Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
Sehubungan dengan telah ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 624/KMK.04/1994 tanggal 27 Desember 1994 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Penghasilan berupa Premi Asuransi dan Premi Reasuransi yang dibayar kepada perusahaan asuransi di Luar Negeri, dengan ini perlu diberikan penegasan sebagai berikut :
1. | Berdasarkan Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, atas pembayaran premi asuransi dan premi reasuransi kepada perusahaan asuransi di luar negeri dikenakan pemotongan PPh Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan netto. | ||||||||||||||||||||
2. | Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 624/KMK.04/1994 tersebut perkiraan penghasilan neto perusahaan asuransi luar negeri dihitung dari jumlah premi yang dibayar. Besarnya perkiraan penghasilan neto perusahaan asuransi luar negeri serta tarif efektif PPh Pasal 26 adalah sebagai berikut :
Contoh :
|
||||||||||||||||||||
3. | Pembayaran premi asuransi atau premi reasuransi dapat dilakukan oleh pembayar premi di Indonesia secara langsung kepada perusahaan asuransi di luar negeri atau melalui pialang. Pihak pembayar premi atau pemotong pajak di Indonesia wajib memotong PPh Pasal 26 atas premi asuransi atau premi reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi di luar negeri. Dengan demikian, yang dimaksud dengan pihak pembayar premi atau pemotong PPh Pasal 26 adalah :
|
||||||||||||||||||||
4. | Pada saat melakukan pemotongan PPh Pasal 26 pihak pembayar premi tersebut wajib membuat Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 sebagaimana contoh terlampir dalam rangkap 3 (tiga), yaitu lembar pertama diberikan kepada perusahaan asuransi di luar negeri, lembar kedua untuk dikirimkan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat, dan lembar ketiga untuk arsip pemotong pajak. | ||||||||||||||||||||
5. | Pemotong Pajak sebagaimana tersebut diatas wajib menyetorkan PPh Pasal 26 setiap bulan kepada bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak. | ||||||||||||||||||||
6. | Pemotong pajak wajib melaporkan pemotongan serta penyetoran PPh Pasal 26 yang telah dilakukan selambat-lambatnya tanggal 20 (dua puluh) bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 26 sebagaimana contoh terlampir dengan melampirkan :
|
||||||||||||||||||||
7. | PPh Pasal 26 yang terutang atas pembayaran premi asuransi kepada perusahaan asuransi di luar negeri yang dilakukan bulan Januari sampai dengan bulan April tahun 1995 wajib disetorkan selambat-lambatnya tanggal 10 Mei 1995 dan dilaporkan selambat-lambatnya tanggal 20 bulan Mei 1995. | ||||||||||||||||||||
8. | Pemotong Pajak atas pembayaran premi kepada perusahaan asuransi di luar negeri yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran ini akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994. |
Demikian untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd
FUAD BAWAZIER
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.