Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 116/PMK.04/2019
Pembebasan Atau Keringanan Bea Masuk Dan/Atau Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai Atas Impor Barang Dalam Rangka Kontrak Karya Atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 116/PMK.04/2019
TENTANG
PEMBEBASAN ATAU KERINGANAN BEA MASUK DAN/ATAU
PEMBEBASAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS IMPOR BARANG
DALAM RANGKA KONTRAK KARYA ATAU PERJANJIAN KARYA
PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN BATUBARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
- bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 259/PMK.04/2016 tentang Pembebasan atau Keringanan Bea Masuk dan/atau Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor Barang dalam rangka Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara;
- bahwa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara, Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara dapat melakukan perubahan bentuk pengusahaan pertambangan menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK);
- bahwa sehubungan dengan hal sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan untuk lebih meningkatkan pelayanan perpajakan dan kepabeanan di bidang pertambangan mineral dan batubara, tertib administrasi, pengawasan, dan kepastian hukum dalam memberikan perlakuan perpajakan dan kepabeanan atas impor barang dalam rangka Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara, sehingga perlu mengganti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 259/PMK.04/2016 tentang Pembebasan atau Keringanan Bea Masuk dan/atau Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor Barang dalam rangka Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10Tahun1995tentang Kepabeanan sebagaimana telahdiubahdenganUndang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pembebasan atau Keringanan Bea Masuk dan/atau Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor Barang dalam rangka Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara;
Mengingat :
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
- Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBEBASAN ATAU KERINGANAN BEA MASUK DAN/ATAU PEMBEBASAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS IMPOR BARANG DALAM RANGKA KONTRAK KARYA ATAU PERJANJIAN KARYA PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN BATUBARA.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
- Pemindahtanganan adalah pemindahan hak, alih aset, penjualan, tukar-menukar, hibah, atau penghapusan dari aset perusahaan.
- Pemusnahan adalah kegiatan menghilangkan wujud dan bentuk asal suatu barang menjadi suatu unsur atau senyawa yang tidak dapat dibentuk menjadi barang asal.
- Kontrak Karya yang selanjutnya disingkat KK adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia dalam rangka penanaman modal asing untuk melaksanakan usaha pertambangan bahan galian, tidak termasuk minyak bumi, gas alam, panas bumi, radioaktif, dan batubara.
- Perjanjian Kerjasama/Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang selanjutnya disingkat PKP2B adalah perjanjian kerjasama/karya antara Pemerintah Republik Indonesia dengan kontraktor untuk melaksanakan pengusahaan pertambangan batubara.
- Kontraktor KK atau PKP2B yang selanjutnya disebut Kontraktor adalah badan usaha yang melakukan pengusahaan pertambangan mineral atau batubara, baik dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
- Operasi Produksi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan yang meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan, pemurnian, termasuk pengangkutan dan penjualan serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan.
- Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah sistem integrasi seluruh layanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada semua pengguna jasa yang bersifat publik dan berbasis web.
- Sistem INSW yang selanjutnya disingkat SINSW adalah Sistem Elektronik yang mengintegrasikan sistem dan/atau informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain, yang terkait dengan ekspor dan/atau impor, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis.
- Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
- Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
- Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
- Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhi kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan.
BAB II
PEMBEBASAN ATAU KERINGANAN BEA MASUK DAN/ATAU
PEMBEBASAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS IMPOR
BARANG DALAM RANGKA KK ATAU PKP2B
Pasal 2
(1) | Pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang dalam rangka KK atau PKP2B dapat diberikan kepada:
|
(2) | Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas impor Barang Kena Pajak dalam rangka KK atau PKP2B dapat diberikan kepada:
|
(3) | Pembebasan atau keringanan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberikan sesuai dengan jangka waktu yang tercantum dalam kontrak. |
(1) | Pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang dalam rangka KK atau PKP2B dapat diberikan kepada:
|
(2) | Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas impor Barang Kena Pajak dalam rangka KK atau PKP2B dapat diberikan kepada:
|
(3) | Pembebasan atau keringanan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberikan sejak tanggal ditandatanganinya kontrak sampai dengan tahun kesepuluh dari periode Operasi Produksi. |
Pembebasan atau keringanan bea masuk dapat diberikan sampai dengan berakhirnya masa kontrak kepada:
- Kontraktor PKP2B yang kontraknya ditandatangani sebelum tahun 1990;
- Kontraktor PKP2B yang kontraknya mencantumkan ketentuan mengenai pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang dalam rangka PKP2B;
- Kontraktor PKP2B yang kontraknya tidak mencantumkan ketentuan mengenai jangka waktu pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk; dan
- Kontraktor PKP2B yang barang impornya merupakan Barang Milik Negara.
(1) | Pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang dalam rangka KK atau PKP2B dapat diberikan kepada Kontraktor yang kontraknya mencantumkan ketentuan mengenai pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor Barang dalam rangka KK atau PKP2B sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(2) | Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas impor Barang Kena Pajak dalam rangka KK atau PKP2B dapat diberikan kepada:
|
(3) | Pembebasan atau keringanan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberikan sejak tanggal ditandatanganinya kontrak sampai dengan tahun kesepuluh dari periode Operasi Produksi. |
Dalam hal Kontraktor mengoperasikan lebih dari 1 (satu) wilayah pertambangan, tahun kesepuluh periode Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) atau Pasal 5 ayat (3) dihitung dari tanggal dimulainya operasi pada wilayah pertambangan yang pertama.
(1) | Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 5. | |||
(2) | Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat elemen data sebagai berikut:
|
|||
(3) | Dalam hal elemen data jenis barang dalam Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf h memuat data secara terperinci atau terurai, importasi barang dapat dilakukan dalam keadaan terurai. | |||
(4) | Dalam menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri harus memperhatikan KK atau PKP2B yang menjadi dasar penerbitan Keputusan Menteri Keuangan. | |||
(5) | Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibuat paling sedikit dalam 4 (empat) rangkap dengan peruntukan sebagai berikut:
|
Pemenuhan kewajiban kepabeanan atas impor barang yang mendapatkan pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 5, dilaksanakan di Kantor Pabean tempat pemasukan barang yang tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan.
(1) | Impor barang yang tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), wajib membayar bea masuk dan/atau dipungut Pajak Pertambahan Nilai. |
(2) | Dalam hal terjadi keadaan kahar (force majeure):
|
BAB III
PEMINDAHTANGANAN ATAS BARANG IMPOR YANG
MENDAPATKAN FASILITAS PEMBEBASAN ATAU
KERINGANAN BEA MASUK DAN/ATAU PEMBEBASAN PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI DALAM RANGKA KK ATAU PKP2B
Bagian Kesatu
Jangka Waktu Pemindahtanganan
Pasal 10
(1) | Atas barang impor yang mendapatkan pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 5, dapat dilakukan Pemindahtanganan. |
(2) | Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor. |
(3) | Ketentuan mengenai jangka waktu Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak berlaku dalam hal:
|
Bagian Kedua
Permohonan Izin Pemindahtanganan
Pasal 11
(1) | Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), dilakukan setelah mendapatkan izin dari Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan. |
(2) | Untuk mendapatkan izin Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kontraktor mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan dengan menyebutkan alasan Pemindahtanganan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan dokumen berupa:
|
(4) | Daftar barang yang akan dipindahtangankan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e, paling sedikit memuat elemen data sebagai berikut:
|
(5) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara elektronik melalui SINSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(6) | Dalam hal SINSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (5) belum dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara manual dalam bentuk salinan cetak (hardcopy) atau salinan digital (softcopy). |
(7) | Dalam hal dokumen lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah tersedia dalam SINSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kontraktor tidak perlu menyampaikan kembali dokumen lampiran tersebut kepada Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan. |
(1) | Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk di Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan, melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan untuk mendapatkan izin Pemindahtanganan dalam permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2). |
(2) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan tidak lengkap, Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan menerbitkan surat pengembalian dokumen dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(3) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sesuai, ditindaklanjuti sebagai berikut:
|
(4) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan tidak sesuai, Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan membuat surat penolakan permohonan izin Pemindahtanganan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(5) | Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4) paling lama 5 (lima) jam kerja terhitung sejak permohonan izin pemindahtanganan diterima secara lengkap dan sesuai. |
(6) | Dalam hal SINSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai belum dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4) diberikan paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak permohonan izin pemindahtanganan diterima secara lengkap dan sesuai. |
(7) | Salinan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disampaikan kepada direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tugas dan fungsinya di bidang pemberian fasilitas kepabeanan. |
(8) | Dalam hal Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan bukan merupakan Kantor Pabean tempat pemasukan barang, salinan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) juga disampaikan kepada Kepala Kantor Pabean tempat pemasukan barang. |
(9) | Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat digunakan oleh direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tugas dan fungsinya di bidang pemberian fasilitas kepabeanan untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap Pemindahtanganan barang impor yang mendapatkan pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 5. |
(10) | Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku selama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diterbitkan. |
(11) | Surat pengembalian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan surat penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf B, Lampiran huruf C, Lampiran huruf D, dan Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Terhadap Pemindah tanganan barang impor yang mendapatkan pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 5 yang dilakukan setelah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor, dikecualikan dari ketentuan mendapatkan izin dari Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1). |
(2) | Kontraktor yang telah melakukan Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib menyampaikan laporan realisasi Pemindahtanganan kepada Kepala Kantor Pabean tempat barang yang telah dipindahtangankan. |
(3) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pelaksanaan Pemindahtanganan. |
(4) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Bagian Ketiga
Pengenaan Bea Masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai
Pasal 14
(1) | Terhadap Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) terutang bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai. |
(2) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika:
|
Bagian Keempat
Pembayaran Bea Masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai
Pasal 15
(1) | Kontraktor membayar bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian izin pemindahtanganan barang impor dalam rangka KK atau PKP2B disertai dengan kewajiban membayar bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagai dokumen dasar pembayaran bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai yang terutang. |
(2) | Pembayaran bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan berdasarkan pada klasifikasi, pembebanan, dan nilai pabean dalam pemberitahuan pabean impor pada saat pemasukan. |
(3) | Pemenuhan kewajiban kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan. |
Bagian Kelima
Penyelesaian Pemindahtanganan
Pasal 16
(1) | Kontraktor yang telah memperoleh Keputusan Menteri Keuangan mengenai izin Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) dan akan melaksanakan Pemindahtanganan barang, harus terlebih dahulu mengajukan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan. |
(2) | Terhadap Pemindahtanganan yang disertai dengan kewajiban membayar bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf b, pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan bukti pembayaran bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai. |
(3) | Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk di Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan melakukan pemeriksaan fisik terhadap barang yang akan dipindahtangankan dan membuat laporan hasil pemeriksaan fisik. |
(4) | Dalam hal hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan sesuai, Pemindahtanganan dapat dilaksanakan dan Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) membuat berita acara Pemindahtanganan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(5) | Dalam hal hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan tidak sesuai, Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan memberitahukan kepada Kontraktor bahwa atas barang yang dinyatakan tidak sesuai tersebut tidak dapat dilaksanakan Pemindahtanganan. |
Bagian Keenam
Pemindahtanganan Barang Milik Negara
Pasal 17
Tata laksana Pemindahtanganan barang impor untuk dipakai yang mendapat pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B yang berstatus Barang Milik Negara, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Barang Milik Negara.
BAB IV
EKSPOR KEMBALI ATAS BARANG IMPOR
YANG MENDAPATKAN FASILITAS PEMBEBASAN ATAU
KERINGANAN BEA MASUK DAN/ATAU PEMBEBASAN PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI DALAM RANGKA KK ATAU PKP2B
Bagian Kesatu
Ekspor Kembali
Pasal 18
Kontraktor dapat melakukan ekspor kembali atas barang impor yang mendapat pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 5 dengan mengajukan pemberitahuan pabean ekspor ke Kantor Pabean tempat dilakukan ekspor kembali.
Bagian Kedua
Dokumen Ekspor Kembali
Pasal 19
(1) | Pengajuan pemberitahuan pabean ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, dilampiri dengan:
|
(2) | Daftar barang yang akan dilakukan ekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, paling sedikit memuat elemen data sebagai berikut:
|
(3) | Atas pengajuan pemberitahuan pabean ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, dilakukan pemeriksaan fisik oleh Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean tempat dilakukan ekspor kembali. |
(4) | Tata cara ekspor kembali dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata laksana kepabeanan di bidang ekspor. |
Dalam hal Kantor Pabean tempat dilakukan ekspor kembali bukan merupakan Kantor Pabean tempat pemasukan barang, Kepala Kantor Pabean tempat dilakukan ekspor kembali mengirimkan surat pemberitahuan ekspor kembali barang impor untuk dipakai yang mendapat pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B kepada direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan dan Kepala Kantor Pabean tempat pemasukan barang.
Bagian Ketiga
Dibebaskan dari Kewajiban Membayar Bea Masuk dan/atau
Pajak Pertambahan Nilai
Pasal 21
Kontraktor yang melakukan ekspor kembali barang impor yang mendapat pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B, dibebaskan dari kewajiban untuk membayar bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai yang terutang.
BAB V
PEMUSNAHAN ATAS BARANG IMPOR YANG MENDAPATKAN
FASILITAS PEMBEBASAN ATAU KERINGANAN BEA MASUK
DAN/ATAU PEMBEBASAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
DALAM RANGKA KK ATAU PKP2B
Bagian Kesatu
Jangka Waktu Pemusnahan
Pasal 22
(1) | Atas barang impor yang mendapatkan pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 5, dapat dilakukan Pemusnahan. |
(2) | Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor. |
(3) | Ketentuan mengenai jangka waktu Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal terjadi keadaan kahar (force majeure). |
Bagian Kedua
Permohonan Izin Pemusnahan
Pasal 23
(1) | Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1), dilakukan setelah mendapatkan izin dari Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dimusnahkan. |
(2) | Untuk mendapatkan izin Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kontraktor harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dimusnahkan dengan menyebutkan alasan Pemusnahan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilampiri dengan:
|
(4) | Daftar barang yang akan dilakukan Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e, paling sedikit memuat elemen data sebagai berikut:
|
(5) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara elektronik melalui SINSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(6) | Dalam hal SINSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (5) belum dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara manual dalam bentuk salinan cetak (hardcopy) atau salinan digital (softcopy). |
(7) | Dalam hal dokumen lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah tersedia dalam SINSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kontraktor tidak perlu menyampaikan kembali dokumen lampiran tersebut kepada Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dimusnahkan. |
(1) | Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk di Kantor Pabean tempat barang akan dimusnahkan, melakukan penelitian terhadap pemenuhan seluruh persyaratan untuk mendapatkan izin Pemusnahan dalam permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2). |
(2) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan tidak lengkap, Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dimusnahkan menerbitkan surat pengembalian dokumen dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(3) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sesuai, Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dimusnahkan atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian izin pemusnahan barang impor dalam rangka KK atau PKP2B. |
(4) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan tidak sesuai, Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dimusnahkan membuat surat penolakan permohonan Pemusnahan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(5) | Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dimusnahkan memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4) paling lama 5 (lima) jam kerja terhitung sejak permohonan izin pemusnahan diterima secara lengkap dan sesuai. |
(6) | Dalam hal SINSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4) diberikan paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak permohonan izin pemusnahan diterima secara lengkap dan sesuai. |
(7) | Salinan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disampaikan kepada direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tugas dan fungsinya di bidang pemberian fasilitas kepabeanan. |
(8) | Dalam hal Kantor Pabean tempat barang yang akan dimusnahkan bukan merupakan Kantor Pabean tempat pemasukan barang, salinan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) juga disampaikan kepada Kepala Kantor Pabean tempat pemasukan barang. |
(9) | Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat digunakan oleh direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tugas dan fungsinya di bidang pemberian fasilitas kepabeanan untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pemusnahan barang impor untuk dipakai yang mendapat pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B. |
(10) | Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku selama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak diterbitkan. |
(11) | Surat pengembalian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan surat penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf I, Lampiran huruf J, dan Lampiran huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Terhadap Pemusnahan barang impor yang mendapatkan pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 5, yang dilakukan setelah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor, dikecualikan dari ketentuan mendapatkan izin dari Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1). |
(2) | Kontraktor yang telah melakukan Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib menyampaikan laporan realisasi Pemusnahan kepada Kepala Kantor Pabean tempat barang yang telah dimusnahkan. |
(3) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pelaksanaan Pemusnahan. |
(4) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf L. |
Bagian Ketiga
Perlakuan terhadap Barang Impor yang Mendapatkan
Pembebasan atau Keringanan Bea Masuk dan/atau
Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai yang Masih Bernilai
Ekonomis Setelah Dilakukan Pemusnahan
Pasal 26
(1) | Terhadap barang impor yang mendapatkan pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B yang telah dimusnahkan, dibebaskan dari kewajiban membayar bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai yang terutang. |
(2) | Pembebasan dari kewajiban membayar bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila setelah dilakukan Pemusnahan barang tersebut masih mempunyai nilai ekonomis. |
(3) | Pembayaran bea masuk yang terutang untuk barang yang masih mempunyai nilai ekonomis setelah dilakukan Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan berdasarkan harga transaksi penjualan dengan ketentuan:
|
(4) | Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang terutang untuk barang yang masih mempunyai nilai ekonomis setelah dilakukan Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(5) | Pemenuhan kewajiban kepabeanan atas barang yang masih mempunyai nilai ekonomis setelah dilakukan Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) yang menjadi dokumen dasar pembayaran bea masuk dan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang. |
(6) | Pemenuhan kewajiban kepabeanan atas barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pemusnahan. |
(7) | Barang yang masih mempunyai nilai ekonomis setelah dilakukan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikecualikan dari kewajiban membayar bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai dengan ketentuan sebagai berikut:
|
Bagian Keempat
Penyelesaian Pemusnahan
Pasal 27
(1) | Kontraktor yang telah memperoleh Keputusan Menteri Keuangan mengenai izin Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) dan akan melaksanakan Pemusnahan barang, harus terlebih dahulu mengajukan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dimusnahkan. |
(2) | Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk di Kantor Pabean tempat barang yang akan dimusnahkan melakukan pemeriksaan fisik terhadap barang yang akan dimusnahkan dan membuat laporan hasil pemeriksaan fisik. |
(3) | Dalam hal hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan sesuai, Pemusnahan dapat dilaksanakan dan Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) membuat berita acara Pemusnahan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf M yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(4) | Dalam hal hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan tidak sesuai, Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dimusnahkan memberitahukan kepada Kontraktor bahwa atas barang yang dinyatakan tidak sesuai tersebut tidak dapat dilaksanakan Pemusnahan. |
BAB VI
KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Kewajiban Pembukuan
Pasal 28
KK atau PKP2B wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi keuangan.
Bagian Kedua
Penyampaian Surat, Keputusan Menteri Keuangan,
dan Laporan Realisasi
Pasal 29
(1) | Penyampaian Surat, Keputusan Menteri dan Laporan Realisasi berupa:
|
(2) | Dalam hal SINSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, penyampaian surat, Keputusan Menteri Keuangan atau laporan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dapat disampaikan secara manual dalam bentuk salinan cetak (hardcopy) atau salinan digital (softcopy). |
BAB VII
PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Audit
Pasal 30
(1) | Terhadap Kontraktor yang mendapatkan pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 5 dapat dilakukan audit. |
(2) | Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak. |
(3) | Dalam pelaksanaan kegiatan audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kontraktor wajib memberikan keterangan dan dokumen yang diperlukan. |
(4) | Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai audit. |
Bagian Kedua
Monitoring dan Evaluasi
Pasal 31
(1) | Agar pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk lebih tepat sasaran, serta dalam rangka penyempurnaan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, dan harmonisasi kebijakan di bidang fasilitas pertambangan, direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan dapat melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang untuk kegiatan dalam rangka KK atau PKP2B. |
(2) | Kegiatan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan kepada:
|
(3) | Dalam hal berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan adanya indikasi pelanggaran atau penyalahgunaan atas pembebasan atau keringanan bea masuk yang telah diberikan, direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan dapat merekomendasikan untuk dilakukan audit atau penelitian lebih lanjut oleh unit yang tugas dan fungsinya di bidang pengawasan. |
(4) | Dalam pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kontraktor harus memberikan keterangan dan dokumen yang diperlukan. |
(1) | Dalam hal Pemindahtanganan, ekspor kembali, dan Pemusnahan, tidak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), Pasal 11 ayat (1), Pasal 18, Pasal 22 ayat (2), Pasal 23 ayat (1), dan Pasal 26 ayat (6), Kontraktor wajib membayar:
|
(2) | Dalam hal berdasarkan hasil audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, Kontraktor ditemukan tidak menyampaikan:
|
(3) | Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
|
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 33
Dalam hal:
- Kontraktor melakukan perubahan bentuk pengusahaan pertambangannya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi; dan
- Kontraktor dimaksud telah mengimpor barang dalam rangka KK atau PKP2B dengan mendapatkan fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 5,
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 34
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 259/PMK.04/2016 tentang Pembebasan atau Keringanan Bea Masuk dan/atau Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor Barang dalam rangka Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 28), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 Agustus 2019 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 13 Agustus 2019
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2019 NOMOR 913
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.