Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 136/PMK.03/2011

Kategori : PPh

Pengenaan Pajak Penghasilan Untuk Kegiatan Usaha Perbankan Syariah


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 136/PMK.03/2011

TENTANG

PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN
UNTUK KEGIATAN USAHA PERBANKAN SYARIAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

  1. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan Kegiatan Usaha Berbasis Syariah disebutkan Usaha Berbasis Syariah adalah setiap jenis usaha yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang meliputi antar lain perbankan syariah;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan Kegiatan Usaha Berbasis Syariah, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengenaan Pajak Penghasilan untuk Kegiatan Usaha Perbankan Syariah;

Mengingat :
  
  1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan Kegiatan Usaha Berbasis Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4988);
  3. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;


MEMUTUSKAN :


Menetapkan : 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN UNTUK KEGIATAN USAHA PERBANKAN SYARIAH.


Pasal 1

 
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
  1. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
  2. Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
  3. Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh nasabah kepada Bank Syariah dan/atau unit usaha syariah berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip Syariah dalam bentuk giro, tabungan, deposito atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
  4. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
  5. Nasabah Investor adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank syariah dan/atau unit usaha syariah dalam bentuk investasi berdasarkan akad antara bank syariah atau unit usaha syariah dan nasabah yang bersangkutan.
  6. Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank syariah dan/atau unit usaha syariah dalam bentuk Simpanan berdasarkan akad antara bank syariah atau unit usaha syariah dan nasabah yang bersangkutan.
  7. Nasabah Penerima Fasilitas adalah nasabah yang memperoleh fasilitas dana atau yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan prinsip syariah.


Pasal 2


Ketentuan mengenai penghasilan, biaya, dan pemotongan pajak atau pemungutan pajak dari kegiatan usaha Perbankan Syariah berlaku mutatis mutandis ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.
            

Pasal 3


(1) Penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang diterima atau diperoleh Perbankan Syariah, termasuk bonus, bagi hasil, margin keuntungan, dan imbalan lainnya merupakan objek Pajak Penghasilan.
(2) Bonus, bagi hasil, dan margin keuntungan yang diterima atau diperoleh Perbankan Syariah dari kegiatan/transaksi Nasabah Penerima Fasilitas merupakan objek Pajak Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan sesuai ketentuan pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga.
(3) Penghasilan yang diterima atau diperoleh Perbankan Syariah selain dari penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Nasabah Penerima Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai transaksi antara Perbankan Syariah dengan Nasabah Penerima Fasilitas.


Pasal 4


(1) Penghasilan yang diterima atau diperoleh Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor dari Perbankan Syariah dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk bonus, bagi hasil, dan penghasilan lainnya atas:
  1. dana yang dipercayakan atau ditempatkan; dan
  2. dana yang ditempatkan di luar negeri melalui Bank Syariah atau unit usaha syariah yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang Bank Syariah luar negeri yang berkedudukan di Indonesia, dikenai Pajak Penghasilan sesuai ketentuan pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga.
(2) Penghasilan yang diterima atau diperoleh Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor dari Perbankan Syariah dengan nama dan dalam bentuk apapun selain penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang Undang Pajak Penghasilan.


Pasal 5


(1) Perbankan Syariah dapat membebankan biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dengan syarat sesuai dengan:
  1. ketentuan yang diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Pajak Penghasilan, termasuk bonus, bagi hasil, dan imbalan lainnya yang dibayarkan atau terutang oleh Perbankan Syariah kepada Nasabah Penyimpan dan Nasabah Investor kecuali biaya penyusutan dalam rangka pembiayaan dengan akad Ijarah Muntahiyah Bittamlik; dan
  2. jumlah yang diperjanjikan dalam akad berdasarkan Prinsip Syariah.
(2) Pembebanan biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan Pasal 9 Undang-Undang Pajak Penghasilan.


Pasal 6

            
Dalam hal terdapat transaksi pengalihan harta atau sewa harta yang wajib dilakukan untuk memenuhi Prinsip Syariah yang mendasari kegiatan pembiayaan oleh Perbankan Syariah berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. Transaksi pengalihan harta dari pihak ketiga yang dilakukan semata-mata untuk memenuhi Prinsip Syariah tidak termasuk dalam pengertian pengalihan harta sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.
  2. Dalam hal terjadi pengalihan harta sebagaimana dimaksud pada huruf a maka pengalihan harta tersebut dianggap pengalihan harta langsung dari pihak ketiga kepada Nasabah Penerima Fasilitas, yang dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.


Pasal 7


Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.         

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
                              



Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 Agustus 2011
MENTERI KEUANGAN,
                              
ttd.                             

AGUS D.W. MARTOWARDOJO



Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 19 Agustus 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

ttd.

PATRIALIS AKBAR

 



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 509