Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER - 22/PJ/2019

Kategori : Lainnya

Kode Etik Dan Kode Perilaku Pegawai Di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 22/PJ/2019
 
TENTANG

KODE ETIK DAN KODE PERILAKU PEGAWAI DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

   
Menimbang :
  1. bahwa dalam rangka mendukung upaya Penguatan Budaya Organisasi yang merupakan tema sentral Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan serta untuk mewujudkan misi ketiga Direktorat Jenderal Pajak dalam menjamin penyelenggaraan negara yang berdaulat dan mandiri dengan aparatur pajak yang berintegritas, kompeten, dan profesional serta untuk mendukung efektivitas penerapan kode etik dan kode perilaku pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak;
  2. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.01/2018 tentang Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kementerian Keuangan, perlu diatur lebih lanjut mengenai Kode Etik dan Kode Perilaku sesuai dengan kondisi dan karakteristik Direktorat Jenderal Pajak yang ditetapkan dalam peraturan Direktur Jenderal Pajak;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak;
Mengingat :
  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
  2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3250) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3424);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4450);
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135);
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6037);
  7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.01/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1961);
  8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.01/2018 tentang Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1835);

MEMUTUSKAN:


Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG KODE ETIK DAN KODE PERILAKU PEGAWAI DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK.


BAB I
KETENTUAN UMUM
 
Pasal 1


Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:
  1. Pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disebut Pegawai adalah Aparatur Sipil Negara dan Calon Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, termasuk Pegawai Negeri Sipil dari kementerian/lembaga/instansi lain yang mendapat penugasan di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
  2. Kode Etik dan Kode Perilaku adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan Pegawai dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi serta pergaulan hidup sehari-hari yang bertujuan untuk menJaga martabat dan kehormatan Pegawai, bangsa, dan negara.
  3. Majelis/Komisi Kehormatan Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai Direktorat Jenderal Pajak, yang selanjutnya disebut Majelis adalah tim yang bersifat tidak tetap (ad hoc) yang dibentuk di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dan bertugas melakukan penegakan atas pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku yang dilakukan oleh Pegawai berdasarkan asas kejujuran dan keadilan.
  4. Pelanggaran adalah segala bentuk ucapan, tulisan, gambar dan/atau perbuatan Pegawai yang bertentangan dengan Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai.
  5. Pejabat yang Berwenang adalah Menteri Keuangan, Pejabat yang Berwenang membentuk Majelis dan menjatuhkan sanksi, atau pejabat lain yang ditunjuk.
  6. Terlapor adalah Pegawai yang diduga melakukan Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai.
  7. Pelapor adalah pihak yang memberitahukan kepada Pejabat yang Berwenang terkait adanya Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai yang sedang dan/atau telah terjadi.
  8. Pengaduan adalah pemberitahuan yang disertai bukti/keterangan dan permintaan oleh pihak yang berkepentingan untuk dilakukan pemeriksaan dan/atau penelitian terhadap Pegawai yang diduga telah melakukan Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai.
  9. Temuan adalah sekumpulan data dan/atau informasi terkait dugaan Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai yang diperoleh dari hasil pengawasan/monitoring yang dilakukan oleh atasan langsung, Unit Kepatuhan Internal (UKI), dan/atau Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).
  10. Bukti/keterangan yang memadai adalah bukti awal untuk menduga adanya pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai sekurang-kurangnya satu alat bukti berupa surat/tulisan, keterangan ahli, keterangan saksi, pengakuan Terlapor.
  11. Alasan yang sah adalah alasan yang dapat dipertanggungjawabkan yang disampaikan oleh Pegawai secara tertulis dan dituangkan dalam surat permohonan/pemberitahuan serta disetujui oleh atasan langsung.
  12. Benturan kepentingan (conflict of interest) adalah situasi dimana Pegawai memiliki atau patut diduga memiliki kepentingan pribadi atau kepentingan kelompok atas setiap penggunaan wewenang yang dimilikinya sehingga dapat mempengaruhi kualitas keputusan dan/atau tindakannya.
  13. Dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
  14. Media Sosial adalah media berbasis internet yang bersifat dua arah dan terbuka bagi siapa saja, yang memungkinkan para penggunanya dengan mudah berinteraksi, berpartisipasi, berdiskusi, berkolaborasi, berbagi, serta menciptakan dan berbagi isi.

BAB II
LANDASAN PERILAKU PEGAWAI
 
Pasal 2


Dalam berperilaku sehari-hari, setiap Pegawai harus berlandaskan pada:
a. Nilai-nilai; dan
b. Kode Etik dan Kode Perilaku.

  

Pasal 3


Nilai-nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a meliputi:
a. nilai dasar Aparatur Sipil Negara; dan
b. Nilai-Nilai Kementerian Keuangan.

                    

Pasal 4


Nilai Dasar Aparatur Sipil Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a yang harus dijunjung tinggi oleh Pegawai meliputi:
a. memegang teguh ideologi Pancasila;
b. setia dan mempertahankan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta pemerintahan yang sah;
c. mengabdi kepada negara dan rakyat Indonesia;
d. menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak;
e. membuat keputusan berdasarkan prinsip keahlian;
f. menciptakan lingkungan kerja yang nondiskriminatif;
g. memelihara dan menjunjung tinggi standar etika yang luhur;
h. mempertanggungjawabkan tindakan dan kinerjanya kepada publik;
i. memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan dan program pemerintah;
j. memberikan layanan kepada publik secara JUJUr, tanggap, cepat, tepat, akurat, berdaya guna, berhasil guna, dan santun;
k. mengutamakan kepemimpinan berkualitas tinggi;
l. menghargai komunikasi, konsultasi, dan kerja sama;
m. mengutamakan pencapaian hasil dan mendorong kinerja Pegawai;
n. mendorong kesetaraan dalam pekerjaan; dan
o. meningkatkan efektivitas sistem pemerintahan yang demokratis sebagai perangkat sistem karier.

                    

Pasal 5


Nilai-Nilai Kementerian Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b meliputi:
a. Integritas, yang berarti seluruh Pegawai harus berpikir, berkata, berperilaku, dan bertindak dengan baik dan benar serta selalu memegang teguh Kode Etik dan prinsip-prinsip moral;
b. Profesionalisme, yang berarti seluruh Pegawai harus bekerja dengan tuntas dan akurat berdasarkan kompetensi terbaik dan penuh tanggung jawab serta komitmen yang tinggi;
c. Sinergi, yang berarti seluruh Pegawai harus berkomitmen untuk membangun dan memastikan hubungan kerja sama internal yang produktif serta kemitraan yang harmonis dengan para pemangku kepentingan, untuk menghasilkan karya yang bermanfaat dan berkualitas;
d. Pelayanan, yang berarti seluruh Pegawai harus memberikan pelayanan untuk memenuhi kepuasan para pemangku kepentingan dan dilaksanakan dengan sepenuh hati, transparan, cepat, akurat, dan aman; dan
e. Kesempurnaan, yang berarti seluruh Pegawai harus senantiasa melakukan upaya perbaikan di segala bidang untuk menjadi dan memberikan yang terbaik.


BAB III
KODE ETIK DAN KODE PERILAKU PEGAWAI
 
Pasal 6


Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai ditetapkan dengan tujuan untuk:
a. meningkatkan disiplin Pegawai;
b. menjamin terpeliharanya ketertiban;
c. menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan iklim kerja yang kondusif; dan
d. menciptakan dan memelihara kontribusi kerja serta perilaku yang profesional.
                    

Pasal 7


(1) Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai dibangun berdasarkan pada Nilai-Nilai Kementerian Keuangan yang terdiri dari Nilai Integritas, Nilai Profesionalisme, Nilai Sinergi, Nilai Pelayanan, dan Nilai Kesempurnaan.
(2) Butir Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai serta contoh perbuatan yang mencerminkan Nilai Integritas, Nilai Profesionalisme, Nilai Sinergi, Nilai Pelayanan, dan Nilai Kesempurnaan terdapat dalam Lampiran I.

     

BAB IV
PENCEGAHAN
 
Pasal 8


(1) Untuk mencegah terjadinya Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai, seluruh pimpinan unit kerja harus:
a. memberdayakan UKI;
b. berkoordinasi dengan unit kerja Eselon II sebagai UKI pada Direktorat Jenderal Pajak dalam melaksanakan pengawasan internal; dan
c. menginternalisasi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan dan ketentuan yang berhubungan dengan penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku kepada Pegawai di lingkungan kerjanya.
(2) Sebagai bagian dari pencegahan terjadinya Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atasan langsung agar senantiasa memberikan pemahaman, keteladanan, serta melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap bawahannya.


BAB V
PENEGAKAN

Bagian Kesatu
Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai
 
Pasal 9

(1) Dugaan terjadinya Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai diperoleh dari Pengaduan dan/atau Temuan.
(2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:
a. Pengaduan yang berasal dari Pegawai; dan/atau
b. Pengaduan yang berasal dari masyarakat.
(3) Temuan terhadap pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai terdiri atas:
a. Temuan atasan Terlapor;
b. Temuan UKI; dan/atau
c. Temuan APIP.
(4) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan melalui:
a. Secara langsung dapat dilaporkan melalui saluran pengaduan Direktorat Jenderal Pajak, yaitu Help Desk Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur (KITSDA), dengan cara Pelapor bertatap muka langsung dengan petugas penerima laporan;
b. Secara tidak langsung dapat dilaporkan melalui saluran pengaduan Direktorat Jenderal Pajak, sebagai berikut:
1. Saluran telepon (021) 52970777;
2. Kring Pajak 1500200;
3. Surat elektronik kode.etik@pajak.go.id;
4. Surat elektronik pengaduan@pajak.go.id;
5. SIKKA masing-masing pegawai;
6. Surat tertulis yang ditujukan kepada:
a) Direktur Jenderal Pajak;
b) Direktur KITSDA;
c) Pimpinan Unit Vertikal Direktorat Jenderal Pajak.
c. Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
a. waktu dan tempat kejadian;
b. bukti dan/atau keterangan saksi; dan
c. identitas Pelapor dan Terlapor.

 


Bagian Kedua
Penegakan oleh Atasan Langsung

Pasal 10


(1) Setiap atasan langsung Terlapor yang mengetahui dugaan telah terjadi Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai wajib melakukan penelitian atas Temuan dan/atau Pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan menjaga kerahasiaan identitas Pelapor.
(2) Langkah-langkah atasan langsung Terlapor dalam melakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut:
a. melakukan penelitian dugaan pelanggaran secara mandiri dan dalam hal diperlukan dapat didampingi oleh UKI;
b. meminta keterangan, klarifikasi, tanggapan dan/atau pembelaan diri dari Terlapor disertai dengan bukti atas dugaan Pelanggaran;
c. apabila berdasarkan hasil penelitian ditemukan dugaan terjadinya Pelanggaran Disiplin Pegawai Negeri Sipil, atasan langsung memproses pemeriksaan pelanggaran disiplin sesuai ketentuan yang berlaku.
(3) Dalam hal penelitian atas dugaan Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai tidak didukung dengan bukti yang memadai, atasan langsung Pegawai harus menghentikan penelitian.
(4) Dalam hal hasil penelitian atas dugaan Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai terdapat bukti yang cukup dan memiliki unsur:
a. kesengajaan/berencana dan tanpa paksaan;
b. pengulangan, kecuali untuk dugaan Pelanggaran yang mengandung unsur suku, agama, ras dan antargolongan, serta tindakan asusila; dan
c. berdampak terhadap kinerja, citra, dan/atau merugikan Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, Pemerintah; dan/atau Negara;
maka atasan langsung Terlapor wajib meneruskan secara hierarki kepada Pejabat yang Berwenang membentuk Majelis Kode Etik.
(5) Hasil penelitian yang dilakukan oleh atasan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disusun dalam Laporan Hasil Penelitian dengan menggunakan Lampiran II, yang paling sedikit memuat:
a. identitas Pelapor dan Terlapor;
b. kronologis kejadian;
c. analisis; dan
d. simpulan dan rekomendasi.
(6) Laporan Hasil Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menjadi dasar bagi atasan langsung dalam tindak lanjut Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai.
(7) Dalam hal dugaan pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai terbukti namun tidak mengandung unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (4), maka atasan langsung melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. melakukan penegakan/penguatan Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai secara mandiri paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak terbuktinya dugaan pelanggaran yang didokumentasikan dalam Berita Acara Dialog Penguatan Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai secara manual atau elektronik sesuai format yang tercantum dalam Lampiran III;
b. menerbitkan surat pernyataan tidak bersalah bagi Terlapor, dalam hal dugaan pelanggaran tidak terbukti, paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tidak terbuktinya dugaan pelanggaran sesuai format yang tercantum dalam Lampiran IV.


Bagian Ketiga
Pembentukan Majelis
 
Pasal 11


(1) Direktur Jenderal Pajak untuk dan atas nama Menteri Keuangan menetapkan pembentukan Majelis di tingkat Direktorat Jenderal Pajak untuk memeriksa para:
a. Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama;
b. Pejabat Fungsional Ahli Madya; dan
c. pejabat lain yang berkedudukan setara dengan pejabat sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
(2) Pembentukan Majelis untuk memeriksa Pegawai lainnya selain yang telah disebutkan pada ayat (1) dilaksanakan oleh pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak untuk dan atas nama Menteri Keuangan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Penetapan Majelis untuk memeriksa para Pejabat Administrator, Pejabat Pengawas, Pejabat Fungsional Ahli Muda, Pejabat Fungsional Keterampilan Penyelia, dan pejabat lain yang berkedudukan setara, dilakukan oleh Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama untuk dan atas nama Menteri Keuangan; dan
b. Penetapan Majelis untuk memeriksa para Pejabat Pelaksana, Pejabat Fungsional Ahli Pertama, Pejabat Fungsional Keterampilan Mahir, Pejabat Fungsional Keterampilan Pemula dan pejabat lain yang berkedudukan setara, dilakukan oleh Pejabat Administrator untuk dan atas nama Menteri Keuangan.
(3) Pembentukan Majelis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan melalui surat perintah paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya Laporan Hasil Penelitian oleh atasan langsung sesuai format yang tercantum dalam Lampiran V.

                    

Pasal 12


(1) Keanggotaan Majelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, terdiri atas:
a. 1 (satu) orang ketua merangkap anggota;
b. 1 (satu) orang sekretaris merangkap anggota; dan
c. paling kurang 3 (tiga) orang anggota.
(2) Dalam hal anggota Majelis lebih dari 5 (lima) orang, maka jumlahnya harus ganjil.
(3) Jabatan anggota Majelis tidak boleh lebih rendah dari jabatan Terlapor.
(4) Paling kurang salah satu anggota Majelis berasal dari unsur UKI.


Pasal 13


Dalam hal terdapat anggota Majelis yang berhalangan sementara atau berhalangan tetap, maka Pejabat yang Berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dapat menunjuk anggota Majelis pengganti melalui surat perintah sesuai format yang tercantum dalam Lampiran VI.


Bagian Keempat
Mekanisme Penegakan Kode Etik oleh Majelis
 
Pasal 14


(1) Majelis melakukan pemanggilan pertama secara tertulis kepada Terlapor paling singkat 7 (tujuh) hari kerja sebelum tanggal pemeriksaan oleh Majelis.
(2) Dalam hal Terlapor tidak memenuhi panggilan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pemanggilan kedua dengan jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak Terlapor seharusnya hadir pada panggilan pertama.
(3) Dalam hal Terlapor tidak bersedia memenuhi panggilan kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tanpa alasan yang sah, Majelis merekomendasikan sanksi moral berdasarkan alat bukti yang ada tanpa dilakukan pemeriksaan.
(4) Dalam hal Terlapor memenuhi panggilan, Majelis melakukan pemeriksaan terhadap Terlapor.
(5) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dalam sidang tertutup yang dihadiri oleh seluruh anggota Majelis.
(6) Keputusan Majelis diambil secara musyawarah mufakat.
(7) Dalam hal musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak tercapai, keputusan diambil dengan suara terbanyak.
(8) Dalam hal suara terbanyak sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak tercapai, Ketua Majelis harus mengambil keputusan.
(9) Majelis mengambil keputusan setelah memeriksa dan memberi kesempatan kepada Terlapor untuk membela diri.
(10) Keputusan Majelis dituangkan dalam Laporan Hasil Sidang Majelis sesuai format yang tercantum dalam Lampiran VII.
     

Pasal 15


(1) Keputusan Majelis yang dituangkan dalam Laporan Hasil Sidang Majelis (LHSM) sebagaimana dimaksud Pasal 14 berupa rekomendasi:
a. penjatuhan sanksi moral; atau
b. pernyataan tidak bersalah,
harus disampaikan kepada atasan langsung atau Pejabat yang Berwenang paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal keputusan Majelis.
(2) Majelis menyampaikan rekomendasi penjatuhan sanksi moral atas Terlapor kepada Pejabat yang Berwenang untuk diterbitkan keputusan pengenaan sanksi moral dengan menggunakan format Lampiran VIII.
(3) Pelaksanaan keputusan sanksi moral oleh Pejabat yang Berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya LHSM.
(4) Majelis menyampaikan rekomendasi pernyataan tidak bersalah kepada atasan langsung Terlapor untuk diterbitkan Keputusan Tidak Bersalah oleh atasan langsung dengan menggunakan format Lampiran IX.
(5) Penyampaian Keputusan Tidak Bersalah kepada Terlapor dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal diterimanya LHSM.
(6) Keputusan Majelis yang dituangkan dalam LHSM bersifat final.


Bagian Kelima
Sanksi Moral
 
Pasal 16


(1) Pegawai yang melakukan Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai yang selanjutnya disebut dengan Pelaku Pelanggaran, dikenakan sanksi moral berupa:
a. pernyataan secara tertutup; atau
b. pernyataan secara terbuka.
(2) Pertimbangan Majelis dalam menentukan jenis sanksi moral antara lain adalah sebagai berikut:
a. nilai dan budaya yang berlaku di masyarakat setempat;
b. cakupan pihak yang dirugikan akibat Pelanggaran, semakin luas cakupan pihak yang dirugikan maka semakin berat sanksi yang dikenakan;
c. dampak pelanggaran pada citra Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan maupun Pemerintah, semakin besar dampak pelanggaran maka semakin berat sanksi yang dikenakan;
d. jabatan dari Pelaku Pelanggaran, semakin tinggi jabatan Pelaku Pelanggaran maka semakin berat sanksi yang dikenakan;
e. unsur kesengajaan dari pelanggaran, apabila pelanggaran tersebut dilakukan dengan sengaja maka semakin berat sanksi yang dikenakan;
f. frekuensi pelanggaran, semakin banyak frekuensi pelanggaran, maka semakin berat sanksi yang dikenakan;
g. jumlah etika yang dilanggar, semakin banyak etika yang dilanggar maka semakin berat sanksi yang dikenakan; dan
h. sebagai inisiator, apabila pelanggaran dilakukan bersama-sama oleh beberapa pegawai maka pegawai yang bertindak sebagai inisiator pelanggaran dikenakan sanksi yang lebih berat.
(3) Penyampaian sanksi moral tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh Pejabat yang Berwenang atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Pejabat yang Berwenang menjatuhkan sanksi moral di dalam ruang tertutup yang dihadiri oleh Pelaku Pelanggaran serta pejabat atau pihak lain yang terkait.
(4) Pejabat lain yang ditunjuk oleh Pejabat yang Berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak boleh memiliki jabatan/pangkat golongan lebih rendah dari Pelaku Pelanggaran.
(5) Sanksi moral berupa pernyataan secara terbuka di Unit Kerja Pelaku Pelanggaran, disampaikan Pejabat yang Berwenang menjatuhkan sanksi moral atau pejabat lain yang ditunjuk melalui:
a. forum pertemuan resmi Pegawai;
b. apel rutin Pegawai.
(6) Penyampaian sanksi moral sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan sebanyak 1 (satu) kali dan wajib dihadiri oleh Pelaku Pelanggaran.
(7) Pelaku Pelanggaran yang tidak hadir pada saat penyampaian keputusan sanksi tanpa disertai alasan yang sah tetap dianggap menerima keputusan sanksi moral tersebut.
(8) Dalam hal tempat kedudukan Pejabat yang Berwenang dan tempat Pelaku Pelanggaran yang dikenakan sanksi moral berjauhan atau telah mengalami mutasi, maka:
a. Pejabat yang Berwenang dapat meminta pejabat lain atau atasan langsungnya untuk menyampaikan sanksi moral dimaksud;
b. Pejabat yang ditunjuk tidak lebih rendah dari Pegawai yang dikenakan sanksi.
(9) Pelaku Pelanggaran yang dikenakan sanksi moral harus membuat pernyataan permohonan maaf dan/atau penyesalan sesuai format yang tercantum dalam Lampiran X.
(10) Dalam hal Pelaku Pelanggaran yang dikenakan sanksi moral tidak bersedia membuat pernyataan permohonan maaf dan/atau penyesalan, dijatuhi hukuman disiplin dengan tingkat yang paling ringan berdasarkan ketentuan mengenai disiplin Pegawai Negeri Sipil.

       
BAB VI
PEMANTAUAN DAN EVALUASI
 
Pasal 17


(1) Seluruh hasil pemrosesan terhadap dugaan Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai, yang meliputi:
a. Laporan Hasil Penelitian;
b. Berita Acara Dialog Penguatan Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai;
c. Surat Pernyataan Tidak Bersalah
d. Laporan Hasil Sidang Majelis Kode Etik;
e. Keputusan Pengenaan Sanksi Moral;
f. Keputusan Tidak Bersalah; dan/atau
g. Surat Permohonan Maaf;
disampaikan secara berjenjang kepada Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak dan unit kerja Eselon II sebagai UKI pada Direktorat Jenderal Pajak.
(2) Direktur Jenderal Pajak menyampaikan laporan pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Inspektur Jenderal dengan tembusan kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Biro Sumber Daya Manusia.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan paling kurang 1 (satu) tahun sekali dan dapat dilakukan secara manual dan/atau elektronik.
(4) Unit kerja Eselon II sebagai UKI pada Direktorat Jenderal Pajak melakukan koordinasi dengan atasan langsung dalam hal:
a. atasan langsung belum melakukan penelitian atas dugaan Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai yang dilakukan oleh bawahannya;
b. terdapat ketidaksesuaian dalam menentukan simpulan dan rekomendasi hasil penelitian oleh atasan langsung dan terdapat informasi lain yang didapat dari pihak ketiga; atau
c. Pejabat yang Berwenang tidak menindaklanjuti hasil rekomendasi dari Majelis Kode Etik.


BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
 
Pasal 18


Proses penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai yang sedang berjalan pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, diselesaikan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.01/2018 tentang Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kementerian Keuangan.
          

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
 
Pasal 19


Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku enam bulan sejak tanggal ditetapkan.




Ditetapkan di Jakarta,
pada tanggal 31 Desember 2019
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd.

SURYO UTOMO