Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 191/PMK.04/2016

Kategori : Lainnya

Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Persenjataan, Amunisi, Perlengkapan Militer Dan Kepolisian, Termasuk Suku Cadang, Serta Barang Dan Bahan Yang Dipergunakan Untuk Menghasilkan Barang Yang Dipergunakan Bagi Keperluan Pertahanan Dan Keamanan Negara


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 191/PMK.04/2016
 
TENTANG

PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR PERSENJATAAN, AMUNISI, PERLENGKAPAN MILITER DAN KEPOLISIAN, TERMASUK SUKU CADANG, SERTA BARANG DAN BAHAN YANG DIPERGUNAKAN UNTUK MENGHASILKAN BARANG YANG DIPERGUNAKAN BAGI KEPERLUAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

               
Menimbang :
  1. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.04/2009 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Persenjataan, Amunisi, Perlengkapan Militer dan Kepolisian, Termasuk Suku Cadang, serta Barang dan Bahan yang Dipergunakan untuk Menghasilkan Barang yang Dipergunakan bagi Keperluan Pertahanan dan Keamanan Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 212/PMK.011/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.04/2009 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Persenjataan, Amunisi, Perlengkapan Militer dan Kepolisian, Termasuk Suku Cadang, serta Barang dan Bahan yang Dipergunakan untuk Menghasilkan Barang yang Dipergunakan bagi Keperluan Pertahanan dan Keamanan Negara, atas impor persenjataan, amunisi, perlengkapan militer dan kepolisian, termasuk suku cadang, serta barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang yang dipergunakan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara diberikan pembebasan bea masuk;
  2. bahwa dalam rangka memberikan pembebasan bea masuk atas impor peralatan dan/atau persenjataan untuk mendukung pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme di bidang pencegahan dan pemberantasan terorisme, perlu dilakukan penyempurnaan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 25 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Persenjataan, Amunisi, Perlengkapan Militer dan Kepolisian, Termasuk Suku Cadang, serta Barang dan Bahan yang Dipergunakan untuk Menghasilkan Barang yang Dipergunakan bagi Keperluan Pertahanan dan Keamanan Negara;     
Mengingat :
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
               

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR PERSENJATAAN, AMUNISI, PERLENGKAPAN MILITER DAN KEPOLISIAN, TERMASUK SUKU CADANG, SERTA BARANG DAN BAHAN YANG DIPERGUNAKAN UNTUK MENGHASILKAN BARANG YANG DIPERGUNAKAN BAGI KEPERLUAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA.
       
       

Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
2. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
3. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya Kewajiban Pabean.
4. Rencana Impor Barang yang selanjutnya disingkat RIB adalah daftar barang dan bahan yang akan diimpor oleh industri tertentu untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara dalam periode tertentu yang telah disetujui dan ditandasahkan oleh pejabat yang berwenang.
   
           

Pasal 2


Pembebasan bea masuk diberikan terhadap barang impor berupa:
a. persenjataan, amunisi, perlengkapan militer dan kepolisian, termasuk suku cadang, dan barang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara; atau
b. barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara.
 
         

Pasal 3


(1) Barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a merupakan barang yang digunakan oleh:
a. Lembaga Kepresidenan;
b. Kementerian Pertahanan;
c. Markas Besar Tentara Nasional Indonesia;
d. Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia;
e. Badan Intelijen Negara;
f. Lembaga Sandi Negara;
g. Badan Narkotika Nasional; atau
h. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
(2) Barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah barang sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

       

Pasal 4


(1) Barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b merupakan barang dan bahan yang digunakan oleh industri tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai produsen barang untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara dan untuk menghasilkan barang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara.
(2) Barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah barang dan bahan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
      
          

Pasal 5


(1) Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, diimpor oleh kementerian/lembaga/badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
(2) Impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dapat dilaksanakan oleh pihak ketiga, berdasarkan perjanjian pengadaan barang dan/atau jasa dengan kementerian/lembaga/badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
(3) Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, diimpor oleh industri tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai produsen barang untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara, berdasarkan perjanjian pengadaan barang dan/atau jasa dengan:
a. Kementerian Pertahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b;
b. Markas Besar Tentara Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c; dan/atau
c. Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d.


Pasal 6


(1) Untuk mendapatkan pembebasan bea masuk atas impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, kementerian/lembaga/badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), harus mengajukan surat permohonan kepada Kepala Kantor Pabean tempat pemasukan barang.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mencantumkan uraian barang dan nomor daftar barang sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan:
a. dalam hal barang impor berasal dari pembelian:
1. dokumen pembelian atau dokumen pelengkap pabean yang dipersyaratkan; dan
2. perjanjian pengadaan barang dan/atau jasa yang menyebutkan secara tegas bahwa harga dalam perjanjian tersebut tidak meliputi pembayaran bea masuk, apabila diimpor oleh pihak ketiga.
b. dalam hal barang impor berasal dari hibah, berupa dokumen hibah.
(4) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh:
a. Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara atau pejabat paling rendah setingkat eselon II yang ditunjuk oleh Menteri Sekretaris Negara, dalam hal barang diimpor oleh Lembaga Kepresidenan;
b. Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan atau pejabat paling rendah setingkat eselon II yang ditunjuk oleh Menteri Pertahanan, dalam hal barang diimpor oleh Kementerian Pertahanan;
c. Asisten Logistik atau Wakil Asisten Logistik Panglima Tentara Nasional Indonesia atau pejabat paling rendah setingkat eselon II yang ditunjuk oleh Panglima Tentara Nasional Indonesia, dalam hal barang diimpor oleh Tentara Nasional Indonesia;
d. Deputi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Bidang Logistik atau pejabat paling rendah setingkat eselon II yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dalam hal barang diimpor oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia;
e. Sekretaris Utama atau pejabat paling rendah setingkat eselon II yang ditunjuk oleh Kepala Badan Intelijen Negara, dalam hal barang diimpor oleh Badan Intelijen Negara;
f. Sekretaris Utama Lembaga Sandi Negara atau pejabat paling rendah setingkat eselon II yang ditunjuk oleh Kepala Lembaga Sandi Negara, dalam hal barang diimpor oleh Lembaga Sandi Negara;
g. Sekretaris Utama Badan Narkotika Nasional atau pejabat paling rendah setingkat eselon II yang ditunjuk oleh Kepala Badan Narkotika Nasional, dalam hal barang diimpor oleh Badan Narkotika Nasional; atau
h. Sekretaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme atau pejabat paling rendah setingkat eselon II yang ditunjuk oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dalam hal barang diimpor oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
(5) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(6) Dalam hal permohonan pembebasan bea masuk disetujui, Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pembebasan bea masuk menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(7) Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (6), memuat rincian jumlah, jenis, dan nilai pabean dari barang yang diberikan pembebasan bea masuk, serta penunjukan pelabuhan tempat pembongkaran.
(8) Dalam hal atas impor barang yang diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (6) juga diberikan fasilitas pajak dalam rangka impor sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Persetujuan dicantumkan dalam Keputusan Menteri Keuangan mengenai pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (6), sepanjang tidak diatur lain berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan
b. Apabila barang impor berasal dari pembelian, perjanjian pengadaan barang dan/atau jasa harus menyebutkan secara tegas bahwa harga dalam perjanjian tersebut tidak meliputi pembayaran pajak dalam rangka impor.
(9) Dalam hal permohonan pembebasan bea masuk ditolak, Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri membuat surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
   
          

Pasal 7


Untuk mendapatkan pembebasan bea masuk atas impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a yang tidak tercantum dalam Lampiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), kementerian/lembaga/badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) mengajukan permohonan pembebasan bea masuk kepada Menteri melalui Direktur Jenderal.
  
            

Pasal 8


Untuk mendapatkan pembebasan bea masuk atas impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a yang akan dipergunakan oleh kementerian/lembaga/badan yang tugas dan fungsinya di bidang pertahanan dan keamanan negara selain kementerian/lembaga/badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), permohonan pembebasan bea masuk diajukan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal.
               

Pasal 9


(1) Untuk mendapatkan pembebasan bea masuk atas impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, industri tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) mengajukan permohonan pembebasan bea masuk kepada Direktur Jenderal, dengan paling sedikit melampirkan:
a. perjanjian pengadaan barang dan/atau jasa yang menyebutkan secara tegas bahwa harga dalam perjanjian pengadaan barang dan/atau jasa tidak meliputi pembayaran bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor;
b. fotokopi izin usaha dengan memperlihatkan asli dokumen kepada Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk;
c. fotokopi keputusan mengenai penetapan sebagai industri tertentu yang memproduksi barang untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara;
d. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang digunakan sebagai identitas dalam pemenuhan hak dan kewajiban di bidang kepabeanan;
e. fotokopi Angka Pengenal Importir (API-P/APIT); dan
f. Rencana Impor Barang (RIB).
(2) Rencana Impor Barang (RIB) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, disetujui dan ditandasahkan oleh:
a. Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan;
b. Asisten Logistik Panglima Tentara Nasional Indonesia;
c. Deputi Logistik Kepala Kepolisian Republik Indonesia; atau
d. pejabat paling rendah setingkat eselon II yang ditunjuk oleh Menteri Pertahanan, Panglima Tentara Nasional Indonesia, atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia,
dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam Peraturan Menteri ini.
(3) Atas permohonan yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai pembebasan bea masuk atas impor barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam Peraturan Menteri ini.
(4) Atas permohonan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Direktur Jenderal menyampaikan surat penolakan disertai dengan alasan penolakan.
               

Pasal 10


(1) Kepala Kantor Pabean melakukan pengawasan terhadap jenis dan jumlah barang impor yang telah diberikan fasilitas pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui sistem aplikasi pelayanan secara elektronik.
(3) Dalam hal Kantor Pabean belum menerapkan sistem aplikasi pelayanan secara elektronik, dan importasi barang dilakukan secara terpisah, pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemotongan kuota.
               

Pasal 11


Untuk mendapatkan pembebasan bea masuk atas impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b yang tidak termasuk dalam Lampiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), industri tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) mengajukan permohonan pembebasan bea masuk kepada Menteri melalui Direktur Jenderal.
               

Pasal 12


(1) Atas permohonan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 11, Menteri memberikan persetujuan atau penolakan.
(2) Dalam hal permohonan pembebasan bea masuk disetujui, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pembebasan bea masuk.
(3) Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memuat rincian jumlah, jenis, dan nilai pabean dari barang yang diberikan pembebasan bea masuk, serta penunjukan pelabuhan tempat pembongkaran.
(4) Dalam hal permohonan pembebasan bea masuk ditolak, Direktur Jenderal atas nama Menteri membuat surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.

    

Pasal 13


Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini:
1. permohonan pembebasan bea masuk yang masih dalam tahap pemrosesan;
2. permohonan pembebasan bea masuk yang telah diterbitkan Keputusan Menteri Keuangan, tetapi belum direalisasikan impornya atau belum direalisasikan seluruhnya,
diselesaikan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.04/2009 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Persenjataan, Amunisi, Perlengkapan Militer dan Kepolisian, Termasuk Suku Cadang, serta Barang dan Bahan yang Dipergunakan untuk Menghasilkan Barang yang Dipergunakan bagi Keperluan Pertahanan dan Keamanan Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 212/PMK.011/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.04/2009 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Persenjataan, Amunisi, Perlengkapan Militer dan Kepolisian, Termasuk Suku Cadang, serta Barang dan Bahan yang Dipergunakan untuk Menghasilkan Barang yang Dipergunakan bagi Keperluan Pertahanan dan Keamanan Negara.
               

Pasal 14


Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.04/2009 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Persenjataan, Amunisi, Perlengkapan Militer dan Kepolisian, Termasuk Suku Cadang, serta Barang dan Bahan yang Dipergunakan untuk Menghasilkan Barang yang Dipergunakan bagi Keperluan Pertahanan dan Keamanan Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 212/PMK.011/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.04/2009 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Persenjataan, Amunisi, Perlengkapan Militer dan Kepolisian, Termasuk Suku Cadang, serta Barang dan Bahan yang Dipergunakan untuk Menghasilkan Barang yang Dipergunakan bagi Keperluan Pertahanan dan Keamanan Negara, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

               

Pasal 15


Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
               
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Desember 2016
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI



Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 14 Desember 2016
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA


         

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 1894