Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:
(1) | Pemeriksaan Lapangan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dapat dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak di Unit Pelaksana Pemeriksaan, yaitu Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, Kantor Wilayah, Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak, atau Kantor Pelayanan Pajak. |
(2) | Apabila diperlukan, Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh tenaga ahli dari luar Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai Pemeriksa Pajak. |
(3) | Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak yang tergabung dalam suatu tim Pemeriksa Pajak berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan. |
(4) | Susunan tim Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri dari seorang supervisor, seorang ketua tim, dan seorang atau beberapa anggota tim. |
(5) | Tim Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dibantu oleh seorang atau lebih pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang bukan Pemeriksa Pajak tetapi memiliki kemampuan tertentu, misalnya kemampuan di bidang teknologi informasi. |
(6) | Tim Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) juga dapat dibantu oleh seorang atau lebih tenaga ahli yang memiliki keahlian tertentu seperti peterjemah bahasa atau ahli di bidang teknologi informasi, yang berasal dari luar Direktorat Jenderal Pajak, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak bukan sebagai Pemeriksa Pajak. |
(1) |
Surat Perintah Pemeriksaan diterbitkan untuk satu atau beberapa Masa Pajak dalam suatu Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang sama atau untuk satu Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak terhadap satu Wajib Pajak. |
(2) | Pemeriksa Pajak Wajib memperlihatkan Surat Perintah Pemeriksaan dan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak, kepada Wajib Pajak yang diperiksa |
(1) |
Apabila susunan tim Pemeriksa Pajak perlu diubah, Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan tidak perlu memperbaharui Surat Perintah Pemeriksaan tetapi harus menerbitkan Surat Tugas. |
(2) | Dalam hal perubahan susunan tim Pemeriksa Pajak disebabkan pengalihan pelaksanaan pemeriksaan ke Unit Pelaksana Pemeriksaan yang lain, Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan baru harus menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan sebelum melanjutkan pelaksanaan pemeriksaan. |
(3) | Surat Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau Surat Perintah Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diperlihatkan kepada Wajib Pajak. |
(1) | Tim Pemeriksa Pajak harus memberitahukan kepada Wajib Pajak mengenai akan dilaksanakannya pemeriksaan lapangan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan. |
(2) | Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak sebagaimana tercantum pada Surat Perintah Pemeriksaan. |
(3) | Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara langsung kepada Wajib Pajak pada saat dimulainya Pemeriksaan Lapangan. |
(1) | Buku, catatan, dan/atau dokumen yang diperlukan dan diperoleh/ditemukan pada saat pelaksanaan Pemeriksaan di tempat Wajib Pajak dipinjam pada saat itu juga dan Pemeriksa Pajak membuat Bukti Peminjaman dan Pengembalian Buku, Catatan, dan Dokumen. |
(2) | Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen yang diperlukan belum diperoleh/ditemukan pada saat pelaksanaan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat Surat Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, Dokumen yang dilampiri dengan Daftar Buku, Catatan, Dokumen yang Wajib Dipinjamkan Dalam Rangka Pemeriksaan. |
(3) | Setiap penyerahan buku, catatan, dan/atau dokumen dari Wajib Pajak yang berkaitan dengan pemenuhan Surat Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemeriksa Pajak harus membuat Bukti Peminjaman danPengembalian Buku, Catatan, dan Dokumen. |
(4) | Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen yang dipinjam berupa fotokopi dan/atau berupa data yang dikelola secara elektronik, Wajib Pajak harus membuat Surat Pernyataan bahwa fotokopi dan/atau data yang dikelola secara elektronik yang dipinjamkan kepada Pemeriksa Pajak adalah sesuai dengan aslinya. |
(5) | Dalam hal untuk mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus, Pemeriksa Pajak:
|
(1) | Apabila Wajib Pajak tidak atau tidak sepenuhnya meminjamkan buku, catatan, dan dokumen atau tidak memberikan keterangan yang diminta, Pemeriksa Pajak dapat menyampaikan :
|
(2) | Setiap Surat Peringatan yang disampaikan kepada Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan Daftar Buku, Catatan, dan Dokumen yang Belum Dipinjamkan Dalam Rangka Pemeriksaan. |
(3) | Apabila setelah 1 (satu) bulan sejak tanggal penyampaian Surat Permintaan Peminjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), Wajib Pajak tetap tidak atau tidak sepenuhnya meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen atau tidak memberikan keterangan yang diminta, Pemeriksa Pajak harus membuat Berita Acara Tidak Dipenuhinya Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen disertai rincian daftar buku, catatan, dan dokumen yang wajib dipinjamkan namun belum diserahkan. |
(4) | Dalam hal Wajib Pajak menyatakan bahwa seluruh buku, catatan, dan/atau dokumen sudah diserahkan, Pemeriksa Pajak harus membuat Berita Acara Pemenuhan Seluruh Peminjaman Buku, Catatan dan Dokumen. |
(1) | Dalam hal Wajib Pajak tidak atau tidak sepenuhnya meminjamkan buku, catatan, dan dokumen atau tidak memberikan keterangan yang diminta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), Pemeriksa Pajak harus menentukan dapat atau tidaknya melakukan pengujian dalam rangka menghitung besarnya penghasilan kena pajak berdasarkan bukti kompeten yang cukup sesuai standar pelaksanaan pemeriksaan. |
(2) | Dalam hal Pemeriksaan Pajak tidak dapat melakukan pengujian dalam rangka menghitung besarnya penghasilan kena pajak, Pemeriksa Pajak harus menguraikan alasan dan pertimbangannya dalam Kertas Kerja Pemeriksaan. |
(3) | Dalam hal Pemeriksaan dilakukan terhadap Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Pemeriksa Pajak tidak dapat melakukan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penghasilan kena pajak dapat dihitung secara jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. |
(4) | Dalam hal Pemeriksaan dilakukan terhadap Wajib Pajak badan dan Pemeriksa Pajak tidak dapat melakukan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemeriksa Pajak mengusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(1) | Pemeriksaan Lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan) bulan yang dihitung sejak tanggal Surat Perintah Pemeriksaan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. |
(2) | Apabila dalam Pemeriksaan Lapangan ditemukan indikasi transaksi yang terkait dengan transfer pricing dan/atau transaksi khusus lain yang berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan yang memerlukan pengujian yang lebih mendalam serta memerlukan waktu yang lebih lama, jangka waktu Pemeriksaan dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) tahun. |
(3) | Perpanjangan jangka waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dilakukan dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Perpanjangan Jangka Waktu Pemeriksaan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Direktur Pemeriksaan dan Penagihan |
(4) | Dalam hal Pemeriksaan Lapangan dilakukan berdasarkan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP, jangka waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2), harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. |
(1) | Dalam hal Wajib Pajak yang diperiksa tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) huruf a, huruf b, dan huruf c Undang-Undang KUP, Wajib Pajak harus menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan. |
(2) | Dalam hal Wajib Pajak menolak menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat Berita Acara Penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak. |
(3) | Dalam hal Wajib Pajak tidak ada di tempat pada saat dilakukan Pemeriksaan Lapangan, pemeriksa tersebut :
|
(4) | dalam hal pegawai Wajib Pajak menolak untuk menandatangani surat pernyataan penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d, Pemeriksa Pajak membuat Berita Acara Penolakan Membantu Kelancaran Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak. |
(5) | Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atau Berita Acara Penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), atau Surat Pernyataan Penolakan Membantu Kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d, atau Berita Acara Penolakan Membantu Kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat dijadikan dasar untuk penetapan pajak secara jabatan atau diusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
Penyegelan dapat dilakukan apabila pada saat dilakukan Pemeriksaan Lapangan :
(1) | Untuk memperoleh penjelasan yang lebih rinci, Pemeriksa Pajak melalui Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan dapat memanggil Wajib Pajak dengan menggunakan Surat Panggilan Untuk Memberikan Keterangan. |
(2) | Keterangan Wajib Pajak yang diberikan kepada Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila dipandang perlu dapat dituangkan dalam Berita Acara Pemberian Keterangan Wajib Pajak. |
(1) | Pemeriksa Pajak melalui Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan, dapat meminta keterangan dan/atau bukti yang berkaitan dengan Pemeriksaan yang sedang dilakukan terhadap Wajib Pajak kepada pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Undang-Undang KUP secara tertulis dengan menggunakan Surat Permintaan Keterangan atau Bukti . |
(2) | Pihak ketiga harus memberikan keterangan paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya Surat Permintaan Keterangan atau Bukti atau surat izin dari pihak yang berwenang. |
(3) | Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipenuhi, Pemeriksa Pajak segera menyampaikan Surat Peringatan I. |
(4) | Apabila Surat Peringatan I tidak dipenuhi, Pemeriksa Pajak segera menyampaikan Surat Peringatan II. |
(5) | Apabila Surat Peringatan II juga tidak dipenuhi, Pemeriksa Pajak segera membuat Berita Acara Tidak Dipenuhinya Permintaan Keterangan atau Bukti dari Pihak Ketiga. |
(1) | Hasil Pemeriksaan Lapangan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus diberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan Daftar Temuan Pemeriksaan. |
(2) | Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan harus disampaikan secara langsung oleh Pemeriksa Pajak atau melalui kurir, dan apabila untuk daerah tertentu penyampaian secara langsung dianggap tidak efisien,Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan tersebut dapat dikirim melalui faksimili, melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau melalui jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman. |
(3) | Wajib Pajak dapat memberikan tanggapan tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dalam bentuk :
|
(4) | Dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak Wajib Pajak menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib Pajak berhak hadir untuk melakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan. |
(1) | Dalam hal Wajib Pajak menyetujui seluruh hasil pemeriksaan dan menyampaikan Lembar Pernyataan Persetujuan Hasil Pemeriksaan serta hadir dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4), Pemeriksa Pajak membuat Risalah Pembahasan yang ditandatangani oleh Tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak. |
(2) | Berdasarkan Risalah Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak dengan dilampiri Ihtisar Hasil Pembahasan Akhir. |
(3) | Dalam hal Wajib Pajak menyetujui seluruh hasil pemeriksaan dan menyampaikan Lembar Pernyataan Persetujuan Hasil Pemeriksaan namun tidak hadir dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4). Pemeriksa Pajak membuat dan menandatangani Berita Acara Ketidakhadiran Wajib Pajak Dalam Rangka Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Risalah Pembahasan, danIhtisar Hasil Pembahasan Akhir. |
(1) | Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh hasil pemeriksaan dengan menyampaikan surat sanggahan yang disertai dengan alasan serta hadir dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4). Pemeriksa Pajak harus melakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak. |
(2) | Dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Wajib Pajak dapat didampingi oleh Konsultan Pajak dan/atau Akuntan Publik yang melakukan audit atas laporan keuangan Wajib Pajak untuk tahun pajak yang sedang diperiksa. |
(3) |
Hasil pembahasan akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar untuk membuat Risalah Pembahasan yang ditandatangani oleh Tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak. |
(4) | Dalam hal masih terdapat perbedaan pendapat dalam Risalah Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan pembahasan oleh tim pembahas, Risalah Pembahasan tersebut digunakan oleh Pemeriksa Pajak sebagai dasar untuk membuat Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan Ihtisar Hasil Pembahasan Akhir. |
(1) | Dalam hal masih terdapat perbedaan pendapat dalam Risalah Pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3), Wajib Pajak dapat menyampaikan Surat Permohonan kepada Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan agar perbedaan tersebut dibahas terlebih dahulu oleh Tim Pembahas Tingkat Unit Pelaksana Pemeriksaan yang bersangkutan. |
(2) | Surat Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan paling lambat pada hari kerja berikutnya sejak tanggal penandatanganan Risalah Pembahasan. |
(3) | Pembahasan oleh Tim Pembahas Tingkat Unit Pelaksana Pemeriksaan harus diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya surat permohonan Wajib Pajak. |
(4) | Hasil pembahasan oleh Tim Pembahas Tingkat Unit Pelaksana Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus dituangkan dalam Risalah Tim Pembahas Tingkat Unit Pelaksana Pemeriksaan dan disampaikan oleh Tim Pemeriksa Pajak kepada Wajib Pajak. |
(1) | Dalam hal Wajib Pajak masih berbeda pendapat dengan Tim Pembahas Tingkat Unit Pelaksana Pemeriksaan, Wajib Pajak dapat menyampaikan Surat Permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah agar perbedaan tersebut dibahas lebih lanjut oleh Tim Pembahas Tingkat Kantor Wilayah. |
(2) | Surat Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan paling lambat pada hari kerja berikutnya sejak tanggal diterimanya Risalah Tim Pembahasan Tingkat Unit Pelaksana Pemeriksaan oleh Wajib Pajak. |
(3) | Pembahasan oleh Tim Pembahas Tingkat Kantor Wilayah harus diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya surat permohonan Wajib Pajak. |
(4) | Hasil pembahasan oleh Tim Pembahas Tingkat Kantor Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus dituangkan dalam Risalah Tim Pembahas Tingkat Kantor Wilayah. |
(1) | Risalah Pembahasan dan Risalah Tim Pembahas baik tingkat Unit Pelaksana Pemeriksaan maupun tingkat Kantor Wilayah, merupakan bagian dari Kertas Kerja Pemeriksaan dan digunakan sebagai dasar untuk membuat Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak dengan dilampiri Ihtisar Hasil Pembahasan Akhir. |
(2) | Dalam rangka menandatangani Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak mengirimkan Surat Panggilan kepada Wajib Pajak secara langsung oleh Pemeriksa Pajak atau melalui kurir, dan apabila untuk daerah tertentu penyampaian secara langsung dianggap tidak efisien, Surat Panggilan tersebut dapat dikirim melalui faksimile, melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau melalui jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman. |
(3) | Wajib Pajak harus memenuhi panggilan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal diterimanya Surat Panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(4) | Dalam hal Wajib Pajak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), namun menolak menandatangani Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak membuat catatan tentang penolakan tersebut dalam Berita Acara pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. |
(5) | Apabila Wajib Pajak tidak memenuhi Surat Panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemeriksa Pajak membuat dan menandatangani Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri Ikhtisar Hasil Pembahasan Akhir serta memberikan catatan pada Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan mengenai tidak dipenuhinya panggilan. |
(6) | Pembahasan akhir hasil pemeriksaan untuk jenis Pemeriksaan Lapangan harus diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. |
(1) | Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh hasil pemeriksaan dengan menyampaikan surat sanggahan yang disertai dengan alasan, namun tidak hadir dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4). Pemeriksa Pajak membuat dan menandatangani Berita Acara Ketidakhadiran Wajib Pajak Dalam Rangka Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan serta Risalah Pembahasan. |
(2) | Risalah Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibuat dengan memperhatikan surat sanggahan yang disertai dengan alasan dan digunakan oleh pemeriksa Pajak sebagai dasar untuk membuat dan menandatangani Ihtisar Hasil Pembahasan Akhir. |
(1) | Risalah pembahasan dan Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan serta Ihtisar Hasil Pembahasan Akhir merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Laporan Hasil Pemeriksaan. |
(2) | Setelah menandatangani Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan Wajib Pajak dapat menyampaikan formulir Kuesioner yang telah diisi oleh Wajib Pajak kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan. |
(3) | Formulir Kuesioner sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat diperoleh melalui Tim Pemeriksa Pajak atau di Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak atau melalui website Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id) |
(1) | Setiap prosedur pemeriksaan yang ditempuh, pengujian yang dilakukan, bukti dan keterangan yang dikumpulkan serta simpulan yang diambil sehubungan dengan fakta dan data yang ditemukan dalam pemeriksaan, harus dituangkan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan. |
(2) | Laporan Hasil Pemeriksaan harus disusun berdasarkan Kertas Kerja Pemeriksaan yang telah ditelaah oleh supervisor. |
(3) | Laporan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan oleh tim Pemeriksa Pajak sebagai dasar untuk membuat Nota Penghitungan. |
(1) | Dalam hal hasil pemeriksaan atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan dibatalkan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf d Undang-Undang KUP, proses pemeriksaan harus dilanjutkan dengan melaksanakan prosedur penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan/atau Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. |
(2) | Untuk melanjutkan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), prosedur penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan/atau pelaksanaan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. |
(3) | Dalam hal susunan tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan, penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan/atau pelaksanaan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan setelah diterbitkan Surat Tugas kepada Pemeriksa Pajak yang ditunjuk. |
(1) | Wajib Pajak dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri secara tertulis mengenai ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang KUP, sepanjang Pemeriksa Pajak belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan. |
(2) | Laporan tersendiri secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dilampiri dengan :
|
(3) | Untuk membuktikan kebenaran pengungkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemeriksaan harus dilanjutkan. |
(4) | Dalam hal pengungkapan ketidakbenaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencerminkan keadaan yang sebenarnya sesuai dengan hasil pemeriksaan, pelunasan pajak yang kurang dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diperhitungkan sebagai kredit pajak dalam Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan. |
(5) | Dalam hal pengungkapan ketidakbenaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ternyata tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya, pelunasan pajak yang kurang dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tidak diperhitungkan sebagai kredit pajak dalam Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan. |
(6) | Terhadap Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau ayat (5) dilakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan sesuai dengan prosedur yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. |
(7) | Pelunasan pajak yang kurang dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan sanksi administrasi berupa kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dapat diperhitungkan sebagai pembayaran atas surat ketetapan pajak berdasarkan permohonan Wajib Pajak. |
(1) | Pemeriksaan Lapangan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat diusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan apabila:
|
(2) | Dalam hal Pemeriksaan yang dilakukan merupakan pemeriksaan terkait dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP, usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. |
(3) | Dalam hal usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, pelaksanaan Pemeriksaan dihentikan dengan membuat Laporan Hasil Pemeriksaan sumir, kecuali usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan terkait dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP, penyelesaian Pemeriksaan ditangguhkan. |
(1) | Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dilanjutkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, apabila :
|
(2) | Dalam hal Pemeriksaan dilanjutkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jangka waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan. |
(3) | Dalam hal susunan tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan, pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan setelah diterbitkan Surat Tugas kepada Pemeriksa Pajak yang ditunjuk. |
(1) | Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain dapat dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak di Unit Pelaksana Pemeriksaan, yaitu Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, Kantor Wilayah, Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak, atau Kantor Pelayanan Pajak. |
(2) | Dalam keadaan tertentu, Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Pemeriksa Pajak yang bukan pejabat fungsional pemeriksa pajak. |
(3) | Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak yang tergabung dalam suatu tim Pemeriksa Pajak berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan. |
(4) | Susunan Tim Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri dari seorang supervisor, seorang ketua tim, dan seorang atau beberapa anggota tim. |
(1) | Surat Perintah Pemeriksaan diterbitkan untuk satu atau beberapa Masa Pajak dalam suatu Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang sama atau untuk satu Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak terhadap satu Wajib Pajak. |
(2) | Pemeriksa Pajak Wajib memperlihatkan Surat Perintah Pemeriksaan dan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak, kepada Wajib Pajak yang diperiksa. |
(1) | Apabila susunan tim Pemeriksa Pajak perlu diubah, Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan tidak perlu memperbaharui Surat Perintah Pemeriksaan tetapi harus menerbitkan Surat tugas. |
(2) | Dalam hal perubahan susunan tim Pemeriksa Pajak disebabkan pelaksanaan pemeriksaan dialihkan ke Unit Pelaksana Pemeriksaan yang lain, Unit Pelaksana Pemeriksaan baru harus menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan baru sebelum melanjutkan pelaksanaan pemeriksaan. |
(3) | Surat Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau Surat Perintah Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pad ayat (2) harus diperlihatkan kepada Wajib Pajak. |
(1) | tim Pemeriksa Pajak harus memberitahukan kepada Wajib Pajak tentang akan dilaksanakannya pemeriksaan untuk tujuan lain dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan. |
(2) | Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak sebagaimana tercantum pada Surat Perintah Pemeriksaan. |
(3) | Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara langsung kepada Wajib Pajak pada saat dimulainya Pemeriksaan Lapangan. |
(1) | Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 4 (empat) bulan yang dihitung sejak tanggal Surat Perintah Pemeriksaan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. |
(2) | Perpanjangan jangka waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Perpanjangan Jangka Waktu Pemeriksaan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Direktur Pemeriksaan dan Penagihan. |
(3) | Dalam hal Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain terkait dengan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dilakukan berdasarkan permohonan Wajib Pajak, jangka waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (7) Undang-Undang KUP. |
(4) | Dalam hal Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain terkait dengan pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang dilakukan berdasarkan permohonan Pengusaha Kena Pajak, jangka waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (9) Undang-Undang KUP. |
(1) | Jenis buku, catatan, dan/atau dokumen yang dipinjam dalam rangka kriteria Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain harus disesuaikan dengan tujuan pemeriksaan. |
(2) | Peminjaman terhadap buku, catatan, dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7. |
(3) | Pengembalian buku, catatan, dan/atau dokumen kepada Wajib Pajak harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24. |
(1) | Apabila dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak surat permintaan peminjaman diterima, Wajib Pajak tidak atau tidak sepenuhnya meminjamkan buku, catatan, dan dokumen atau tidak memberikan keterangan yang diminta, Pemeriksa Pajak harus menentukan dapat atau tidaknya melakukan pengujian berdasarkan bukti kompeten yang cukup yang disesuaikan dengan tujuan pemeriksaan. |
(2) | Dalam hal Pemeriksa Pajak tidak dapat melakukan pengujian berdasarkan bukti kompeten yang cukup yang disesuaikan dengan tujuan pemeriksaan, Pemeriksa Pajak harus menguraikan alasan dan pertimbangannya dalam Kertas Kerja Pemeriksaan. |
(3) | Dalam hal Pemeriksa Pajak tidak dapat melakukan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib Pajak dianggap menolak untuk dilakukan Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain. |
(1) | Apabila dalam Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain:
|
(2) | Dalam hal terjadi penolakan untuk menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat Berita Acara Penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak. |
(1) | Berdasarkan Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan atau Berita Acara Penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, permohonan Wajib Pajak tidak dapat diproses atau dipertimbangkan dalam hal Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain dilakukan dalam rangka:
|
(2) | Berdasarkan Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan atau Berita Acara Penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, Wajib Pajak akan diberi Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan dalam hal Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain dilakukan dalam rangka:
|
(3) | Berdasarkan Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan atau Berita Acara Penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, permohonan Wajib Pajak tidak dikabulkan dalam hal Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain dilakukan dalam rangka:
|
(1) | Dalam pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain, melalui Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak juga dapat memanggil Wajib Pajak untuk memperoleh penjelasan yang lebih rinci atau meminta keterangan dan/atau bukti yang berkaitan dengan Pemeriksaan kepada pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Undang-Undang KUP. |
(2) | Permintaan keterangan kepada Wajib Pajak atau kepada pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14. |
(1) | Setiap prosedur pemeriksaan yang ditempuh, pengujian yang dilakukan, bukti dan keterangan yang dikumpulkan serta simpulan yang diambil sehubungan dengan fakta dan data yang ditemukan dalam Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain, harus dituangkan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan. |
(2) | Laporan Hasil Pemeriksaan harus disusun berdasarkan Kertas Kerja Pemeriksaan yang telah ditelaah oleh supervisor. |
(3) | Laporan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tertentu yang berkaitan dengan tujuan pemeriksaan. |
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.