegang hak, jika memenuhi syarat : |
|
(1) |
Permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Guna Usaha atau pembaharuannya diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu Hak Guna Usaha tersebut. |
(2) |
Perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Usaha dicatat dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan. |
(3) |
Ketentuan mengenai tata cara permohonan perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Usaha dan persyaratannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. |
(1) |
Untuk kepentingan penanaman modal, permintaan perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dapat dilakukan sekaligus dengan membayar uang pemasukan yang ditentukan untuk itu pada saat pertama kali mengajukan permohonan Hak Guna Usaha. |
(2) |
Dalam hal uang pemasukan telah dibayar sekaligus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), untuk perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna usaha hanya dikenakan biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan. |
(3) |
Persetujuan untuk dapat memberikan perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan perincian uang pemasukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dicantumkan dalam keputusan pemberian Hak Guna Usaha yang bersangkutan. |
Bagian Kelima
Kewajiban dan Hak Pemegang Hak Guna Usaha
(1) | Pemegang Hak Guna Usaha berkewajiban untuk : |
|
|
(2) |
Pemegang Hak Guna Usaha dilarang menyerahkan pengusahaan tanah Hak Guna Usaha kepada pihak lain, kecuali dalam hal-hal diperbolehkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
Jika tanah Hak Guna Usaha karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-sebab lain letaknya sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum atau jalan air, maka pemegang Hak Guna Usaha wajib memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung itu.
(1) | Pemegang Hak Guna Usaha berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan Hak Guna Usaha untuk melaksanakan usaha di bidang pertanian, perkebunan, perikanan dan/atau peternakan. |
(2) | Penguasaan dan penggunaan sumber air dan sumber daya alam lainnya di atas tanah yang diberikan dengan Hak Guna Usaha oleh pemegang Hak Guna Usaha hanya dapat dilakukan untuk mendukung usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan mengingat ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kepentingan masyarakat sekitarnya. |
Bagian Keenam
Pembebanan Hak Guna Usaha
(1) | Hak Guna Usaha dapat dijadikan jaminan utang dengan di bebani Hak Tanggungan. |
(2) | Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hapus dengan hapusnya Hak Guna Usaha. |
Bagian Ketujuh
Peralihan Hak Guna Usaha
(1) | Hak Guna Usaha dapat beralih atau di alihkan kepada pihak lain. |
(2) | Peralihan Hak Guna Usaha terjadi dengan cara : |
|
|
(3) |
peralihan Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus di daftarkan pada Kantor Pertanahan. |
(4) |
Peralihan Hak Guna Usaha karena jual beli kecuali melalui lelang, tukar-menukar, penyertaan dalam modal, dan hibah dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. |
(5) |
Jual beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan Berita Acara Lelang. |
(6) |
Peralihan Hak Guna Usaha karena warisan harus dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang. |
Bagian Kedelapan
Hapusnya Hak Guna Usaha
(1) |
Hak Guna Usaha hapus karena : |
|||
|
||||
(2) |
Hapusnya Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengakibatkan tanahnya menjadi tanah Negara. |
|||
(3) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai hapusnya Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Keputusan Presiden. |
(1) |
Apabila Hak Guna Usaha hapus dan tidak diperpanjang atau diperbaharui, bekas pemegang hak wajib membongkar bangunan-bangunan dan benda-benda yang ada di atasnya dan menyerahkan tanah dan tanaman yang ada di atas tanah bekas Hak Guna Usaha tersebut kepada Negara dalam batas waktu yang ditetapkan oleh Menteri. |
(2) |
Apabila bangunan, tanaman dan benda-benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masih diperlukan untuk melangsungkan atau memulihkan pengusahaan tanahnya, maka kepada bekas pemegang hak diberikan ganti rugi yang bentuk dan jumlahnya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. |
(3) |
Pembongkaran bangunan dan benda-benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan atas biaya bekas pemegang Hak Guna Usaha. |
(4) |
Jika bekas pemegang Hak Guna Usaha lalai dalam memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), maka bangunan dan benda-benda yang ada di atas tanah bekas Hak Guna usaha itu dibongkar oleh Pemerintah atas biaya bekas pemegang hak. |
BAB III
PEMBERIAN HAK GUNA BANGUNAN
Bagian Pertama
Subyek Hak Guna Bangunan
Yang dapat menjadi pemegang Hak Guna Bangunan adalah :
(1) |
Pemegang Hak Guna Bangunan yang tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak atas tanah tersebut kepada pihak lain yang memenuhi syarat. |
(2) |
Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) haknya tidak dilepaskan atau dialihkan, hak tersebut hapus karena hukum. |
Bagian Kedua
Tanah Yang Dapat Diberikan Dengan Hak Guna Bangunan
Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan adalah :
Bagian Ketiga
Terjadinya Hak Guna Bangunan
(1) |
Hak Guna Bangunan atas tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. |
(2) |
Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan. |
(3) |
Ketentuan mengenai tata cara dan syarat permohonan dan pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Negara dan atas tanah Hak Pengelolaan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. |
(1) |
Pemberian Hak Guna Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 di daftar dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan. |
(2) |
Hak Guna Bangunan atas tanah Negara atau atas tanah Hak Pengelolaan terjadi sejak di daftar oleh Kantor Pertanahan. |
(3) |
Sebagai tanda bukti hak kepada pemegang Hak Guna Bangunan diberikan sertifikat hak atas tanah. |
(1) |
Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik terjadi dengan pemberian oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. |
(2) |
Pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didaftarkan pada kantor Pertanahan. |
(3) |
Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik mengikat pihak ketiga sejak didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). |
(4) |
Ketentuan mengenai tata cara pemberian dan pendaftaran Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. |
Bagian Keempat
Jangka Waktu Hak Guna Bangunan
(1) |
Hak Guna Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 diberikan untuk jangka waktu paling lama tiga puluh tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama dua puluh tahun. |
(2) |
Sesudah jangka waktu Hak Guna Bangunan dan perpanjangannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berakhir, kepada bekas pemegang hak dapat diberikan pembaharuan Hak Guna Bangunan di atas tanah yang sama. |
(1) |
Hak Guna Bangunan atas tanah Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, atas permohonan pemegang hak dapat diperpanjang atau diperbaharui, jika memenuhi syarat : |
|
|
(2) |
Hal Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diperpanjang atau diperbaharui atas permohonan pemegang Hak Guna Bangunan setelah mendapat persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan. |
(1) |
Permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Guna Bangunan atau pembaharuannya diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu Hak Guna Bangunan tersebut atau perpanjangannya. |
(2) |
Perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Bangunan dicatat dalam buku tanah Kantor Pertanahan. |
(3) |
Ketentuan mengenai tata cara permohonan perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Bangunan dan persyaratannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. |
(1) |
Untuk kepentingan penanaman modal, permintaan perpanjangan dan pembaharuan Hak Guna Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dapat dilakukan sekaligus dengan membayar uang pemasukan yang ditentukan untuk itu pada saat pertama kali mengajukan permohonan Hak Guna Bangunan. |
(2) |
Dalam hal uang pemasukan telah dibayar sekaligus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Bangunan hanya dikenakan biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan. |
(3) |
Persetujuan untuk memberikan perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan perincian uang pemasukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dicantumkan dalam keputusan pemberian Hak Guna Bangunan. |
(1) |
Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik diberikan untuk jangka waktu paling lama tiga puluh tahun. |
(2) |
Atas kesepakatan antara pemegang Hak Guna Bangunan dengan pemegang Hak Milik, Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik dapat diperbaharui dengan pemberian Hak Guna Bangunan baru dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan hak tersebut wajib didaftarkan. |
Bagian kelima
Kewajiban Pemegang Hak Guna Bangunan
Jika tanah Hak Guna Bangunan karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-sebab lain letaknya sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum atau jalan air, pemegang Hak Guna Bangunan wajib memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung itu.
Pemegang Hak Guna Bangunan berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan selama waktu tertentu untuk mendirikan dan mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi atau usahanya serta untuk mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain dan membebaninya.
Bagian Keenam
Pembebanan Hak Guna Bangunan
(1) |
Hak Guna Bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan di bebani Hak Tanggungan. |
(2) |
Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hapus dengan hapusnya Hak Guna Bangunan. |
Bagian Ketujuh
Peralihan Hak Guna Bangunan
(1) |
Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. |
(2) |
Peralihan Hak Guna Bangunan terjadi karena : |
|
|
(3) |
Peralihan Hak Guna Bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan. |
(4) |
Peralihan Hak Guna Bangunan karena jual beli kecuali jual beli melalui lelang, tukar-menukar, penyertaan dalam modal, dan hibah harus dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. |
(5) |
Jual beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan Berita Acara Lelang. |
(6) |
Peralihan Hak Guna Bangunan karena pewarisan harus dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang. |
(7) |
Peralihan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan harus dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Pengelolaan. |
(8) |
Peralihan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik harus dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Milik yang bersangkutan. |
Bagian Kedelapan
Hapusnya Hak Guna Bangunan
(1) |
Hak Guna Bangunan hapus karena : |
|||||
|
||||||
(2) | Ketentuan lebih lanjut mengenai hapusnya Hak Guna Bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Presiden. |
(1) |
Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 mengakibatkan tanahnya menjadi tanah Negara. |
(2) |
Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 mengakibatkan tanahnya kembali ke dalam penguasaan pemegang Hak Pengelolaan. |
(3) |
Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 mengakibatkan tanahnya kembali ke dalam penguasaan pemegang Hak Milik. |
(1) |
Apabila Hak Guna Bangunan atas tanah Negara hapus dan tidak diperpanjang atau tidak diperbaharui, maka bekas pemegang Hak Guna Bangunan wajib membongkar bangunan dan benda-benda yang ada di atasnya dan menyerahkan tanahnya kepada Negara dalam keadaan kosong selambat-lambatnya dalam waktu satu tahun sejak hapusnya Hak Guna Bangunan. |
(2) |
Dalam hal bangunan dan benda-benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masih diperlukan, maka kepada bekas pemegang hak diberikan ganti rugi yang bentuk dan jumlahnya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. |
(3) |
Pembongkaran bangunan dan benda-benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan atas biaya bekas pemegang Hak Guna Bangunan. |
(4) |
Jika bekas pemegang Hak Guna Bangunan lalai dalam memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka bangunan dan benda-benda yang ada di atas tanah bekas Hak Guna Bangunan itu dibongkar oleh Pemerintah atas biaya bekas pemegang Hak Guna Bangunan. |
Apabila Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan atau atas tanah Hak Milik hapus sebagaimana dimaksud Pasal 35, maka bekas pemegang Hak Guna Bangunan wajib menyerahkan tanahnya kepada pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik dan memenuhi ketentuan yang sudah disepakati dalam perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau perjanjian pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik.
BAB V
PEMBERIAN HAK PAKAI
Bagian Pertama
Subyek Hak Pakai
(1) |
Pemegang Hak Pakai yang tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dalam waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu pada pihak lain yang memenuhi syarat. |
(2) |
Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) haknya tidak dilepaskan atau dialihkan, hak tersebut hapus karena hukum dengan ketentuan hak-hak pihak lain yang terkait di atas tanah tersebut tetap diperhatikan. |
Bagian Kedua
Tanah Yang Dapat Diberikan Dengan Hak Pakai
Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Pakai adalah :
Bagian Ketiga
Terjadinya Hak Pakai
(1) |
Hak Pakai atas tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. |
(2) |
Hak Pakai atas Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan |
(3) |
Ketentuan mengenai tata cara dan syarat permohonan dan pemberian Hak Pakai atas tanah Negara dan tanah Hak Pengelolaan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. |
(1) |
Hak Pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 wajib di daftar dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan. |
(2) |
Hak Pakai atas tanah Negara dan atas tanah Hak Pengelolaan terjadi sejak di daftar oleh Kantor Pertanahan dalam buku tanah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
(3) |
Sebagai tanda bukti hak kepada pemegang Hak Pakai diberikan sertifikat hak atas tanah. |
(1) |
Hak Pakai atas tanah Hak Milik terjadi dengan pemberian tanah oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. |
(2) |
Pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didaftarkan dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan. |
(3) |
Hak Pakai atas tanah Hak Milik mengikat pihak ketiga sejak saat pendaftarannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). |
(4) |
Ketentuan lain mengenai tata cara pemberian dan pendaftaran Hak Pakai atas tanah Hak Milik diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. |
Bagian Keempat
Jangka Waktu Hak Pakai
(1) |
Hak Pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 diberikan untuk jangka waktu paling lama dua puluh lima tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama dua puluh tahun atau diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu. |
(2) |
Sesudah jangka waktu Hak Pakai atau perpanjangannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) habis, kepada pemegang hak dapat diberikan pembaharuan Hak Pakai atas tanah yang sama. |
(3) |
Hak Pakai yang diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama dipergunakan untuk keperluan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan kepada : |
|
(1) |
Hak Pakai atas tanah Negara dapat diperpanjang atau diperbaharui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 atas permohonan pemegang hak, jika memenuhi syarat : |
|
|
(2) |
Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan dapat diperpanjang atau diperbaharui atas usul pemegang Hak Pengelolaan. |
(1) |
Permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Pakai atau pembaharuan diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu Hak Pakai tersebut. |
(2) |
Perpanjangan atau pembaharuan Hak Pakai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dicatat dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan. |
(3) |
Ketentuan mengenai tata cara permohonan perpanjangan atau pembaharuan Hak Pakai dan persyaratannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. |
(1) |
Untuk kepentingan penanaman modal, permintaan perpanjangan dan pembaharuan Hak Pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dapat dilakukan sekaligus dengan pembayaran uang pemasukan yang ditentukan untuk itu pada saat pertama kali mengajukan permohonan Hak Pakai. |
(2) |
Dalam hal uang pemasukan telah dibayar sekaligus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), untuk perpanjangan atau pembaharuan Hak Pakai hanya dikenakan biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan. |
(3) |
Persetujuan untuk pemberian perpanjangan atau pembaharuan Hak Pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) serta perincian uang pemasukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dicantumkan dalam keputusan pemberian Hak Pakai. |
(1) |
Hak Pakai atas tanah Hak Milik diberikan untuk jangka waktu paling lama dua puluh lima tahun dan tidak dapat diperpanjang. |
(2) |
Atas kesepakatan antar pemegang Hak Pakai dengan pemegang Hak Milik, Hak Pakai atas tanah Hak Milik dapat diperbaharui dengan pemberian Hak Pakai baru dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan hak tersebut wajib didaftarkan. |
Bagian Kelima
Kewajiban dan Hak Pemegang Hak Pakai
Jika tanah Hak Pakai karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-sebab lain letaknya sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum atau jalan air, pemegang Hak Pakai wajib memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung itu.
Pemegang Hak Pakai berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan Hak Pakai selama waktu tertentu untuk keperluan pribadi atau usahanya serta untuk memindahkan hak tersebut kepada pihak lain dan membebaninya, atau selama digunakan untuk keperluan tertentu.
Bagian Keenam
Pembebanan Hak Pakai
(1) |
Hak Pakai atas tanah Negara dan atas tanah Hak Pengelolaan dapat dijadikan jaminan utang dengan di bebani Hak Tanggungan. |
(2) |
Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hapus dengan hapusnya Hak Pakai. |
Bagian Ketujuh
Peralihan Hak Pakai
(1) |
Hak Pakai yang diberikan atas tanah Negara untuk jangka waktu tertentu dan Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan dapat beralih dan dialihkan pada pihak lain. |
(2) |
Hak Pakai atas tanah Hak Milik hanya dapat dialihkan apabila hak tersebut dimungkinkan dalam perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik yang bersangkutan. |
(3) |
Peralihan Hak Pakai terjadi karena : |
|
|
(4) |
Peralihan Hak Pakai sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. |
(5) |
Peralihan Hak Pakai karena jual beli kecuali jual beli melalui lelang, tukar menukar, penyertaan dalam modal, dan hibah harus dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. |
(6) |
Jual beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan Berita Acara Lelang. |
(7) |
Peralihan Hak Pakai karena pewarisan harus dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang. |
(8) |
Peralihan Hak Pakai atas tanah Negara harus dilakukan dengan izin dari pejabat yang berwenang. |
(9) |
Pengalihan Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan harus dilakukan dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Pengelolaan. |
(10) |
Pengalihan Hak Pakai atas tanah Hak Milik harus dilakukan dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Milik yang bersangkutan. |
Bagian Kedelapan
Hapusnya Hak Pakai
(1) |
Hak Pakai hapus karena : |
|||||
|
||||||
(2) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai hapusnya Hak Pakai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. |
(1) |
Hapusnya Hak Pakai atas tanah Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 mengakibatkan tanahnya menjadi tanah Negara. |
(2) |
Hapusnya Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 mengakibatkan tanahnya kembali dalam penguasaan pemegang Hak Pengelolaan. |
(3) |
Hapusnya Hak Pakai atas tanah Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 mengakibatkan tanahnya kembali dalam penguasaan pemegang Hak Milik. |
(1) |
Apabila Hak Pakai atas tanah Negara hapus dan tidak diperpanjang atau diperbaharui, maka bekas pemegang Hak Pakai wajib membongkar bangunan dan benda-benda yang ada di atasnya dan menyerahkan tanahnya kepada Negara dalam keadaan kosong selambat-lambatnya dalam waktu satu tahun sejak hapusnya Hak Pakai. |
(2) |
Dalam hal bangunan dan benda-benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masih diperlukan, kepada bekas pemegang hak diberikan ganti rugi. |
(3) |
Pembongkaran bangunan dan benda-benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan atas biaya bekas pemegang Hak Pakai. |
(4) |
Jika bekas pemegang Hak Pakai lalai dalam memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka bangunan dan benda-benda yang ada di atasnya dibongkar oleh Pemerintah atas biaya bekas pemegang Hak Pakai. |
Apabila Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan atau atas tanah Hak Milik hapus sebagaimana dimaksud Pasal 56, bekas pemegang Hak Pakai wajib menyerahkan tanahnya kepada pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik dan memenuhi ketentuan yang sudah disepakati dalam perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik.
BAB V
PERHITUNGAN UANG PEMASUKAN ATAS DITERBITKANNYA HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI
(1) |
Besarnya uang pemasukan untuk memperoleh Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai termasuk perpanjangan atau pembaharuan haknya, ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan. |
(2) |
Khusus untuk wilayah lingkungan kerja Daerah Industri Pulau Batam, besarnya uang pemasukan untuk memperoleh Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai termasuk perpanjangan atau pembaharuan haknya ditetapkan oleh Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan. |
(3) |
Apabila pemegang hak tidak memanfaatkan tanahnya sesuai dengan tujuan peruntukan penggunaan tanahnya, sehingga Hak Guna Usaha atau Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai tidak dapat diperpanjang atau diperbaharui, maka uang pemasukan yang telah dibayar di muka menjadi milik Negara. |
BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pemberian Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas sebidang tanah yang seluruhnya merupakan pulau atau yang berbatasan dengan pantai diatur tersendiri dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
(1) |
Pemegang Hak Guna Bangunan yang telah memperoleh jaminan perpanjangan dan pembaharuan hak atas tanah untuk jangka waktu masing-masing dua puluh tahun dan tiga puluh tahun sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1993 tentang Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Dalam Kawasan-kawasan Tertentu di Propinsi Riau dinyatakan tetap memperoleh jaminan hingga berakhirnya jangka waktu pemberian jaminan tersebut. |
(2) |
Hak Guna Usaha atau Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang telah diberikan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini tetap berlaku sampai berakhirnya Hak Guna Usaha atau Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai tersebut. |
Selama ketentuan mengenai pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini belum diterbitkan, maka peraturan perundang-undangan mengenai Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1993 tentang Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Dalam Kawasan-kawasan Tertentu di Propinsi Riau dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 Juni 1996 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd SOEHARTO |
ttd
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1996 NOMOR 58
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 1996
TENTANG
HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH
Ketentuan-ketentuan dasar mengenai tanah di Indonesia telah tercantum di dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, yang lebih dikenal sebagai Undang-undang Pokok Agraria, yang memuat pokok-pokok dari Hukum Tanah Nasional Indonesia. Walaupun sebagian besar pasal-pasalnya memberikan ketentuan mengenai hak-hak atas tanah, namun sebagai ketentuan yang bersifat pokok banyak materi pengaturan yang bersifat lebih rinci yang masih perlu di tetapkan. Keperluan akan ketentuan-ketentuan yang lebih rinci ini selama lebih dari tiga puluh tahun dipenuhi dengan pengaturan teknis operasional dalam bentuk yang lebih rendah dari pada Peraturan Pemerintah. Dengan makin rumitnya masalah pertanahan dan makin besarnya keperluan akan ketertiban di dalam pengelolaan pertanahan, makin dirasakan keperluan akan adanya peraturan pelaksanaan Undang-undang Pokok Agraria yang tingkatnya lebih tinggi, yaitu dalam bentuk Peraturan Pemerintah, yang menerapkan ketentuan lebih lanjut mengenai hak-hak atas tanah yang diatur dalam Pasal 16 Undang-undang Pokok Agraria, khususnya Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai. Sebagai hak atas tanah yang masa berlakunya terbatas untuk memerlukan kejelasan mengenai beberapa hal, antara lain mengenai persyaratan perolehannya, kewenangan dan kewajiban pemegangnya, dan status tanah dan benda-benda di atasnya sesudah hak itu habis jangka waktunya. Kejelasan itu sangat diperlukan untuk memberikan beberapa kepastian hukum, baik kepada pemegang hak, kepada Pemerintah sebagai pelaksana Undang-undang Pokok Agraria, maupun kepada pihak ketiga.
Sehubungan dengan hak-hak di atas dalam rangka melaksanakan amanat Pasal 50 ayat (2) Undang-undang Pokok Agraria dipandang perlu menetapkan ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai untuk melengkapi ketentuan yang sudah ada di dalam Undang-undang Pokok Agraria.
Pasal 1
Angka 1
Cukup jelas
Angka 2
Cukup jelas
Angka 3
Cukup jelas
Angka 4
Uang pemasukan yang berasal dari pemberian sesuatu hak atas tanah merupakan sumber penerimaan Negara yang harus disetor melalui Kas Negara.
Angka 5
Cukup jelas
Angka 6
Cukup jelas
Angka 7
Cukup jelas
Angka 8
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Tanah Negara yang diberikan dengan Hak Guna Usaha harus bebas dari kepentingan pihak lain. Oleh karena itu apabila tanah Negara itu termasuk di dalam kawasan hutan, yang berarti tanah itu harus dipergunakan untuk hutan sesuai peraturan yang berlaku, maka tanah tersebut harus terlebih dahulu dikeluarkan dari statusnya sebagai kawasan hutan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan tanaman dan bangunan yang keberadaannya berdasarkan alas hak yang sah adalah tanaman dan bangunan milik bekas pemegang Hak Guna Usaha.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Sebelum di daftar sesuai ketentuan yang berlaku Hak Guna Usaha belum terjadi dan status tanahnya masih tetap tanah Negara.
Istilah "terjadi" tersebut telah ada sejak Undang-undang Pokok Agraria. Dalam pemahaman masa-masa sesudah itu istilah "terjadi" tadi memiliki arti yang sama dengan "lahirnya" hak.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Perpanjangan jangka waktu hak tidaklah menghentikan berlakunya hak yang bersangkutan, melainkan hak itu terus berlangsung menyambung pada jangka waktu hak semula. Hal ini penting artinya untuk kepentingan hak-hak pihak lain yang membebani Hak Guna Usaha, misalnya Hak Tanggungan, yang akan hapus dengan sendirinya apabila Hak Guna Usaha itu hapus.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Ketentuan ini diadakan untuk menjamin kelangsungan usaha dari pemegang hak yang telah melaksanakan usahanya dengan baik, yaitu dengan menjamin perpanjangan Hak Guna Usahanya apabila dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam ayat ini.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Pemberian Hak Guna Usaha tidak boleh mengakibatkan tertutupnya penggunaan dari segi fisik tanah yang terkurung oleh tanah Hak Guna Usaha itu. Oleh karena itu pemegang Hak Guna Usaha wajib memberikan kesempatan kepada pemegang hak atas tanah yang terkurung memiliki akses yang diperlukan.
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Karena pada umumnya Hak Guna Usaha meliputi tanah yang luas, di dalam tanah Hak Guna Usaha seringkali terdapat sumber air atau sumber daya alam lainnya. Pemegang Hak Guna Usaha berhak menggunakan sumber daya alam ini sepanjang hal itu diperlukan untuk keperluan usaha yang dijalankannya, dengan mengingat ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kepentingan masyarakat sekitarnya.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Ketentuan ini adalah penjabaran dari ketentuan Pasal 34 Undang-undang Pokok Agraria.
Ayat (1)
Cukup jelas
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Angka 1)
Cukup jelas
Angka 2)
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Dalam hal hapusnya Hak Guna Usaha karena tanahnya musnah, yang hapus hanyalah bagian tanah Hak Guna Usaha yang musnah itu. Selebihnya masih tetap dikuasai dengan Hak Guna Usaha. Untuk penyesuaian pencatatannya pada Kantor Pertanahan, perubahan itu perlu didaftarkan pada Kantor Pertanahan.
Huruf g
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Dalam pengaturan ini antara lain ditetapkan pula ketentuan penggunaan dan penguasaan tanah selanjutnya dengan memperhatikan tata ruang, pemeliharaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, serta kepentingan bekas pemegang hak.
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Ketentuan mengenai diperlukan atau tidaknya bangunan tersebut untuk melangsungkan atau memulihkan pengusahaan tanah Hak Guna Usaha dilakukan dengan memperhatikan bekas pemegang Hak Guna Usaha dan pemegang hak yang baru.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 19
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Termasuk pengertian badan hukum adalah semua lembaga yang menurut peraturan yang berlaku diberi status sebagai badan hukum, misalnya Perseroan terbatas, Koperasi, Perhimpunan, Yayasan tertentu dan lain sebagainya.
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 21
Berbeda dengan Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dapat juga diberikan atas tanah Hak Pengelolaan dan tanah Hak Milik.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Sesuai dengan maksud pelimpahan wewenang melalui pemberian Hak Pengelolaan, maka pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan dilakukan oleh Menteri kepada calon pemegang hak yang ditunjuk oleh pemegang Hak Pengelolaan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)s
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik pada dasarnya merupakan pembebanan yang dilakukan oleh pemegang Hak Milik atas tanah miliknya. Karena itu pemberian itu dilakukan dengan suatu perjanjian antara pemegang Hak Milik dan calon pemegang Hak Guna Bangunan yang dicantumkan dalam akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Ayat (2)
Sebagai pembebanan atas suatu hak yang terdaftar, Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik perlu di daftar dengan pembuatan buku tanahnya dan pencatatannya pada buku tanah dan sertipikat Hak Milik yang bersangkutan.
Ayat (3)
Walaupun Hak Guna Bangunan itu sudah terjadi pada waktu dibuatnya akta Pejabat Pembuat Akta Tanah yang dimaksud dalam ayat (1), namun baru mengikat pihak ketiga sesudah di daftar di Kantor Pertanahan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1) dan Ayat (2)
Lihat penjelasan Pasal 8.
Pasal 26
Ayat (1)
Ketentuan ini diadakan untuk menjamin kelangsungan penguasaan tanah dengan Hak Guna Bangunan yang ada umumnya dipergunakan untuk tempat tinggal yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat.
Perpanjangan dan pembaharuan Hak Guna Bangunan diberikan atas permohonan pemegang hak. Untuk itu dalam pemberian perpanjangan dan pembaharuan hak tersebut harus terlebih dahulu dilakukan penilaian apakah pemegang Hak Guna Bangunan tersebut masih menggunakan tanahnya sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam keputusan pemberian Hak Guna Bangunan yang pertama kali, serta tidak bertentangan dengan rencana Umum Tata Ruang yang berlaku.
Lihat penjelasan Pasal 8
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Memperpanjang jangka waktu Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik dilakukan dengan memberikan Hak Guna Bangunan baru dengan perjanjian baru.
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Lihat Penjelasan Pasal 13.
Pasal 32
Hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan dapat dilaksanakan dengan mengadakan kerjasama dengan pihak lain.
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Ketentuan ini adalah penjabaran dari ketentuan Pasal 40 Undang-undang Pokok Agraria.
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Angka 1)
Cukup jelas
Angka 2)
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Dalam hal tanahnya musnah Hak Guna Bangunan hapus sejak musnahnya tanah ini.
Huruf g
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam pengaturan ini antara lain ditetapkan pula ketentuan penggunaan dan penguasaan tanah selanjutnya dengan memperhatikan tata ruang, pemeliharaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, serta kepentingan bekas pemegang hak.
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penentuan bangunan dan benda-benda itu masih diperlukan atau tidak diperlukan, dilakukan berdasarkan kepentingan umum dengan mengingat kepentingan bekas pemegang hak dan peruntukan tanah selanjutnya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 38
Huruf e
Orang asing yang dianggap berkedudukan di Indonesia adalah orang asing yang kehadirannya di Indonesia memberikan manfaat bagi pembangunan nasional.
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 44
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 45
Ayat (1)
Hak Pakai dapat pula diberikan untuk waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya digunakan untuk keperluan tertentu. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin dipenuhinya keperluan tanah untuk keperluan tertentu secara berkelanjutan, misalnya untuk keperluan kantor lembaga pemerintah, untuk kantor perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional beserta kediaman Kepala Perwakilannya dan untuk keperluan melaksanakan fungsi badan keagamaan dan badan sosial.
Hak Pakai yang diberikan untuk waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, akan tetapi dapat dilepaskan oleh pemegang haknya sehingga menjadi tanah Negara untuk kemudian di mohon dengan hak baru oleh pihak lain tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 46
Ayat (1)
Ketentuan ini diadakan untuk memberi kepastian hukum bagi kelangsungan penguasaan tanah dengan Hak Pakai yang pada umumnya dipergunakan untuk tempat tinggal dan keperluan pribadi pemegang Hak Pakai.
Perpanjangan dan pembaharuan Hak Pakai diberikan atas permohonan pemegang hak. Untuk itu dalam pemberian perpanjangan atau pembaharuan hak tersebut harus terlebih dahulu dilakukan penilaian apakah pemegang Hak Pakai tersebut masih menggunakan tanahnya sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam keputusan pemberian Hak Pakai yang pertama kali.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 47
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 48
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 49
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Lihat Penjelasan Pasal 13.
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Ayat (10)
Cukup jelas
Pasal 55
Ayat (1)
Cukup jelas
Dengan adanya ketentuan ini, maka permintaan-permintaan hak atas tanah yang baru yang seluruhnya merupakan pulau tidak dilayani sampai dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah yang mengatur hal tersebut.
Pasal 56
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 57
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 60
Dengan adanya ketentuan ini, maka permintaan-permintaan hak atas tanah yang baru yang seluruhnya merupakan pulau tidak dilayani sampai dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah yang mengatur hal tersebut.
Pasal 61
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3643
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.