Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR PER - 28/BC/2013
TENTANG
TATALAKSANA PINDAH LOKASI PENIMBUNAN BARANG IMPOR YANG BELUM DISELESAIKAN KEWAJIBAN PABEANNYA DARI SATU TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA KE TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA LAINNYA
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
Menimbang :
- bahwa dalam upaya meningkatkan pelayanan terhadap permohonan pindah lokasi penimbunan barang impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya dan sinkronisasi dengan sistem komputer pelayanan pada Kantor Pabean, perlu diatur pemanfaatan teknologi informasi dalam tatalaksana pindah lokasi penimbunan;
- bahwa peningkatan volume perdagangan internasional berdampak pada daya tampung di Tempat Penimbunan Sementara di pelabuhan bongkar atau muat sehingga diperlukan upaya untuk mencegah terjadinya stagnasi;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Tatalaksana Pindah Lokasi Penimbunan Barang Impor yang Belum Diselesaikan Kewajiban Pabeannya Dari Satu Tempat Penimbunan Sementara ke Tempat Penimbunan Sementara Lainnya;
Mengingat :
- Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.04/2007 tentang Kawasan Pabean dan Tempat Penimbunan sementara;
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.01/2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
- Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-54/BC/2010 tentang Tatalaksana Pertukaran Data Elektronik pada Tempat Penimbunan Sementara;
- Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor UM.002/38/18/DJPL-11 tentang Standar Kinerja Pelayanan Operasional Pelabuhan;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG TATALAKSANA PINDAH LOKASI PENIMBUNAN BARANG IMPOR YANG BELUM DISELESAIKAN KEWAJIBAN PABEANNYA DARI SATU TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA KE TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA LAINNYA.
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
- Tempat Penimbunan Sementara yang selanjutnya disingkat dengan TPS adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di kawasan pabean untuk menimbun barang, sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
- TPS Asal adalah TPS di Kawasan Pabean tempat pembongkaran yang merupakan TPS tempat asal barang impor yang diajukan PLP ditimbun.
- TPS Tujuan adalah TPS tempat tujuan barang impor yang diajukan PLP akan ditimbun.
- Pindah Lokasi Penimbunan yang selanjutnya disingkat dengan PLP adalah pemindahan lokasi penimbunan barang impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya dari TPS Asal ke TPS Tujuan yang berada dalam satu wilayah pengawasan Kantor Pabean.
- Sistem Tempat Penimbunan Sementara Online yang selanjutnya disingkat dengan Sistem TPS Online adalah sistem Pertukaran Data Elektronik antara Kantor Pabean dengan TPS atas data yang berhubungan dengan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari TPS serta administrasi lainnya.
- Tingkat Penggunaan Lapangan Penumpukan (Yard Occupancy Ratio) yang selanjutnya disingkat dengan YOR adalah perbandingan antara jumlah penggunaan lapangan penumpukan dengan lapangan penumpukan yang tersedia (siap operasi) yang dihitung dalam satuan ton hari atau m3 hari.
- Tingkat Penggunaan Gudang (Shed Occupancy Ratio) yang selanjutnya disingkat dengan SOR adalah perbandingan antara jumlah penggunaan ruang penumpukan dengan ruang penumpukan yang tersedia yang dihitung dalam satuan ton hari atau m3 hari.
- Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan.
- Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
- Pejabat Bea Dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
(1) |
PLP dapat dilakukan dalam hal:
a. |
YOR atau SOR TPS sama dengan atau lebih tinggi dari batas standar utilisasi fasilitas yang ditetapkan oleh instansi teknis yang bertanggung jawab di bidang pelabuhan. |
b. |
pada TPS Asal tidak tersedia tempat penimbunan barang impor konsolidasi, yaitu pengangkutan barang impor menggunakan satu peti kemas untuk lebih dari satu penerima barang atau menggunakan 1 (satu) peti kemas untuk lebih dari 1 (satu) house bill of lading dengan penerima barang yang sama (Less than Container Load/LCL); |
c. |
pada TPS Asal tidak tersedia lapangan atau gudang penumpukan barang impor yang membutuhkan sarana dan prasarana yang khusus atau penggunaan kapasitas tempat penumpukan dengan sarana dan prasarana yang khusus yang tersedia mencapai sama dengan atau lebih tinggi dari batas standar utilisasi fasilitas; |
d. |
barang impor berupa barang kena cukai yang akan dilekati pita cukai di TPS Tujuan; |
e. |
barang impor konsolidasi dalam 1 (satu) master airway bill atau master bill of lading; atau |
f. |
berdasarkan pertimbangan Kepala Kantor Pabean dimungkinkan terjadi stagnasi setelah mendapatkan masukan dari Pengusaha TPS Asal. |
|
(2) |
Dalam rangka optimalisasi pelayanan dan/atau pengawasan, Kepala Kantor Pabean dapat menolak permohonan PLP atas barang impor dengan pertimbangan tertentu seperti kategori risiko importir, prasarana di TPS Tujuan, dan risiko saat pemindahan barang. |
(1) |
Pengusaha TPS Asal mengajukan permohonan PLP kepada Kepala Kantor Pabean u.p. Pejabat Bea dan Cukai yang menangani administrasi manifest dengan mencantumkan:
a. |
alasan permohonan PLP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1); |
b. |
nama TPS Tujuan; |
c. |
keterangan atau data mengenai YOR atau SOR TPS Asal dan TPS Tujuan; |
d. |
nomor dan tanggal BC 1.1; dan |
e. |
nomor, ukuran, dan jumlah peti kemas atau jenis dan jumlah kemasan. |
|
(2) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan dalam bentuk tulisan di atas formulir atau dalam bentuk data elektronik. |
(3) |
Dalam hal Kantor Pabean telah menerapkan Sistem TPS Online, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan dalam bentuk data elektronik. |
(4) |
Format permohonan PLP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) |
Terhadap permohonan PLP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai yang menangani administrasi manifest melakukan penelitian:
a. |
pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2; dan |
b. |
penyelesaian kewajiban pabean bahwa atas barang impor yang bersangkutan harus belum diajukan pemberitahuan pabean impor. |
|
(2) |
Pejabat Bea dan Cukai yang menangani administrasi manifest atas nama Kepala Kantor Pabean memutuskan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) diterima secara lengkap. |
(3) |
Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
a. |
diterakan dalam lembar permohonan PLP, untuk permohonan yang diajukan dalam bentuk tulisan di atas formulir; atau |
b. |
diterbitkan respon melalui sistem TPS Online, untuk permohonan yang diajukan dalam bentuk data elektronik. |
|
(4) |
Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pejabat Bea dan Cukai yang menangani administrasi manifest tidak memutuskan persetujuan atau penolakan, permohonan PLP dianggap disetujui dan persetujuan tersebut:
a. |
diterakan dalam lembar permohonan PLP, untuk permohonan yang diajukan dalam bentuk tulisan di atas formulir; atau |
b. |
diterbitkan respon melalui sistem TPS Online, untuk permohonan yang diajukan dalam bentuk data elektronik. |
|
(1) |
Barang impor yang telah mendapat persetujuan untuk dilakukan PLP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) atau ayat (4), dapat diajukan permohonan pembatalan oleh Pengusaha TPS Asal dengan alasan barang impor telah diajukan pemberitahuan pabean impor sebelum dilakukan pemindahan barang. |
(2) |
Pengajuan permohonan pembatalan PLP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk seluruh kemasan atau peti kemas yang termasuk dalam 1 (satu) dokumen pengangkutan (bill of lading atau airway bill) atau pos manifest dari barang impor yang bersangkutan. |
(3) |
Persetujuan PLP dibatalkan dalam hal barang impor dilakukan penegahan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang menangani penindakan dan penyidikan. |
(4) |
Format permohonan pembatalan PLP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) |
Pengangkutan barang impor hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan PLP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) atau ayat (4). |
(2) |
Terhadap barang impor yang diangkut dari TPS Asal ke TPS Tujuan dilakukan penyegelan dan/atau pengawalan. |
(3) |
Petugas Bea dan Cukai yang melakukan penyegelan mencantumkan nomor dan tanggal persetujuan PLP pada tanda pengaman. |
(4) |
Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi TPS Asal dan TPS Tujuan memberikan catatan pengeluaran dan pemasukan barang impor pada lembar persetujuan PLP. |
(5) |
Dalam hal TPS telah menerapkan Sistem Pintu Otomatis TPS:
a. |
pengeluaran atau pemasukan barang dari atau ke TPS dilakukan tanpa diberikan catatan oleh Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (4); dan |
b. |
data-data pengeluaran atau pemasukan barang yang disampaikan melalui sistem TPS Online dan hasil cetak Sistem Pintu Otomatis TPS menjadi bukti realisasi pengeluaran atau pemasukan barang. |
|
(1) |
Pejabat Bea dan Cukai yang menangani penindakan dan penyidikan dapat melakukan pemeriksaan menggunakan alat pemindai terhadap barang impor yang telah diberikan persetujuan PLP dalam hal terdapat indikasi pelanggaran di bidang kepabeanan dan/atau cukai. |
(2) |
Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan adanya dugaan pelanggaran di bidang kepabeanan dan/atau cukai, Pejabat Bea dan Cukai yang menangani penindakan dan penyidikan melakukan penegahan terhadap barang impor untuk pemeriksaan lebih lanjut. |
Pasal 8
(1) |
Tata kerja pengajuan dan pelaksanaan PLP dengan permohonan dalam bentuk tulisan di atas formulir adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(2) |
Tata kerja pengajuan dan pelaksanaan PLP dengan permohonan dalam bentuk data elektronik adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) |
Pengusaha TPS Asal menyelenggarakan pembukuan atas barang impor yang diberikan persetujuan PLP dan telah dikeluarkan dari TPS Asal. |
(2) |
Pengusaha TPS Tujuan menyelenggarakan pembukuan atas barang impor yang diberikan persetujuan PLP dan telah selesai ditimbun di TPS Tujuan. |
(3) |
Dalam hal Kantor Pabean telah menerapkan Sistem TPS Online, pengusaha TPS Asal dan pengusaha TPS Tujuan menyampaikan realisasi pengeluaran dan pemasukan barang impor dari dan ke TPS dalam bentuk data elektronik melalui Sistem TPS Online. |
(4) |
Dalam hal Kantor Pabean belum menerapkan Sistem TPS Online, pengusaha TPS Asal dan pengusaha TPS Tujuan menyampaikan laporan bulanan rekapitulasi PLP dalam bentuk tulisan di atas formulir kepada Kepala Kantor Pabean u.p. Pejabat Bea dan Cukai yang menangani administrasi manifest paling lambat pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya. |
(5) |
Format laporan bulanan rekapitulasi PLP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pengusaha TPS Asal bertanggung jawab atas Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak Dalam Rangka Impor yang terutang atas barang impor yang dilakukan PLP sampai dengan barang impor yang bersangkutan selesai dibongkar di TPS Tujuan.
(1) |
Jika Pengusaha TPS Asal tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4), permohonan PLP berikutnya tidak dilayani sampai dengan ketentuan tersebut dipenuhi. |
(2) |
Jika Pengusaha TPS Tujuan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4), permohonan PLP dengan tujuan TPS yang bersangkutan dilakukan penolakan. |
(1) |
Dalam hal Sistem TPS Online pada Kantor Pabean tidak berfungsi dan/atau mengalami gangguan selama lebih dari 6 (enam) jam kerja, permohonan PLP disampaikan dalam bentuk tulisan di atas formulir. |
(2) |
Pengusaha TPS merekam persetujuan PLP disertai catatan pengeluaran atau pemasukan barang, setelah Sistem TPS Online sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi kembali. |
Penghitungan jangka waktu penimbunan barang impor yang dilakukan PLP dihitung sejak ditimbun di TPS Tujuan.
Dalam hal berdasarkan pertimbangan Kepala Kantor Pabean dimungkinkan terjadi stagnasi yang berdampak pada terganggunya pelayanan dan/atau pengawasan di bidang kepabeanan, Kepala Kantor Pabean dapat meminta kepada pengusaha TPS untuk memindahkan barang impor yang telah mendapatkan surat persetujuan pengeluaran barang (SPPB).
(1) |
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:
a. |
terhadap persetujuan PLP yang diberikan sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini, tetap berlaku; dan |
b. |
terhadap permohonan PLP yang diajukan sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini dan masih dalam proses penelitian, tetap diproses sesuai Peraturan Direktur Jenderal Nomor P-26/BC/2007 tentang Tatalaksana Pindah Lokasi Penimbunan Barang Impor yang Belum Diselesaikan Kewajiban Kepabeanannya Dari Satu Tempat Penimbunan Sementara ke tempat Penimbunan Sementara Lainnya sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Nomor P-05/BC/2008. |
|
(2) |
Pemberlakuan ketentuan pengajuan permohonan PLP dan penyampaian realisasi pengeluaran dan pemasukan barang impor dari dan ke TPS dalam bentuk data elektronik pada Kantor Pabean yang telah menerapkan Sistem TPS Online dilakukan paling lambat pada tanggal 1 April 2014. |
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Nomor
P-26/BC/2007 tentang Tatalaksana Pindah Lokasi Penimbunan Barang Impor yang Belum Diselesaikan Kewajiban Kepabeanannya Dari Satu Tempat Penimbunan Sementara ke Tempat Penimbunan Sementara Lainnya sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Nomor
P-05/BC/2008, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal 11 November 2013.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Oktober 2013
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
ttd.
AGUNG KUSWANDONO
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.