Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 176/PMK.04/2013

Kategori : Lainnya

Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.04/2011 Tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang Dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 176/PMK.04/2013

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
254/PMK.04/2011 TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR
BARANG DAN BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT, ATAU DIPASANG PADA
BARANG LAIN DENGAN TUJUAN UNTUK DIEKSPOR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

  1. bahwa ketentuan mengenai Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.04/2011 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor;
  2. bahwa dalam rangka mendorong kegiatan ekspor, memperkuat daya saing perusahaan dan meningkatkan investasi, perlu melakukan penyempurnaan terhadap peningkatan insentif fiskal, penyederhanaan prosedur pelayanan dan otomasinya;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 26 ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.04/2011 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor;

Mengingat :

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.04/2011 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011Nomor 943);

MEMUTUSKAN:


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT, ATAU DIPASANG PADA BARANG LAIN DENGAN TUJUAN UNTUK DIEKSPOR.


Pasal I


Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.04/2011 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor, diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
  1. Impor adalah kegiatan memasukkan Bahan Baku ke dalam daerah pabean.
  2. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan Hasil Produksi dari daerah pabean.
  3. Pembebasan adalah pembebasan bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah terutang tidak dipungut atas Impor Bahan Baku untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor.
  4. Perusahaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan Bahan Baku yang mendapatkan Pembebasan.
  5. Nomor Induk Perusahaan Pembebasan yang selanjutnya disebut NIPER Pembebasan adalah nomor identitas yang diberikan kepada Perusahaan.
  6. Bahan Baku adalah barang dan/atau bahan termasuk bahan penolong, yang diimpor untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain untuk menjadi barang hasil produksi yang mempunyai nilai tambah dengan mendapatkan Pembebasan.
  7. Bahan Baku Yang Rusak adalah bahan baku yang mengalami kerusakan dan/atau penurunan mutu dan tidak dapat diproses atau apabila diproses akan menghasilkan Hasil Produksi yang tidak memenuhi kualitas/standar.
  8. Hasil Produksi adalah hasil pengolahan, perakitan, atau pemasangan Bahan Baku pada barang lain.
  9. Hasil Produksi Yang Rusak adalah hasil produksi yang mengalami kerusakan dan/atau penurunan kualitas/standar mutu yang secara teknis tidak dapat diperbaiki menyamai kualitas/standar Hasil Produksi.
  10. Diolah adalah serangkaian kegiatan yang terdiri lebih dari satu tahapan kegiatan yang bertujuan untuk mengubah sifat dan/atau fungsi awal suatu Bahan Baku, sehingga menjadi barang Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah.
  11. Dirakit adalah kegiatan berupa merangkai dan/atau menyatukan beberapa barang dan/atau bahan sehingga menghasilkan Hasil Produksi atau alat/barang yang memiliki fungsi yang berbeda dengan Bahan Baku dan/atau barang komponen awal.
  12. Dipasang adalah kegiatan untuk menyatukan beberapa komponen barang dan/atau bahan pada bagian utama barang jadi yang tanpa ada penyatuan komponen barang dan/atau bahan tersebut, Hasil Produksi tersebut tidak dapat berfungsi.
  13. Konversi adalah suatu pernyataan tertulis dari Perusahaaan mengenai komposisi pemakaian Bahan Baku untuk setiap satuan Hasil Produksi.
  14. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
  15. Kantor Wilayah atau KPU adalah Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  16. Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
   
2. Ketentuan Pasal 2 ayat (1) diubah, di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan satu ayat yaitu ayat (1a), dan ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) dihapus, sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 2


(1) Atas Impor Bahan Baku untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor dapat diberikan Pembebasan.
(1a) Atas pengeluaran Bahan Baku dalam rangka subkontrak oleh Perusahaan kepada badan usaha penerima subkontrak dan pemasukan kembali hasil pekerjaan subkontrak ke Perusahaan, tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
(2) Dihapus.
(3) Dihapus.
(4) Dihapus.
(5) Dihapus.
(6) Dihapus.
   
3. Ketentuan Pasal 3 ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (6) diubah, di antara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan satu ayat yaitu ayat (3a) dan ditambahkan satu ayat yaitu ayat (9), sehingga Pasal 3 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 3


(1) Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat diberikan kepada badan usaha yang telah memperoleh NIPER Pembebasan.
(2) Untuk memperoleh NIPER Pembebasan, badan usaha harus mengajukan permohonan dengan memenuhi kriteria dan persyaratan sebagai berikut:
  1. mempunyai Sistem Pengendalian Internal yang baik, yang dibuktikan dengan laporan hasil audit oleh auditor independen dengan opini tidak disclaimer atau adverse, atau paparan mengenai Sistem Pengendalian Internal untuk badan usaha yang baru berdiri;
  2. memiliki sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) untuk pengelolaan barang, yang memiliki keterkaitan dengan dokumen kepabeanan dan dapat diakses oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yang dibuktikan dengan print screen dan buku manual atas sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory);
  3. memiliki nature of business berupa badan usaha industri manufaktur, yang dibuktikan dengan izin usaha industri beserta perubahannya;
  4. memiliki atau menguasai lokasi untuk kegiatan produksi, tempat penimbunan Bahan Baku, dan tempat penimbunan Hasil Produksi, yang dibuktikan dengan bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi untuk kegiatan produksi, tempat penimbunan Bahan Baku, dan tempat penimbunan Hasil Produksi;
  5. memiliki Nomor Identitas Kepabeanan (NIK); dan
  6. memiliki rencana produksi yang jelas, yang dibuktikan dengan adanya alur produksi, rencana Impor, rencana Ekspor, daftar Bahan Baku, daftar Hasil Produksi, dan daftar badan usaha penerima subkontrak, dalam hal terdapat proses produksi yang akan disubkontrakkan.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU yang memiliki wilayah kerja yang mengawasi lokasi pabrik badan usaha yang bersangkutan, dengan melampirkan pembuktian kriteria dan persyaratan dalam bentuk soft copy berupa hasil scan dari dokumen asli dalam media penyimpan data elekronik.
(3a) Dalam hal diperlukan, Kepala Kantor Wilayah atau KPU dapat meminta hard copy dokumen pembuktian kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(4) Dalam hal badan usaha mempunyai lebih dari 1 (satu) lokasi pabrik, pengajuan permohonan untuk memperoleh NIPER Pembebasan ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU yang mengawasi lokasi pabrik yang mempunyai volume kegiatan Impor Bahan Baku terbesar.
(5) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau pejabat yang ditunjuk melakukan penelitian administratif dan pemeriksaan lapangan.
(6) Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap.
(7) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau KPU atas nama Menteri menerbitkan NIPER Pembebasan.
(8) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau KPU menyampaikan surat pemberitahuan dengan menyebutkan alasan penolakan.
(9) Perusahaan yang telah mendapatkan NIPER Pembebasan wajib memasang papan nama yang sekurang-kurangnya berisi data nama perusahaan dan nomor NIPER Pembebasan pada setiap lokasi penimbunan dan setiap lokasi pabrik.
   
4. Ketentuan Pasal 6 dihapus.
   
5. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 7

(1) Periode Pembebasan merupakan periode yang diberikan kepada Perusahaan untuk melaksanakan realisasi Ekspor Hasil Produksi.
(2) Periode Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam jangka waktu:
  1. paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor dengan memperhatikan masa produksi Perusahaan; atau
  2. melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam hal Perusahaan memiliki masa produksi lebih dari 12 (dua belas) bulan.
(3) Jangka waktu periode Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan perpanjangan dengan jangka waktu tertentu berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Wilayah atau KPU, dalam hal:
  1. terdapat penundaan ekspor dari pembeli di luar negeri;
  2. terdapat pembatalan ekspor atau penggantian pembeli di luar negeri; dan/atau
  3. terdapat kondisi force majeure, seperti:
    1. peperangan, bencana alam, atau kebakaran;
    2. bencana lainnya yang dinyatakan oleh instansi yang berwenang.
(4) Permohonan perpanjangan periode Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat diajukan oleh Perusahaan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU sebelum periode Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir.
   
6. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 8

 

(1) Perusahaan dapat melakukan Impor Bahan Baku dari:
  1. luar daerah pabean;
  2. Gudang Berikat;
  3. Kawasan Berikat;
  4. Kawasan Bebas yang dilakukan oleh pengusaha di Kawasan Bebas yang telah mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan Bebas; dan/atau
  5. kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Atas Impor Bahan Baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberlakukan ketentuan umum di bidang impor, termasuk ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai larangan dan/atau pembatasan Impor.
   
7. Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 9

 

(1) Atas Impor Bahan Baku sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (1), Perusahaan harus mengajukan dokumen pemberitahuan pabean Impor dengan mencantumkan NIPER Pembebasan pada kolom pemenuhan persyaratan/fasilitas Impor.
(2) Dalam hal dokumen pemberitahuan pabean impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencantumkan NIPER Pembebasan pada kolom pemenuhan persyaratan/fasilitas Impor, atas Impor barang dan/atau bahan yang terdapat pada pemberitahuan pabean Impor dimaksud tidak mendapat Pembebasan.
   
8. Ketentuan Pasal 10 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) diubah, dan di antara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 1 (satu) ayat yaitu ayat (3a), sehingga Pasal 10 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 10

 

(1) Perusahaan wajib menyerahkan jaminan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada saat pengajuan dokumen pemberitahuan pabean Impor, dengan jangka waktu jaminan selama:
  1. periode Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7; dan
  2. jangka waktu penyelesaian penelitian laporan pertanggungjawaban.
(2) Jaminan yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar bea masuk dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Bahan Baku sebagaimana diberitahukan dalam pemberitahuan pabean Impor.
(3) Besarnya bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan/atau bea masuk pembalasan.
(3a) Perusahaan dapat menyerahkan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk corporate guarantee, dengan ketentuan:
  1. Perusahaan termasuk Authorized Economic Operator;
  2. Perusahaan berstatus sebagai importir Mitra Utama (MITA) Prioritas atau importir Mitra Utama (MITA) Non Prioritas; atau
  3. Perusahaan dengan kategori risiko rendah yang memiliki kondisi keuangan yang baik, yang antara lain ditunjukkan dengan nilai perbandingan antara total aset dengan total liabilitas di atas 110% (seratus sepuluh persen).
(4) Bentuk, waktu, dan tata cara penyerahan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), serta penetapan Perusahaan untuk dapat menyerahkan jaminan dalam bentuk corporate guarantee sebagaimana dimaksud pada ayat (3a) dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai jaminan dalam rangka kepabeanan.
   
9. Ketentuan Pasal 11 ayat (3) dan ayat (4) diubah, sehingga Pasal 11 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 11

 

(1) Pejabat Bea dan Cukai melakukan pemeriksaan pabean atas pemberitahuan pabean impor yang diajukan oleh Perusahaan.
(2) Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko.
(3) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan adanya ketidaksesuaian tarif dan/atau nilai pabean, Perusahaan harus melakukan penyesuaian nilai jaminan, sepanjang dapat diyakini bahwa jenis barang sesuai dengan barang yang tercantum dalam NIPER Pembebasan.
(4) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan adanya ketidaksesuaian jumlah dan/atau jenis barang, terhadap kelebihan jumlah dan/atau jenis barang Impor tidak dapat diberikan Pembebasan dan dilakukan penelitian atau penyelidikan lebih lanjut sesuai peraturan perundang-undangan dibidang kepabeanan.
   
10. Ketentuan Pasal 12 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diubah, dan di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat yaitu ayat (2a), sehingga Pasal 12 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 12

 

(1) Perusahaan wajib membongkar dan/atau menimbun Bahan Baku yang berasal dari kawasan pabean ke lokasi yang tercantum dalam NIPER Pembebasan.
(2) Perusahaan dapat melakukan pembongkaran dan/atau penimbunan di lokasi selain lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan ketentuan:
  1. mengajukan permohonan dan mendapatkan persetujuan dari Kepala Kantor Wilayah atau KPU; atau
  2. menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU sebelum kegiatan pembongkaran dan/atau penimbunan, dalam hal Perusahaan termasuk Authorized Economic Operator, berstatus sebagai importir Mitra Utama (MITA) Prioritas atau importir Mitra Utama (MITA) Non Prioritas.
(2a) Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap.
(3) Persetujuan pembongkaran dan/atau penimbunan di lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a atau pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b hanya berlaku untuk 1 (satu) kali pembongkaran dan/atau penimbunan.
(4) Dalam hal pembongkaran dan/atau penimbunan dilakukan pada lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) akan dipergunakan secara tetap dan/atau berulang-ulang, Perusahaan wajib mengajukan perubahan NIPER Pembebasan.
   
11. Ketentuan Pasal 13 ayat (1) diubah, di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 2 (dua) ayat yaitu ayat (1a) dan ayat (1b), dan ayat (2) serta ayat (3) dihapus, sehingga Pasal 13 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 13

 

(1) Dalam hal Perusahaan akan memulai produksi, Perusahaan harus menyerahkan Konversi kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU sebelum proses produksi dimulai.
(1a) Dalam hal terdapat perubahan Konversi atas Hasil Produksi sebelumnya, Perusahaan harus mengajukan perubahan Konversi.
(1b) Perubahan Konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) diserahkan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU paling lambat sebelum perusahaan melakukan Ekspor.
(2) Dihapus.
(3) Dihapus.
   
12. Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 14

 

(1) Perusahaan dapat mensubkontrakkan sebagian dari kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan Bahan Baku kepada badan usaha industri yang tercantum dalam data NIPER Pembebasan.
(2) Perusahaan dapat mensubkontrakkan seluruh kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas kelebihan kontrak yang tidak dapat dikerjakan karena keterbatasan kapasitas produksi, dengan ketentuan:
  1. Perusahaan berstatus perusahaan terbuka yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh masyarakat;
  2. Perusahaan termasuk dalam Authorized Economic Operator; atau
  3. Perusahaan berstatus sebagai importir Mitra Utama (MITA) Prioritas dan importir Mitra Utama (MITA) Non Prioritas.
(3) Dalam hal subkontrak dilakukan oleh badan usaha yang tidak tercantum dalam NIPER Pembebasan, Perusahaan harus terlebih dahulu mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU untuk mendapatkan izin.
(4) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan jawaban berupa persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap.
   
13. Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 15

 

(1) Semua Hasil Produksi wajib diekspor oleh Perusahaan sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata laksana kepabeanan di bidang ekspor.
(2) Hasil Produksi dapat diserahkan kepada perusahaan lain dalam rangka ekspor barang gabungan dan dapat dijadikan sebagai penyelesaian atas Bahan Baku, dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Perusahaan lain yang menerima Hasil Produksi merupakan perusahaan yang mendapat fasilitas Pembebasan dan/atau fasilitas Pengembalian;
  2. Hasil Produksi yang diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud pada huruf a, hanya untuk digabungkan dengan Hasil Produksi Perusahaan lain tersebut serta wajib diekspor dalam satu kesatuan unit; dan
  3. Pelaksanaan ekspor gabungan mengacu peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai tata laksana kepabeanan di bidang ekspor.
   
14. Ketentuan Pasal 16 dihapus.
   
15. Di antara Pasal 16 dan Pasal 17 disisipkan satu Pasal, yaitu Pasal 16A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 16A


Perusahaan dibebaskan dari kewajiban bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan sanksi administrasi atas Bahan Baku, barang dalam proses, dan Hasil Produksi yang belum dipertanggungjawabkan, dalam hal terjadi keadaan force majeure, dengan persetujuan Kepala Kantor Wilayah atau KPU atas nama Menteri.
   
16. Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 17

 

(1) Perusahaan wajib mempertanggungjawabkan Bahan Baku dengan menyerahkan laporan pertanggungjawaban kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berakhirnya periode Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) atau ayat (3).
(2) Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan:
  1. dokumen pemberitahuan pabean impor yang telah mendapatkan persetujuan keluar pejabat bea dan cukai;
  2. dokumen pemberitahuan pabean ekspor yang telah mendapat persetujuan Ekspor;
  3. dokumen yang membuktikan adanya transaksi Ekspor; dan
  4. laporan pemeriksaan Ekspor.
(3) Ketentuan penyerahan dokumen pemberitahuan pabean impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan dokumen pemberitahuan pabean ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tidak berlaku bagi Perusahaan yang melakukan Impor dan Ekspor barang melalui Kantor Pabean yang telah menerapkan ketentuan Pertukaran Data Elektronik (PDE).
(4) Ketentuan penyerahan laporan pemeriksaan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d tidak berlaku bagi:
  1. Perusahaan berstatus perusahaan terbuka yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh masyarakat;
  2. Perusahaan yang termasuk Authorized Economic Operator; atau
  3. Perusahaan berstatus sebagai importir Mitra Utama (MITA) Prioritas dan importir Mitra Utama (MITA) Non Prioritas.
(5) Atas penyampaian laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau pejabat yang ditunjuk melakukan penelitian terhadap:
  1. kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2);
  2. pemenuhan periode Pembebasan, kebenaran Impor, kebenaran Ekspor dan kebenaran pengisian laporan pertanggungjawaban; dan
  3. kesesuaian konversi dengan jumlah pemakaian Bahan Baku, jumlah Hasil Produksi yang dilaporkan, dan sisa proses produksi.
(6) Atas Hasil Produksi yang wajib diekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 diberikan Pembebasan.
(7) Dalam hal terdapat selisih jumlah pemakaian Bahan Baku berdasarkan hasil pengujian kesesuaian konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c, maka atas selisih tersebut tidak diberikan Pembebasan dan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan perpajakan.
(8) Atas sisa proses produksi (waste/scrap) yang dijual ke tempat lain dalam daerah pabean, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. dikenakan bea masuk sebesar:
    1). 5% (lima persen) dikalikan harga jual, apabila tarif bea masuk umum (Most Favoured Nation) Bahan Bakunya 5% (lima persen) atau lebih; atau
    2). tarif yang berlaku dikalikan harga jual, apabila tarif bea masuk umum (Most Favoured Nation) Bahan Bakunya kurang dari 5% (lima persen);
  2. dikenakan Pajak Dalam Rangka Impor yang dihitung berdasarkan harga jual; dan
  3. wajib membuat faktur pajak dan memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(9) Atas Bahan Baku dan Hasil Produksi yang tidak dilaporkan sampai dengan periode Pembebasan selesai, tidak diberikan Pembebasan dan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan perpajakan.
(10) Atas Hasil Produksi rusak atau reject, harus dimusnahkan atau dirusak.
(11) Atas Bahan Baku rusak atau reject, sehingga tidak dapat diolah, dirakit, dipasang, harus dimusnahkan atau dirusak atau diekspor.
(12) Hasil perusakan Hasil Produksi rusak atau reject sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dan Bahan Baku rusak atau reject sebagaimana dimaksud pada ayat (11) diperlakukan sebagai waste/scrap.
(13) Atas Bahan Baku rusak atau reject sebagaimana dimaksud pada ayat (11) yang diekspor kembali, jaminan dikembalikan sebesar bea masuk dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas bahan baku dimaksud.
(14) Atas penyampaian laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau pejabat yang ditunjuk menyetujui atau menolak dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak laporan pertanggungjawaban diterima.
(15) Dalam hal laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, jaminan dikembalikan sebesar bea masuk dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dari Bahan Baku yang hasil produksinya diekspor.
(16) Dalam hal laporan pertanggungjawaban tidak diserahkan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ditolak seluruhnya, tidak diberikan Pembebasan dan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan perpajakan.
(17) Dalam hal laporan pertanggungjawaban ditolak sebagian, atas Bahan Baku yang ditolak tersebut tidak diberikan Pembebasan dan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan perpajakan.
(18) Penyelesaian atas Hasil Produksi rusak atau reject sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dan Bahan Baku rusak atau reject sebagaimana dimaksud pada ayat (11) dapat digunakan sebagai laporan pertanggungjawaban atas Bahan Baku.
   
17. Ketentuan Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) diubah, dan di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 2 (dua) ayat yaitu ayat (2a) dan ayat (2b), sehingga Pasal 18 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 18

 

(1) Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau pejabat yang ditunjuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penerbitan NIPER Pembebasan secara periodik paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun sejak tanggal surat keputusan penerbitan NIPER Pembebasan.
(2) Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau pejabat yang ditunjuk dapat melakukan pemeriksaan lapangan dan pengujian persyaratan penerbitan NIPER Pembebasan.
(2a) Pelaksanaan monitoring dan evaluasi terhadap:
  1. Perusahaan berstatus perusahaan terbuka yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh masyarakat;
  2. Perusahaan yang termasuk Authorized Economic Operator; atau
  3. Perusahaan yang berstatus sebagai importir Mitra Utama (MITA) Prioritas dan importir Mitra Utama (MITA) Non Prioritas,
    1. dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko.
(2b) Hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada unit audit dan unit pengawasan sebagai bahan informasi awal.
(3) Dalam rangka pengawasan dan pelayanan fasilitas Pembebasan, Direktur Jenderal Bea dan Cukai dapat menentukan Kantor Wilayah atau KPU tempat pengawasan dan pelayanan fasilitas Pembebasan.
   
18. Ketentuan Pasal 20 ayat (1) diubah, dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan satu ayat yaitu ayat (1a), sehingga Pasal 20 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 20

 

(1) NIPER Pembebasan dibekukan dalam hal Perusahaan:
  1. tidak mengajukan permohonan perubahan data NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5;
  2. tidak melunasi utang bea masuk, pajak dalam rangka impor, dan/atau sanksi administrasi berupa denda sampai dengan jatuh tempo;
  3. tidak menyampaikan laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17;
  4. tidak menyerahkan dokumen yang diperlukan dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18;
  5. diduga melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan cukai dengan bukti permulaan yang cukup;
  6. tidak memasang papan nama yang sekurang-kurangnya berisi data nama perusahaan dan nomor NIPER Pembebasan pada lokasi penimbunan dan lokasi pabrik;
  7. tidak memenuhi ketentuan subkontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3); dan/atau
  8. tidak melakukan Impor atau Ekspor dengan fasilitas Pembebasan secara berturut-turut dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a dan Pasal 7 ayat (2) huruf b.
(1a) Pembekuan karena tidak memenuhi ketentuan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, berlaku selama 3 (tiga) bulan.
(2) Dalam hal NIPER Pembebasan dibekukan, Perusahaan tidak dapat memperoleh fasilitas Pembebasan atas Impor Bahan Baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
   
19. Ketentuan Pasal 21 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 21


NIPER Pembebasan yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dapat diberlakukan kembali, dalam hal Perusahaan:
  1. telah mengajukan permohonan perubahan pada data NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5;
  2. telah melunasi seluruh utang bea masuk, pajak dalam rangka impor, dan/atau sanksi administrasi berupa denda;
  3. telah menyampaikan laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17;
  4. telah menyerahkan dokumen yang diperlukan dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi;
  5. tidak terbukti melakukan tindak pidana kepabeanan dan cukai;
  6. telah memasang papan nama yang sekurang-kurangnya berisi data nama perusahaan dan nomor NIPER Pembebasan pada lokasi penimbunan dan lokasi pabrik;
  7. telah berakhir masa pembekuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1a); dan
  8. telah melakukan Impor atau Ekspor dengan fasilitas Pembebasan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a dan Pasal 7 ayat (2) huruf b.
   
20. Ketentuan Pasal 22 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diubah, sehingga Pasal 22 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 22


(1) NIPER Pembebasan dicabut dalam hal Perusahaan:
  1. tidak mengajukan permohonan perubahan data NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pembekuan NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf a;
  2. tidak melunasi seluruh utang bea masuk, pajak dalam rangka impor, dan/atau sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b sampai dengan diterbitkannya surat paksa;
  3. melakukan pembongkaran dan/atau penimbunan Bahan Baku di luar lokasi yang tercantum dalam NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) atau melakukan pembongkaran dan/atau penimbunan Bahan Baku di lokasi yang tidak diberikan persetujuan oleh Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau tidak diberitahukan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2);
  4. terbukti telah melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan berdasarkan putusan pengadilan;
  5. berubah status menjadi Pengusaha Kawasan Berikat atau Pengusaha di Kawasan Berikat;
  6. dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan;
  7. tidak menyimpan dan memelihara dengan baik pada tempat usahanya laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan selama 10 (sepuluh) tahun;
  8. tidak menyerahkan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan berdasarkan Laporan Hasil Audit Kepabeanan dan/atau Cukai;
  9. tidak lagi memenuhi persyaratan untuk memperoleh NIPER Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2); dan/atau
  10. mengajukan permohonan untuk dilakukan pencabutan NIPER Pembebasan.
(2) Dalam hal NIPER Pembebasan dicabut, badan usaha wajib melunasi seluruh tagihan yang terutang sesuai peraturan perundang- undangan di bidang kepabeanan dan perpajakan.
(3) Dalam hal NIPER Pembebasan dicabut karena perubahan status menjadi Pengusaha Kawasan Berikat atau Pengusaha di Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, atas Bahan Baku yang belum diselesaikan kewajiban kepabeanannya, sepanjang masih dalam periode Pembebasan, dapat dijadikan saldo awal Kawasan Berikat dan diperlakukan sebagai barang Impor dengan mendapat penangguhan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
(4) Dalam rangka pencabutan NIPER Pembebasan, dapat terlebih dahulu dilakukan audit kepabeanan.
   
21. Ketentuan Pasal 23 dihapus.
   
22. Ketentuan Pasal 24 dihapus.
   
23. Ketentuan Pasal 25 ayat (1) dihapus, dan ayat (2) dan ayat (3) diubah, sehingga Pasal 25 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 25

 

(1) Dihapus.
(2) Atas Impor Bahan Baku yang dikenakan cukai, diberlakukan ketentuan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang cukai.
(3) Atas Ekspor Hasil Produksi yang dikenakan Bea Keluar, diberlakukan ketentuan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
   
24. Di antara Pasal 25 dan Pasal 26 disisipkan satu Pasal, yaitu Pasal 25A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 25A


Sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b dapat diakses oleh Direktorat Jenderal Pajak dengan terlebih dahulu berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
   
25. Ketentuan Pasal 26 ayat (1) diubah, ayat (2) dihapus, sehingga bunyi pasal 26 menjadi sebagai berikut:

Pasal 26

 

(1) Perusahaan yang telah menerima fasilitas Pembebasan, dapat memanfaatkan fasilitas kepabeanan untuk kawasan berikat, sepanjang lokasinya berbeda.
(2) Dihapus.
(3) Dalam hal Perusahaan beralih menjadi perusahaan penerima fasilitas kepabeanan untuk kawasan berikat, terhadap realisasi Ekspor yang telah dilakukan oleh Perusahaan dapat diperhitungkan dalam penentuan batas penjualan hasil produksi dari kawasan berikat ke tempat lain dalam daerah pabean.


Pasal II


(1) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
  1. Terhadap Perusahaan yang telah memiliki NIPER Pembebasan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.04/2011 tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang Dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor, harus melakukan perubahan data NIPER Pembebasan sesuai persyaratan dalam Peraturan Menteri ini dalam jangka waktu paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak berlakunya Peraturan Menteri ini.
  2. Terhadap Perusahaan yang telah memiliki NIPER Pembebasan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.04/2011 tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang Dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor, dan belum mengajukan perubahan data NIPER Pembebasan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a, NIPER Pembebasan dibekukan.
  3. Terhadap impor yang dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.04/2011 tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang Dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor dan belum diselesaikan laporan pertanggungjawabannya, maka laporan pertanggungjawaban diselesaikan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.04/2011 tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang Dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor;
  4. Terhadap ekspor Hasil Produksi yang berasal dari Bahan Baku berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.04/2011 tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang Dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor, dan dari Bahan Baku berdasarkan Peraturan Menteri ini, laporan pertanggungjawaban diselesaikan berdasarkan Peraturan Menteri ini;
  5. Terhadap laporan pertanggungjawaban yang masih dalam proses pemeriksaan pada saat Peraturan Menteri ini diberlakukan, diselesaikan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.04/2011 tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang Dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor;
  6. Terhadap Surat Keputusan Pembebasan yang masih berlaku pada saat Peraturan Menteri ini diberlakukan, dinyatakan tetap berlaku dan atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah terutang tidak dipungut;
  7. Pasal 17 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.04/2013 dan Pasal 13 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 143/PMK.04/2011 tentang Gudang Berikat dinyatakan tidak berlaku.
(2) Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 Desember 2013
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

MUHAMAD CHATIB BASRI



Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 6 Desember 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDIN