Peraturan Dirjen Bea dan Cukai Nomor : PER - 9/BC/2022

Kategori : Lainnya

Petunjuk Teknis Pemberian Pengembalian Bea Masuk Yang Telah Dibayar Atas Impor Barang Dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR PER - 9/BC/2022

TENTANG

PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN PENGEMBALIAN BEA MASUK YANG TELAH
DIBAYAR ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT,
ATAU DIPASANG PADA BARANG LAIN DENGAN TUJUAN UNTUK DIEKSPOR

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,


Menimbang :

  1. bahwa petunjuk teknis pemberian pengembalian bea masuk yang telah dibayar atas impor barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-3/BC/2019 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 161/PMK.04/2018 tentang Pengembalian Bea Masuk yang Telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor;
  2. bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 161/PMK.04/2018 tentang Pengembalian Bea Masuk yang Telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor telah dicabut dan diganti dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.04/2022 tentang Pengembalian Bea Masuk yang Telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor, sehingga perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Petunjuk Teknis Pemberian Pengembalian Bea Masuk yang Telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor;
  3. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 47 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.04/2022 tentang Pengembalian Bea Masuk yang Telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Petunjuk Teknis Pemberian Pengembalian Bea Masuk yang Telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor. 

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang  Nomor  17  Tahun  2006  tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  2. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 145/PMK.04/2022 tentang Pengembalian Bea Masuk yang Telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 1076).

MEMUTUSKAN:


Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN PENGEMBALIAN BEA MASUK YANG TELAH DIBAYAR ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT, ATAU DIPASANG PADA BARANG LAIN DENGAN TUJUAN UNTUK DIEKSPOR.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.
2. Bea Masuk Tambahan adalah tambahan atas Bea Masuk seperti Bea Masuk antidumping, Bea Masuk imbalan, Bea Masuk tindakan pengamanan dan Bea Masuk pembalasan.
3. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut PPN atau PPN dan PPnBM adalah pajak yang dikenakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
4. Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pengembalian yang selanjutnya disebut KITE Pengembalian adalah pengembalian Bea Masuk yang telah dibayar atas impor atau pemasukan barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor.
5. Perusahaan KITE Pengembalian adalah badan usaha yang ditetapkan sebagai penerima fasilitas KITE Pengembalian.
6. Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Wilayah, KPU, dan Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan. 
7. Barang dan Bahan adalah barang dan bahan baku, termasuk bahan penolong dan bahan pengemas yang:
a. diimpor; atau
b. dimasukkan dari Tempat Penimbunan Berikat, Kawasan Bebas dan/atau kawasan ekonomi khusus yang berasal dari luar daerah pabean,
dengan menggunakan fasilitas KITE Pengembalian, untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain untuk menjadi Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah.
8. Hasil Produksi adalah hasil pengolahan, perakitan, atau pemasangan Barang dan Bahan.
9. Diolah adalah dilakukan pengolahan untuk menghasilkan barang Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah.
10. Dirakit adalah dilakukan perakitan dan/atau penyatuan sehingga menghasilkan barang Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah.
11. Dipasang adalah dilakukan pemasangan, pelekatan, dan/atau penggabungan dengan barang lain sehingga menghasilkan barang Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah.
12. Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk.
13. Gudang Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan berupa pengemasan/pengemasan kembali, penyortiran, penggabungan  (kitting), pengepakan, penyetelan, pemotongan, atas barang-barang tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
14. Kawasan Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna Diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai.
15. Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu, dengan atau tanpa barang dari dalam Daerah Pabean untuk dipamerkan.
16. Pusat Logistik Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang asal luar daerah pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
17. Kawasan yang Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Cukai.
18. Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
19. Mitra Utama Kepabeanan yang selanjutnya disebut MITA Kepabeanan adalah importir dan/atau eksportir yang diberikan pelayanan khusus di bidang kepabeanan.
20. Tunggakan Utang adalah utang Bea Masuk, bea keluar, sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga, cukai, termasuk Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Barang Mewah, dan/atau Pajak Penghasilan yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tidak dilunasi sampai dengan jatuh tempo, tidak mengajukan keberatan, atau banding.
21. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
22. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
23. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
24. Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
25. Kantor Pelayanan Utama yang selanjutnya disingkat KPU adalah Kantor Pelayanan Utama di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
26. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
27. Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk yang selanjutnya disingkat SKP-FPBM adalah surat keputusan persetujuan terhadap permohonan pengembalian Bea Masuk yang diterbitkan atas nama Menteri oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian.
28. Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk yang selanjutnya disingkat SPMK-FPBM adalah surat perintah yang diterbitkan oleh pejabat penandatangan surat perintah membayar untuk dan atas nama pengguna anggaran atau kuasa pengguna anggaran kepada bendahara umum negara atau kuasanya berdasarkan SKP-FPBM untuk melakukan pembayaran sejumlah uang kepada Perusahaan KITE Pengembalian. 


 

BAB II
PENETAPAN SEBAGAI PERUSAHAAN KITE PENGEMBALIAN
DAN PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI MENGENAI
PENETAPAN SEBAGAI PERUSAHAAN KITE PENGEMBALIAN

Bagian Kesatu
Penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian

Pasal 2

(1) Permohonan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian diajukan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha oleh badan usaha secara elektronik melalui sistem aplikasi perizinan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam kerangka online single submission.
(2) Sistem aplikasi perizinan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan validasi terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. kesesuaian perizinan berusaha yang berlaku untuk operasional dan komersial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perizinan berusaha berbasis risiko milik badan usaha dengan data pada online single submission; dan
b. kesesuaian status pengusaha kena pajak badan usaha.
(3) Dalam hal hasil validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)  sesuai, sistem aplikasi perizinan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai:
a. meneruskan permohonan kepada Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha badan usaha; dan
b. menyampaikan respon status permohonan kepada badan usaha.
(4) Dalam hal hasil validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)  tidak sesuai:
a. permohonan tidak dapat diproses lebih lanjut; dan
b. sistem aplikasi perizinan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memberikan respon disertai alasan tidak dapat diproses.
(5) Dalam hal terdapat gangguan operasional pada sistem aplikasi perizinan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara tertulis kepada Menteri melalui:
a. Kepala Kantor Wilayah melalui Kepala Kantor Pabean; atau
b. Kepala KPU,
yang mengawasi lokasi pabrik dan/atau lokasi kegiatan usaha perusahaan.
(6) Terhadap permohonan yang diajukan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean melakukan pemeriksaan kelengkapan berkas dan isian permohonan.
(7) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) sesuai, Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan tanda terima permohonan. 
(8) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak sesuai, Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat pengembalian permohonan disertai dengan alasan.
(9) Tanda terima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(10) Surat pengembalian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 3


(1) Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi pabrik dan/atau lokasi kegiatan usaha badan usaha melakukan pemeriksaan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) atau Pasal 2 ayat (6).
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan lokasi; dan
b. pemeriksaan latar belakang perusahaan dan penanggungjawab perusahaan.
(3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh unit yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pelayanan kepabeanan dan unit yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pengawasan.
(4) Pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi pemeriksaan:
a. surat permohonan dan data isian perusahaan berdasarkan dokumen yang menjadi dasar pengisian;
b. perizinan berusaha yang berlaku untuk operasional dan komersial sesuai dengan ketentuan perundang-undangan mengenai perizinan berusaha berbasis risiko meliputi:
1. jenis risiko badan usaha yang tertera dalam dokumen perizinan berusaha; dan
2. pemenuhan syarat operasional dan komersial badan usaha;
c. status pengusaha kena pajak;
d. jenis usaha industri manufaktur meliputi:
1. kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan;
2. uraian proses produksi, jenis barang dan bahan serta hasil produksi;
3. keterkaitan jenis barang dan bahan yang akan diimpor dengan fasilitas KITE Pengembalian dengan bidang usaha badan usaha dan Hasil Produksi yang akan diekspor; dan
4. alat produksi dan keterkaitan dengan  jenis usaha, barang dan bahan serta hasil produksi;
e. lokasi kegiatan usaha meliputi:
1. bukti kepemilikan atau penguasaan  yang berlaku untuk waktu paling singkat 3 (tiga) tahun atas lokasi yang akan digunakan untuk kegiatan produksi dan penyimpanan Barang dan Bahan serta Hasil Produksi sejak permohonan penetapan  sebagai  Perusahaan  KITE Pengembalian diajukan;
2. tempat produksi, tempat penyimpanan,  dan pembongkaran; dan
3. lokasi badan usaha penerima subkontrak berdasarkan manajemen risiko;
f. sistem pengendalian internal;
g. kesiapan sistem  informasi  persediaan  berbasis komputer (IT Inventory); dan
h. closed circuit television (CCTV) yang dapat diakses secara langsung dan daring (online) oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU dan  Kepala Kantor Pabean)  untuk pengawasan penyimpanan Barang dan Bahan serta Hasil Produksi.
(5) Pemeriksaan latar belakang dan penanggungjawab perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan dengan data yang dimiliki oleh unit yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pengawasan pada KPU atau Kantor Pabean dan/atau data pendukung lainnya.
(6) Dalam hal diperlukan, Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha badan usaha dapat meminta bukti pemenuhan kriteria dan persyaratan, seperti dokumen asli.
(7) Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean dapat meminta bantuan untuk melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean lain apabila badan usaha memiliki lebih dari 1 (satu) lokasi pabrik.
(8) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan berita acara pemeriksaan dan memberikan rekomendasi atas hasil pemeriksaan.
(9) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan penerbitan berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), dilakukan paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung setelah tanggal waktu kesiapan pemeriksaan lokasi.
(10) Kepala Kantor Pabean menyampaikan berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) kepada Kepala Kantor Wilayah yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha.
(11) Berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. 


Pasal 4


(1) Berdasarkan berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (8), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha:
a. menjadwalkan pemaparan mengenai proses bisnis dan pemenuhan kriteria oleh anggota direksi badan usaha yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2; dan
b. melakukan pemeriksaan latar belakang dan penanggungjawab perusahaan dengan data yang dimiliki oleh unit yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pengawasan di Kantor Wilayah atau KPU dan/atau data pendukung lainnya.
(2) Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit dihadiri oleh unit yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pelayanan fasilitas dan unit yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pengawasan.
(3) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU dapat mengundang Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan/atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak untuk menghadiri pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  huruf a.
(4) Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan paling cepat pada hari kerja berikutnya atau paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal penerbitan berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (8).
(5) Dalam hal pemaparan tidak dapat dilakukan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU dapat memberikan perpanjangan waktu pemaparan paling lama 3 (tiga) hari kerja.
(6) Dalam hal pemaparan tidak dilakukan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau ayat (5), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU atas nama Menteri menerbitkan surat penolakan disertai dengan alasan penolakan.
(7) Berdasarkan pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU membuat berita acara pemaparan yang ditandatangani pihak badan usaha dan Kantor Wilayah atau KPU, yang paling kurang mencantumkan hasil pemaparan serta waktu selesai pemaparan, sebagai dasar janji layanan penerbitan persetujuan atau penolakan atas permohonan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian.
(8) Berdasarkan berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (8) dan pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU atas nama Menteri memberikan:
a. persetujuan dengan menerbitkan Keputusan Menteri tentang penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian; atau
b. penolakan dengan menerbitkan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. 
(9) Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diberikan paling lama 1 (satu) jam setelah pemaparan selesai dilakukan.
(10) Terhadap badan usaha yang baru ditetapkan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU melakukan:
a. asistensi, pengamatan, dan/atau monitoring secara intensif dalam jangka waktu  sesuai dengan pertimbangan manajemen risiko; dan
b. pemantauan lebih lanjut mengenai  riwayat dan profil dengan berkoordinasi dengan  Direktur yang melaksanakan tugas dan  fungsi di  bidang pengawasan dan/atau Direktorat Jenderal Pajak.
(11) Berita acara pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (7)  sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(12) Keputusan Menteri mengenai  penetapan  sebagai Perusahaan KITE Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf a sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(13) Surat penolakan permohonan  penetapan  sebagai Perusahaan KITE Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf b sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Kedua
Perubahan atas Keputusan Penetapan sebagai Perusahaan
KITE Pengembalian

Pasal 5

(1) Dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian mengajukan permohonan atau menyampaikan pemberitahuan perubahan data Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian melakukan penelitian:
a. kelengkapan permohonan atau pemberitahuan; dan
b. kesesuaian permohonan atau pemberitahuan dengan dokumen pendukung.
(2) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU dapat melakukan pemeriksaan lapangan dalam hal perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terkait dengan:
a. lokasi produksi, penyimpanan, dan/atau pembongkaran;
b. lokasi subkontrak;
c. perubahan bidang usaha industri;
d. perubahan atau penambahan Barang dan Bahan atau Hasil Produksi yang diduga tidak terkait dengan bidang usaha industri; atau 
e. lainnya berdasarkan pertimbangan Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU dalam hal diperlukan.
(3) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU dapat melakukan koordinasi dengan Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU lain atau Kepala Kantor Pabean yang terdekat dengan lokasi usaha dalam melakukan pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Terhadap permohonan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang menyebabkan perubahan Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang memberikan pelayanan pemberian fasilitas KITE Pengembalian, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian:
a. meneliti kelengkapan dan kesesuaian permohonan atau pemberitahuan dengan dokumen pendukung; dan
b. memberikan nota dinas pengalihan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerima pengalihan untuk menerbitkan perubahan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian.
(5) Terhadap nota dinas pengalihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerima pengalihan melakukan:
a. penelitian kelengkapan dokumen dan kesesuaian permohonan atau pemberitahuan dengan dokumen pendukung; dan
b. pemeriksaan lapangan dalam hal diperlukan.
(6) Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  dan/atau pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a atau penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dan/atau pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memberikan persetujuan atau penolakan perubahan data paling lama:
a. 5 (lima) jam kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan disampaikan secara elektronik dan tidak dilakukan pemeriksaan lapangan; atau
b. 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan disampaikan secara tertulis atau dilakukan penelitian lapangan.
(7) Dalam hal perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU:
a. menerbitkan Keputusan Menteri tentang perubahan atas Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian; dan
b. melakukan pemutakhiran data pada SKP.
(8) Dalam hal perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menerbitkan surat penolakan disertai dengan alasan.
(9) Nota dinas pengalihan Perusahaan KITE Pengembalian ke Kantor Wilayah atau KPU lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(10) Keputusan Menteri tentang perubahan atas Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(11) Surat penolakan permohonan perubahan atas Keputusan Menteri mengenal penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (8) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

 


Bagian Ketiga
Pemantauan Kewajiban Perusahaan KITE Pengembalian

Pasal 6

(1) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian melakukan pemantauan terhadap pemenuhan kewajiban perusahaan KITE Pengembalian untuk:
a. mendayagunakan sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory);
b. mendayagunakan closed circuit television (CCTV) untuk pengawasan penyimpanan barang yang dapat diakses secara langsung dan daring oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta memiliki data rekaman paling sedikit 7 (tujuh) hari terakhir;
c. memasang papan nama yang paling kurang mencantumkan nama Perusahaan KITE Pengembalian dan status sebagai perusahaan penerima fasilitas KITE Pengembalian pada setiap lokasi pabrik, lokasi penyimpanan, dan lokasi kegiatan usaha; dan
d. melakukan penatausahaan barang asal fasilitas KITE Pengembalian sehingga dalam pencatatan dan/atau pembukuan dapat dibedakan dengan barang yang bukan asal fasilitas KITE Pengembalian dan pemakaian Barang dan Bahan yang dapat ditelusuri (traceable) ke Hasil Produksi.
(2) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian melakukan pemantauan terhadap kewajiban Perusahaan KITE Pengembalian untuk menyampaikan:
a. laporan keuangan tahunan;
b. laporan mengenai dampak ekonomi pemberian fasilitas KITE Pengembalian;
c. capaian indikator kinerja utama (key performance indicator) yang telah ditargetkan; dan
d. target indikator kinerja utama (key performance indicator) periode berikutnya.
(3) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU melakukan tindak lanjut atas laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. melakukan pencatatan dan pengelolaan laporan keuangan untuk menghasilkan analisis keuangan perusahaan; 
b. melakukan verifikasi dan rekapitulasi laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2); dan
c. menyampaikan analisis keuangan perusahaan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan rekapitulasi laporan sebagaimana dimaksud pada huruf b kepada Direktur yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan.
(4) Analisis keuangan perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


 

BAB III
IMPOR DAN/ATAU PEMASUKAN, JANGKA WAKTU REALISASI
EKSPOR, PEMBONGKARAN DAN PENYIMPANAN, SERTA
SUBKONTRAK

Bagian Kesatu
Impor dan/atau Pemasukan

Pasal 7

(1) Impor Barang dan Bahan dari luar daerah pabean oleh Perusahaan KITE Pengembalian diberitahukan dengan menggunakan pemberitahuan impor barang.
(2) Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan jenis Barang dan Bahan yang tercantum dalam lampiran Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian atau Keputusan Menteri mengenai perubahan atas Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian.
(3) Pengisian pemberitahuan impor barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. mengisi pilihan “KITE Pengembalian” dan nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian pada “kolom Pemenuhan Persyaratan/Fasilitas Impor”:
b. mencantumkan nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian pada lembar lanjutan dokumen;
c. mengisi pilihan “KITE Pengembalian” pada setiap seri Barang dan Bahan yang diimpor dengan fasilitas KITE Pengembalian pada kolom “Keterangan Fasilitas dan Persyaratan”;
d. mengisi nilai Bea Masuk KITE, PPN atau PPN dan PPnBM, serta pajak penghasilan Pasal 22 pada kolom “Dibayar”; dan
e. membayar Bea Masuk KITE dengan akun pendapatan Bea Masuk dalam rangka fasilitas KITE Pengembalian.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketetuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai.


 

Pasal 8


(1) Impor Barang dan Bahan dari Pusat Logistik Berikat oleh Perusahaan KITE Pengembalian diberitahukan dengan menggunakan pemberitahuan impor barang dari Pusat Logistik Berikat.
(2) Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan jenis Barang dan Bahan yang tercantum dalam lampiran Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian atau Keputusan Menteri mengenai perubahan atas Keputusan Menteri mengenai penetapan  sebagai Perusahaan  KITE Pengembalian.
(3) Pengisian pemberitahuan impor barang dari Pusat Logistik Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan cara sebagai berikut:
a. mengisi pilihan  “KITE Pengembalian”  dan mencantumkan nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian pada kolom “Keterangan Fasilitas dan Persyaratan”;
b. mengisi nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian pada lembar lanjutan dan pemenuhan persyaratan/fasilitas;
c. mencantumkan nilai Bea Masuk KITE, PPN atau PPN dan PPnBM, serta pajak penghasilan Pasal 22 pada kolom “Dibayar”; dan
d. membayar Bea Masuk KITE dengan akun pendapatan Bea Masuk dalam rangka fasilitas KITE Pengembalian.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai dari Pusat Logistik Berikat.


Pasal 9


(1) Pemasukan Barang dan Bahan dari Gudang Berikat, Kawasan Berikat, dan Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat oleh Perusahaan KITE Pengembalian diberitahukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pabean pengeluaran barang dari Tempat Penimbunan Berikat.
(2) Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan jenis Barang dan Bahan yang tercantum dalam lampiran Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian atau Keputusan Menteri mengenai perubahan atas Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian.
(3) Pengisian pemberitahuan pabean pengeluaran barang dari Tempat Penimbunan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. mencantumkan nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian pada kolom “Penerima Barang”;
b. mengisi pilihan “KITE Pengembalian” pada kolom “Fasilitas Impor”; dan
c. mengisi nilai Bea Masuk pada kolom “Bea Masuk KITE” dan pajak dalam rangka impor pada kolom “Dibayar”.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Tempat Penimbunan Berikat.


Pasal 10


(1) Pemasukan Barang dan Bahan dari Kawasan Bebas oleh Perusahaan KITE Pengembalian diberitahukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas dari dan ke luar Daerah Pabean dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam daerah pabean.
(2) Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan jenis Barang dan Bahan yang tercantum dalam lampiran Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian atau Keputusan Menteri mengenai perubahan atas Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian.
(3) Pengisian pemberitahuan pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas dari dan ke luar Daerah Pabean, dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. mencantumkan nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian pada kolom “Dokumen Pelengkap Pabean” pada baris “Lainnya”; dan
b. mengisi nilai Bea Masuk pada kolom “Bea Masuk KITE” dan pajak dalam rangka impor pada kolom “Dibayar”.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Kawasan Bebas.

  

Pasal 11


(1) Pemasukan Barang dan Bahan dari KEK oleh Perusahaan KITE Pengembalian diberitahukan dengan menggunakan pemberitahuan pabean kawasan ekonomi khusus (PPKEK).
(2) Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan jenis Barang dan Bahan yang tercantum dalam lampiran Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian atau Keputusan Menteri mengenai perubahan atas Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian. 
(3) Pengisian pemberitahuan pabean kawasan ekonomi khusus (PPKEK) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. mencantumkan nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian pada kolom “Dokumen Pelengkap Pabean” pada baris “Lainnya”; dan
b. mengisi nilai Bea Masuk pada kolom “Bea Masuk KITE” dan PPN atau PPN dan PPnBM, serta pajak penghasilan Pasal 22 pada kolom “Dibayar”.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai KEK.


Bagian Kedua
Pemeriksaan Pabean

Pasal 12


(1) Pejabat Bea dan Cukai melakukan pemeriksaan pabean atas pemberitahuan pabean impor dan/atau pemberitahuan pabean pemasukan barang yang menggunakan fasilitas KITE Pengembalian.
(2) Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko.
(3) Pemeriksaan kesesuaian jenis barang dalam pemberitahuan pabean impor dilakukan berdasarkan pada jenis Barang dan Bahan sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian saat pengajuan pemberitahuan pabean impor.
(4) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan adanya ketidaksesuaian jumlah dan/atau jenis barang, terhadap kelebihan jumlah dan/atau ketidaksesuaian jenis barang dimaksud tidak dapat diberikan fasilitas KITE Pengembalian.
(5) Temuan atas ketidaksesuaian jumlah dan/atau jenis barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilakukan penelitian dan diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(6) Hasil penelitian dan proses lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan kepada unit yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pengawasan.
(7) Penelitian nilai pabean atas pemberitahuan pabean impor dan/atau pemberitahuan pabean pemasukan yang menggunakan fasilitas KITE Pengembalian dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai nilai pabean.


Bagian Ketiga
Jangka Waktu Realisasi Ekspor

Pasal 13


(1) Perusahaan KITE Pengembalian diberikan jangka waktu:
a. paling lama 12 (dua belas) bulan; atau
b. lebih dari 12 (dua belas) bulan, apabila Perusahaan KITE Pengembalian memiliki masa produksi lebih dari 12 (dua belas) bulan, untuk melaksanakan realisasi ekspor terhitung sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor dan/atau pemberitahuan pabean pemasukan.
(2) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian dapat memberikan perpanjangan jangka waktu realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan permohonan dari Perusahaan KITE Pengembalian.
(3) Perpanjangan jangka waktu realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan dalam hal terdapat:
a. penundaan ekspor dari pembeli;
b. pembatalan ekspor atau penggantian pembeli;
c. sisa Barang dan Bahan karena adanya batasan minimal pembelian, sehingga belum dapat diproduksi sampai dengan jangka waktu realisasi ekspor berakhir;
d. kondisi kahar (force majeure), dan/atau
e. kondisi lain yang mengakibatkan diperlukannya perpanjangan jangka waktu realisasi ekspor berdasarkan manajemen risiko dan pertimbangan Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU.
(4) Permohonan perpanjangan jangka waktu realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara elektronik melalui SKP atau secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU.
(5) Perpanjangan jangka waktu realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan lebih dari 1 (satu) kali dengan akumulasi jangka waktu perpanjangan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak berakhirnya jangka waktu realisasi ekspor untuk setiap pemberitahuan pabean impor dan/atau pemberitahuan pabean untuk pemasukan.
(6) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU meneliti:
a. jangka waktu realisasi ekspor atas pemberitahuan pabean impor dan/atau pemberitahuan pabean pemasukan;
b. batas waktu pengajuan permohonan perpanjangan jangka waktu realisasi ekspor;
c. alasan permohonan perpanjangan jangka waktu realisasi ekspor; dan
d. bukti pendukung terkait alasan permohonan perpanjangan jangka waktu realisasi ekspor.
(7) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU dalam hal diperlukan dapat:
a. meminta kelengkapan dokumen; dan/atau
b. melakukan pemeriksaan fisik keberadaan Barang dan Bahan atas pemberitahuan pabean impor dan/atau pemberitahuan pabean untuk pemasukan yang diajukan perpanjangan berdasarkan manajemen risiko. 
(8) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memberikan persetujuan atau penolakan paling lama:
a. 5 (lima) jam kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan disampaikan secara elektronik dan tidak dilakukan pemeriksaan lapangan: atau
b. 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan disampaikan secara tertulis atau dilakukan penelitian lapangan.
(9) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (8)  disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU:
a. menerbitkan surat persetujuan perpanjangan jangka waktu realisasi ekspor; dan
b. melakukan perekaman persetujuan perpanjangan jangka waktu realisasi ekspor pada SKP.
(10) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (8)  ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menerbitkan surat penolakan disertai dengan alasan.
(11) Surat persetujuan perpanjangan jangka waktu realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf a sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(12) Surat penolakan perpanjangan jangka waktu realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (10) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Keempat
Pembongkaran dan Penyimpanan

Pasal 14


(1) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian dapat memberikan persetujuan atas permohonan:
a. pembongkaran dan/atau penyimpanan Barang dan Bahan serta Hasil Produksi di lokasi selain lokasi yang tercantum dalam Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian; dan
b. pembongkaran Barang dan Bahan dari pelabuhan bongkar untuk dilakukan kegiatan subkontrak di lokasi perusahaan penerima subkontrak.
(2) Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan KITE Pengembalian mengajukan permohonan izin pembongkaran dan/atau penyimpanan di lokasi lain secara elektronik melalui SKP atau secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU.
(3) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU meneliti:
a. dokumen pendukung;
b. bukti penguasaan lokasi; dan
c. jangka waktu penguasaan lokasi. 
(4) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU dapat melakukan pemeriksaan lokasi pembongkaran dan/atau penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berdasarkan manajemen risiko.
(5) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU meneliti:
a. dokumen pendukung alasan perlunya dilakukan pembongkaran di lokasi perusahaan penerima subkontrak;
b. kontrak kerja sama;
c. jangka waktu dan frekuensi pelaksanaan pembongkaran; dan
d. profil risiko perusahaan dan jenis komoditi Barang dan Bahan.
(6) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU dapat melakukan pemeriksaan lokasi perusahaan penerima subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b bersama Perusahaan KITE Pengembalian.
(7) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (5) dan/atau pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau ayat (6) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memberikan persetujuan atau penolakan paling lama:
a. 5 (lima) jam kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan disampaikan secara elektronik dan tidak dilakukan pemeriksaan lapangan; atau
b. 3 (tiga) hari keija setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan disampaikan secara tertulis atau dilakukan penelitian lapangan.
(8) Persetujuan pembongkaran dan/atau penyimpanan di lokasi lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a hanya berlaku untuk 1 (satu) kali pembongkaran dan/atau penyimpanan.
(9) Persetujuan pembongkaran Barang dan Bahan dari pelabuhan bongkar untuk dilakukan kegiatan subkontrak di lokasi perusahaan penerima subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat digunakan untuk satu kali atau lebih kegiatan pembongkaran dengan mempertimbangkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
(10) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (7)  disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menerbitkan surat persetujuan pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(11) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (7)  ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menerbitkan surat penolakan disertai dengan alasan.
(12) Surat persetujuan pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (10) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. 
(13) Surat penolakan pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (11) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Kelima
Subkontrak

Pasal 15


(1) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian dapat memberikan persetujuan kepada Perusahaan KITE Pengembalian untuk:
a. mensubkontrakkan seluruh kegiatan pengolahan, perakitan, atau pemasangan atas kelebihan kontrak yang tidak dapat dikerjakan karena keterbatasan kapasitas produksi kepada penerima subkontrak yang tercantum dalam Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian;
b. mensubkontrakkan kegiatan pengolahan, perakitan, atau pemasangan kepada penerima subkontrak yang belum tercantum dalam Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian untuk 1 (satu) kali kegiatan subkontrak; dan/atau
c. mensubkontrakkan pengerjaan berupa pengolahan, perakitan, atau pemasangan kepada penerima subkontrak di luar daerah pabean.
(2) Perusahaan KITE Pengembalian dapat mensubkontrakkan seluruh kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a apabila:
a. berstatus perusahaan terbuka yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh masyarakat;
b. telah mendapatkan pengakuan sebagai operator ekonomi bersertifikat (authorized economic operator);
c. merupakan importir yang telah ditetapkan sebagai MITA Kepabeanan; atau
d. merupakan perusahaan selain sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, dengan kategori risiko rendah.
(3) Persetujuan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  huruf c hanya dapat diberikan dalam hal secara teknis pekeijaan subkontrak tersebut:
a. tidak dapat dikerjakan di dalam daerah pabean; atau
b. tidak dapat memenuhi standar mutu apabila dikerjakan di dalam daerah pabean.
(4) Untuk mendapatkan persetujuan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan KITE Pengembalian mengajukan permohonan izin melalui SKP atau secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU.
(5) Atas permohonan subkontrak seluruh kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU meneliti: 
a. paparan mengenai kapasitas produksi;
b. izin usaha penerima subkontrak;
c. perjanjian kerja sama subkontrak yang paling sedikit memuat uraian pekeijaan yang dilakukan; dan
d. profil dan status Perusahaan KITE Pengembalian.
(6) Atas permohonan subkontrak yang belum tercantum dalam Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU meneliti:
a. izin usaha penerima subkontrak;
b. jangka waktu kontrak;
c. uraian dan deskripsi barang yang disubkontrakan dan hasil subkontrak; dan
d. kegiatan yang disubkontrakkan
(7) Atas permohonan subkontrak di luar daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU meneliti:
a. alasan perlunya dilakukan kegiatan subkontrak kepada penerima subkontrak di luar daerah pabean;
b. rincian jenis, jumlah, spesifikasi, identitas, dan perkiraan nilai barang yang akan disubkontrakkan;
c. rincian jenis, jumlah, spesifikasi, identitas, dan perkiraan nilai barang hasil kegiatan subkontrak;
d. pelabuhan tempat pelaksanaan ekspor;
e. jenis kegiatan subkontrak; dan
f. perkiraan jangka pengerjaan subkontrak di luar daerah pabean.
(8) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ayat (6), atau ayat (7) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memberikan persetujuan atau penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama:
a. 5 (lima) jam kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan disampaikan secara elektronik; atau
b. 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan disampaikan secara tertulis.
(9) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memantau pencatatan kegiatan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam sistem persediaan berbasis komputer (IT Inventory) Perusahaan KITE Pengembalian.
(10) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)  disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menerbitkan surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(11) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)  ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menerbitkan surat penolakan disertai dengan alasan.
(12) Surat persetujuan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (10) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran V huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. 
(13) Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (11) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran V huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 16


(1) Ekspor barang untuk kegiatan subkontrak di luar daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf c diberitahukan dengan pemberitahuan pabean ekspor dengan mengisi:
a. “ekspor yang akan diimpor kembali” pada kolom “kategori ekspor”;
b. nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian pada “lembar lanjutan”; dan
c. nomor dan tanggal surat persetujuan izin subkontrak di luar daerah pabean pada “lembar lanjutan”.
(2) Terhadap ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemeriksaan pabean yang meliputi:
a. penelitian dokumen; dan
b. pemeriksaan fisik.
(3) Tata cara penyampaian pemberitahuan pabean ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan persetujuan pengeluaran atas barang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan kepabeanan di bidang ekspor.
(4) Barang hasil pekeijaan subkontrak dari luar daerah pabean dapat diimpor kembali dengan:
a. mendapat pembebasan Bea Masuk apabila Perusahaan KITE Pengembalian dapat membuktikan barang yang diimpor kembali merupakan barang yang disubkontrakkan ke luar daerah pabean; dan
b. atas bagian-bagian (parts) yang ditambahkan serta biaya pengerjaannya termasuk ongkos angkutan dan asuransi dikenakan Bea Masuk dan/atau pajak dalam rangka impor.
(5) Berdasarkan permohonan pembebasan Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a kepada Menteri oleh Perusahaan KITE Pengembalian, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian melakukan penelitian:
a. rincian jumlah dan jenis barang serta nilai pabean yang dimintakan pembebasan Bea Masuk;
b. pemberitahuan pabean ekspor;
c. invoice yang mencantumkan harga bagian-bagian (parts) pengganti/yang ditambahkan dan/atau biaya perbaikan/pengerjaan;
d. bill of lading, sea way bill, dan/atau air way bill pada saat ekspor dan impor;
e. surat persetujuan subkontrak di luar daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (10); dan
f. surat keterangan dari pihak terkait di luar negeri yang menjelaskan bahwa barang yang akan diimpor merupakan barang hasil kegiatan subkontrak. 
(6) Permohonan pembebasan Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan secara elektronik melalui SKP atau disampaikan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU.
(7) Atas permohonan pembebasan Bea Masuk, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri mengenai pembebasan Bea Masuk atas impor kembali barang yang telah diekspor dalam rangka subkontrak luar daerah pabean atau surat penolakan paling lambat:
a. 5 (lima) jam kerja setelah permohonan pembebasan Bea Masuk diterima secara lengkap, dalam hal permohonan pembebasan Bea Masuk disampaikan secara elektronik; atau
b. 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan pembebasan Bea Masuk diterima secara lengkap, dalam hal permohonan pembebasan Bea Masuk disampaikan secara tertulis.
(8) Atas impor kembali hasil pengerjaan subkontrak di luar daerah pabean:
a. diberitahukan dengan menggunakan jenis pemberitahuan pabean impor untuk dipakai dengan jenis fasilitas impor untuk barang yang diimpor kembali dengan menggunakan fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor;
b. dilampiri dengan surat persetujuan subkontrak di luar daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (10);
c. dicantumkan nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian; dan
d. dicantumkan nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai pembebasan Bea Masuk atas impor kembali barang yang telah diekspor dalam rangka subkontrak luar daerah pabean.
(9) Terhadap impor kembali hasil pengerjaan subkontrak di luar daerah pabean dilakukan pemeriksaan pabean yang meliputi:
a. penelitian dokumen; dan
b. pemeriksaan fisik.
(10) Dalam hal hasil pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (9) menunjukkan kesesuaian jumlah dan jenis barang yang diberitahukan, terhadap barang hasil subkontrak diperlakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(11) Dalam hal hasil pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (9) menunjukkan adanya ketidaksesuaian jumlah dan/atau jenis barang yang diberitahukan, dilakukan penelitian lebih lanjut oleh unit pengawasan.
(12) Keputusan Menteri mengenai pembebasan Bea Masuk atas impor kembali barang yang telah diekspor dalam rangka subkontrak luar daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (7) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran V huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. 
(13) Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran V huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


BAB IV
EKSPOR

Pasal 17


(1) Ekspor Hasil Produksi oleh Perusahaan KITE Pengembalian secara langsung ke luar daerah pabean diberitahukan menggunakan pemberitahuan ekspor barang.
(2) Pengisian pemberitahuan ekspor barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan cara sebagai berikut:
a. mengisi pilihan jenis ekspor dengan “biasa” pada kolom “jenis ekspor”;
b. mengisi pilihan kategori ekspor dengan “yang pada saat impor mendapat pengembalian” pada kolom “kategori ekspor”; dan
c. mencantumkan nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian pada lembar lanjutan dokumen pelengkap pabean.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai ekspor.


Pasal 18


(1) Ekspor Hasil Produksi melalui Pusat Logistik Berikat oleh Perusahaan KITE Pengembalian diberitahukan menggunakan pemberitahuan ekspor barang melalui atau dari Pusat Logistik Berikat.
(2) Pengisian pemberitahuan ekspor barang melalui atau dari Pusat Logistik Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  dengan cara sebagai berikut:
a. mengisi pilihan jenis ekspor dengan “biasa” pada kolom “jenis ekspor”;
b. mengisi pilihan kategori ekspor dengan “yang pada saat impor mendapat pengembalian” pada kolom “kategori ekspor”; dan
c. mencantumkan nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian pada lembar lanjutan dokumen pelengkap pabean.
(3) Ekspor barang melalui Pusat Logistik Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai Pusat Logistik Berikat.

 

Pasal 19


(1) SKP menerbitkan laporan hasil penelitian rekonsiliasi  ekspor (LHPRE) atas ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 18 dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal perkiraan ekspor. 
(2) Apabila laporan hasil penelitian rekonsiliasi ekspor (LHPRE) tidak terbit dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal perkiraan ekspor, Perusahaan KITE Pengembalian dapat mengajukan penerbitan laporan hasil penelitian rekonsiliasi ekspor (LHPRE) dengan menginput data pemberitahuan pabean ekspor dan mengunggah dokumen pendukung pada SKP.
(3) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian melakukan penelitian terhadap pengajuan penerbitan laporan hasil penelitian rekonsiliasi ekspor (LHPRE) sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi penelitian keterkaitan dan kesesuaian dokumen pendukung dengan pemberitahuan ekspor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan pemberitahuan ekspor barang melalui atau dari Pusat Logistik Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1).
(5) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diperoleh kesesuaian, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menerbitkan laporan hasil penelitian rekonsiliasi ekspor (LHPRE) melalui SKP dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya dokumen dengan lengkap dan sesuai.
(6) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diperoleh ketidaksesuaian, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU mengembalikan pengajuan penerbitan laporan hasil penelitian rekonsiliasi ekspor (LHPRE) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui SKP.
(7) Laporan hasil penelitian rekonsiliasi ekspor (LHPRE) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(8) Keterkaitan dan kesesuaian dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai dengan penelitian sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

 

BAB V
PENGEMBALIAN BEA MASUK

Bagian Kesatu
Permohonan Pengembalian Bea Masuk

Pasal 20

(1) Dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian mengajukan permohonan pengembalian Bea Masuk disertai dengan laporan penggunaan Barang dan Bahan yang dimintakan pengembalian, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memberikan persetujuan atau penolakan pengembalian Bea Masuk atas seluruh atau sebagian Bea Masuk yang telah dibayar atas impor Barang dan Bahan. 
(2) Permohonan pengembalian Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan paling lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal laporan hasil penelitian rekonsiliasi ekspor (LHPRE) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) atau Pasal 19 ayat (5).
(3) Dalam hal permohonan pengembalian Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan melebihi jangka waktu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memberikan penolakan pengembalian Bea Masuk di sertai dengan alasan.


 

Pasal 21


(1) Permohonan pengembalian Bea Masuk dan laporan penggunaan Barang dan Bahan yang dimintakan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1)  disampaikan melalui SKP oleh Perusahaan KITE Pengembalian.
(2) Terhadap permohonan pengembalian Bea Masuk dan laporan penggunaan Barang dan Bahan yang dimintakan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SKP melakukan validasi meliputi:
a. kebenaran impor dan/atau pemasukan:
1. kesesuaian pemberitahuan pabean impor dan/atau pemberitahuan pabean pemasukan yang dilaporkan dengan data pada SKP atau data pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
2. pemenuhan persyaratan pencantuman keputusan pemberian fasilitas KITE Pengembalian pada pemberitahuan pabean impor dan/atau pemberitahuan pabean pemasukan;
3. kesesuaian jenis Barang dein Bahan yang dimintakan pengembalian dalam permohonan pengembalian Bea Masuk dan laporan penggunaan Barang dan Bahan yang dimintakan pengembalian dengan jenis Barang dan Bahan yang diimpor dan/atau dimasukkan berdasarkan data pada SKP; dan
4. ketersediaan saldo Barang dan Bahan yang dimintakan dalam permohonan pengembalian Bea Masuk dan laporan penggunaan Bahan Baku yang dimintakan pengembalian dibandingkan dengan jumlah Barang dan Bahan yang harus dapat dimintakan pengembalian Bea Masuk berdasarkan data pada SKP.
b. kebenaran realisasi ekspor:
1. kesesuaian pemberitahuan pabean ekspor yang dilaporkan dengan data pada SKP atau data pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
2. pemenuhan  persyaratan  pencantuman keputusan pemberian fasilitas KITE Pengembalian  pada  pemberitahuan pemberitahuan pabean ekspor;
3. pemenuhan rekonsiliasi ekspor dengan penerbitan laporan hasil penelitian rekonsiliasi ekspor (LHPRE) terhadap dokumen pemberitahuan pabean ekspor;
4. pemenuhan persyaratan pemberitahuan kategori ekspor dengan fasilitas KITE Pengembalian pada pemberitahuan pabean ekspor; dan
5. kesesuaian jumlah dan jenis Hasil Produksi yang dimintakan pengembalian Bea Masuk dalam laporan penggunaan Barang dan Bahan yang dimintakan pengembalian dengan jumlah dan jenis Hasil Produksi dalam pemberitahuan pabean ekspor berdasarkan data pada SKP.
(3) Dalam hal hasil validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)  kedapatan sesuai, atas permohonan pengembalian Bea Masuk dan laporan penggunaan Barang dan Bahan yang dimintakan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disampaikan diberikan register.
(4) Dalam hal hasil validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)  kedapatan tidak sesuai, atas permohonan pengembalian Bea Masuk dan laporan penggunaan Barang dan Bahan yang dimintakan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan nota pemberitahuan tidak terbit register dengan memuat alasan.
(5) Laporan penggunaan Barang dan Bahan yang dimintakan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 22


(1) Dalam hal terjadi gangguan operasional pada SKP yang menyebabkan permohonan pengembalian Bea Masuk hanya dapat disampaikan melalui media penyimpanan elektronik atau secara tertulis, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian melakukan penelitian kelengkapan pengisian permohonan pengembalian Bea Masuk yang memuat:
a. Hasil Produksi serta pemakaian Barang dan Bahan (konversi); dan
b. sisa proses produksi (scrap/waste).
(2) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kedapatan sesuai, atas permohonan pengembalian Bea Masuk yang disampaikan diberikan register.
(3) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kedapatan tidak sesuai, atas permohonan pengembalian Bea Masuk diterbitkan nota pemberitahuan tidak terbit register dengan memuat alasan.
(4) Dalam hal SKP telah berfungsi kembali, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian mengunggah permohonan pengembalian Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke SKP.
(5) SKP melakukan validasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) terhadap permohonan pengembalian Bea Masuk yang diunggah sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(6) Dalam hal berdasarkan validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) terdapat ketidaksesuaian data pada permohonan pengembalian Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU mengembalikan laporan disertai dengan alasan.
(7) Register sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) dan pada ayat (2) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(8) Nota pemberitahuan tidak terbit register sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) dan pada ayat (3) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 23


(1) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian melakukan penelitian terhadap permohonan pengembalian Bea Masuk dan laporan penggunaan Barang dan Bahan yang dimintakan pengembalian yang telah mendapatkan register sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 22 ayat (2).
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pemenuhan jangka waktu realisasi ekspor berupa pemenuhan waktu realisasi ekspor terhitung sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor dan/atau pemberitahuan pabean pemasukan;
b. perbandingan total nilai ekspor Hasil Produksi dan total nilai impor Barang dan Bahan untuk mengukur nilai tambah;
c. keterkaitan Barang dan Bahan dengan Hasil Produksi yang dilaporkan dalam permohonan pengembalian Bea Masuk dan laporan penggunaan Barang dan Bahan yang dimintakan pengembalian;
d. penelitian batas waktu penyampaian permohonan pengembalian Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2); dan
e. penelitian lainnya berdasarkan pertimbangan Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU.
(3) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperlukan informasi lebih lanjut, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU dapat meminta konfirmasi atau data pendukung kepada Perusahaan KITE Pengembalian.
(4) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, nilai ekspor Hasil Produksi lebih kecil dibandingkan nilai impor Barang dan Bahan yang digunakan, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU meminta bukti berupa data pendukung yang menunjukkan adanya kondisi yang menyebabkan nilai ekspor lebih kecil dibanding nilai impor. 
(5) Terhadap konfirmasi dan/atau data pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan/atau ayat (4), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU melakukan:
a. penelitian; dan/atau
b. monitoring dan/atau evaluasi dalam hal diperlukan.
(6) Dalam hal berdasarkan penelitian dan/atau monitoring dan/atau evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), nilai ekspor lebih kecil dari pada nilai impor disebabkan adanya penyalahgunaan fasilitas berupa kecurangan seperti penggantian Barang dan Bahan dengan barang lain, Barang dan Bahan yang yang diajukan dalam permohonan pengembalian Bea Masuk ditolak.
(7) Dalam hal perusahaan tidak menyampaikan konfirmasi atau data pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan/atau ayat (4) dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal permintaan, penelitian dilakukan berdasarkan data permohonan pengembalian Bea Masuk yang tersedia.
(8) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menuangkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (5) pada SKP.

  

Pasal 24


(1) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian memberikan putusan atas permohonan pengembalian Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal register.
(2) Keputusan atas permohonan pengembalian Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. menyetujui seluruhnya;
b. menyetujui sebagian; atau
c. menolak seluruhnya.
(3) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memberikan keputusan menyetujui seluruhnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) seluruh Barang dan Bahan serta Hasil Produksi telah sesuai.
(4) Terhadap permohonan pengembalian Bea Masuk yang disetujui seluruhnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU dengan bantuan SKP:
a. menyesuaikan saldo Barang dan Bahan; dan
b. menerbitkan SKP-FPBM atas nama Menteri.
(5) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memberikan keputusan menyetujui sebagian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) sebagian Barang dan Bahan serta Hasil Produksi telah sesuai.
(6) Terhadap permohonan pengembalian Bea Masuk yang disetujui sebagian sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU dengan bantuan SKP: 
a. menyesuaikan saldo Barang dan Bahan atas saldo Barang dan Bahan yang disetujui;
b. menerbitkan SKP-FPBM atas nama Menteri terhadap Barang dan Bahan yang disetujui; dan
c. menerbitkan surat penolakan atas nama Menteri disertai alasan terhadap Barang dan Bahan yang ditolak.
(7) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memberikan keputusan menolak seluruhnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) seluruh Barang dan Bahan serta Hasil Produksi tidak sesuai.
(8) Terhadap keputusan menolak seluruhnya sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menerbitkan surat penolakan atas nama Menteri disertai alasan terhadap Barang dan Bahan yang ditolak.
(9) Terhadap Barang dan Bahan yang Hasil Produksinya diekspor melebihi jangka waktu realisasi ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, tidak dapat diberikan pengembalian Bea Masuk.
(10) SKP-FPBM sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b atau ayat (6) huruf b digunakan sebagai dasar penerbitan SPMK-FPBM.
(11) Penyesuaian saldo Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan ayat (6) huruf a berdasarkan pemakaian Barang dan Bahan termasuk sisa proses produksinya (serap/waste).
(12) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU melakukan pemantauan terhadap devisa hasil ekspor atas Barang dan Bahan yang telah disetujui permohonan pengembalian Bea Masuknya.
(13) Dalam hal devisa hasil ekspor tidak terekonsiliasi setelah satu tahun sejak tanggal pemberitahuan pabean ekspor, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU meminta konfimasi kepada Bank Indonesia.
(14) Dalam hal berdasarkan hasil konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (13) tidak terdapat devisa hasil ekspor karena tidak ada kegiatan ekspor, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menerbitkan tagihan terhadap Barang dan Bahan atas Hasil Produksi pada pemberitahuan pabean ekspor meliputi:
a. Bea Masuk; dan
b. Bea Masuk Tambahan, dalam hal Barang dan Bahan yang diimpor atau dimasukkan dikenakan Bea Masuk Tambahan,
yang telah dikembalikan.
(15) Dalam hal di kemudian hari berdasarkan monitoring dan/atau evaluasi, dan/atau audit kepabeanan, ditemukan Barang dan Bahan yang telah diberikan pengembalian Bea Masuk namun tidak memenuhi ketentuan pemberian fasilitas KITE Pengembalian, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menerbitkan tagihan terhadap Barang dan Bahan atas Hasil Produksi pada pemberitahuan pabean ekspor meliputi:
a. Bea Masuk; dan
b. Bea Masuk Tambahan, dalam hal Barang dan Bahan yang diimpor atau dimasukkan dikenakan Bea Masuk Tambahan,
yang telah dikembalikan. 
(16) Penerbitan penetapan dan tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (14) atau ayat (15), dilaksanakan dengan mekanisme penetapan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan  yang  mengatur  mengenai penetapan di bidang kepabeanan dan mekanisme penagihan sesuai  dengan  ketentuan  peraturan perundang-undangan  yang  mengatur  mengenai penagihan di bidang kepabeanan.
(17) Terhadap Barang dan Bahan yang ditolak permohonan pengembaliannya karena nilai ekspor lebih kecil dari pada nilai impor disebabkan adanya penyalahgunaan fasilitas berupa kecurangan berdasarkan hasil penelitian dan/atau monitoring dan/atau evaluasi Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (6) , permohonan pengembalian Bea Masuk tidak dapat diajukan kembali.
(18) Terhadap Barang dan Bahan yang ditolak permohonan pengembaliannya selain disebabkan nilai ekspor lebih kecil dari pada nilai impor sebagaimana dimaksud pada ayat (17), permohonan pengembalian Bea Masuk dapat diajukan kembali sepanjang jangka waktu penyampaian permohonan pengembalian Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) belum berakhir.
(19) SKP-FPBM atas nama Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dan ayat (6) huruf b sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(20) Surat penolakan permohonan pengembalian Bea Masuk atas nama Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c dan ayat (7) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

  

Pasal 25


(1) Lembar asli SKP-FPBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4) huruf b atau ayat (6) huruf b disampaikan kepada Perusahaan KITE Pengembalian dan salinannya disampaikan kepada:
a. Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara setempat;
b. Direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mempunyai tugas menangani penerimaan, evaluasi implementasi penerimaan, dan penagihan;
c. Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean tempat pemenuhan kewajiban pabean impor atau pemasukan; dan
d. Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan SKP-FPBM.
(2) Penyampaian salinan SKP-FPBM kepada Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, disampaikan melalui KPU atau Kantor Pabean tempat pemenuhan kewajiban pabean impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c untuk diajukan secara bersama pada saat pengajuan SPMK-FPBM.


Bagian Kedua
Permohonan Pembayaran Pengembalian Bea Masuk

Pasal 26


(1) Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean tempat pemenuhan kewajiban pabean impor memberikan persetujuan atau penolakan pembayaran pengembalian Bea Masuk atas permohonan Perusahaan KITE Pengembalian berdasarkan SKP-FPBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4) huruf b atau ayat (6) huruf b.
(2) Permohonan pembayaran pengembalian Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara elektronik.
(3) Dalam hal permohonan pembayaran pengembalian Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis kepada Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean tempat pemenuhan kewajiban pabean impor.
(4) Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian formil dan materiil.
(5) Penelitian formil sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi penelitian terhadap:
a. kesesuaian format dan pengisian surat permohonan, dengan memperhatikan penandatangan surat permohonan yaitu harus ditandatangani oleh pimpinan Perusahaan KITE Pengembalian atau pejabat yang diberikan kuasa oleh pimpinan Perusahaan KITE Pengembalian, dengan melampirkan surat kuasa; dan
b. kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan, yang terdiri dari:
1. asli SKP-FPBM yang diterima oleh Perusahaan KITE Pengembalian;
2. surat pernyataan bahwa Bea Masuk yang dimintakan pengembalian belum pernah diberikan pengembalian Bea Masuk sebelumnya; dan
3. surat keterangan dari bank yang menyatakan bahwa rekening penerima pengembalian masih aktif, dalam hal rekening belum terdaftar dalam Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara.
(6) Berdasarkan hasil penelitian formil sebagaimana dimaksud pada ayat (5), permohonan pembayaran pengembalian Bea Masuk:
a. diberikan tanda terima, dalam hal permohonan telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5); atau
b. dikembalikan, dalam hal permohonan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan dapat diajukan kembali setelah memenuhi kelengkapan persyaratan. 
(7) Penelitian materiil sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:
a. penelitian terhadap database pengembalian untuk mengetahui bahwa Bea Masuk yang dimintakan pengembalian belum pernah diberikan pengembalian Bea Masuk sebelumnya:
b. kebenaran dan kesesuaian data antara SKP-FPBM yang dilampirkan dengan salinan SKP-FPBM yang diterima oleh KPU atau Kantor Pabean tempat pemenuhan kewajiban pabean impor dan/atau data SKP-FPBM pada SKP;
c. kesesuaian data pada rekening penerimaan pengembalian; dan
d. Tunggakan Utang Perusahaan KITE Pengembalian.
(8) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) Perusahaan KITE Pengembalian memiliki Tunggakan Utang:
a. pembayaran pengembalian Bea Masuk tidak dapat diproses sebelum Perusahaan KITE Pengembalian menyelesaikan Tunggakan Utang; dan
b. Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat penolakan.
(9) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) menunjukkan adanya kesesuaian, Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan pembayaran pengembalian Bea Masuk diterima secara lengkap.
(10) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) menunjukkan adanya ketidaksesuaian, Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean meminta konfirmasi kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan pembayaran pengembalian Bea Masuk diterima secara lengkap.
(11) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian menyampaikan jawaban atas permintaan konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (10) paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal permintaan konfirmasi diterima secara lengkap.
(12) Dalam hal jawaban atas konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (11) menyatakan adanya kesesuaian, Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal jawaban konfirmasi diterima secara lengkap.
(13) Dalam hal jawaban atas konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (11) menyatakan adanya ketidaksesuaian, Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat penolakan paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal jawaban konfirmasi diterima secara lengkap. 
(14) Tanda terima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(15) Surat pengembalian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(16) Surat Permintaan Pembayaran (SPP) sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dan ayat (12) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 27


(1) Berdasarkan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (9) atau ayat (12), Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean tempat pemenuhan kewajiban pabean impor menerbitkan SPMK-FPBM paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal Surat Permintaan Pembayaran (SPP) diterbitkan.
(2) SPMK-FPBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam 5 (lima) rangkap dengan peruntukan:
a. lembar ke-1 dan ke-2 untuk Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara;
b. lembar ke-3 untuk Perusahaan KITE Pengembalian;
c. lembar ke-4 untuk Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan SKP-FPBM; dan
d. lembar ke-5 sebagai arsip pada KPU atau Kantor Pabean yang menerbitkan SPMK-FPBM.
(3) Lembar ke-1 dan ke-2 SPMK-FPBM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, disampaikan ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara secara langsung oleh KPU atau Kantor Pabean yang menerbitkan SPMK-FPBM paling lambat 2 (dua) hari keija sejak tanggal SPMK-FPBM diterbitkan.
(4) Berdasarkan SPMK-FPBM sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) SPMK-FPBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 28


(1) Penandatangan SKP-FPBM dan SPMK-FPBM tidak boleh dirangkap oleh 1 (satu) orang Pejabat Bea dan Cukai.
(2) Spesimen tanda tangan Pejabat Bea dan Cukai penandatangan SKP-FPBM dan SPMK-FPBM disampaikan ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara setiap tahunnya atau setiap terdapat perubahan Pejabat Bea dan Cukai yang menandatangani SKP-FPBM dan/atau SPMK-FPBM. 


BAB VI
IMPOR KEMBALI HASIL PRODUKSI

Bagian Kesatu
Impor Kembali Hasil Produksi

Pasal 29

(1) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian melakukan penelitian terhadap permohonan impor kembali Hasil Produksi dan bukti pendukung yang disampaikan.
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. alasan dilakukannya impor kembali Hasil Produksi dengan meneliti dokumen pendukung alasan impor kembali berupa:
1. perintah keija atau bukti lain terkait adanya permintaan rework;
2. bukti penolakan dari pembeli di luar negeri;
3. bukti yang menunjukkan kondisi kahar di negara tujuan; atau
4. bukti-bukti lain yang mendukung alasan impor kembali Hasil Produksi;
b. rincian jumlah dan jenis barang serta nilai pabean Hasil Produksi yang diimpor kembali, berupa:
1. kesesuaian jenis dan uraian barang dengan data pada pemberitahuan pabean ekspor; dan
2. jumlah barang tidak melebihi jumlah pada dokumen pemberitahuan pabean ekspor; 
dan
c. rincian jumlah dan jenis barang serta nilai pabean Barang dan Bahan yang diolah menjadi Hasil Produksi yang diimpor kembali, berupa:
1. pengecekan status permohonan pengembalian Bea Masuk atas Barang dan Bahan yang diolah menjadi Hasil Produksi yang diajukan untuk diimpor kembali apabila sudah diajukan permohonan pengembalian Bea Masuk; dan
2. kesesuaian jumlah, jenis, dan nilai pabean Barang dan Bahan yang telah diolah menjadi Hasil Produksi dibandingkan data pemberitahuan pabean impor awal.
(3) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memberikan persetujuan permohonan impor kembali Hasil Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hail:
a. alasan permohonan adalah:
1. diimpor kembali untuk diperbaiki (rework);
2. ditolak oleh pembeli di luar negeri; atau
3. terjadi kondisi kahar (force majeure) di negara tujuan ekspor;
b. alasan sebagaimana dimaksud pada huruf a dapat dibuktikan dengan bukti pendukung; dan
c. hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai.
(4) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama:
a. 5 (lima) jam kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan disampaikan secara elektronik; atau 
b. 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan disampaikan secara tertulis.
(5) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)  disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menerbitkan:
a. Keputusan Menteri mengenai pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor, dalam hal permohonan pengembalian Bea Masuk belum diajukan atau belum disetujui dengan nilai pembebasan sebesar nilai pabean yang telah dilakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c angka 2; atau
b. surat persetujuan impor kembali dengan kewajiban penyerahan jaminan, dalam hal permohonan pengembalian Bea Masuk atas Barang dan Bahan telah disetujui.
(6) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)  ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menerbitkan surat penolakan disertai dengan alasan.
(7) Dalam hal diterbitkan Keputusan Menteri mengenai pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU:
a. melakukan perpanjangan batas waktu penyampaian permohonan pengembalian Bea Masuk paling lama sampai dengan berakhirnya batas waktu ekspor kembali ditambah 60 (enam puluh) hari;
b. menatausahakan berkas surat keputusan pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor; dan
c. melakukan pemantauan impor kembali.
(8) Dalam hal diterbitkan surat persetujuan impor kembali Hasil Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU:
a. menatausahakan berkas surat persetujuan impor kembali; dan
b. melakukan pemantauan impor kembali.
(9) Keputusan Menteri mengenai pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(10) Surat persetujuan impor kembali Hasil Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(11) Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

 

 

Pasal 30


(1) Impor kembali atas Hasil Produksi yang diimpor kembali diberitahukan dengan menggunakan pemberitahuan impor barang.
(2) Dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian telah mendapatkan pengembalian Bea Masuk pada saat impor kembali atas Hasil Produksi, pemberitahuan impor barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. mengisi kolom “Pemenuhan Persyaratan/Fasilitas Impor” dengan pilihan “barang reimpor yang mendapat fasilitas KITE”;
b. mencantumkan nomor dan tanggal persetujuan impor kembali pada lembar lanjutan dokumen dan pemenuhan persyaratan/fasilitas pemberitahuan pabean impor;
c. melampirkan persetujuan impor kembali; dan
d. menyerahkan jaminan senilai Bea Masuk serta pajak dalam rangka impor berdasarkan tarif dan nilai barang atas barang yang diimpor kembali.
(3) Dalam hal permohonan pengembalian Bea Masuk belum diajukan pada saat impor kembali atas Hasil Produksi, pemberitahuan impor barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. mengisi kolom “Pemenuhan Persyaratan/Fasilitas Impor” dengan  pilihan “barang reimpor yang mendapat fasilitas KITE”;
b. mencantumkan nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor pada kolom “Pemenuhan Persyaratan/Fasilitas Impor”; dan
c. melampirkan  Keputusan Menteri mengenai pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor.
(4) Tata cara pengeluaran atas Hasil Produksi yang diimpor kembali mengikuti  ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai.


Bagian Kedua
Ekspor kembali atas Hasil Produksi yang Diimpor Kembali

Pasal 31

(1) Ekspor kembali atas Hasil Produksi yang diimpor kembali diberitahukan dengan menggunakan pemberitahuan ekspor barang dengan:
a. mengisi kolom jenis ekspor dengan jenis “reekspor lainnya”;
b. mengisi kategori ekspor “yang pada saat impor mendapat pengembalian”;
c. mencantumkan nomor dan tanggal pemberitahuan pabean impor kembali atas Hasil Produksi pada lembar lanjutan dokumen pelengkap pabean pemberitahuan ekspor barang; dan
d. mencantumkan nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian. 
(2) Tata cara ekspor kembali atas Hasil Produksi yang diimpor kembali mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ekspor.
 


Bagian Ketiga
Laporan Realisasi Ekspor Kembali

Pasal 32


(1) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian melakukan pemantauan penyampaian laporan realisasi ekspor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 melalui SKP.
(2) Terhadap laporan realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU melakukan penelitian:
a. validasi data impor kembali dan ekspor kembali;
b. jangka waktu ekspor kembali; dan
c. kesesuaian jumlah dan jenis Hasil Produksi yang diimpor kembali dan diekspor kembali.
(3) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memberikan persetujuan atau penolakan paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak laporan realisasi ekspor diterima secara lengkap.
(4) Dalam hal laporan realisasi ekspor atas impor kembali Hasil Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui, atas Barang dan Bahan yang telah disetujui permohonan pengembalian Bea Masuknya, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU:
a. menerbitkan surat persetujuan atas laporan realisasi ekspor; dan
b. mengembalikan jaminan yang diserahkan pada saat impor kembali.
(5) Dalam hal laporan realisasi ekspor atas impor kembali Hasil Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak, atas Barang dan Bahan yang telah disetujui permohonan pengembalian Bea Masuknya, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU:
a. menerbitkan surat penolakan atas laporan realisasi ekspor;
b. melakukan penetapan dan menyampaikan kepada Perusahaan KITE Pengembalian untuk melunasi Bea Masuk serta pajak dalam rangka impor yang terutang; dan
c. menyampaikan surat penetapan kepada penjamin, dalam hal penyelesaian kewajiban pembayaran dilakukan melalui pencairan jaminan.
(6) Dalam hal laporan realisasi ekspor atas impor kembali Hasil Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui, atas Barang dan Bahan yang belum disetujui permohonan pengembalian Bea Masuknya, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU:
a. menerbitkan surat persetujuan atas laporan realisasi ekspor; dan 
b. menatausahakan persetujuan tersebut yang akan digunakan  dalam  penelitian  permohonan pengembalian Bea Masuk.
(7) Dalam hal laporan realisasi ekspor atas impor kembali Hasil Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak, atas Barang dan Bahan yang belum disetujui permohonan pengembalian Bea Masuknya, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU:
a. menerbitkan surat penolakan atas laporan realisasi ekspor; dan
b. menatausahakan penolakan tersebut yang akan digunakan  dalam  penelitian  permohonan pengembalian Bea Masuk.
(8) Dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian tidak melakukan ekspor kembali sebelum berakhirnya batas waktu ekspor kembali atau tidak menyampaikan laporan realisasi ekspor, berlaku ketentuan:
a. apabila Hasil Produksi yang diimpor kembali permohonan pengembalian Bea Masuknya telah disetujui, Perusahaan KITE Pengembalian wajib melunasi Bea Masuk serta pajak dalam rangka impor yang terutang; atau
b. apabila Hasil Produksi yang diimpor permohonan pengembalian Bea Masuknya belum disampaikan, permohonan pengembalian Bea Masuknya yang disampaikan ditolak.
(9) Batas waktu ekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (8) adalah 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor kembali atas Hasil Produksi dan dapat diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan dengan persetujuan Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU.
(10) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menerbitkan surat penetapan pabean sebagai dasar penagihan atas kewajiban pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dan ayat (8) huruf a sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(11) Pajak dalam rangka impor berupa Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dan ayat (8) huruf a tidak dapat dikreditkan.
(12) Terhadap permohonan pengembalian Bea Masuk yang dimintakan setelah persetujuan atas laporan realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU dengan bantuan SKP melakukan:
a. validasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2);
b. penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23; dan
c. verifikasi persetujuan laporan realisasi ekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a.
(13) Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (12)  , Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 terhadap permohonan pengembalian Bea Masuk yang disampaikan.
(14) Laporan atas realisasi ekspor kembali Hasil Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(15) Surat persetujuan atas laporan realisasi ekspor kembali Hasil Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(16) Surat penolakan atas laporan realisasi ekspor kembali Hasil Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


BAB VII
PEMBEKUAN DAN PENCABUTAN

Bagian Kesatu
Pembekuan

Pasal 33


(1) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagal Perusahaan KITE Pengembalian melakukan pembekuan terhadap fasilitas KITE Pengembalian dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian:
a. ditemukan data yang tidak sesuai pada Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian;
b. tidak memenuhi ketentuan pembongkaran dan/atau penyimpanan Barang dan Bahan serta Hasil Produksi, paling lama 6 (enam) bulan berdasarkan pertimbangan manajemen risiko Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU;
c. tidak memenuhi ketentuan subkontrak, paling lama 6 (enam) bulan berdasarkan pertimbangan manajemen risiko Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU;
d. tidak bersedia dilakukan monitoring dan/atau evaluasi;
e. tidak menyerahkan dokumen dan/atau data yang diperlukan dalam pelaksanaan monitoring dan/atau evaluasi;
f. tidak memasang papan nama;
g. tidak melakukan penatausahaan barang asal fasilitas KITE Pengembalian;
h. tidak menyerahkan laporan;
i. tidak mendayagunakan sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory);
j. tidak mendayagunakan closed circuit television (CCTV);
k. diduga melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai dengan bukti permulaan yang cukup berdasarkan rekomendasi penyidik; dan/atau 
l. Perusahaan KITE Pengembalian berubah status menjadi Pengusaha Kawasan Berikat atau Pengusaha di Kawasan Berikat dan permohonan izin Kawasan Berikat telah disetujui.
(2) Dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian memenuhi kriteria pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU melakukan pembekuan dengan:
a. menerbitkan surat pembekuan; dan
b. melakukan perekaman surat pembekuan ke SKP.
(3) Surat pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran X huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


 

Pasal 34


(1) Fasilitas KITE Pengembalian yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a dapat diberlakukan kembali, dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian telah mengajukan permohonan dan/atau pemberitahuan perubahan data secara lengkap, dan telah diberikan persetujuan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU.
(2) Fasilitas KITE Pengembalian yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf b dan huruf c, dapat diberlakukan kembali setelah waktu pembekuan berakhir.
(3) Fasilitas KITE Pengembalian yang dibekukan sebagaimana dimaksud  dalam  Pasal  33  ayat  (1)  huruf  d  dapat diberlakukan kembali, dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian telah dilakukan monitoring dan/atau evaluasi atau menyerahkan surat pernyataan bersedia dilakukan monitoring dan/atau evaluasi.
(4) Fasilitas KITE Pengembalian yang dibekukan sebagaimana dimaksud  dalam  Pasal  33  ayat  (1)  huruf  e  dapat diberlakukan kembali, dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian telah menyerahkan dokumen dan/atau data yang diperlukan dalam pelaksanaan monitoring dan/atau evaluasi.
(5) Fasilitas KITE Pengembalian yang dibekukan sebagaimana dimaksud  dalam  Pasal  33  ayat  (1)  huruf  f  dapat diberlakukan  kembali,  dalam  hal  Perusahaan  KITE Pengembalian telah memasang papan nama.
(6) Fasilitas KITE Pengembalian yang dibekukan sebagaimana dimaksud  dalam  Pasal  33  ayat  (1)  huruf  g  dapat diberlakukan  kembali,  dalam  hal  Perusahaan  KITE Pengembalian telah melakukan penatausahaan barang asal fasilitas KITE Pengembalian.
(7) Fasilitas KITE Pengembalian yang dibekukan sebagaimana dimaksud  dalam  Pasal  33  ayat  (1)  huruf  h  dapat diberlakukan  kembali,  dalam  hal  Perusahaan  KITE Pengembalian telah menyerahkan laporan.
(8) Fasilitas KITE Pengembalian yang dibekukan sebagaimana dimaksud  dalam  Pasal  33  ayat  (1)  huruf  i  dapat diberlakukan  kembali,  dalam  hal  Perusahaan  KITE Pengembalian telah mendayagunakan sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory).
(9) Fasilitas KITE Pengembalian yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf j dapat diberlakukan kembali, dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian telah mendayagunakan closed circuit television (CCTV).
(10) Fasilitas KITE Pengembalian yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf k dapat diberlakukan kembali, dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian tidak terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan rekomendasi penyidik atau putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.


Pasal 35


(1) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian melakukan pemantauan atas pembekuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dan pemberlakuan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34.
(2) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memberlakukan kembali fasilitas KITE Pengembalian dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian telah memenuhi ketentuan pemberlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan:
a. menerbitkan surat pemberlakuan kembali fasilitas KITE Pengembalian; dan
b. melakukan perekaman surat pemberlakuan kembali fasilitas KITE Pengembalian.
(3) Surat pemberlakuan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sesuai contoh dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran X huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Kedua
Pencabutan

Pasal 36


(1) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian atas nama Menteri melakukan pencabutan fasilitas KITE Pengembalian dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian:
a. tidak melakukan kegiatan ekspor Hasil Produksi dengan menggunakan fasilitas KITE Pengembalian:
1. selama 2 (dua) tahun berturut-turut terhitung sejak ekspor fasilitas KITE Pengembalian terakhir, dalam hal tidak terdapat perpanjangan jangka waktu realisasi ekspor; atau
2. selama 3 (tiga) tahun berturut-turut terhitung sejak ekspor fasilitas KITE Pengembalian terakhir, dalam hal terdapat perpanjangan jangka waktu realisasi ekspor.
b. tidak mengajukan permohonan dan/atau pemberitahuan perubahan data kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal fasilitas KITE Pengembalian dibekukan; 
c. diterbitkan surat paksa karena ada tagihan yang tidak dilunasi;
d. terbukti telah melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan/atau perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap;
e. berubah status menjadi pengusaha Kawasan Berikat atau pengusaha di Kawasan Berikat, setelah permohonan pengembalian Bea Masuk mendapatkan keputusan pengembalian Bea Masuk;
f. dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap;
g. tidak lagi memenuhi kriteria untuk memperoleh fasilitas KITE Pengembalian:
h. tidak memenuhi ketentuan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian berdasarkan hasil monitoring, evaluasi, dan/atau audit seperti terbukti melakukan penyalahgunaan fasilitas; dan/atau
i. mengajukan permohonan untuk dilakukan pencabutan fasilitas KITE Pengembalian.
(2) Dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian memenuhi kriteria pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU:
a. menerbitkan Keputusan Menteri mengenai pencabutan atas penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian; dan
b. merekam keputusan pencabutan atas penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian pada SKP.
(3) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU melakukan perekaman keputusan pencabutan atas penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam SKP.
(4) Dalam proses pencabutan fasilitas KITE Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan KITE Pengembalian dapat:
a. terlebih dahulu dilakukan monitoring dan/atau evaluasi oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU; atau
b. dilakukan audit kepabeanan.
(5) Dalam hal fasilitas KITE Pengembalian dicabut, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. permohonan pengembalian yang telah diajukan sebelum pencabutan fasilitas KITE Pengembalian, diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyelesaian atas permohonan pengembalian Bea Masuk; dan
b. tidak dapat mengajukan permohonan pengembalian Bea Masuk.
(6) Dalam hal fasilitas KITE Pengembalian dicabut, badan usaha wajib melunasi seluruh pungutan negara untuk impor yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan perpajakan.
(7) Keputusan Menteri mengenai pencabutan atas penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran X huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. 


BAB VIII
PERUBAHAN STATUS MENJADI PENGUSAHA KAWASAN
BERIKAT ATAU PENGUSAHA DI KAWASAN BERIKAT

Pasal 37


(1) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian melakukan penelitian terhadap permohonan perubahan status menjadi pengusaha Kawasan Berikat atau pengusaha di Kawasan Berikat.
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemenuhan perizinan menjadi pengusaha Kawasan Berikat atau Pengusaha di Kawasan Berikat.
(3) Dalam hal permohonan izin Kawasan Berikat disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menerbitkan surat pembekuan fasilitas KITE Pengembalian.
(4) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU melakukan perekaman surat pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam SKP.
(5) Atas Barang dan Bahan yang telah diekspor sebelum ditetapkan sebagai Kawasan Berikat, Perusahaan KITE Pengembalian dapat mengajukan permohonan pengembalian Bea Masuk sepanjang jangka waktu penyampaian permohonan pengembalian Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) belum berakhir.
(6) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU atas nama Menteri melakukan pencabutan terhadap Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian, dalam hal seluruh permohonan pengembalian Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah mendapatkan keputusan.
(7) Realisasi ekspor yang telah dilakukan oleh Perusahaan KITE Pengembalian dapat diperhitungkan dalam penentuan batas penjualan Hasil Produksi dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean.


BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 38


(1) Tata cara impor Barang dan Bahan berupa barang kena cukai, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai cukai.
(2) Tata cara ekspor Hasil Produksi yang dikenakan Bea Keluar, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemungutan Bea Keluar.


Pasal 39


(1) Sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) dapat diakses oleh Direktorat Jenderal Pajak. 
(2) Pelaksanaan pemberian akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan mengenai pengawasan bersama antara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan Direktorat Jenderal Pajak terhadap perusahaan penerima fasilitas kepabeanan.


Pasal 40


(1) Perusahaan KITE Pengembalian dapat memanfaatkan fasilitas Kawasan Berikat, sepanjang lokasi pabrik yang ditetapkan sebagai Kawasan Berikat berbeda dengan lokasi pabrik yang memperoleh fasilitas KITE Pengembalian.
(2) Lokasi yang berbeda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipisahkan oleh batas yang permanen.


Pasal 41


(1) Kegiatan pelayanan fasilitas KITE Pengembalian dilakukan menggunakan SKP.
(2) Dalam hal SKP mengalami gangguan operasional atau tidak berfungsi berdasarkan penetapan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, pelayanan fasilitas KITE Pengembalian dilaksanakan secara manual.


Pasal 42


(1) Pelayanan pemberian fasilitas KITE Pengembalian dilakukan oleh Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian.
(2) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pengawasan terhadap Perusahaan KITE Pengembalian.
(3) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha Perusahaan KITE Pengembalian melakukan pengawasan terhadap Perusahaan KITE Pengembalian.
(4) Kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha Perusahaan KITE Pengembalian melakukan pengawasan terhadap Perusahaan KITE Pengembalian.
(5) Direktur yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pengawasan pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan pemeriksaan dan/atau pengawasan terhadap pemberian fasilitas KITE Pengembalian.
(6) Direktorat Jenderal Pajak dengan berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat melakukan pemeriksaan dan/atau pengawasan terhadap Barang dan Bahan yang diimpor atau dimasukkan dengan menggunakan fasilitas KITE Pengembalian. 


BAB X

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 43


Dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini, terhadap Perusahaan KITE Pengembalian yang telah diterbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor PER-3/BC/2019 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 161/PMK.04/2018 tentang Pengembalian Bea Masuk yang Telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian:
a. memantau dan memberikan asistensi atas kewajiban perusahaan untuk mendayagunakan closed circuit television (CCTV); dan
b. memberikan pemberitahuan dan teguran setiap awal bulan sampai dengan 6 bulan sejak peraturan ini berlaku terhadap perusahaan yang belum mendayagunakan closed circuit television (CCTV) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b.


BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 44


Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-3/BC/2019 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 161/PMK.04/2018 tentang Pengembalian Bea Masuk yang Telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 45


Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal 1 November 2022.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 01 November 2022
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

ttd.

ASKOLANI