Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
1. | Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut: Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2. | Ketentuan Pasal 9A diubah sehingga Pasal 9A berbunyi sebagai berikut: Pasal 9A
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
3. | Di antara Pasal 13 dan Pasal 14 disisipkan 6 (enam) pasal yakni Pasal 13A, Pasal 13B, Pasal 13C, Pasal 13D, Pasal 13E, dan Pasal 13F yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 13A
Pasal 13B
Pasal 13C
Pasal 13D
Pasal 13E
Pasal 13F
Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, Komisi Yudisial dapat menganalisis putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagai dasar rekomendasi untuk melakukan mutasi hakim. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
4. | Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga Pasal 14 berbunyi sebagai berikut: Pasal 14
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
5. | Di antara Pasal 14 dan Pasal 15 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 14A yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 14A
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
6. | Ketentuan Pasal 15 ayat (1) diubah sehingga Pasal 15 berbunyi sebagai berikut: Pasal 15
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
7. | Ketentuan Pasal 16 ayat (1) diubah dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 2 (dua) ayat yakni ayat (1a) dan ayat (1b) sehingga Pasal 16 berbunyi sebagai berikut: Pasal 16
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
8. | Ketentuan Pasal 19 ayat (1) diubah sehingga Pasal 19 berbunyi sebagai berikut: Pasal 19
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
9. | Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga Pasal 20 berbunyi sebagai berikut: Pasal 20
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
10. | Ketentuan Pasal 21 diubah sehingga Pasal 21 berbunyi sebagai berikut: Pasal 21
Dalam hal ketua atau wakil ketua pengadilan diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena atas permintaan sendiri secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai hakim. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
11. | Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 22 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (1a) sehingga Pasal 22 berbunyi sebagai berikut: Pasal 22
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
12. | Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga Pasal 25 berbunyi sebagai berikut: Pasal 25
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
13. | Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga Pasal 28 berbunyi sebagai berikut: Pasal 28
Untuk dapat diangkat menjadi panitera pengadilan tata usaha negara, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
14. | Ketentuan Pasal 29 huruf b dihapus sehingga Pasal 29 berbunyi sebagai berikut: Pasal 29
Untuk dapat diangkat menjadi panitera pengadilan tinggi tata usaha negara, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
15. | Ketentuan Pasal 30 diubah sehingga Pasal 30 berbunyi sebagai berikut: Pasal 30
Untuk dapat diangkat menjadi wakil panitera pengadilan tata usaha negara, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
16. | Ketentuan Pasal 31 huruf b dihapus sehingga Pasal 31 berbunyi sebagai berikut: Pasal 31
Untuk dapat diangkat menjadi wakil panitera pengadilan tinggi tata usaha negara, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
17. | Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga Pasal 32 berbunyi sebagai berikut: Pasal 32
Untuk dapat diangkat menjadi panitera muda pengadilan tata usaha negara, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
18. | Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga Pasal 33 berbunyi sebagai berikut: Pasal 33
Untuk dapat diangkat menjadi panitera muda pengadilan tinggi tata usaha negara, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
19. | Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga Pasal 34 berbunyi sebagai berikut: Pasal 34
Untuk dapat diangkat menjadi panitera pengganti pengadilan tata usaha negara, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
20. | Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga Pasal 35 berbunyi sebagai berikut: Pasal 35
Untuk dapat diangkat menjadi panitera pengganti pengadilan tinggi tata usaha negara, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
21. | Ketentuan Pasal 36 diubah sehingga Pasal 36 berbunyi sebagai berikut: Pasal 36
Panitera tidak boleh merangkap menjadi:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
22. | Di antara Pasal 38 dan Pasal 39 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 38A dan Pasal 38B, yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 38A
Panitera, wakil panitera, panitera muda, dan panitera pengganti pengadilan tata usaha negara diberhentikan dengan hormat dengan alasan:
Pasal 38B
Panitera, wakil panitera, panitera muda, dan panitera pengganti pengadilan diberhentikan tidak dengan hormat dengan alasan:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
23. | Ketentuan Pasal 39B diubah sehingga Pasal 39B berbunyi sebagai berikut: Pasal 39B
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
24. | Ketentuan Pasal 41 dihapus | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
25. | Ketentuan Pasal 42 diubah sehingga Pasal 42 berbunyi sebagai berikut: Pasal 42
Untuk dapat diangkat menjadi wakil sekretaris pengadilan tata usaha negara, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
26. | Ketentuan Pasal 43 diubah sehingga Pasal 43 berbunyi sebagai berikut: Pasal 43
Untuk dapat diangkat menjadi wakil sekretaris pengadilan tinggi tata usaha negara, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
27. | Di antara Pasal 51 dan Pasal 52 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 51A yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 51A
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
28. | Ketentuan Pasal 52 ayat (1) diubah dan diantara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (1a) sehingga Pasal 52 berbunyi sebagai berikut: Pasal 52
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
29. | Di antara Pasal 107 dan Pasal 108 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 107A yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 107 A
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
30. | Ketentuan Pasal 116 diubah, sehingga Pasal 116 berbunyi sebagai berikut: Pasal 116
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
31. | Ketentuan Pasal 135 diubah sehingga Pasal 135 berbunyi sebagai berikut: Pasal 135
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
32. | Di antara Pasal 144 dan Aturan Tambahan ditambah 4 (empat) pasal yakni Pasal 144A, Pasal 144B, Pasal 144C, dan Pasal 144D yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 144A
Pasal 144B
Pasal 144C
Pasal 144D
|
Disahkan di Jakarta pada tanggal 29 Oktober 2009 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO |
I. | UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka yang dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut telah membawa perubahan penting terhadap penyelenggaraan kekuasaan kehakiman sehingga membawa konsekuensi perlunya pembentukan atau perubahan seluruh perundang-undangan di bidang kekuasaan kehakiman. Pembentukan atau perubahan perundang-undangan tersebut dilakukan dalam usaha memperkuat prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka dan bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, merupakan salah satu undang-undang yang mengatur lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung. Perubahan kedua yag dilakukan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara meletakkan dasar kebijakan bahwa segala urusan mengenai Peradilan Tata Usaha Negara, baik menyangkut teknis yudisial maupun non yudisial yaitu urusan organisasi, administrasi, dan finansial di bawah kekuasaan Mahkamah Agung. Perubahan penting lainnya atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara antara lain sebagai berikut:
Perubahan secara umum atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara pada dasarnya untuk mewujudkan penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman yang merdeka dan peradilan yang bersih serta berwibawa, yang dilakukan melalui penataan sistem peradilan yang terpadu (integrated justice system), terlebih pengadilan tata usaha negara secara konstitusional merupakan salah satu badan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang mempunyai kewenangan dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara tata usaha negara. |
II. | PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1
Pasal 1 Cukup jelas. Angka 2 Pasal 9A
Ayat (1) Pengadilan khusus merupakan diferensiasi atau spesialisasi di lingkungan peradilan tata usaha negara, misalnya pengadilan pajak. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Angka 3 Pasal 13A Ayat (1) “Pengawasan internal” atas tingkah laku hakim agung diperlukan meskipun sudah ada pengawasan eksternal yang dilakukan oleh Komisi Yudisial. Hal ini dimaksudkan agar pengawasan lebih komprehensif sehingga diharapkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim benar-benar terjaga. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 13B Cukup jelas. Pasal 13C Cukup jelas. Pasal 13D Cukup jelas. Pasal 13E Cukup jelas. Pasal 13F Yang dimaksud dengan “mutasi” dalam ketentuan ini meliputi promosi dan demosi. Angka 4 Pasal 14 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Pendidikan hakim diselenggarakan bersama oleh Mahkamah Agung dan Perguruan Tinggi Negeri atau Swasta yang terakreditasi A dalam jangka waktu yang ditentukan dan melalui proses seleksi yang ketat. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Angka 5 Pasal 14A Cukup jelas. Angka 6 Pasal 15 Cukup jelas. Angka 7 Pasal 16 Cukup jelas. Angka 8 Pasal 19 Cukup jelas. Angka 9 Pasal 20 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Yang dimaksud “dengan peraturan perundang-undangan” adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Angka 10 Pasal 21 Cukup jelas. Angka 11 Pasal 22 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “diberhentikan sementara” dalam ketentuan ini adalah sanksi yang dikenakan kepada seorang hakim untuk tidak memeriksa dan mengadili perkara dalam jangka waktu tertentu selain pemberhentian sementara yang dimaksud dalam Undang-Undang Kepegawaian. Ayat (1a) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Angka 12 Pasal 25 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan “sarana transportasi” adalah kendaraan yang dapat berupa kendaraan bermotor ataupun bentuk lainnya yang digunakan untuk menunjang tugas-tugas hakim. Ayat (5) Yang dimaksud dengan “jaminan keamanan dalam melaksanakan tugasnya” adalah hakim diberikan penjagaan keamanan dalam menghadiri dan memimpin persidangan. Hakim harus diberikan perlindungan keamanan oleh aparat terkait yakni aparat kepolisian agar hakim mampu memeriksa, mengadili dan memutus perkara secara baik dan benar tanpa adanya tekanan atau intervensi dari pihak manapun. Ayat (6) Cukup jelas. Angka 13 Pasal 28 Cukup jelas. Angka 14 Pasal 29 Cukup jelas. Angka 15 Pasal 30 Cukup jelas. Angka 16 Pasal 31 Cukup jelas. Angka 17 Pasal 32 Cukup jelas. Angka 18 Pasal 33 Cukup jelas. Angka 19 Pasal 34 Cukup jelas.
Angka 20 Pasal 35 Cukup jelas. Angka 21 Pasal 36 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan “pejabat peradilan lainnya” adalah sekretaris pengadilan, wakil sekretaris pengadilan, wakil panitera, panitera muda, panitera pengganti, juru sita, juru sita pengganti, dan pejabat struktural lainnya. Angka 22 Pasal 38A Cukup jelas. Pasal 38B Cukup jelas. Angka 23 Pasal 39 B Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan “pendidikan menengah” adalah Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk pendidikan lain yang sederajat. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Angka 24 Cukup jelas. Angka 25 Pasal 42 Cukup jelas. Angka 26 Pasal 43 Cukup jelas. Angka 27 Pasal 51 A Ayat (1) Terkait dengan berlakunya Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, pengadilan wajib membuka atau memberikan akses kepada masyarakat untuk mengetahui informasi dan data mengenai putusan serta biaya perkara di pengadilan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Dalam hal salinan putusan tidak disampaikan, ketua pengadilan yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis dari Ketua Mahkamah Agung. Angka 28 Pasal 52 Cukup jelas. Angka 29 Pasal 107 A Ayat (1) Dalam membuat penetapan dan putusan, hakim harus bersandar pada keadilan hukum dan norma yang ada dan berlaku di masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, seorang hakim tidak dibenarkan untuk membuat penetapan atau putusan yang didasarkan oleh adanya kepentingan dan atau keuntungan pribadi. Ayat (2) Cukup jelas. Angka 30 Pasal 116 Ayat (1) Meskipun putusan Pengadilan belum memperoleh kekuatan hukum tetap, para pihak yang berperkara dapat memperoleh salinan putusan yang dibubuhi catatan panitera bahwa putusan tersebut belum memperoleh kekuatan hukum tetap. Tenggang waktu 14 (empat belas) hari dihitung sejak saat putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan “pejabat yang bersangkutan dikenakan uang paksa” dalam ketentuan ini adalah pembebanan berupa pembayaran sejumlah uang yang ditetapkan oleh hakim karena jabatannya yang dicantumkan dalam amar putusan pada saat memutuskan mengabulkan gugatan penggugat. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Presiden sebagai pemimpin tertinggi pemerintahan berkewajiban untuk melakukan pembinaan terhadap aparatur pemerintah yang tidak menjalankan fungsi pemerintahan dengan baik. Ayat (7) Cukup jelas. Angka 31 Pasal 135 Cukup jelas. Angka 32 Pasal 144A Cukup jelas. Pasal 144B Cukup jelas. Pasal 144C Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan ”kelurahan” dalam ketentuan ini termasuk desa, banjar, nagari dan gampong. Pasal 144D Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan bantuan hukum yang diberikan “secara cuma-cuma” adalah bantuan hukum yang diberikan sampai pada pelaksanaan eksekusi putusan. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal II Cukup jelas.
|
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.