Peraturan Dirjen Bea dan Cukai Nomor : PER - 10/BC/2024

Kategori : Lainnya

Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor PER-22/BC/2021 Tentang Tata Laksana Pemasukan Dan Pengeluaran Barang Ke Dan Dari Kawasan Yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR PER - 10/BC/2024
 
TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-22/BC/2021 TENTANG TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI KAWASAN YANG TELAH DITETAPKAN SEBAGAI KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

 
Menimbang :
  1. bahwa ketentuan mengenai tata laksana pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-22/BC/2021 tentang Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Kawasan yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas;
  2. bahwa untuk lebih meningkatkan pengawasan dan pelayanan terkait pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas sehingga Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-22/BC/2021 tentang Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Kawasan yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, perlu diubah;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-22/BC/2021 tentang Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Kawasan yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas;
 
Mengingat :
  1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.04/2021 tentang Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari Kawasan yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 314);
  2. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-22/BC/2021 tentang Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Kawasan yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas;
  
 

MEMUTUSKAN:


Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-22/BC/2021 TENTANG TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI KAWASAN YANG TELAH DITETAPKAN SEBAGAI KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS.
 
 

Pasal I


Beberapa ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-22/BC/2021 tentang Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Kawasan yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, diubah sebagai berikut:
 
1. Ketentuan angka 38 dan angka 42 Pasal 1 diubah, serta ditambahkan 6 (enam) angka, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
  

Pasal 1

 
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
  1. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
  2. Kawasan yang Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, yang selanjutnya disebut sebagai Kawasan Bebas, adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai.
  3. Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  4. Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disingkat PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
  5. Tempat Penimbunan Sementara yang selanjutnya disingkat TPS adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di Kawasan Pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
  6. Tempat Lain yang Diperlakukan Sama dengan TPS adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di luar Kawasan Pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
  7. Tempat Lain adalah tempat di Kawasan Bebas selain pelabuhan laut dan bandar udara yang ditunjuk, yang dipergunakan untuk kegiatan bongkar barang dari luar Daerah Pabean, tempat lain dalam Daerah Pabean, Kawasan Bebas lain, tempat penimbunan berikat, atau kawasan ekonomi khusus, dan/atau kegiatan muat barang yang akan dikeluarkan ke luar Daerah Pabean, tempat lain dalam Daerah Pabean, Kawasan Bebas lain, tempat penimbunan berikat, atau kawasan ekonomi khusus.
  8. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Kepabeanan.
  9. Kewajiban Pabean adalah semua kegiatan di bidang kepabeanan yang wajib dilakukan untuk memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang Kepabeanan.
  10. Pemberitahuan Pabean adalah pernyataan yang dibuat oleh orang dalam rangka melaksanakan Kewajiban Pabean dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam Undang-Undang Kepabeanan.
  11. Manifes adalah daftar barang niaga yang diangkut oleh Sarana Pengangkut melalui laut, udara, dan darat.
  12. Manifes Kedatangan Sarana Pengangkut yang selanjutnya disebut Inward Manifest adalah daftar barang niaga yang diangkut oleh Sarana Pengangkut melalui laut, udara, dan darat pada saat memasuki Kawasan Pabean atau Tempat Lain setelah mendapat izin Kepala Kantor Pabean yang mengawasi tempat tersebut.
  13. Manifes Keberangkatan Sarana Pengangkut yang selanjutnya disebut Outward Manifest adalah daftar barang niaga yang diangkut oleh Sarana Pengangkut melalui laut, udara, dan darat pada saat meninggalkan Kawasan Pabean atau Tempat Lain setelah mendapat izin Kepala Kantor Pabean yang mengawasi tempat tersebut.
  14. Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap Pemberitahuan Pabean, misalnya invoice, packing list, bill of lading/airway bill, Consignment Note, dokumen pemenuhan ketentuan larangan atau pembatasan, dan/atau dokumen lainnya yang dipersyaratkan.
  15. Pertukaran Data Elektronik yang selanjutnya disingkat PDE adalah alir informasi bisnis antar aplikasi dan organisasi secara elektronik, yang terintegrasi dengan menggunakan standar yang disepakati bersama, termasuk komunikasi atau penyampaian informasi melalui media berbasis laman internet (web-based).
  16. Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator) yang selanjutnya disebut AEO adalah operator ekonomi yang mendapat pengakuan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sehingga mendapatkan perlakuan kepabeanan tertentu.
  17. Mitra Utama Kepabeanan yang selanjutnya disebut MITA Kepabeanan adalah pengusaha di Kawasan Bebas, importir, dan/atau eksportir yang diberikan pelayanan khusus di bidang kepabeanan.
  18. Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
  19. Akses Kepabeanan adalah akses yang diberikan kepada pengguna jasa untuk berhubungan dengan sistem pelayanan kepabeanan baik yang menggunakan teknologi informasi maupun manual.
  20. Barang Hasil Produksi di Kawasan Bebas adalah barang yang merupakan hasil pengolahan atau produksi di Kawasan Bebas yang bersangkutan.
  21. Pengolahan adalah kegiatan mengolah barang dan/atau bahan baku dengan atau tanpa bahan penolong menjadi barang baru yaitu barang hasil produksi dengan nilai tambah yang lebih tinggi, termasuk perubahan sifat dan/atau fungsinya.
  22. Barang Kiriman adalah barang yang dikirim melalui Penyelenggara Pos sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pos.
  23. Sarana Pengangkut adalah kendaraan/angkutan melalui laut, udara, atau darat yang dipakai untuk mengangkut barang, kendaraan yang mengangkut barang, dan/atau orang.
  24. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
  25. Badan Pengusahaan Kawasan adalah Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
  26. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
  27. Orang adalah orang perseorangan atau badan usaha atau badan hukum.
  28. Pemindahan Lokasi Penimbunan yang selanjutnya disingkat PLP adalah pemindahan lokasi penimbunan barang yang dimasukkan ke Kawasan Bebas dari TPS asal ke TPS lain dalam satu Kawasan Pabean.
  29. Barang Diangkut Terus adalah barang yang diangkut dengan Sarana Pengangkut melalui Kantor Pabean tanpa dilakukan pembongkaran terlebih dahulu.
  30. Barang Diangkut Lanjut adalah barang yang diangkut dengan Sarana Pengangkut melalui Kantor Pabean dengan dilakukan pembongkaran terlebih dahulu.
  31. Pemberitahuan Pabean Free Trade Zone yang selanjutnya disingkat dengan PPFTZ adalah dokumen Pemberitahuan Pabean yang digunakan sebagai Pemberitahuan Pabean pemasukan ke Kawasan Bebas atau pengeluaran dari Kawasan Bebas.
  32. PPFTZ dengan kode 01 yang selanjutnya disebut PPFTZ-01 adalah Pemberitahuan Pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas dari dan ke luar Daerah Pabean, dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean.
  33. PPFTZ dengan kode 02 yang selanjutnya disebut PPFTZ-02 adalah Pemberitahuan Pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas dari dan ke Tempat Penimbunan Berikat, Kawasan Bebas lain, dan Kawasan Ekonomi Khusus.
  34. PPFTZ dengan kode 03 yang selanjutnya disebut PPFTZ-03 adalah Pemberitahuan Pabean untuk pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari tempat lain dalam Daerah Pabean.
  35. Pemberitahuan Pabean dengan kode BC 1.2-FTZ yang selanjutnya disebut BC 1.2-FTZ adalah Pemberitahuan Pabean pengeluaran barang dari Kawasan Pabean di Kawasan Bebas untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean lainnya.
  36. Nota Pelayanan Pengeluaran Barang yang selanjutnya disingkat dengan NPPB adalah nota yang diterbitkan oleh SKP atau pejabat pemeriksa dokumen atas Pemberitahuan Pabean yang disampaikan, untuk melindungi pemasukan barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke Kawasan Pabean dan/atau pemuatannya ke Sarana Pengangkut untuk dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean.
  37. Surat Persetujuan Pengeluaran Barang yang selanjutnya disingkat SPPB adalah surat persetujuan pengeluaran barang dari Kawasan Pabean atau surat persetujuan pemuatan barang untuk dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean, Kawasan Bebas lain, tempat penimbunan berikat, atau kawasan ekonomi khusus.
  38. Nota Pemberitahuan Persyaratan Dokumen yang selanjutnya disingkat dengan NPPD adalah pemberitahuan kepada pengusaha di Kawasan Bebas di Kantor Pabean pemuatan untuk menyerahkan dokumen yang dipersyaratkan oleh instansi terkait.
  39. Pemberitahuan Pemeriksaan Barang yang selanjutnya disingkat dengan PPB adalah pemberitahuan kepada pengusaha di Kawasan Bebas oleh pejabat pemeriksa dokumen atau SKP di Kantor Pabean pemuatan untuk dilakukan pemeriksaan fisik terhadap barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas.
  40. Pemberitahuan Konsolidasi Barang yang selanjutnya disingkat PKB adalah pemberitahuan yang dibuat oleh pihak yang melakukan konsolidasi yang berisi daftar seluruh Pemberitahuan Pabean dan Nota Persetujuan Pengeluaran Barang yang ada dalam satu peti kemas.
  41. Pemeriksaan Fisik adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui kebenaran jumlah dan jenis barang yang diberitahukan dalam Pemberitahuan Pabean.
  42. Pejabat Pemeriksa Dokumen adalah Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang untuk melakukan penelitian dan penetapan atas data Pemberitahuan Pabean.
  43. Pejabat Pemeriksa Fisik adalah Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang untuk melakukan Pemeriksaan Fisik barang dan ditunjuk langsung melalui SKP atau oleh Pejabat Bea dan Cukai.
  44. Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan yang selanjutnya disingkat PPJK adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan Kewajiban Pabean untuk dan atas kuasa pengusaha di Kawasan Bebas.
  45. Pengangkut Kontraktual (Non-Vessel Operator Common Carrier) yang selanjutnya disebut Pengangkut Kontraktual adalah badan usaha jasa pengurusan transportasi yang melakukan negosiasi kontrak dan kegiatan lain yang diperlukan untuk terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat, laut, dan udara, dan mengkonsolidasikan muatan.
  46. Sistem Indonesia National Single Window yang selanjutnya disingkat SINSW adalah sistem elektronik yang mengintegrasikan sistem dan/atau informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis.
  47. Nota Pemberitahuan Penolakan yang selanjutnya disingkat dengan NPP adalah pemberitahuan penolakan (reject) atas pengajuan PPFTZ.
  48. Surat Penetapan Barang Larangan/Pembatasan yang selanjutnya disingkat SPBL adalah pemberitahuan kepada pengusaha untuk memenuhi ketentuan larangan dan/atau pembatasan atas pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean.
  49. Instruksi Pemeriksaan adalah instruksi yang diterbitkan oleh SKP atau Pejabat Bea dan Cukai kepada Pejabat Pemeriksa Fisik untuk melaksanakan Pemeriksaan Fisik barang.
  50. Laporan Hasil Pemeriksaan Fisik Barang yang selanjutnya disingkat LHP adalah laporan yang dibuat Pejabat Pemeriksa Fisik mengenai hasil Pemeriksaan Fisik barang.
  51. Berita Acara Pemeriksaan Fisik Barang yang selanjutnya disebut BAP Fisik adalah berita acara mengenai proses Pemeriksaan Fisik barang dan hal-hal lain terkait berlangsungnya Pemeriksaan Fisik barang.
2. Ketentuan Pasal 43 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
  

Pasal 43

 
(1) Pemasukan barang dari Kawasan Bebas lain, tempat penimbunan berikat, atau kawasan ekonomi khusus dilakukan setelah Pemberitahuan Pabean asal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b mendapatkan SPPB.
(2) Terhadap pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha di Kawasan Bebas tujuan melakukan:
a. pencocokan data antara data yang tercantum dalam Pemberitahuan Pabean asal Kawasan Bebas lain, tempat penimbunan berikat, atau kawasan ekonomi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b dengan dokumen transaksi dan/atau dokumen pengangkutan; dan
b. pengisian data tambahan antara lain:
1) NPWP, nama, alamat, dan Nomor Pokok PPJK, dalam hal menggunakan PPJK;
2) nama sarana pengangkut pemasukan barang ke Kawasan Bebas;
3) nomor voyage/flight/nomor polisi;
4) nomor dan tanggal Inward Manifest; dan
5) nomor pos atau sub pos dari Inward Manifest, ke dalam SKP.
(3) Terhadap pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai melakukan:
a. pemeriksaan tanda pengaman dan pelepasan tanda pengaman; dan
b. pengawasan pengeluaran barang dari Kawasan Pabean untuk dimasukkan ke Kawasan Bebas.
(4) Dalam hal hasil pencocokan data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pemeriksaan tanda pengaman dan pelepasan tanda pengaman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a:
a. sesuai, pengusaha di Kawasan Bebas dapat mengeluarkan barang dari Kawasan Pabean menggunakan SPPB dari Kawasan Bebas lain, tempat penimbunan berikat atau kawasan ekonomi khusus asal; atau
b. tidak sesuai, SKP meneruskan Pemberitahuan Pabean asal Kawasan Bebas lain, tempat penimbunan berikat, atau kawasan ekonomi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b kepada unit pengawasan untuk penelitian mendalam dan/atau untuk berkoordinasi dengan Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Bebas lain, tempat penimbunan berikat, atau kawasan ekonomi khusus asal.
   
3. Diantara Pasal 95 dan Pasal 96 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 95A, sehingga berbunyi sebagai berikut:
  

Pasal 95A

 
(1) Terhadap Pemberitahuan Pabean pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada Pasal 42 ayat (2) huruf a angka 1, Pemberitahuan Pabean pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada Pasal 58 ayat (2) huruf a, Pemberitahuan Pabean pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada Pasal 58 ayat (2) huruf c, dilakukan penelitian pemenuhan ketentuan larangan dan/atau pembatasan.
(2) Penelitian pemenuhan ketentuan larangan dan/atau pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
a. SINSW;
b. SKP; dan/atau
c. Pejabat Bea dan Cukai yang menangani penelitian ketentuan larangan dan/atau pembatasan.
(3) Pemenuhan ketentuan larangan dan/atau pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
a. pengusaha di Kawasan Bebas, terhadap Pemberitahuan Pabean pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean dan Pemberitahuan Pabean pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean; atau
b. pengusaha di Kawasan Bebas atau pengusaha di tempat lain dalam Daerah Pabean yang memiliki barang atau yang menerima barang, terhadap Pemberitahuan Pabean pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean.
(4) Dalam hal ketentuan larangan dan/atau pembatasan mengatur jumlah barang yang dapat dimasukkan atau dikeluarkan ke dan dari Kawasan Bebas, penelitian jumlah barang yang dapat dimasukkan atau dikeluarkan ke dan dari Kawasan Bebas dilakukan secara elektronik sesuai dengan ketentuan mengenai pemotongan kuota ekspor dan impor secara elektronik.
(5) Dalam hal penelitian jumlah barang yang dapat dimasukkan atau dikeluarkan ke dan dari Kawasan Bebas secara elektronik sebagaimana dimaksud ayat (4) tidak dapat dilakukan, penelitian jumlah barang yang dapat dimasukkan atau dikeluarkan ke dan dari Kawasan Bebas dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai.
   
4. Ketentuan Lampiran I diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai ini.
 
5. Ketentuan Lampiran III diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai ini.
 
6. Ketentuan Lampiran XV diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran XV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
 
 

Pasal II


Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
 
 
 

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 24 Oktober 2024
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

ttd.

ASKOLANI