Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor : PER - 2/PB/2023

Kategori : Lainnya

Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-8/Pb/2021 Tentang Petunjuk Teknis Penetapan Maksimum Pencairan Penerimaan Negara Bukan Pajak Secara Elektronik


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN
NOMOR PER - 2/PB/2023

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN
NOMOR PER-8/PB/2021 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENETAPAN
MAKSIMUM PENCAIRAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SECARA
ELEKTRONIK

DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN,

Menimbang :

  1. bahwa dalam rangka penyempurnaan mekanisme penetapan Maksimum Pencairan Penerimaan Negara Bukan Pajak, perlu dilakukan perubahan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-8/PB/2021 tentang Petunjuk Teknis Penetapan Maksimum Pencairan Penerimaan Negara Bukan Pajak Secara Elektronik;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan tentang Perubahan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-8/PB/2021 tentang Petunjuk Teknis Penetapan Maksimum Pencairan Penerimaan Negara Bukan Pajak Secara Elektronik;

Mengingat :

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.05/2021 tentang Tata Cara Penetapan Maksimum Pencairan Penerimaan Negara Bukan Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 922);

MEMUTUSKAN:


Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN NOMOR PER-8/PB/2021 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENETAPAN MAKSIMUM PENCAIRAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SECARA ELEKTRONIK.


Pasal I


Beberapa ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-8/PB/2021 tentang Petunjuk Teknis Penetapan Maksimum Pencairan Penerimaan Negara Bukan Pajak Secara Elektronik, diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan Pasal 3 ayat (4) dan ayat (5) diubah, di antara ayat (4) dan ayat (5) disisipkan 4 (empat) ayat yaitu ayat (4a), ayat (4b), ayat (4c), dan ayat (4d), sehingga Pasal 3 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 3


(1) MP PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), ditetapkan dengan mempertimbangkan:
  1. Realisasi setoran PNBP dan belanja sumber dana PNBP tahun anggaran berjalan;
  2. Realisasi setoran PNBP dan belanja sumber dana PNBP tahun anggaran sebelumnya;
  3. Proyeksi setoran PNBP dan belanja sumber dana PNBP tahun anggaran berjalan;
  4. Rencana pelaksanaan program/kegiatan tahun anggaran berjalan; dan
  5. Hasil monitoring dan evaluasi.
(2) Realisasi setoran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b memperhitungkan pengembalian PNBP.
(3) MP PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan ketentuan:
  1. tahap I paling besar 60% (enam puluh persen) dari pagu DIPA sumber dana PNBP;
  2. tahap II paling besar 80% (delapan puluh persen) dari pagu DIPA sumber dana PNBP; dan
  3. tahap III paling besar 100% (seratus persen) dari pagu DIPA sumber dana PNBP.
(4) Permohonan Penetapan MP PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan paling cepat:
  1. bulan Januari tahun anggaran berjalan untuk MP PNBP tahap I sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a;
  2. bulan Juli tahun anggaran berjalan untuk MP PNBP tahap II sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b; dan
  3. bulan Oktober tahun anggaran berjalan untuk MP PNBP tahap III sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c.
(4a) Dalam hal hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, terdapat:
  1. kelebihan realisasi belanja sumber dana PNBP tahun anggaran yang lalu karena melebihi MP PNBP sesuai izin penggunaan PNBP, maka kelebihan dimaksud diperhitungkan dengan MP PNBP tahun anggaran berjalan;
  2. sisa MP PNBP tahun anggaran yang lalu yang berasal dari:
    1) selisih MP PNBP yang melampaui pagu DIPA sumber dana PNBP akibat realisasi setoran PNBP yang melampaui target penerimaan; dan/atau
    2) sisa MP PNBP yang tidak dicairkan, tidak menambah MP PNBP tahun anggaran berjalan.
(4b) Permohonan penetapan MP PNBP tahap II sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, dilakukan setelah realisasi setoran PNBP tahun anggaran berjalan telah mencapai paling rendah 40% (empat puluh persen) dari target penerimaan yang tercantum dalam DIPA.
(4c) Permohonan penetapan MP PNBP tahap III sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c, dilakukan setelah realisasi setoran PNBP tahun anggaran berjalan telah mencapai paling rendah 60% (enam puluh persen) dari target penerimaan yang tercantum dalam DIPA.
(4d) Dalam hal proyeksi setoran PNBP lebih kecil dari proyeksi belanja sumber dana PNBP, MP PNBP yang diberikan paling tinggi sebesar proyeksi setoran PNBP dikali dengan izin penggunaan PNBP.
(5) Proses penetapan MP PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara elektronik menggunakan Modul MP PNBP pada sistem informasi yang dibangun oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
   
2. Ketentuan diantara Pasal 3 dan Pasal 4 disisipkan 1 pasal, yaitu Pasal 3A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 3A

 

(1) Penetapan MP PNBP dilakukan dengan menggunakan pola penggunaan PNBP terpusat dan pola penggunaan PNBP tidak terpusat.
(2) Penetapan MP PNBP dengan pola penggunaan PNBP terpusat dilakukan oleh Direktur Jenderal.
(3) Penetapan MP PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didelegasikan kepada Direktur.
(4) Penetapan MP PNBP dengan pola penggunaan PNBP tidak terpusat dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah.
   
3. Ketentuan Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) diubah, sehingga Pasal 7 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 7

 

(1) Pengguna Modul MP PNBP pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a, meliputi:
  1. Direktur;
  2. Kepala Subdirektorat;
  3. Kepala Seksi PA;
  4. Operator PA; dan
  5. Administrator PA.
(2) Pengguna Modul MP PNBP pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memiliki tugas:
  1. Direktur melakukan persetujuan/penolakan penetapan MP PNBP;
  2. Kepala Subdirektorat memberikan rekomendasi persetujuan/penolakan penetapan MP PNBP;
  3. Kepala Seksi PA:
    1. melakukan analisis atas permohonan penetapan MP PNBP; dan
    2. melakukan upload dokumen surat persetujuan/penolakan penetapan MP PNBP pada Modul MP PNBP.
  4. Operator PA:
    1. mengunduh dokumen permohonan penetapan MP PNBP;
    2. melakukan verifikasi kelengkapan dokumen permohonan penetapan MP PNBP; dan
    3. menyusun konsep surat penolakan/persetujuan permohonan penetapan MP PNBP.
  5. Administrator PA:
    1. mengelola username dan password:
      a) pengguna Modul MP PNBP pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan;
      b) Administrator Kanwil; dan
      c) pengguna Modul MP PNBP pada K/L.
    2. melakukan perekaman/perubahan referensi izin penggunaan PNBP.
   
4. Ketentuan Pasal 8 ayat (2) diubah, sehingga Pasal 8 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 8

 

(1) Pengguna Modul MP PNBP pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b, ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah yang meliputi:
  1. Kepala Kantor Wilayah;
  2. Kepala Bidang;
  3. Kepala Seksi Kanwil;
  4. Operator Kanwil; dan
  5. Administrator Kanwil.
(2) Pengguna Modul MP PNBP pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memiliki tugas:
  1. Kepala Kantor Wilayah:
    1. menyetujui penetapan MP PNBP; dan
    2. menolak permohonan penetapan MP PNBP.
  2. Kepala Bidang:
    1. menyusun rekomendasi persetujuan penetapan MP PNBP; dan
    2. menyusun rekomendasi penolakan permohonan penetapan MP PNBP.
  3. Kepala Seksi Kanwil:
    1. melakukan analisis permohonan penetapan MP PNBP; dan
    2. melakukan upload dokumen Surat persetujuan penetapan MP PNBP dan/atau Surat penolakan penetapan MP PNBP pada Modul MP PNBP.
  4. Operator Kanwil:
    1. mengunduh dokumen permohonan penetapan MP PNBP;
    2. meneliti kelengkapan dokumen permohonan penetapan MP PNBP; dan
    3. menyusun konsep persetujuan/penolakan penetapan MP PNBP.
  5. Administrator Kanwil:
    1. mengelola username dan password :
      a) pengguna Modul MP PNBP pada Kantor Wilayah selain Administrator Kanwil; dan
      b) pengguna Modul MP PNBP pada Satker lingkup wilayah kerjanya.
    2. melakukan perekaman/perubahan referensi izin penggunaan PNBP.
   
5. Ketentuan Pasal 21 di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat yaitu ayat (1a), ayat (2) diubah, dan penambahan 1 (satu) ayat yaitu ayat (6), sehingga Pasal 21 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 21

 

(1) KPA Satker mengajukan permohonan penetapan MP PNBP tahap I, tahap II, dan tahap III sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) kepada Kepala Kantor Wilayah.
(1a) Dalam hal KPA Satker berhalangan, permohonan penetapan MP PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disampaikan oleh pejabat yang ditunjuk/ditetapkan sebagai pejabat pelaksana tugas/pelaksana harian dari pejabat definitif.
(2) Permohonan MP PNBP tahap I, tahap II, dan tahap III sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilampiri dengan:
  1. realisasi setoran PNBP dan belanja sumber dana PNBP:
    1. sampai dengan akhir tahun anggaran yang lalu sebelum pengajuan MP PNBP tahap I;
    2. sampai dengan posisi terakhir tahun anggaran berjalan sebelum pengajuan MP PNBP Tahap II; atau
    3. sampai dengan posisi terakhir tahun anggaran berjalan sebelum pengajuan MP PNBP tahap III.
  2. data realisasi setoran PNBP dan belanja sumber dana PNBP dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun sebelumnya;
  3. proyeksi setoran PNBP sampai dengan akhir tahun anggaran berjalan;
  4. rencana pelaksanaan program/kegiatan tahun anggaran berjalan;
  5. surat pernyataan kesanggupan pencapaian target setoran PNBP tahun anggaran berjalan; dan
  6. surat pernyataan dalam hal terdapat kelebihan belanja sumber dana PNBP pada tahun anggaran yang lalu.
(3) Realisasi setoran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, berdasarkan hasil rekonsiliasi/konfirmasi setoran PNBP.
(4) Rekonsiliasi/konfirmasi setoran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan melalui penandaan (tagging) data setoran PNBP pada Modul MP PNBP oleh pengguna Modul MP PNBP pada Satker.
(5) Softcopy permohonan penetapan MP PNBP beserta dokumen pendukung lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diunggah pada Modul MP PNBP oleh pengguna Modul MP PNBP pada Satker.
(6) Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f, sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran huruf A1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
   
6. Ketentuan Pasal 22 ayat (2) diubah, sehingga Pasal 22 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 22

 

(1) Berdasarkan permohonan penetapan MP PNBP secara tidak terpusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), Operator Kanwil melakukan:
  1. unduh dokumen permohonan penetapan MP PNBP melalui Modul MP PNBP;
  2. verifikasi kelengkapan dokumen permohonan penetapan MP PNBP;
  3. penilaian permohonan penetapan MP PNBP; dan
  4. penyusunan konsep surat penetapan MP PNBP.
(2) Penilaian permohonan penetapan MP PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dilakukan dengan ketentuan:
  1. MP PNBP tahap I diberikan paling besar 60% (enam puluh persen) dari pagu DIPA sumber dana PNBP melalui penilaian terhadap:
    1. rata-rata realisasi setoran PNBP dalam 3 (tiga) tahun terakhir;
    2. rata-rata realisasi belanja sumber dana PNBP dalam 3 (tiga) tahun terakhir;
    3. proyeksi setoran PNBP sampai dengan akhir tahun anggaran berjalan;
    4. rencana pelaksanaan program/kegiatan sampai dengan akhir tahun anggaran; dan
    5. hasil monitoring dan evaluasi terhadap realisasi belanja sumber dana PNBP tahun anggaran yang lalu dibandingkan dengan MP PNBP sesuai izin penggunaan PNBP.
  2. MP PNBP tahap II diberikan paling besar 80% (delapan puluh persen) dari pagu DIPA sumber dana PNBP melalui penilaian terhadap:
    1. rata-rata realisasi setoran PNBP dalam 3 (tiga) tahun terakhir;
    2. rata-rata realisasi belanja sumber dana PNBP dalam 3 (tiga) tahun terakhir;
    3. proyeksi setoran PNBP sampai dengan akhir tahun anggaran berjalan;
    4. realisasi belanja sumber dana PNBP sampai dengan posisi terakhir tahun anggaran berjalan sebelum pengajuan MP PNBP Tahap II;
    5. realisasi setoran PNBP sampai dengan posisi terakhir tahun anggaran berjalan sebelum pengajuan MP PNBP Tahap II;
    6. rencana pelaksanaan program/kegiatan sampai dengan akhir tahun anggaran; dan
    7. hasil monitoring dan evaluasi terhadap realisasi belanja sumber dana PNBP tahun anggaran yang lalu dibandingkan dengan MP PNBP sesuai izin penggunaan PNBP.
  3. MP PNBP tahap III diberikan paling besar 100% (seratus persen) dari pagu DIPA sumber dana PNBP melalui penilaian terhadap:
    1. rata-rata realisasi setoran PNBP dalam 3 (tiga) tahun terakhir;
    2. rata-rata realisasi belanja sumber dana PNBP dalam 3 (tiga) tahun terakhir;
    3. proyeksi setoran PNBP sampai dengan akhir tahun anggaran berjalan;
    4. realisasi belanja sumber dana PNBP sampai dengan posisi terakhir tahun anggaran berjalan sebelum pengajuan MP PNBP Tahap III;
    5. realisasi setoran PNBP sampai dengan posisi terakhir tahun anggaran berjalan sebelum pengajuan MP PNBP Tahap III;
    6. rencana pelaksanaan program/kegiatan sampai dengan akhir tahun anggaran; dan
    7. hasil monitoring dan evaluasi terhadap realisasi belanja sumber dana PNBP tahun anggaran yang lalu dibandingkan dengan MP PNBP sesuai izin penggunaan PNBP.
(3) Tata cara penilaian MP PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), selanjutnya diatur dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(4) Operator Kanwil menyampaikan konsep surat persetujuan penetapan MP PNBP kepada Kepala Seksi Kanwil.
   
7. Ketentuan Pasal 25 ditambah 1 (satu) ayat yaitu ayat (4), sehingga Pasal 25 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 25

 

(1) Berdasarkan rekomendasi penetapan MP PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2), Kepala Kantor Wilayah melakukan:
  1. penerbitan surat persetujuan penetapan MP PNBP; dan
  2. approval pada Modul MP PNBP.
(2) Surat persetujuan penetapan MP PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(3) Persetujuan penetapan MP PNBP oleh Kepala Kantor Wilayah dilakukan paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak surat permohonan beserta lampirannya diterima secara lengkap dan benar.
(4) Dalam hal Kepala Kantor Wilayah berhalangan, persetujuan penetapan MP PNBP dapat dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk/ditetapkan sebagai pejabat pelaksana tugas/pelaksana harian dari pejabat definitif.
   
8. Ketentuan Pasal 28 di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat yaitu ayat (1a), ayat (2) diubah, di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 3 (tiga) ayat yaitu ayat (2a), ayat (2b) dan ayat (2c), dan penambahan 1 (satu) ayat yaitu ayat (4) sehingga Pasal 28 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 28


(1) Dalam hal Satker memerlukan kebutuhan dana PNBP lebih cepat dari batas waktu pengajuan permohonan MP PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), KPA Satker dapat mengajukan permohonan percepatan penetapan MP PNBP kepada Kepala Kantor Wilayah.
(1a) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diajukan dalam hal realisasi setoran PNBP telah mencapai paling kurang sebesar:
  1. 60% (enam puluh persen) dari target setoran PNBP dalam DIPA untuk percepatan penetapan MP PNBP tahap II; atau
  2. 80% (delapan puluh persen) dari target setoran PNBP dalam DIPA untuk percepatan penetapan MP PNBP tahap III.
(2) KPA Satker dapat mengajukan permohonan perubahan MP PNBP atas MP PNBP yang telah ditetapkan pada tahun anggaran berjalan kepada Kepala Kantor Wilayah dalam hal terdapat:
  1. perubahan target PNBP;
  2. perubahan pagu sumber dana PNBP dalam DIPA;
  3. perubahan proyeksi setoran PNBP;
  4. pengembalian setoran PNBP pada tahun anggaran berjalan; dan/atau
  5. perubahan lain yang menyebabkan perubahan MP PNBP yang telah ditetapkan.
(2a) Dalam hal terdapat perubahan penurunan pagu DIPA sumber dana PNBP, KPA Satker mengajukan perubahan besaran MP PNBP yang telah ditetapkan paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak DIPA disahkan.
(2b) Dalam hal KPA Satker tidak mengajukan perubahan besaran MP PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2a), Kepala Kantor Wilayah melakukan penyesuaian otomatis MP PNBP secara proporsional.
(2c) Dalam hal Kepala Kantor Wilayah belum menetapkan MP PNBP atas penurunan pagu DIPA sumber dana PNBP, satker tidak dapat merealisasikan belanja.
(3) Tata cara permohonan dan penetapan MP PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 27, berlaku mutatis mutandis terhadap pengajuan permohonan dan penetapan MP PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Surat persetujuan percepatan dan perubahan MP PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
   
9. Ketentuan Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) diubah, di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat yaitu ayat (1a), dan penambahan 1 (satu) ayat yaitu ayat (6) sehingga Pasal 29 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 29

 

(1) Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris K/L atau Pimpinan Unit Eselon I penghasil mengajukan permohonan penetapan MP PNBP beserta dokumen pendukung tahap I, tahap II, dan tahap III sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), kepada Direktur.
(1a) Dalam hal Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris K/L atau Pimpinan Unit Eselon I penghasil berhalangan, permohonan penetapan MP PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disampaikan oleh pejabat yang ditunjuk/ditetapkan sebagai pejabat pelaksana tugas/pelaksana harian dari pejabat definitif.
(2) Permohonan MP PNBP tahap I, tahap II, dan tahap III sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilampiri dengan:
  1. realisasi setoran PNBP dan belanja sumber dana PNBP:
    1. sampai dengan akhir tahun anggaran sebelumnya untuk penerbitan MP PNBP tahap I;
    2. sampai dengan posisi terakhir tahun anggaran berjalan sebelum pengajuan MP PNBP Tahap II; atau
    3. sampai dengan posisi terakhir tahun anggaran berjalan sebelum pengajuan MP PNBP Tahap III.
  2. data realisasi setoran PNBP dan belanja sumber dana PNBP dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun sebelumnya;
  3. proyeksi setoran PNBP sampai dengan akhir tahun anggaran berjalan;
  4. rencana pelaksanaan program/kegiatan tahun anggaran berjalan;
  5. surat pernyataan kesanggupan pencapaian target setoran PNBP tahun anggaran berjalan;
  6. daftar alokasi MP PNBP untuk masing-masing satker; dan
  7. surat pernyataan dalam hal terdapat kelebihan belanja sumber dana PNBP pada tahun anggaran yang lalu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf f.
(3) Realisasi setoran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, berdasarkan hasil rekonsiliasi/konfirmasi setoran PNBP.
(4) Rekonsiliasi/konfirmasi setoran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan melalui penandaan (tagging) data setoran pada Modul MP PNBP oleh Pengguna Modul MP PNBP pada Satker.
(5) Softcopy permohonan penetapan MP PNBP beserta lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diunggah pada Modul MP PNBP oleh pengguna Modul MP PNBP pada K/L.
(6) Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g, sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran huruf A1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
   
10. Ketentuan Pasal 30 ayat (2) diubah, sehingga Pasal 30 berbunyi sebagai berikut:


Pasal 30

(1) Berdasarkan permohonan penetapan MP PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1), Operator PA melakukan:
  1. unduh dokumen permohonan penetapan MP PNBP melalui Modul MP PNBP;
  2. verifikasi kelengkapan dokumen permohonan penetapan MP PNBP;
  3. penilaian permohonan penetapan MP PNBP; dan
  4. penyusunan konsep surat penetapan atau penolakan MP PNBP.
(2) Penilaian permohonan penetapan MP PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dilakukan dengan ketentuan:
  1. MP PNBP tahap I diberikan paling besar 60% (enam puluh persen) dari pagu DIPA sumber dana PNBP melalui penilaian terhadap:
    1. rata-rata realisasi setoran PNBP dalam 3 (tiga) tahun terakhir;
    2. rata-rata realisasi belanja sumber dana PNBP dalam 3 (tiga) tahun terakhir;
    3. proyeksi setoran PNBP sampai dengan akhir tahun anggaran berjalan;
    4. rencana pelaksanaan program/kegiatan sampai dengan akhir tahun anggaran; dan
    5. hasil monitoring dan evaluasi terhadap realisasi belanja sumber dana PNBP tahun anggaran yang lalu dibandingkan dengan MP PNBP sesuai izin penggunaan PNBP.
  2. MP PNBP tahap II diberikan paling besar 80% (delapan puluh persen) dari pagu DIPA sumber dana PNBP melalui penilaian terhadap:
    1. rata-rata realisasi setoran PNBP dalam 3 (tiga) tahun terakhir;
    2. rata-rata realisasi belanja sumber dana PNBP dalam 3 (tiga) tahun terakhir;
    3. proyeksi setoran PNBP sampai dengan akhir tahun anggaran berjalan;
    4. realisasi belanja sumber dana PNBP sampai dengan posisi terakhir tahun anggaran berjalan sebelum pengajuan MP PNBP Tahap II;
    5. realisasi setoran PNBP sampai dengan posisi terakhir tahun anggaran berjalan sebelum pengajuan MP PNBP Tahap II;
    6. rencana pelaksanaan program/kegiatan sampai dengan akhir tahun anggaran; dan
    7. hasil monitoring dan evaluasi terhadap realisasi belanja sumber dana PNBP tahun anggaran yang lalu dibandingkan dengan MP PNBP sesuai izin penggunaan PNBP.
  3. MP PNBP tahap III diberikan paling besar 100% (seratus persen) dari pagu DIPA sumber dana PNBP melalui penilaian terhadap:
    1. rata-rata realisasi setoran PNBP dalam 3 (tiga) tahun terakhir;
    2. rata-rata realisasi belanja sumber dana PNBP dalam 3 (tiga) tahun terakhir;
    3. proyeksi setoran PNBP sampai dengan akhir tahun anggaran berjalan;
    4. realisasi belanja sumber dana PNBP sampai dengan posisi terakhir tahun anggaran berjalan sebelum pengajuan MP PNBP Tahap III;
    5. realisasi setoran PNBP sampai dengan posisi terakhir tahun anggaran berjalan sebelum pengajuan MP PNBP Tahap III;
    6. rencana pelaksanaan program/kegiatan sampai dengan akhir tahun anggaran; dan
    7. hasil monitoring dan evaluasi terhadap realisasi belanja sumber dana PNBP tahun anggaran yang lalu dibandingkan dengan MP PNBP sesuai izin penggunaan PNBP.
(3) Tata cara penilaian MP PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), selanjutnya diatur dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(4) Operator PA menyampaikan konsep surat persetujuan/penolakan penetapan MP PNBP kepada Kepala Seksi PA.

   
11. Ketentuan Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2) diubah serta penambahan 2 (dua) ayat, yaitu ayat (3) dan ayat (4), sehingga Pasal 33 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 33

 

(1) Berdasarkan rekomendasi penetapan MP PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2), Direktur melakukan:
  1. penerbitan surat persetujuan penetapan MP PNBP; dan
  2. approval pada Modul MP PNBP.
(2) Surat persetujuan penetapan MP PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran huruf B1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(3) Persetujuan penetapan MP PNBP oleh Direktur dilakukan paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak surat permohonan beserta lampirannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2), diterima secara lengkap dan benar.
(4) Dalam hal Direktur berhalangan, persetujuan penetapan MP PNBP dapat dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk/ditetapkan sebagai pejabat pelaksana tugas/pelaksana harian dari pejabat definitif.
   
12. Ketentuan Pasal 34 dihapus.
   
13. Ketentuan Pasal 35 diubah, sehingga Pasal 35 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 35


Berdasarkan surat persetujuan penetapan MP PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Kepala Seksi PA melakukan unggah dokumen penetapan MP PNBP pada Modul MP PNBP.
   
14. Ketentuan Pasal 36 diubah menjadi 2 (dua) ayat yaitu ayat (1) dan ayat (2), sehingga Pasal 36 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 36

 

(1) Dalam hal hasil penilaian MP PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2), lebih kecil dari nilai MP PNBP yang diusulkan, permohonan penetapan MP PNBP dari Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris K/L atau Pimpinan Unit Eselon I penghasil dikembalikan untuk dilakukan penyesuaian.
(2) Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris K/L atau Pimpinan Unit Eselon I penghasil melakukan pengajuan kembali setelah dilakukan penyesuaian nilai MP PNBP.
   
15. Ketentuan di antara Pasal 36 dan Pasal 37 disisipkan 1 (satu) pasal yaitu Pasal 36A, berbunyi sebagai berikut:

Pasal 36A

 

(1) Dalam hal realisasi setoran PNBP kurang dari 40% (empat puluh persen), Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris K/L atau Pimpinan Unit Eselon I penghasil dapat mengajukan permohonan persetujuan penetapan MP PNBP Tahap II.
(2) Dalam hal realisasi setoran PNBP kurang dari 60% (enam puluh persen), Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris K/L atau Pimpinan Unit Eselon I penghasil dapat mengajukan permohonan persetujuan penetapan MP PNBP Tahap III.
(3) Permohonan persetujuan penetapan MP PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dengan syarat:
  1. Kegiatan/program yang dibiayai sebagian/seluruhnya termasuk dalam prioritas nasional atau proyek strategis nasional;
  2. Setoran PNBP sebagian besar secara non kumulatif akan diterima di bulan Desember tahun anggaran berjalan dan dinyatakan dalam surat pernyataan.
  3. Rata-rata realisasi setoran PNBP mencapai target penerimaan dalam 3 (tiga) tahun terakhir; dan
  4. MP PNBP Tahap I telah ditetapkan.
(4) Permohonan persetujuan penetapan MP PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilampiri dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) dan surat pernyataan sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(5) Tata cara permohonan dan penetapan MP PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 35, dan Pasal 36, berlaku mutatis mutandis terhadap permohonan persetujuan penetapan MP PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
   
16. Ketentuan Pasal 37 ditambah 1 (satu) ayat yaitu ayat (5) sehingga Pasal 37 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 37

 

(1) Dalam hal terdapat perubahan kebijakan pengalokasian MP PNBP pada Kementerian/Lembaga, Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris K/L atau Pimpinan Unit Eselon I penghasil dapat melakukan perubahan alokasi MP PNBP untuk masing-masing Satker.
(2) Perubahan alokasi MP PNBP untuk masing-masing satker sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah total MP PNBP yang telah ditetapkan pada setiap tahapan.
(3) Tata cara permohonan dan penetapan MP PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 35, dan Pasal 36 berlaku mutatis mutandis terhadap pengajuan permohonan dan penetapan MP PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Dalam perubahan alokasi MP PNBP untuk masing-masing Satker sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur melakukan:
  1. penerbitan surat persetujuan penetapan MP PNBP; dan
  2. approval pada Modul MP PNBP.
    1. berdasarkan rekomendasi penetapan MP PNBP yang disampaikan Kepala Subdirektorat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2).
(5) Surat persetujuan perubahan lampiran alokasi MP PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
   
17. Ketentuan Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) diubah, di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat yaitu ayat (1a), di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 3 (tiga) ayat yaitu ayat (2a), ayat (2b) dan ayat (2c), dan penambahan 1 ayat yaitu ayat (4), sehingga Pasal 39 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 39

 

(1) Dalam hal K/L memerlukan kebutuhan dana PNBP lebih cepat dari batas waktu pengajuan permohonan MP PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris K/L atau Pimpinan Unit Eselon I penghasil dapat mengajukan permohonan percepatan penetapan MP PNBP kepada Direktur.
(1a) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diajukan dalam hal realisasi setoran PNBP telah mencapai paling kurang sebesar:
  1. 60% (enam puluh persen) dari target setoran PNBP dalam DIPA untuk percepatan penetapan MP PNBP tahap II; atau
  2. 80% (delapan puluh persen) dari target setoran PNBP dalam DIPA untuk percepatan penetapan MP PNBP tahap III.
(2) Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris K/L atau Pimpinan Unit Eselon I penghasil dapat mengajukan permohonan perubahan MP PNBP atas MP PNBP yang telah ditetapkan pada tahun anggaran berjalan kepada Direktur dalam hal terdapat:
  1. perubahan target PNBP;
  2. perubahan pagu sumber dana PNBP dalam DIPA;
  3. perubahan proyeksi setoran PNBP;
  4. pengembalian setoran PNBP pada tahun anggaran berjalan; dan/atau
  5. perubahan lain yang menyebabkan perubahan MP PNBP yang telah ditetapkan.
(2a) Dalam hal terdapat perubahan penurunan pagu DIPA sumber dana PNBP, Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris K/L atau Pimpinan Unit Eselon I penghasil mengajukan perubahan besaran MP PNBP yang telah ditetapkan paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak perubahan penurunan pagu DIPA disahkan.
(2b) Dalam hal Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris K/L atau Pimpinan Unit Eselon I penghasil tidak mengajukan perubahan besaran MP PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2a), Direktur melakukan penyesuaian otomatis MP PNBP secara proporsional.
(2c) Dalam hal Direktur belum menetapkan MP PNBP atas penurunan pagu DIPA sumber dana PNBP, satker tidak dapat merealisasikan belanja.
(3) Tata cara permohonan dan penetapan MP PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, dan Pasal 38, berlaku mutatis mutandis terhadap pengajuan permohonan dan penetapan MP PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Surat persetujuan perubahan dan/atau percepatan penetapan MP PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
   
18. Ketentuan Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3) diubah, dan ayat (4) dihapus sehingga Pasal 41 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 41

 

(1) Monitoring dan evaluasi oleh Menteri/Pimpinan Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf a, dilaksanakan oleh Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris K/L atau Pimpinan Unit Eselon I penghasil, dan KPA Satker.
(2) Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris K/L atau Pimpinan Unit Eselon I penghasil, dan KPA Satker sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melaksanakan monitoring dan evaluasi paling kurang:
  1. monitoring atas pelaksanaan tagging setoran PNBP melalui Modul MP PNBP;
  2. evaluasi atas capaian kinerja dan realisasi belanja; dan
  3. evaluasi atas proyeksi setoran PNBP tahun anggaran berjalan.
(3) Monitoring atas pelaksanaan tagging setoran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris K/L atau Pimpinan Unit Eselon I penghasil dan KPA Satker melakukan:
  1. pemantauan atas ketercapaian target penerimaan; dan
  2. pengawasan dan pengendalian belanja sumber dana PNBP agar tidak melampaui MP PNBP sesuai izin penggunaan PNBP.
   
19. Ketentuan Pasal 42 di antara ayat (4) dan ayat (5) disisipkan 1 (satu) ayat yaitu ayat (4a) dan ayat (7) dan ayat (8) diubah, sehingga Pasal 42 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 42

 

(1) Monitoring dan evaluasi oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf b dilaksanakan oleh Direktur Jenderal.
(2) Dalam pelaksanaannya, monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh:
  1. Direktur; dan
  2. Kepala Kantor Wilayah.
(3) Direktur dan Kepala Kantor Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melaksanakan monitoring dan evaluasi paling kurang:
  1. monitoring atas setoran PNBP melalui Modul MP PNBP;
  2. evaluasi atas capaian kinerja dan realisasi belanja; dan
  3. evaluasi atas proyeksi setoran PNBP tahun anggaran berjalan.
(4) Pelaksanaan monitoring dan evaluasi oleh Direktur dan Kepala Kantor Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) , dilaksanakan setiap bulan.
(4a) Dalam hal hasil monitoring dan evaluasi terdapat kelebihan belanja sumber dana PNBP tahun anggaran yang lalu sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (4a) huruf a, kelebihan realisasi belanja dimaksud diatur sebagai berikut:
  1. dicantumkan dalam surat pernyataan yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris K/L atau Pimpinan Unit Eselon I/KPA Satker;
  2. surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada huruf a, digunakan sebagai dasar perhitungan MP PNBP tahun anggaran berjalan; dan
  3. surat pernyataan dibuat sesuai format sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 ayat (6).
(5) Laporan hasil monitoring dan evaluasi oleh Kepala Kantor Wilayah disampaikan kepada Direktur setiap semester.
(6) Laporan hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), merupakan bagian dari laporan monitoring dan evaluasi PNBP sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal mengenai pedoman umum pelaksanaan tugas Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan di Bidang Penganggaran dan PNBP.
(7) Laporan hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), disampaikan paling lambat:
  1. hari kerja terakhir bulan Agustus tahun anggaran berjalan untuk laporan semester I; dan 
  2. hari kerja terakhir bulan Februari tahun anggaran berikutnya untuk laporan semester II.
(8) Hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), digunakan untuk:
  1. penilaian dalam penetapan MP PNBP; dan
  2. bahan peninjauan kembali persetujuan izin penggunaan PNBP.
   
20. Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-8/PB/2021 tentang Petunjuk Teknis Penetapan Maksimum Pencairan Penerimaan Negara Bukan Pajak Secara Elektronik, diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal II


Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 Maret 2023
DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN,

ttd.

ASTERA PRIMANTO BHAKTI