Undang-Undang Nomor : 13 Tahun 2022

Kategori : Lainnya

Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 2022
 
TENTANG
 
PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011
TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
 
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
 

Menimbang :

  1. bahwa Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dalam mendukung tercapainya arah dan tujuan pembangunan hukum nasional dilaksanakan secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan untuk mewujudkan kepastian hukum dan kedaulatan berada di tangan rakyat sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. bahwa untuk mewujudkan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang terencana, terpadu, dan berkelanjutan dibutuhkan penataan dan perbaikan mekanisme Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sejak perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan hingga pengundangan dengan menambahkan antara lain pengaturan mengenai metode omnibus dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan serta memperkuat keterlibatan dan partisipasi masyarakat yang bermakna;
  3. bahwa Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan masih memerlukan penyempurnaan untuk dapat menampung kebutuhan hukum masyarakat mengenai aturan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik sehingga perlu diubah;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Mengingat :

  1. Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 183, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6398).
 

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 
MEMUTUSKAN:


Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN.
 

Pasal I


Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 183, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6398) diubah sebagai berikut:
 
1. Penjelasan Pasal 5 huruf g diubah sebagaimana tercantum dalam penjelasan.
   
2. Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 9


(1) Dalam hal suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.
(2) Dalam hal suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.
(3) Penanganan pengujian terhadap Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di lingkungan DPR dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPR yang membahas Rancangan Undang-Undang dengan melibatkan komisi yang membidangi hukum dan perundang-undangan.
(4) Dalam hal alat kelengkapan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sudah tidak ada pada saat Undang-Undang diuji di Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), komisi yang membidangi hukum dan perundang-undangan menjadi kuasa DPR.
(5) Penanganan pengujian terhadap Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penanganan pengujian Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang di Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di lingkungan Pemerintah dilaksanakan oleh menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan melibatkan menteri atau kepala lembaga terkait.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (41 diatur dalam Peraturan DPR serta penanganan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dalam Peraturan Presiden.
   
3. Setelah Bagian Keenam Bab IV ditambahkan I (satu) bagian, yakni Bagian Ketujuh sehingga berbunyi sebagai berikut:

Bagian Ketujuh
Perencanaan Peraturan Perundang-undangan
yang menggunakan Metode Omnibus

   
4. Di antara Pasal 42 dan Pasal 43 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 42A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 42A


Penggunaan metode omnibus dalam penyusunan suatu Rancangan Peraturan Perundang-undangan harus ditetapkan dalam dokumen perencanaan.
   
5. Ketentuan ayat (2) Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 49


(1) Rancangan Undang-Undang dari DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden.
(2) Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas Rancangan Undang-Undang disertai dengan daftar inventarisasi masalah bersama DPR dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak surat pimpinan DPR diterima.
(3) Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengoordinasikan persiapan pembahasan dengan menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
   
6. Ketentuan Pasal 58 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 58


(1) Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dikoordinasikan oleh menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
(2) Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh instansi vertikal kementerian atau lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
   
7. Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 64 disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (1a) dan ayat (1b) sehingga Pasal 64 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 64

 

(1) Penyusunan Rancangan Peraturan Perundang-undangan dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan.
(1a) Penyusunan Rancangan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan metode omnibus.
(1b) Metode omnibus sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) merupakan metode penyusunan Peraturan Perundang-undangan dengan:
  1. memuat materi muatan baru;
  2. mengubah materi muatan yang memiliki keterkaitan dan/atau kebutuhan hukum yang diatur dalam berbagai Peraturan Perundang-undangan yang jenis dan hierarkinya sama; dan/atau
  3. mencabut Peraturan Perundang-undangan yang jenis dan hierarkinya sama,
    1. dengan menggabungkannya ke dalam satu Peraturan Perundang-undangan untuk mencapai tujuan tertentu.
(2) Ketentuan mengenai teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
(3) Ketentuan mengenai perubahan terhadap teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.
   
8. Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 72 disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (1a) dan ayat (1b) serta ketentuan ayat (2) Pasal 72 diubah sehingga Pasal 72 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 72

(1) Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi Undang-Undang.
(1a) Dalam hal Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih terdapat kesalahan teknis penulisan, dilakukan perbaikan oleh pimpinan alat kelengkapan DPR yang membahas Rancangan Undang-Undang tersebut dan Pemerintah yang diwakili oleh kementerian yang membahas Rancangan Undang-Undang tersebut.
(1b) Hasil perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) harus mendapatkan persetujuan dari pimpinan alat kelengkapan DPR yang membahas Rancangan Undang-Undang tersebut dan wakil dari Pemerintah yang membahas Rancangan Undang-Undang tersebut.
(2) Perbaikan dan penyampaian Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (1b) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.

   
9. Ketentuan Pasal 73 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


Pasal 73

(1) Dalam hal Rancangan Undang-Undang yang telah disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 masih ditemukan kesalahan teknis penulisan, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara bersama dengan kementerian yang membahas Rancangan Undang-Undang tersebut melakukan perbaikan dengan melibatkan pimpinan alat kelengkapan DPR yang membahas Rancangan Undang-Undang tersebut.
(2) Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 atau Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disahkan oleh Presiden dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui bersama oleh DPR dan Presiden.
(3) Dalam hal Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui bersama, Rancangan Undang-Undang tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib diundangkan.
(4) Dalam hal sahnya Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kalimat pengesahannya berbunyi: Undang-Undang ini dinyatakan sah berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(5) Kalimat pengesahan yang berbunyi sebagaimana dimaksud pada ayat (a) harus dibubuhkan pada halaman terakhir Undang-Undang sebelum pengundangan naskah Undang-Undang ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

   
10. Penjelasan Pasal 78 diubah sebagaimana tercantum dalam penjelasan.
   
11. Ketentuan Pasal 85 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 85

 

(1) Pengundangan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 huruf a sampai dengan huruf c dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara.
(2) Pengundangan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 huruf d dan Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 dilaksanakan oleh menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
   
12. Penjelasan Pasal 95 diubah sebagaimana tercantum dalam penjelasan.
   
13. Ketentuan ayat (3) Pasal 95A diubah dan di antara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (3a) dan ayat (3b), serta penjelasan ayat (2) dan ayat (4) Pasal 95A diubah sehingga Pasal 95A berbunyi sebagai berikut:

Pasal 95A

(1) Pemantauan dan Peninjauan terhadap Undang-Undang dilakukan setelah Undang-Undang berlaku.
(2) Pemantauan dan Peninjauan terhadap Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh DPR, DPD, dan Pemerintah.
(3) Pemantauan dan Peninjauan terhadap Undang-Undang oleh DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikoordinasikan oleh alat kelengkapan yang khusus menangani bidang legislasi.
(3a) Pemantauan dan Peninjauan terhadap Undang-Undang oleh DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikoordinasikan oleh alat kelengkapan yang khusus menangani bidang perancangan Undang-Undang.
(3b) Pemantauan dan Peninjauan terhadap Undang-Undang oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikoordinasikan oleh menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dengan melibatkan menteri atau kepala lembaga yang terkait.
(4) Hasil dari Pemantauan dan Peninjauan terhadap Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat menjadi usul dalam penyusunan Prolegnas.
   
14. Ketentuan Pasal 96 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 96

 

(1) Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam setiap tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
(2) Pemberian masukan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara daring dan/atau luring.
(3) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan orang perseorangan atau kelompok orang yang terdampak langsung dan/atau mempunyai kepentingan atas materi muatan Rancangan Peraturan Perundang-undangan.
(4) Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Naskah Akademik dan/atau Rancangan Peraturan Perundang-undangan, dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.
(5) Dalam melaksanakan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembentuk Peraturan Perundang-undangan menginformasikan kepada masyarakat tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
(6) Untuk memenuhi hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembentuk Peraturan Perundang-undangan dapat melakukan kegiatan konsultasi publik melalui:
  1. rapat dengar pendapat umum;
  2. kunjungan kerja;
  3. seminar, lokakarya, diskusi; dan/atau
  4. kegiatan konsultasi publik lainnya.
(7) Hasil kegiatan konsultasi publik sebagaimana dimaksud pada ayat (6) menjadi bahan pertimbangan dalam perencanaan, penyusunan, dan pembahasan Rancangan Peraturan Perundang-undangan.
(8) Pembentuk Peraturan Perundang-undangan dapat menjelaskan kepada masyarakat mengenai hasil pembahasan masukan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (8) diatur dalam Peraturan DPR, Peraturan DPD, dan Peraturan Presiden.
   
15. Di antara Pasal 97 dan Pasal 98 disisipkan 4 (empat) pasal, yakni Pasal 97A, Pasal 97B, Pasal 97C, dan Pasal 97D sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 97A


Materi muatan yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus hanya dapat diubah dan/atau dicabut dengan mengubah dan/atau mencabut Peraturan Perundang-undangan tersebut.

Pasal 97B

(1) Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dapat dilakukan secara elektronik.
(2) Pembubuhan tanda tangan dalam setiap tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan sampai dengan pengundangan dapat menggunakan tanda tangan elektronik.
(3) Tanda tangan elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus tersertifikasi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(4) Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkekuatan hukum sama dengan Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk dalam bentuk cetak.
(5) Peraturan Perundang-undangan yang ditandatangani dengan tanda tangan elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berkekuatan hukum sama dengan Peraturan Perundang-undangan yang ditandatangani secara nonelektronik.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan DPR, Peraturan DPD, dan Peraturan Presiden.


Pasal 97C

Selain jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan yang telah diatur dalam Pasal 46 ayat (2), Pasal 47 ayat (3), Pasal 48 ayat (1), Pasal 54 ayat (2), Pasal 55 ayat (2), dan Pasal 58, kementerian atau lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan melakukan analisis dan evaluasi Peraturan Perundang-undangan.


Pasal 97D


Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 berlaku mutatis mutandis terhadap pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan peraturan kepala daerah Provinsi dan rancangan peraturan kepala daerah Kabupaten/Kota.

   
16. Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 98 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (1a) sehingga Pasal 98 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 98

(1) Setiap tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mengikutsertakan Perancang Peraturan Perundang-undangan.
(1a) Selain Perancang Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dapat mengikutsertakan analis hukum sesuai dengan kebutuhan.
(2) Ketentuan mengenai keikutsertaan dan pembinaan Perancang Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
   
17. Ketentuan Pasal 99 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 99


Selain Perancang Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1), tahapan pembentukan Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota mengikutsertakan analis legislatif dan tenaga ahli.
   
18. Ketentuan huruf D Bab II sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
   
19. Ketentuan angka 2, angka 3, angka 4, angka 5, angka 6, angka 7, angka 9, angka 10, angka 19, angka 31, angka 33, angka 77, angka 98, angka 104, angka 111, angka 158, angka 176, angka 180, angka 188, dan angka 190 Lampiran II Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan diubah dan disisipkan angka 2a, angka 3a, angka 4a, angka 27a, angka 27b, angka 41a, angka 41b, angka 41c, angka 41d, angka 66a, angka 69a, angka 109a, angka 111a, angka 111b, angka 111c, angka 111d, angka 111e, angka 111f, angka 111g, angka 111h, angka 111i, angka 111j, angka 111k, angka 189a, angka 190a, angka 190b, angka 233a, angka 233b, angka 234a, angka 236a, angka 236b, angka 236c, angka 256a, angka 270a, angka 270b, angka 270c, angka 284a, serta ditambahkan Bab IV huruf M dan huruf N sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
 

Pasal II


Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
 
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
 



Disahkan di Jakarta
pada tanggal 16 Juni 2022
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

JOKO WIDODO


 
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 Juni 2022
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

YASONNA H. LAOLY


 

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR 143




 
PENJELASAN

ATAS
 
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 2022
 
TENTANG
 
PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011
TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

 
I. UMUM

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Berdasarkan konsep negara hukum untuk mencapai tujuan negara diperlukan aturan hukum. Untuk mewujudkan aturan hukum melalui Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, perlu memperhatikan asas kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dalam mendukung tercapainya arah dan tujuan pembangunan hukum nasional dilaksanakan secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan dengan memperhatikan asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik.

 

Untuk mewujudkan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang terencana, terpadu, dan berkelanjutan dibutuhkan penataan dan perbaikan mekanisme Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sejak perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan hingga pengundangan. Penataan dan perbaikan dalam Undang-Undang ini selain merupakan tindak lanjut dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020, juga sebagai penyempurnaan terhadap beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Hal yang perlu disempurnakan antara lain:

  1. menambahkan metode omnibus;
  2. memperbaiki kesalahan teknis setelah persetujuan bersama antara DPR dan Presiden dalam rapat paripurna dan sebelum pengesahan dan pengundangan;
  3. memperkuat keterlibatan dan partisipasi masyarakat yang bermakna (meaningful participation);
  4. membentuk Peraturan Perundang-undangan secara elektronik;
  5. mengubah sistem pendukung dari peneliti menjadi pejabat fungsional lain yang ruang lingkup tugasnya terkait Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
  6. mengubah teknik penyusunan Naskah Akademik; dan
  7. mengubah teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan.

Metode omnibus dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dicantumkan sejak tahap perencanaan dalam dokumen perencanaan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Selanjutnya, metode omnibus digunakan dalam penyusunan Peraturan Perundang-undangan.

 

Dalam hal Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden masih terdapat kesalahan teknis penulisan, dilakukan perbaikan oleh pimpinan alat kelengkapan DPR yang membahas Rancangan Undang-Undang tersebut dan Pemerintah yang diwakili oleh kementerian yang membahas Rancangan Undang-Undang tersebut.

 

Dalam hal Rancangan Undang-Undang telah disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden masih ditemukan kesalahan teknis penulisan, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara bersama dengan kementerian yang membahas Rancangan Undang-Undang tersebut melakukan perbaikan dengan melibatkan pimpinan alat kelengkapan DPR yang membahas Rancangan Undang-Undang tersebut.

 

Penguatan keterlibatan dan partisipasi masyarakat yang bermakna dilakukan secara tertib dan bertanggung jawab dengan memenuhi tiga prasyarat; yaitu pertama, hak untuk didengarkan pendapatnya (right to be heard); kedua, hak untuk dipertimbangkan pendapatnya (right to be considered); dan ketiga, hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained).

 

Penambahan teknik penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, dan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dimuat dalam Lampiran I. Perubahan terhadap teknik penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, dan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dilakukan terhadap ketentuan Bab II huruf D tentang kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru yang akan diatur dalam Undang-Undang atau Peraturan Daerah terhadap aspek kehidupan masyarakat dan dampaknya terhadap aspek beban keuangan negara. Kajian tersebut didukung dengan analisis yang menggunakan metode tertentu, antara lain metode Regulatory Impact Analysis (RIA) dan metode Rule, Opportunity, Capacity, Communication, Interest, Process, and Ideology (ROCCIPI).

 

Perubahan juga dilakukan terhadap teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan beserta contohnya yang ditempatkan dalam lampiran II. Perubahan terhadap teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan dilakukan dengan menambahkan metode omnibus untuk memberikan pedoman yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membentuk Peraturan Perundang-undangan.

   
II. PASAL DEMI PASAL
   
  Pasal I

Angka 1

Pasal 5

Huruf a

Yang dimaksud dengan "asas kejelasan tujuan" adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.


Huruf b

Yang dimaksud dengan "asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat" adalah bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak berwenang.


Huruf c

Yang dimaksud dengan "asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan" adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan.


Huruf d

Yang dimaksud dengan "asas dapat dilaksanakan" adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.


Huruf e

Yang dimaksud dengan "asas kedayagunaan dan kehasilgunaan" adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.


Huruf f

Yang dimaksud dengan "asas kejelasan rumusan" adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.


Huruf g

Yang dimaksud dengan "asas keterbukaan" adalah bahwa Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan, termasuk Pemantauan dan Peninjauan memberikan akses kepada publik yang mempunyai kepentingan dan terdampak langsung untuk mendapatkan informasi dan/atau memberikan masukan pada setiap tahapan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang dilakukan secara lisan dan/atau tertulis dengan cara daring (dalam jaringan) dan/atau luring (luar jaringan).


Angka 2

Pasal 9

Cukup jelas.


Angka 3

Cukup jelas.


Angka 4

Pasal 42A

Yang dimaksud dengan "dokumen perencanaan" antara lain adalah Prolegnas, program penyusunan Peraturan Pemerintah, program penyusunan Peraturan Presiden, Prolegda Provinsi, dan Prolegda Kabupaten/Kota.


Angka 5

Pasal 49

Cukup jelas.


Angka 6

Pasal 58

Ayat (1)

Dalam pelaksanaan koordinasi pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi oleh menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan melibatkan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, menteri atau kepala lembaga yang terkait dengan materi muatan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Provinsi, DPRD Provinsi, serta pihak lain yang dipandang perlu sesuai dengan kebutuhan.


Ayat (2)

Cukup jelas.


Angka 7

Pasal 64

Ayat (1)

Cukup jelas.


Ayat (1a)

Cukup jelas.


Ayat (1b)

Huruf a

Yang dimaksud dengan "materi muatan baru" adalah:

  1. materi muatan yang sebelumnya belum diatur dalam Peraturan Perundang-undangan yang metode omnibus; dan/atau
  2. penambahan materi muatan dalam Peraturan Perundang-undangan yang diubah dalam Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus.

Huruf b

Cukup jelas.


Huruf c

Cukup jelas.


Ayat (2)

Cukup jelas.


Ayat (3)

Cukup jelas.


Angka 8

Pasal 72

Ayat (1)

Cukup jelas.


Ayat (1a)

Yang dimaksud dengan "kesalahan teknis penulisan" antara lain adalah huruf yang tidak lengkap, rujukan pasal atau ayat yang tidak tepat, salah ketik, dan/atau judul atau nomor urut bab, bagian, paragraf, pasal, ayat, atau butir yang tidak sesuai, yang bersifat tidak substansial.


Ayat (1b)

Cukup jelas.


Ayat (2)

Cukup jelas.


Angka 9

Pasal 73

Ayat (1)

Kementerian yang membahas Rancangan Undang-Undang adalah menteri yang ditugasi oleh Presiden untuk mewakili Pemerintah dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang dimaksud di DPR.


Ayat (2)

Cukup jelas.


Ayat (3)

Cukup jelas.


Ayat (4)

Cukup jelas.


Ayat (5)

Cukup jelas.


Angka 10

Pasal 78

Ayat (1)

Rancangan Peraturan Daerah Provinsi antara lain di bidang pajak daerah dan retribusi daerah, anggaran pendapatan dan belanja daerah, serta tata ruang yang telah disetujui bersama oleh DPRD Provinsi dan gubernur wajib dievaluasi terlebih dahulu oleh menteri sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan sebelum ditetapkan. Contohnya, ketentuan mengenai kewajiban evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana diatur dalam undang-undang mengenai hubungan keuangan pusat dan daerah.


Ayat (2)

Cukup jelas.


Angka 11

Pasal 85

Cukup jelas.


Angka 12

Pasal 95

Naskah Peraturan Perundang-undangan yang disebarluaskan mudah diakses oleh pemangku kepentingan dan seluruh masyarakat, termasuk penyandang disabilitas.


Angka 13

Pasal 95A

Ayat (1)

Cukup jelas.


Ayat (2)

Cukup jelas.


Ayat (3)

Cukup jelas.


Ayat (3a)

Kegiatan Pemantauan dan Peninjauan terhadap Undang-Undang oleh DPD hanya meliputi Undang-Undang yang berkaitan dengan ketentuan Pasal 22D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.


Ayat (3b)

Cukup jelas.


Ayat (4)

Hasil dari Pemantauan dan Peninjauan terhadap Undang-Undang yang digunakan sebagai usul dalam penyusunan Prolegnas diwujudkan dalam bentuk Naskah Akademik dan/atau Rancangan Undang-Undang.


Angka 14

Pasal 96

Ayat (1)

Cukup jelas.


Ayat (2)

Cukup jelas.


Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "kelompok orang" adalah kelompok/organisasi masyarakat, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat yang terdaftar di kementerian yang berwenang, masyarakat hukum adat, dan penyandang disabilitas.


Ayat (4)

Cukup jelas.


Ayat (5)

Yang dimaksud dengan "menginformasikan" termasuk dalam Prolegnas, program pembentukan Peraturan Pemerintah, program pembentukan Peraturan Presiden, Prolegda Provinsi, serta Prolegda Kabupaten/Kota.


Ayat (6)

Cukup jelas.


Ayat (7)

Cukup jelas.


Ayat (8)

Yang dimaksud dengan "hasil pembahasan" antara lain laporan rapat.


Ayat (9)

Cukup jelas.


 

Angka 15

Pasal 97A

Yang dimaksud dengan "hanya dapat diubah dan/atau dicabut dengan mengubah dan/atau mencabut Peraturan Perundang-undangan tersebut" yaitu contoh, Pasal 6 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Pasal tersebut hanya dapat diubah dan/atau dicabut dengan melakukan perubahan dan/atau pencabutan terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Contoh lain, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang tidak diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Pasal tersebut hanya dapat diubah dan/atau dicabut dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.


Pasal 97B

Ayat (1)

Cukup jelas.


Ayat (2)

Cukup jelas.


Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "tersertifikasi" adalah tanda tangan elektronik yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Perundang-undangan di bidang informasi dan transaksi elektronik.


Ayat (4)

Yang dimaksud dengan "berkekuatan hukum sama dengan Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk dalam bentuk cetak" adalah bahwa Peraturan Perundang-undangan yang dibuat secara elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat secara nonelektronik.


Ayat (5)

Yang dimaksud dengan "berkekuatan hukum sama dengan Peraturan Perundang-undangan yang ditandatangani secara nonelektronik adalah bahwa tanda tangan elektronik yang dibubuhkan dalam Peraturan Perundang-undangan memiliki kekuatan hukum yang sama dengan Peraturan Perundang-undangan yang ditandatangani secara nonelektronik. Misalnya, dalam tahapan perencanaan, penyusunan, dan pembahasan dilakukan secara nonelektronik, tetapi pada saat penetapan/pengesahan atau pengundangan menggunakan tanda tangan elektronik.


Ayat (6)

Cukup jelas.


Pasal 97C

Cukup jelas.


Pasal 97D

Cukup jelas.


Angka 16

Pasal 98

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "Perancang Peraturan Perundang-undangan" adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak, secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan penyusunan Rancangan Peraturan Perundang-undangan dan/atau instrumen hukum lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

 

Ayat (1a)

Cukup jelas.


Ayat (2)

Cukup jelas.


Angka 17

Pasal 99

Yang dimaksud dengan "analis legislatif" adalah aparatur sipil negara yang bertugas memberikan dukungan dalam pembentukan Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Yang dimaksud dengan "tenaga ahli" adalah tenaga ahli pada alat kelengkapan DPR, DPD, serta DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.


Angka 18

Cukup jelas.


Angka 19

Cukup jelas.


Pasal II

Cukup jelas.




TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6801