Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
(1) |
KKA dapat melakukan kerja sama dengan KKA Asing dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari Kepala Pusat. |
(2) |
KKA yang telah mendapat persetujuan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mencantumkan nama KKA Asing pada papan nama, kop surat, dokumen, atau media lainnya, bersama-sama dengan nama KKA. |
(3) |
Pencantuman nama KKA Asing dilarang:
a. |
melebihi besarnya huruf nama KKA; dan/atau |
b. |
mencantumkan nama yang belum mendapat persetujuan tertulis dari Kepala Pusat. |
|
(4) |
Permohonan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Pemimpin atau Pemimpin Rekan kepada Kepala Pusat secara elektronik dengan melampirkan dokumen hasil pindaian dokumen:
a. |
perjanjian kerja sama yang dibuat dalam bahasa Indonesia dan disahkan oleh notaris, paling sedikit memuat bahwa:
1. |
kerja sama dilakukan secara langsung dengan 1 (satu) KKA Asing yang sedang tidak melakukan kerja sama dengan KKA lain; |
2. |
kerja sama paling sedikit mencakup Jasa aktuaria; |
3. |
terdapat dukungan teknis dan alih pengetahuan dari KKA Asing; dan |
4. |
kesepakatan pengakhiran kerja sama. |
|
b. |
profil perusahaan KKA Asing. |
|
(5) |
Persetujuan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. |
(6) |
KKA yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa peringatan. |
BAB VTATA CARA PEMBERIAN IZIN Pasal 15
(1) |
Izin Aktuaris Publik, pengunduran diri Aktuaris Publik, izin KKA, penutupan KKA, perubahan nama KKA, dan perubahan bentuk badan usaha KKA ditetapkan dengan Keputusan Menteri yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal atas nama Menteri. |
(2) |
Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. |
(3) |
Permohonan yang dinyatakan tidak lengkap disampaikan melalui pemberitahuan tertulis oleh Kepala Pusat paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima. |
(4) |
Pemohon dapat melengkapi persyaratan yang dinyatakan tidak lengkap paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal pemberitahuan tertulis ditetapkan. |
(5) |
Jika kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dipenuhi, permohonan tidak diproses dan dianggap tidak disampaikan. |
(6) |
Kepala Pusat dapat menunjuk pejabat dan/atau pegawai untuk melakukan penelitian langsung terhadap permohonan izin yang diajukan. |
BAB VPELAKSANAAN PINJAMAN Bagian KesatuPenganggaran Pasal 16
(1) |
Berdasarkan surat Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (7), Menteri mengusulkan alokasi anggaran Dana Pinjaman dalam Rancangan APBN dan/atau Rancangan APBN-Perubahan. |
(2) |
Pengalokasian anggaran Dana Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada Peraturan Menteri mengenai tata cara perencanaan, penelaahan, dan penetapan alokasi anggaran bendahara umum negara, dan pengesahan DIPA BUN. |
(1) |
Berdasarkan alokasi Dana Pinjaman dalam Undang-Undang mengenai APBN dan/atau APBN-Perubahan diterbitkan DIPA BUN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(2) |
DIPA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar pelaksanaan pembayaran Dana Pinjaman. |
(1) |
Dalam hal persetujuan Menteri atas permohonan pinjaman LPS diberikan setelah Undang-Undang mengenai APBN dan/atau APBN-Perubahan ditetapkan dan tidak terdapat rencana perubahan terhadap Undang-Undang mengenai APBN dan/atau APBN-Perubahan, Menteri mengajukan permohonan persetujuan pemberian pinjaman Pemerintah kepada LPS secara tertulis kepada Dewan Perwakilan Rakyat |
(2) |
Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri menetapkan alokasi Dana Pinjaman. |
(3) |
Dalam hal persetujuan tertulis Dewan Perwakilan Rakyat karena suatu dan lain hal belum dapat ditetapkan dalam jangka waktu 1x24 (satu kali dua puluh empat) jam setelah permohonan persetujuan disampaikan Menteri kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri menetapkan alokasi Dana Pinjaman. |
(4) |
Kewenangan penetapan alokasi Dana Pinjaman oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilaksanakan sepanjang telah diatur dalam Undang-Undang mengenai APBN dan/atau APBN-Perubahan Tahun Anggaran berkenaan. |
(5) |
Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui sebagian atau menolak permohonan persetujuan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri menyampaikan hasil keputusan Dewan Perwakilan Rakyat tersebut kepada LPS secara tertulis. |
(1) |
Berdasarkan alokasi Dana Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) atau Pasal 18 ayat (3) dilakukan revisi DIPA BUN. |
(2) |
Revisi DIPA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai tata cara revisi anggaran. |
(3) |
DIPA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (2), digunakan sebagai dasar pelaksanaan pembayaran Dana Pinjaman. |
Bagian KeduaPerjanjian Pasal 20
(1) |
Berdasarkan penetapan alokasi Dana Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan Pasal 19 ayat (1), Kepala Badan Kebijakan Fiskal menyampaikan kelengkapan dokumen permohonan pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) dan dokumen lainnya kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan. |
(2) |
Dokumen lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. |
dokumen komparisi; |
b. |
surat persetujuan pinjaman; |
c. |
surat kuasa apabila Ketua Dewan Komisioner LPS berhalangan; dan |
d. |
dokumen lainnya yang diperlukan dalam penyusunan Perjanjian. |
|
(3) |
Berdasarkan dokumen yang disampaikan oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Perbendaharaan bersama Kepala Eksekutif LPS menyusun Perjanjian Pinjaman dalam waktu 5 (lima) hari kerja setelah dokumen diterima secara lengkap. |
(4) |
Perjanjian Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditandatangani oleh Menteri dan Ketua Dewan Komisioner LPS. |
(5) |
Dalam hal Menteri berhalangan, Direktur Jenderal Perbendaharaan bertindak untuk dan atas nama Menteri menandatangani Perjanjian Pinjaman bersama dengan Ketua Dewan Komisioner LPS. |
(6) |
Dalam hal Ketua Dewan Komisioner LPS berhalangan, penandatanganan perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh anggota Dewan Komisioner LPS yang ditunjuk mewakili Ketua Dewan Komisioner LPS. |
(7) |
Penunjukan anggota Dewan Komisioner LPS yang mewakili Ketua Dewan Komisioner LPS sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan berdasarkan surat keputusan/surat kuasa Ketua Dewan Komisioner LPS. |
Perjanjian Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 paling sedikit memuat pokok materi sebagai berikut:
a. |
identitas para pihak; |
b. |
tujuan; |
c. |
nilai pinjaman; |
d. |
tingkat suku bunga; |
e. |
jadwal pencairan; |
f. |
hak dan kewajiban; |
g. |
mekanisme pembayaran kewajiban; |
h. |
ketentuan dan persyaratan pinjaman; |
i. |
jaminan pinjaman; |
j. |
jangka waktu pinjaman; |
k. |
jangka waktu penarikan/pencairan pinjaman; |
l. |
masa tenggang; |
m. |
percepatan pembayaran; |
n. |
denda; dan |
o. |
keadaan kahar. |
(1) |
SBN yang dimiliki LPS merupakan jaminan atas pemberian pinjaman dari Pemerintah. |
(2) |
SBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung setelah dikurangi pajak penghasilan. |
(3) |
Dalam hal diperlukan, Menteri dapat meminta jaminan lain/tambahan di luar jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(4) |
Jaminan lain/tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus berada dalam kondisi bebas dari segala perikatan, sengketa, sitaan, dan tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain. |
(5) |
LPS tidak dapat memperjualbelikan dan/atau menjaminkan kembali SBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan jaminan lain/tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada pihak lain yang masih dalam status sebagai jaminan, selama masa pinjaman atau sampai adanya keterangan lunas atau dengan persetujuan dari Menteri. |
(6) |
Ketentuan/kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dinyatakan dalam surat pernyataan kepada Menteri. |
(7) |
Pelaksanaan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(1) |
Dana Pinjaman menggunakan mata uang Rupiah. |
(2) |
Tingkat suku bunga pinjaman yang dikenakan atas Dana Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada sumber dana pinjaman dengan ketentuan:
a. |
dalam hal pinjaman bersumber dari SAL, tingkat suku bunga setara imbal hasil SBN dan interest margin (spread) dengan tenor terdekat; |
b. |
dalam hal sumber dana pinjaman berasal dari penerbitan utang, tingkat suku bunga setara imbal hasil SBN dengan tenor terdekat; dan |
c. |
dalam hal sumber dana pinjaman berasal dari SAL dan penerbitan utang, tingkat suku bunga dihitung secara tertimbang. |
|
Perubahan Perjanjian Pinjaman dapat dilakukan karena:
a. |
LPS mengajukan usulan perubahan dan mendapat persetujuan Menteri; |
b. |
Menteri menganggap perlu untuk dilakukan perubahan; |
c. |
kebijakan Pemerintah; dan/atau |
d. |
ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Ketentuan mengenai Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 sampai dengan Pasal 23 berlaku secara
mutatis mutandis dalam hal terjadi perubahan Perjanjian Pinjaman.
BAB VI PENCAIRAN PINJAMAN Bagian Kesatu Pejabat Perbendaharaan Pasal 26
(1) |
Dalam pemberian Dana Pinjaman, Menteri selaku PA BUN menunjuk pimpinan unit eselon II yang mempunyai tugas dan fungsi penerusan pinjaman di lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan selaku KPA Penyalur Dana Pinjaman. |
(2) |
KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menerbitkan keputusan untuk menunjuk PPK dan PPSPM. |
(3) |
Salinan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Kepala KPPN mitra kerja selaku Kuasa Bendahara Umum Negara. |
(4) |
Dalam hal tidak terdapat penggantian KPA, PPK, dan PPSPM pada Tahun Anggaran berikutnya, KPA BUN cukup menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Kepala KPPN. |
KPA BUN bertanggung jawab secara formal kepada Pengguna Anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara atas:
a. |
penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara Umum Negara Dana Pinjaman; |
b. |
penyaluran Dana Pinjaman kepada LPS; dan |
c. |
penyelenggaraan akuntansi dan pelaporan keuangan penyaluran Dana Pinjaman. |
PPK bertanggung jawab secara formal terhadap:
a. |
penyusunan rencana penarikan dana; |
b. |
pengujian administrasi tagihan, meliputi:
1. |
kesesuaian jumlah tagihan yang tercantum pada surat tagihan dengan kuitansi tagihan Dana Pinjaman; |
2. |
kelengkapan dokumen surat tagihan; dan |
3. |
kesesuaian kode akun dalam surat tagihan; |
|
c. |
pengujian terhadap ketersediaan Dana Pinjaman dalam DIPA BUN; dan |
d. |
penerbitan SPP-LS. |
PPSPM bertanggung jawab secara formal terhadap:
a. |
pengujian administrasi kuitansi tagihan Dana Pinjaman dan surat pernyataan tanggung jawab pengeluaran pembiayaan yang tercantum dalam SPP-LS; |
b. |
pengujian ketersediaan dan pembebanan Dana Pinjaman dalam DIPA BUN; dan |
c. |
penerbitan SPM-LS. |
Bagian KeduaPencairan Paragraf IKetentuan Umum Pencairan Pasal 30
(1) |
LPS menyampaikan permohonan pencairan pinjaman kepada KPA Penyalur Dana Pinjaman dengan tembusan kepada Kepala Badan Kebijakan Fiskal dan Direktur Jenderal Anggaran apabila kesulitan Likuiditas LPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) akan terealisasi dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan ke depan. |
(2) |
PPK dan PPSPM melakukan penilaian dalam bentuk pengujian terhadap administrasi tagihan dan ketersediaan Dana Pinjaman dalam DIPA BUN, dan pengujian terhadap SPP-LS. |
Besaran pinjaman dari Pemerintah kepada LPS dapat dicairkan sesuai hasil penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2).
Pencairan Dana Pinjaman Pemerintah kepada LPS dilakukan dengan cara transfer ke rekening LPS.
(1) |
Berdasarkan DIPA BUN BA 999.04, LPS menyampaikan kepada KPA BUN:
a. |
spesimen tanda tangan pejabat yang menandatangani surat tagihan dan kuitansi tagihan pemberian Dana Pinjaman; dan |
b. |
nomor rekening untuk pemberian Dana Pinjaman. |
|
(2) |
Dalam hal terjadi perubahan pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan/atau nomor rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, LPS menyampaikan perubahan spesimen tanda tangan dan/atau nomor rekening kepada KPA BUN. |
Paragraf II Pemrosesan Pencairan oleh KPA BUN Pasal 34
(1) |
Permohonan pencairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 disampaikan oleh Ketua Dewan Komisioner LPS kepada KPA BUN dalam bentuk surat tagihan. |
(2) |
Surat tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
a. |
Kuitansi Tagihan Pemberian Dana Pinjaman yang disusun sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; |
b. |
Rencana Penggunaan Dana Pinjaman yang memuat daftar tagihan pemberian Dana Pinjaman yang telah dimutakhirkan yang disusun sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; |
c. |
Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak yang disusun sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; |
d. |
Surat Persetujuan Menteri atas Permohonan Pinjaman; dan |
e. |
Perjanjian Pinjaman. |
|
(3) |
KPA meneruskan surat tagihan kepada PPK. |
Paragraf III Pemrosesan Pencairan oleh PPK dan PPSPM Pasal 35
(1) |
PPK melakukan pengujian terhadap administrasi tagihan dan ketersediaan Dana Pinjaman dalam DIPA BUN berdasarkan surat tagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2). |
(2) |
Dalam hal tagihan sudah dinyatakan lengkap dan benar, PPK menerbitkan SPP-LS dan menyusun Surat Pernyataan Tanggung Jawab Pengeluaran Pembiayaan (SPTPP) berdasarkan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak yang dibuat oleh Ketua Dewan Komisioner LPS, untuk ditandatangani KPA. |
(3) |
SPTPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(4) |
PPK menyampaikan SPP-LS kepada PPSPM dengan dilampiri Kuitansi Tagihan Pemberian Dana Pinjaman dan SPTPP. |
(1) |
PPSPM melakukan pengujian atas SPP-LS yang diajukan PPK terhadap administrasi Kuitansi Tagihan Pemberian Dana Pinjaman dan SPTPP yang tercantum dalam SPP-LS serta ketersediaan dan pembebanan Dana Pinjaman dalam DIPA BUN. |
(2) |
Berdasarkan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPSPM membuat, menandatangani, dan menyampaikan SPM-LS dan SPTPP kepada Kepala KPPN. |
Bagian Ketiga Penggunaan Dana Pinjaman Pasal 37
Dalam hal terjadi pemberian pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pemerintah c.q. Menteri melaporkan pemberian pinjaman tersebut dalam APBN-Perubahan tahun berjalan dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat tahun berkenaan.
Pemberian Dana Pinjaman kepada LPS dapat dilakukan secara sekaligus atau bertahap dengan memerhatikan:
a. |
Rencana Penggunaan Dana Pinjaman yang memuat daftar kebutuhan dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf b; dan |
b. |
ketersediaan kas pemerintah. |
Tata cara pengajuan, penerbitan, dan pengujian SPM-LS serta penerbitan surat perintah pencairan dana mengacu pada Peraturan Menteri mengenai tata cara pencairan APBN atas beban Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara pada KPPN.
Dalam pengajuan usulan penggunaan anggaran, penyampaian tagihan, dan pelaporan atas penggunaan Dana Pinjaman, KPA BUN dapat berkoordinasi dengan LPS.
Ketentuan mengenai petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan Dana Pinjaman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VII PENAMBAHAN PINJAMAN DAN PEMBAYARAN KEMBALI Bagian Kesatu Penambahan Pinjaman Pasal 42
Dalam hal diperkirakan terjadi tambahan kebutuhan Dana Pinjaman yang melebihi pagu pinjaman yang telah ditetapkan, Ketua Dewan Komisioner LPS dapat menyampaikan permohonan pinjaman baru kepada Menteri.
Ketentuan mengenai permohonan pinjaman dan penganggaran sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini berlaku
mutatis mutandis terhadap pengajuan penambahan jumlah pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42.
Bagian Kedua Pembayaran Kembali Pasal 44
Pembayaran kembali pinjaman oleh LPS disetorkan ke rekening penerimaan pada rekening dana investasi atau rekening lain yang ditetapkan oleh Menteri.
(1) |
LPS dapat mengajukan usulan percepatan pembayaran kembali pinjaman kepada Menteri. |
(2) |
Skema percepatan pembayaran kembali pinjaman LPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. |
Menteri memberikan surat keterangan lunas kepada LPS setelah pelunasan keseluruhan pinjaman kepada Menteri.
BAB VIII PERTANGGUNGJAWABAN PINJAMAN Bagian Kesatu Pelaporan Pasal 47
(1) |
Selama masa pelaksanaan pinjaman, Ketua Dewan Komisioner LPS menyampaikan laporan penggunaan Dana Pinjaman kepada Menteri dan ditembuskan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan. |
(2) |
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan dalam Perjanjian Pinjaman. |
(1) |
Terhadap penggunaan Dana Pinjaman dilakukan pemeriksaan oleh lembaga pemeriksa yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(2) |
Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh LPS kepada Menteri. |
(1) |
Ketua Dewan Komisioner LPS selaku penanggung jawab kegiatan bertanggung jawab secara formal dan materiil terhadap:
a. |
kebenaran data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) dan pemutakhirannya; |
b. |
penggunaan Dana Pinjaman atas penyaluran dana dari KPA BUN; |
c. |
kegiatan penggunaan Dana Pinjaman; dan |
d. |
pembukuan penggunaan Dana Pinjaman. |
|
(2) |
Tanggung jawab formal dan materiil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak oleh LPS. |
Bagian Kedua Pemantauan dan Evaluasi Pasal 50
(1) |
Direktur Jenderal Perbendaharaan melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap penarikan, penyaluran, penyerapan, dan pembayaran kembali pinjaman Pemerintah kepada LPS. |
(2) |
Dalam melakukan pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Perbendaharaan dapat berkoordinasi dengan unit terkait. |
(3) |
Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Perbendaharaan:
a. |
mengambil langkah-langkah penyelesaian atas permasalahan pinjaman termasuk rekomendasi pembatalan pinjaman kepada Menteri, dalam hal:
1. |
penyerapan pinjaman mengalami keterlambatan yang sangat jauh menyimpang dari rencana penarikan; |
2. |
penggunaan pinjaman tidak sesuai dengan ketentuan dalam Perjanjian Pinjaman; dan/atau |
3. |
terdapat indikasi gagal bayar; |
|
b. |
menerbitkan laporan perkembangan pinjaman secara semesteran dan disampaikan kepada Menteri. |
|
Bagian KetigaPenatausahaan Pasal 51
(1) |
Penatausahaan atas pinjaman kepada LPS dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan. |
(2) |
Penatausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
a. |
administrasi pengelolaan pinjaman; dan |
b. |
akuntansi pemberian pinjaman. |
|
BAB IXKETENTUAN PENUTUP Pasal 52
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 15 April 2020 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 April 2020
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 375
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.