Peraturan Daerah Nomor : 2 TAHUN 2014

Kategori : Lainnya

Pajak Rokok


PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NOMOR 2 TAHUN 2014

TENTANG

PAJAK ROKOK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,


Menimbang :

bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 2 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pajak Rokok;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 41 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
  2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indbnesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987);    
  3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);
  4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4189);
  5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
  6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
  7. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
  8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
  9. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
  10. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4744);
  11. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);
  12. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
  13. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
  14. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
  15. Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 247, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4049);
  16. Peraturan Pemerintah Nomor 136 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penjualan Barang Sitaan Yang Dikecualikan dari Penjualan Secara Lelang Dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 248, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4050);
  17. Peraturan Pemerintah Nomor 137 Tahun 2000 tentang Tempat dan Tata Cara Penyanderaan, Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak dan Pemberian Ganti Rugi Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 249, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4051);
  18. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
  19. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2008 tentang Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4917);
  20. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Pemberian Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5380);
  21. Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 278, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5380);
  22. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 62/KMK.03/2002 tentang Dasar Perhitungan, Pemungutan, dan Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Hasil Tembakau;
  23. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.04/2009 tentang Tidak Dipungut Cukai;
  24. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.011/2009 tentang Tarif Cukai Tembakau;
  25. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.07/2013 tentang Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran Pajak Rokok;
  26. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 32);
  27. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2007 Nomor 5);
  28. Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2008 Nomor 10);
  29. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pembentukan Peraturan Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2010 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2013 (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2013 Nomor 202, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2002);
  30. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2010 Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3);


Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DAERAH
KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
dan
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK ROKOK.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan:
  1. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  2. Daerah adalah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  3. Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  4. Gubernur adalah Kepala Daerah Provinsi DKI Jakarta yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil Pemerintah di wilayah Provinsi DKI Jakarta.
  5. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
  6. Rokok adalah hasil tembakau yang meliputi sigaret, cerutu, dan rokok daun.
  7. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha milik daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
  8. Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh Pemerintah.
  9. Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap rokok.
  10. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang dapat dikenakan Pajak.
  11. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.


BAB II
NAMA DAN OBJEK PAJAK

Pasal 2


Dengan nama Pajak Rokok dipungut pajak atas pemungutan cukai rokok.


Pasal 3


(1) Objek Pajak Rokok merupakan konsumsi rokok.
(2) Rokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
  1. sigaret;
  2. cerutu, dan
  3. rokok daun.
(3) Dikecualikan dari objek Pajak Rokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1), rokok yang tidak dikenai cukai berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.

 

BAB III
SUBJEK PAJAK ROKOK DAN WAJIB PAJAK ROKOK

Pasal 4


(1) Subjek Pajak Rokok adalah konsumen rokok.
(2) Wajib Pajak Rokok adalah pengusaha pabrik rokok/produsen dan importir rokok yang memiliki izin berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai.


BAB IV
TATA CARA PEMUNGUTAN

Pasal 5


(1) Pajak Rokok dipungut oleh instansi Pemerintah yang berwenang memungut cukai bersamaan dengan pemungutan cukai rokok.
(2) Pajak Rokok yang dipungut oleh instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetor ke rekening kas umum daerah Provinsi secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk.

 

BAB V
DASAR PENGENAAN PAJAK ROKOK DAN
TARIF PAJAK ROKOK

Pasal 6


Dasar pengenaan Pajak Rokok adalah cukai yang ditetapkan oleh Pemerintah terhadap rokok.


Pasal 7


Tarif Pajak Rokok ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari cukai rokok.


BAB VI
CARA PERHITUNGAN PAJAK ROKOK

Pasal 8


(1) Besaran Pajak Rokok terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan dengan rasio jumlah penduduk daerah terhadap jumlah penduduk nasional.
(2) Rasio jumlah penduduk daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan data jumlah penduduk yang digunakan untuk penghitungan Dana Alokasi Umum untuk tahun anggaran yang bersangkutan.

  

BAB VII
PENGGUNAAN PAJAK ROKOK

Pasal 9


Penerimaan pajak rokok dialokasikan paling sedikit 70% (tujuh puluh persen) untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang.


BAB VIII
INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK ROKOK

Pasal 10


(1) Instansi yang melaksanakan pemungutan Pajak Daerah dapat diberikan atas dasar pencapaian kinerja tertentu.
(2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(3) Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Gubernur berpedoman kepada Peraturan Pemerintah.


BAB IX
TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN

Pasal 11


(1) Tata cara pemungutan, penyetoran, pembayaran dan penagihan Pajak Rokok dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
(2) Tata cara keberatan dan banding Wajib Pajak Rokok, pembetulan, pembatalan, pengurangan, ketetapan, dan penghapusan atau pengurangan ketetapan, dan penghapusan atau pengurangan sanksi administratif Wajib Pajak Rokok, kedaluwarsa penagihan Pajak Rokok, pembukuan dan pemeriksaan Wajib Pajak Rokok dan sanksi, dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Daerah tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah.


BAB X

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 12


Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

 

 

 

 

  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 Februari 2014
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA,

Ttd.

JOKO WIDODO

 

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 28 Februari 2014
Plt.SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA,

ttd

WIRIYATMOKO


 

LEMBARAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2014 NOMOR 102




 

 

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NOMOR 2 TAHUN 2014

TENTANG

PAJAK ROKOK


I. UMUM

Selama ini pungutan Daerah yang berupa Pajak diatur dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000. Sesuai dengan Undang-Undang tersebut, Daerah diberi kewenangan untuk memungut 11 (sebelas) jenis Pajak. Selain itu, Daerah juga masih diberi kewenangan menetapkan jenis Pajak lain sepanjang memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam undang-undang. Namun hasil penerimaan Pajak diakui belum memadai dan memiliki peranan yang relatif kecil terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sebagian besar pengeluaran APBD dibiayai dana alokasi dari pusat. Dalam banyak hal, dana alokasi dari pusat tidak sepenuhnya dapat diharapkan menutup seluruh kebutuhan pengeluaran Daerah. Oleh karena itu, dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Daerah diberikan peluang untuk mengenakan pungutan pajak baru diantaranya pajak rokok. Dasar pengenaannya adalah cukai rokok.

Tarif Pajak Rokok ditetapkan secara definitif di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, agar Pemerintah dapat menjaga keseimbangan antara beban cukai yang harus dipikul oleh industri rokok dengan kebutuhan fiskal nasional dan Daerah melalui penetapan tarif cukai nasional.

Untuk memberikan kepastian bagi masyarakat dan dunia usaha khususnya rokok yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan dan kesehatan, maka diperlukan Peraturan Daerah tentang Pajak Rokok. Peraturan Daerah ini hanya mengatur objek pajak rokok, subjek pajak rokok, wajib pajak rokok, dasar pengenaan pajak rokok, tarif pajak rokok, dan penggunaan pajak rokok. Sedangkan ketentuan lain yang berhubungan dengan tata cara pemungutan pajak rokok, surat tagihan pajak rokok, tata tata cara pembayaran dan penagihan pajak rokok, keberatan dan banding wajib pajak rokok, pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan, dan penghapusan atau pengurangan sanksi administratif wajib pajak rokok, pengembalian kelebihan pembayaran wajib pajak rokok, kedaluwarsa penagihan pajak rokok, pembukuan dan pemeriksaan wajib pajak rokok, dan sanksi, diatur tersendiri dalam Peraturan Daerah tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah.
   
II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup Jelas.


Pasal 2

Cukup Jelas.


Pasal 3

Ayat (1)


Cukup jelas.


Ayat (2)


Huruf a


Yang dimaksud dengan sigaret adalah hasil tembakau yang dibuat dari tembakau rajangan yang dibalut dengan kertas dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.

Sigaret terdiri atas sigaret kretek, sigaret putih, dan sigaret kelembak kemenyan.

Yang dimaksud dengan sigaret kretek adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih, atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya.

Yang dimaksud dengan sigaret putih adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan.

Yang dimaksud dengan sigaret putih dan sigaret kretek terdiri atas sigaret yang dibuat dengan mesin atau yang dibuat dengan cara lain, daripada mesin.

Yang dimaksud dengan sigaret putih dan sigaret kretek yang dibuat dengan mesin adalah sigaret putih dan sigaret kretek yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, seluruhnya, atau sebagian menggunakan mesin.

Yang dimaksud dengan sigaret putih dan sigaret kretek yang dibuat dengan cara lain daripada mesin adalah sigaret putih dan sigaret kretek yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin.

Yang dimaksud dengan sigaret kelembak kemenyan adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan kelembak dan/atau kemenyan asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya.


Huruf b


Yang dimaksud dengan cerutu adalah hasil tembakau yang dibuat dari lembaran-lembaran daun tembakau diiris atau tidak, dengan cara digulung demikian rupa dengan daun tembakau, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.


Huruf c


Yang dimaksud dengan rokok daun adalah hasil tembakau yang dibuat dengan daun nipah, daun jagung (klobot), atau sejenisnya, dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti.


Ayat (3)


Cukup jelas.


Pasal 4

Ayat (1)


Cukup jelas.


Ayat (2)


Yang dimaksud dengan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) adalah izin untuk menjalankan kegiatan sebagai pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, atau pengusaha tempat penjualan eceran di bidang cukai.


Pasal 5

Cukup jelas.


Pasal 6

Yang dimaksud dengan cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap hasil tembakau berupa sigaret, cerutu, dan rokok daun sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.

Dasar pengenaan pajak rokok berupa persentase dari harga dasar (advalorum) atau jumlah dalam rupiah untuk setiap batang rokok spesifik) atau penggabungan dari keduanya.

Contoh:
Tarif cukai spesifik (TCS).
Harga Jual Ecerah (HJE)
Tarif advalorum : 40% x HJE.  
               
Jika Pemerintah hanya mengenakan tarif spesifik, dasar pengenaan pajak adalah Rp 200,00/batang.

Jika Pemerintah hanya mengenakan tarif advalorum, dasar pengenaan pajak adalah 40% x HJE.

Jika Pemerintah mengenakan tarif spesifik dan advalorum, dasar pengenaan pajak adalah (Rp200/batang + 40% HJE).


Pasal 7

Cukup jelas.


Pasal 8

Cukup jelas.


Pasal 9

Yang dimaksud dengan program pelayanan kesehatan masyarakat terkait pengendalian merokok antara lain pelayanan kesehatan berhenti merokok melalui sistem kesehatan yang berlaku, iklan layanan masyarakat dan komunikasi media tentang bahaya merokok, serta partisipasi masyarakat dalam pengendalian dampak merokok.

Yang dimaksud dengan penegakan hukum sesuai dengan kewenangan Pemerintah Daerah yang dapat dikerjasamakan dengan pihak/instansi lain, antara lain, pemberantasan peredaran rokok ilegal dan penegakan aturan mengenai larangan merokok sesuai dengan peraturan perundang-undangan.    


Pasal 10

Cukup jelas.


Pasal 11

Cukup jelas.


Pasal 12

Cukup jelas.



 

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 1006