Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
16 November 1992
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 56/PJ.6/1992
TENTANG
DALUWARSA PENETAPAN DAN PENAGIHAN PBB
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Seperti Saudara ketahui, bahwa :
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan tidak mengatur tentang daluwarsa PBB. Oleh karena itu sesuai dengan ketentuan Pasal 23 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985, mengenai daluwarsa penetapan dan penagihan PBB berlaku ketentuan dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983, ditentukan bahwa Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terhutangnya pajak dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terhutang kurang atau tidak dibayar.
Berdasarkan Pasal 13 ayat (7) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983, walaupun jangka waktu lima tahun dimaksud telah dilampaui, Surat Ketetapan Pajak tetap dapat diterbitkan apabila setelah jangka waktu lima tahun tersebut Wajib Pajak di pidana, karena melakukan tindak pidana perpajakan mengenai pajak yang daluwarsa tersebut, berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dalam hal demikian, kedaluwarsaan penagihan piutang pajak dihitung dari saat terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut.
Sehubungan dengan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut :
A. Daluwarsa Penetapan.
Oleh karena itu dalam hal suatu obyek belum dikenakan PBB dan atau belum didaftarkan pada Kantor Pelayanan PBB, terhadap obyek PBB tersebut agar diterbitkan SPPT untuk tahun-tahun pajak yang penetapannya belum daluwarsa. Untuk itu kepada Wajib Pajak agar terlebih dahulu disampaikan SPOP untuk tahun-tahun pajak yang belum daluwarsa tersebut.
Contoh :
Suatu obyek PBB belum dikenakan PBB, diketahui pada tanggal 30 September 1992. Dari data diketahui bahwa obyek tersebut dimiliki oleh Subyek Pajak A sejak tahun 1970.Atas obyek tersebut dapat diterbitkan SPPT PBB untuk tahun 1992, 1991, 1990, 1989, dan 1988. Untuk tahun 1987 tidak dapat ditetapkan karena hak untuk menetapkannya telah gugur dengan lampaunya waktu 5 (lima) tahun sejak saat terhutangnya PBB tahun 1987.
Sebelum SPPT diterbitkan, hendaknya diteliti terlebih dahulu sejak kapan Subyek Pajak yang bersangkutan secara nyata mempunyai suatu hak, memperoleh manfaat, memiliki, atau menguasai obyek pajak dimaksud. Bila ternyata Subyek Pajak dimaksud baru mempunyai suatu hak, memperoleh manfaat, memiliki, menguasai obyek dimaksud kurang dari lima tahun, SPPT hanya diterbitkan sejak tahun pajak yang menjadi tanggung jawab Subyek Pajak dimaksud.
Contoh :
Andai kata Subyek Pajak A pada contoh angka 2 di atas baru memiliki obyek tersebut pada tanggal 2 Februari 1989, maka yang menjadi tanggung jawab Subyek Pajak A adalah PBB tahun 1990, 1991 dan 1992. Oleh karena itu atas obyek tersebut hanya diterbitkan SPPT PBB tahun 1990, 1991 dan 1992.
SPPT yang diterbitkan untuk tahun-tahun sebelum tahun pajak berjalan harap dibukukan dalam BUKU INDUK KHUSUS dan diperhitungkan sebagai tambahan pokok ketetapan untuk tahun berjalan.
B. Daluwarsa Penagihan.
|
Dalam hal demikian, kedaluwarsaan penagihan piutang pajak dihitung dari saat terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut di atas. Contoh : SPPT PBB tahun pajak 1987 diterbitkan tanggal 1 Juli 1987, Wajib Pajak tidak membayar PBB yang terhutang sampai dengan tanggal 30 September 1991. Pada tanggal 1 Oktober 1991 diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) ditambah denda administrasi sebesar 2% (dua persen) selama 24 (dua puluh empat) bulan (Pasal 11 ayat (3) Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985). Satu bulan setelah diterbitkannya STP Wajib Pajak tetap belum melunasi hutang pajaknya, maka harus segera diterbitkan Surat Teguran. Apabila Surat Teguran sudah diterbitkan dan ternyata Wajib Pajak juga belum melunasi hutang PBBnya, maka upaya penagihan dilakukan dengan menerbitkan Surat Paksa (SP) dan tindakan selanjutnya sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 1959. Dengan diterbitkannya Surat Teguran dan Surat Paksa tersebut jangka waktu daluwarsa penagihan atas pajak yang terhutang dalam SPPT tersebut dihitung dari saat penyampaian/pemberitahuan Surat Paksa dimaksud kepada Wajib Pajak. Apabila Kantor Pelayanan PBB tidak menerbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa sampai dengan tanggal 31 Desember 1991, maka sejak 1 Januari 1992 hak Negara untuk melakukan penagihan piutang pajak dalam SPPT tersebut telah gugur karena daluwarsa. |
Ketentuan daluwarsa penagihan tersebut berlaku baik untuk SPPT, SKP, maupun STP.
Untuk mencegah gugurnya hak Negara untuk melakukan penagihan karena daluwarsa, harap Saudara senantiasa meneliti tunggakan-tunggakan PBB baik dalam SPPT, SKP, maupun STP, dan melaksanakan penagihan dengan menerbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : Kep-14/PJ.6/1990 tentang Petunjuk Penerbitan Surat Tagihan Pajak dan Pelaksanaan Penagihan.
Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.