Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
1. | Penjelasan Pasal 5 huruf g diubah sebagaimana tercantum dalam penjelasan. | ||||||||||||||||||
2. | Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 9
|
||||||||||||||||||
3. | Setelah Bagian Keenam Bab IV ditambahkan I (satu) bagian, yakni Bagian Ketujuh sehingga berbunyi sebagai berikut: Bagian Ketujuh
Perencanaan Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan Metode Omnibus |
||||||||||||||||||
4. | Di antara Pasal 42 dan Pasal 43 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 42A sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 42A
Penggunaan metode omnibus dalam penyusunan suatu Rancangan Peraturan Perundang-undangan harus ditetapkan dalam dokumen perencanaan. |
||||||||||||||||||
5. | Ketentuan ayat (2) Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 49
|
||||||||||||||||||
6. | Ketentuan Pasal 58 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 58
|
||||||||||||||||||
7. | Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 64 disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (1a) dan ayat (1b) sehingga Pasal 64 berbunyi sebagai berikut: Pasal 64
|
||||||||||||||||||
8. | Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 72 disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (1a) dan ayat (1b) serta ketentuan ayat (2) Pasal 72 diubah sehingga Pasal 72 berbunyi sebagai berikut: Pasal 72
|
||||||||||||||||||
9. | Ketentuan Pasal 73 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 73
|
||||||||||||||||||
10. | Penjelasan Pasal 78 diubah sebagaimana tercantum dalam penjelasan. | ||||||||||||||||||
11. | Ketentuan Pasal 85 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 85
|
||||||||||||||||||
12. | Penjelasan Pasal 95 diubah sebagaimana tercantum dalam penjelasan. | ||||||||||||||||||
13. | Ketentuan ayat (3) Pasal 95A diubah dan di antara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (3a) dan ayat (3b), serta penjelasan ayat (2) dan ayat (4) Pasal 95A diubah sehingga Pasal 95A berbunyi sebagai berikut: Pasal 95A
|
||||||||||||||||||
14. | Ketentuan Pasal 96 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 96
|
||||||||||||||||||
15. | Di antara Pasal 97 dan Pasal 98 disisipkan 4 (empat) pasal, yakni Pasal 97A, Pasal 97B, Pasal 97C, dan Pasal 97D sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 97A
Materi muatan yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus hanya dapat diubah dan/atau dicabut dengan mengubah dan/atau mencabut Peraturan Perundang-undangan tersebut. Pasal 97B
Pasal 97C Selain jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan yang telah diatur dalam Pasal 46 ayat (2), Pasal 47 ayat (3), Pasal 48 ayat (1), Pasal 54 ayat (2), Pasal 55 ayat (2), dan Pasal 58, kementerian atau lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan melakukan analisis dan evaluasi Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 97D
Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 berlaku mutatis mutandis terhadap pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan peraturan kepala daerah Provinsi dan rancangan peraturan kepala daerah Kabupaten/Kota. |
||||||||||||||||||
16. | Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 98 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (1a) sehingga Pasal 98 berbunyi sebagai berikut: Pasal 98
|
||||||||||||||||||
17. | Ketentuan Pasal 99 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 99
Selain Perancang Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1), tahapan pembentukan Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota mengikutsertakan analis legislatif dan tenaga ahli. |
||||||||||||||||||
18. | Ketentuan huruf D Bab II sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini. | ||||||||||||||||||
19. | Ketentuan angka 2, angka 3, angka 4, angka 5, angka 6, angka 7, angka 9, angka 10, angka 19, angka 31, angka 33, angka 77, angka 98, angka 104, angka 111, angka 158, angka 176, angka 180, angka 188, dan angka 190 Lampiran II Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan diubah dan disisipkan angka 2a, angka 3a, angka 4a, angka 27a, angka 27b, angka 41a, angka 41b, angka 41c, angka 41d, angka 66a, angka 69a, angka 109a, angka 111a, angka 111b, angka 111c, angka 111d, angka 111e, angka 111f, angka 111g, angka 111h, angka 111i, angka 111j, angka 111k, angka 189a, angka 190a, angka 190b, angka 233a, angka 233b, angka 234a, angka 236a, angka 236b, angka 236c, angka 256a, angka 270a, angka 270b, angka 270c, angka 284a, serta ditambahkan Bab IV huruf M dan huruf N sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini. |
I. | UMUM Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Berdasarkan konsep negara hukum untuk mencapai tujuan negara diperlukan aturan hukum. Untuk mewujudkan aturan hukum melalui Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, perlu memperhatikan asas kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dalam mendukung tercapainya arah dan tujuan pembangunan hukum nasional dilaksanakan secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan dengan memperhatikan asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik.
Untuk mewujudkan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang terencana, terpadu, dan berkelanjutan dibutuhkan penataan dan perbaikan mekanisme Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sejak perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan hingga pengundangan. Penataan dan perbaikan dalam Undang-Undang ini selain merupakan tindak lanjut dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020, juga sebagai penyempurnaan terhadap beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Hal yang perlu disempurnakan antara lain:
Metode omnibus dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dicantumkan sejak tahap perencanaan dalam dokumen perencanaan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Selanjutnya, metode omnibus digunakan dalam penyusunan Peraturan Perundang-undangan.
Dalam hal Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden masih terdapat kesalahan teknis penulisan, dilakukan perbaikan oleh pimpinan alat kelengkapan DPR yang membahas Rancangan Undang-Undang tersebut dan Pemerintah yang diwakili oleh kementerian yang membahas Rancangan Undang-Undang tersebut.
Dalam hal Rancangan Undang-Undang telah disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden masih ditemukan kesalahan teknis penulisan, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara bersama dengan kementerian yang membahas Rancangan Undang-Undang tersebut melakukan perbaikan dengan melibatkan pimpinan alat kelengkapan DPR yang membahas Rancangan Undang-Undang tersebut.
Penguatan keterlibatan dan partisipasi masyarakat yang bermakna dilakukan secara tertib dan bertanggung jawab dengan memenuhi tiga prasyarat; yaitu pertama, hak untuk didengarkan pendapatnya (right to be heard); kedua, hak untuk dipertimbangkan pendapatnya (right to be considered); dan ketiga, hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained).
Penambahan teknik penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, dan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dimuat dalam Lampiran I. Perubahan terhadap teknik penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, dan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dilakukan terhadap ketentuan Bab II huruf D tentang kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru yang akan diatur dalam Undang-Undang atau Peraturan Daerah terhadap aspek kehidupan masyarakat dan dampaknya terhadap aspek beban keuangan negara. Kajian tersebut didukung dengan analisis yang menggunakan metode tertentu, antara lain metode Regulatory Impact Analysis (RIA) dan metode Rule, Opportunity, Capacity, Communication, Interest, Process, and Ideology (ROCCIPI).
Perubahan juga dilakukan terhadap teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan beserta contohnya yang ditempatkan dalam lampiran II. Perubahan terhadap teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan dilakukan dengan menambahkan metode omnibus untuk memberikan pedoman yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membentuk Peraturan Perundang-undangan.
|
II. | PASAL DEMI PASAL |
Pasal I Angka 1
Pasal 5
Huruf a
Yang dimaksud dengan "asas kejelasan tujuan" adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat" adalah bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak berwenang.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan" adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "asas dapat dilaksanakan" adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "asas kedayagunaan dan kehasilgunaan" adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Huruf f
Yang dimaksud dengan "asas kejelasan rumusan" adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
Huruf g
Yang dimaksud dengan "asas keterbukaan" adalah bahwa Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan, termasuk Pemantauan dan Peninjauan memberikan akses kepada publik yang mempunyai kepentingan dan terdampak langsung untuk mendapatkan informasi dan/atau memberikan masukan pada setiap tahapan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang dilakukan secara lisan dan/atau tertulis dengan cara daring (dalam jaringan) dan/atau luring (luar jaringan).
Angka 2
Pasal 9
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Pasal 42A
Yang dimaksud dengan "dokumen perencanaan" antara lain adalah Prolegnas, program penyusunan Peraturan Pemerintah, program penyusunan Peraturan Presiden, Prolegda Provinsi, dan Prolegda Kabupaten/Kota.
Angka 5
Pasal 49
Cukup jelas.
Angka 6
Pasal 58
Ayat (1)
Dalam pelaksanaan koordinasi pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi oleh menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan melibatkan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, menteri atau kepala lembaga yang terkait dengan materi muatan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Provinsi, DPRD Provinsi, serta pihak lain yang dipandang perlu sesuai dengan kebutuhan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Angka 7
Pasal 64
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (1a)
Cukup jelas.
Ayat (1b)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "materi muatan baru" adalah:
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 8
Pasal 72
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (1a)
Yang dimaksud dengan "kesalahan teknis penulisan" antara lain adalah huruf yang tidak lengkap, rujukan pasal atau ayat yang tidak tepat, salah ketik, dan/atau judul atau nomor urut bab, bagian, paragraf, pasal, ayat, atau butir yang tidak sesuai, yang bersifat tidak substansial.
Ayat (1b)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Angka 9
Pasal 73
Ayat (1)
Kementerian yang membahas Rancangan Undang-Undang adalah menteri yang ditugasi oleh Presiden untuk mewakili Pemerintah dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang dimaksud di DPR.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Angka 10
Pasal 78
Ayat (1)
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi antara lain di bidang pajak daerah dan retribusi daerah, anggaran pendapatan dan belanja daerah, serta tata ruang yang telah disetujui bersama oleh DPRD Provinsi dan gubernur wajib dievaluasi terlebih dahulu oleh menteri sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan sebelum ditetapkan. Contohnya, ketentuan mengenai kewajiban evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana diatur dalam undang-undang mengenai hubungan keuangan pusat dan daerah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Angka 11
Pasal 85
Cukup jelas.
Angka 12
Pasal 95
Naskah Peraturan Perundang-undangan yang disebarluaskan mudah diakses oleh pemangku kepentingan dan seluruh masyarakat, termasuk penyandang disabilitas.
Angka 13
Pasal 95A
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (3a)
Kegiatan Pemantauan dan Peninjauan terhadap Undang-Undang oleh DPD hanya meliputi Undang-Undang yang berkaitan dengan ketentuan Pasal 22D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Ayat (3b)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Hasil dari Pemantauan dan Peninjauan terhadap Undang-Undang yang digunakan sebagai usul dalam penyusunan Prolegnas diwujudkan dalam bentuk Naskah Akademik dan/atau Rancangan Undang-Undang.
Angka 14
Pasal 96
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "kelompok orang" adalah kelompok/organisasi masyarakat, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat yang terdaftar di kementerian yang berwenang, masyarakat hukum adat, dan penyandang disabilitas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan "menginformasikan" termasuk dalam Prolegnas, program pembentukan Peraturan Pemerintah, program pembentukan Peraturan Presiden, Prolegda Provinsi, serta Prolegda Kabupaten/Kota.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Yang dimaksud dengan "hasil pembahasan" antara lain laporan rapat.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Angka 15
Pasal 97A
Yang dimaksud dengan "hanya dapat diubah dan/atau dicabut dengan mengubah dan/atau mencabut Peraturan Perundang-undangan tersebut" yaitu contoh, Pasal 6 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Pasal tersebut hanya dapat diubah dan/atau dicabut dengan melakukan perubahan dan/atau pencabutan terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Contoh lain, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang tidak diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Pasal tersebut hanya dapat diubah dan/atau dicabut dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Pasal 97B
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "tersertifikasi" adalah tanda tangan elektronik yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Perundang-undangan di bidang informasi dan transaksi elektronik.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "berkekuatan hukum sama dengan Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk dalam bentuk cetak" adalah bahwa Peraturan Perundang-undangan yang dibuat secara elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat secara nonelektronik.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan "berkekuatan hukum sama dengan Peraturan Perundang-undangan yang ditandatangani secara nonelektronik adalah bahwa tanda tangan elektronik yang dibubuhkan dalam Peraturan Perundang-undangan memiliki kekuatan hukum yang sama dengan Peraturan Perundang-undangan yang ditandatangani secara nonelektronik. Misalnya, dalam tahapan perencanaan, penyusunan, dan pembahasan dilakukan secara nonelektronik, tetapi pada saat penetapan/pengesahan atau pengundangan menggunakan tanda tangan elektronik.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 97C
Cukup jelas.
Pasal 97D
Cukup jelas.
Angka 16
Pasal 98
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "Perancang Peraturan Perundang-undangan" adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak, secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan penyusunan Rancangan Peraturan Perundang-undangan dan/atau instrumen hukum lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Ayat (1a)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Angka 17
Pasal 99
Yang dimaksud dengan "analis legislatif" adalah aparatur sipil negara yang bertugas memberikan dukungan dalam pembentukan Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Yang dimaksud dengan "tenaga ahli" adalah tenaga ahli pada alat kelengkapan DPR, DPD, serta DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Angka 18
Cukup jelas.
Angka 19
Cukup jelas.
Pasal II Cukup jelas.
|
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.