Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 2 Tahun 2025

Kategori : Lainnya

Penyusunan Rencana Penerimaan Negara Bukan Pajak, Rekonsiliasi Data Dalam Rangka Penghitungan Penerimaan Negara Bukan Pajak, Dan Pemindahbukuan Saldo Cadangan Reimbursement Dari Kegiatan Pengusahaan Panas Bumi Oleh Bendahara Umum Negara


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2025

TENTANG

PENYUSUNAN RENCANA PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK, REKONSILIASI DATA DALAM RANGKA PENGHITUNGAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK, DAN PEMINDAHBUKUAN SALDO CADANGAN REIMBURSEMENT DARI KEGIATAN PENGUSAHAAN PANAS BUMI OLEH BENDAHARA UMUM NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :
  1. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 15 huruf a Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal berwenang menyusun kebijakan umum pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak;
  2. bahwa berdasarkan kewenangan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk menjaga tata kelola penghitungan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari bagian pemerintah atas kegiatan pengusahaan sumber daya alam panas bumi oleh bendahara umum negara sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 766/KMK.04/1992 tentang Tata Cara Penghitungan, Penyetoran dan Pelaporan Bagian Pemerintah, Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pungutan- pungutan Lainnya atas Hasil Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi untuk Pembangkitan Energi/ Listrik sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.02/2017 tentang  Perubahan  Kedua atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 766/KMK.04/1992 tentang Tata Cara Penghitungan, Penyetoran dan Pelaporan Bagian Pemerintah, Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pungutan- pungutan Lainnya atas Hasil Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi untuk Pembangkitan Energi/Listrik, perlu mengatur ketentuan mengenai penyusunan rencana penerimaan negara bukan pajak, rekonsiliasi data dalam rangka penghitungan Penerimaan Negara Bukan Pajak dan pemindahbukuan saldo cadangan Reimbursement dari kegiatan pengusahaan panas bumi oleh Bendahara Umum Negara;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penyusunan Rencana Penerimaan Negara Bukan Pajak, Rekonsiliasi Data dalam rangka Penghitungan Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan Pemindahbukuan Saldo Cadangan Reimbursement dari Kegiatan Pengusahaan Panas Bumi oleh Bendahara Umum Negara;
Mengingat :
  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 225, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6994);
  3. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6245);
  4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 158 Tahun 2024 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 354);
  5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 766/KMK.04/1992 tentang Tata Cara Penghitungan, Penyetoran dan Pelaporan Bagian Pemerintah, Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pungutan-pungutan Lainnya atas Hasil Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi untuk Pembangkitan Energi/Listrik sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.02/2017 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 766/KMK.04/1992 tentang Tata Cara Penghitungan, Penyetoran dan Pelaporan Bagian Pemerintah, Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pungutan-pungutan Lainnya atas Hasil Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi untuk Pembangkitan Energi/Listrik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 919);
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124 Tahun 2024 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 1063);

MEMUTUSKAN:


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK, REKONSILIASI DATA DALAM RANGKA PENGHITUNGAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK, DAN PEMINDAHBUKUAN SALDO CADANGAN REIMBURSEMENT DARI KEGIATAN PENGUSAHAAN PANAS BUMI OLEH BENDAHARA UMUM NEGARA.
 

Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
  1. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
  2. Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara.
  3. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
  4. Instansi Pengelola PNBP BUN dari Kegiatan Pengusahaan Panas Bumi yang selanjutnya disebut Instansi Pengelola PNBP adalah instansi yang menyelenggarakan pengelolaan PNBP BUN dari kegiatan pengusahaan panas bumi.
  5. Pejabat Kuasa Pengelola PNBP dari Kegiatan Pengusahaan Panas Bumi yang selanjutnya disebut Pejabat Kuasa Pengelola PNBP adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan tugas dan fungsi pimpinan Instansi Pengelola PNBP dalam Pengelolaan PNBP panas bumi yang menjadi tanggung jawabnya, serta tugas lain terkait PNBP panas bumi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  6. Pengusaha adalah pengusaha sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 766/KMK.04/1992 tentang Tata Cara Penghitungan, Penyetoran dan Pelaporan Bagian Pemerintah, Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pungutan-pungutan Lainnya atas Hasil Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi untuk Pembangkitan Energi/Listrik sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.02/2017 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 766/KMK.04/1992 tentang Tata Cara Penghitungan, Penyetoran dan Pelaporan Bagian Pemerintah, Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pungutan-pungutan Lainnya atas Hasil Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi untuk Pembangkitan Energi/Listrik.
  7. Penerimaan yang Berasal dari Kegiatan Pengusahaan Panas Bumi yang selanjutnya disebut Setoran Bagian Pemerintah adalah setoran yang wajib dilakukan Pengusaha kepada negara atas bagian pemerintah sebesar 34% (tiga puluh empat persen) dari penerimaan bersih usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
  8. Pembayaran Kembali Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disebut Reimbursement PPN adalah pengembalian Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Pengusaha atas Pajak Pertambahan Nilai yang telah disetor ke kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  9. Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan untuk pertambangan Panas Bumi yang selanjutnya disebut PBB Panas Bumi adalah PBB atas bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan Panas Bumi.
  10. Bonus Produksi Panas Bumi yang selanjutnya disebut Bonus Produksi adalah kewajiban keuangan yang dikenakan kepada pemegang izin panas bumi, pemegang kuasa pengusahaan sumber daya panas bumi, pemegang kontrak operasi bersama pengusahaan sumber daya panas bumi, dan pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi atas pendapatan kotor dari penjualan uap panas bumi dan/atau listrik dari pembangkit listrik tenaga panas bumi.
  11. Rek Lain BI Penerimaan dan Pengeluaran Panas Bumi Nomor 508.000084980 yang selanjutnya disebut Rekening Panas Bumi adalah rekening dalam rupiah yang digunakan untuk menampung penerimaan Setoran Bagian Pemerintah dan membayarkan pengeluaran kewajiban pemerintah terkait dengan kegiatan usaha panas bumi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  12. Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang dibuka oleh BUN/Kuasa BUN untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada Bank Sentral.
  13. Rencana PNBP Panas Bumi yang selanjutnya disebut Rencana PNBP adalah hasil penghitungan dan/atau penetapan target PNBP panas bumi yang diperkirakan dalam satu tahun anggaran.

Pasal 2


(1) Peraturan Menteri ini mengatur mengenai:
a. penyusunan Rencana PNBP;
b. penghitungan PNBP; dan
c. pemindahbukuan saldo cadangan Reimbursement PPN,
dari kegiatan pengusahaan panas bumi untuk pembangkitan energi/listrik.
(2) Kegiatan pengusahaan panas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pengusaha.


Pasal 3


(1) PNBP dari kegiatan pengusahaan panas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berasal dari Setoran Bagian Pemerintah setelah dikurangi dengan kewajiban pemerintah berupa pencadangan Reimbursement PPN, PBB Panas Bumi, penggantian Bonus Produksi, dan penggantian pungutan lainnya yang ditanggung pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam mengelola PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri selaku BUN menugaskan Direktur Jenderal Anggaran sebagai Pejabat Kuasa Pengelola PNBP.


Pasal 4


Dalam rangka penyusunan Rencana PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, Direktur Jenderal Anggaran menyampaikan surat permintaan data yang terdiri atas:
a. data rencana Setoran Bagian Pemerintah, rencana Reimbursement PPN, rencana penggantian Bonus Produksi, dan rencana penggantian pungutan lainnya yang ditanggung pemerintah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan kepada Pengusaha; dan
b. data rencana besaran PBB Panas Bumi kepada Direktur Jenderal Pajak,
untuk tahun anggaran yang direncanakan dan 4 (empat) tahun selanjutnya.


Pasal 5


(1) Data rencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, disampaikan oleh Pengusaha paling lambat pada minggu pertama bulan Januari.
(2) Data rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan wilayah kerja panas bumi dan dilengkapi dengan data dan informasi sebagai berikut:
a. proyeksi pendapatan, biaya, dan laba bersih;
b. rencana kerja perusahaan yang dapat mempengaruhi kinerja keuangan dan perubahan Rencana PNBP;
c. asumsi-asumsi yang digunakan dalam penyusunan rencana Setoran Bagian Pemerintah, rencana Reimbursement PPN, rencana penggantian Bonus Produksi, dan rencana penggantian pungutan lainnya yang ditanggung pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
d. data dan/atau informasi lain yang diperlukan dalam penyusunan Rencana PNBP.
(3) Data rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan data atas kegiatan usaha pada:
a. periode bulan Oktober sampai dengan bulan Desember tahun sebelum tahun anggaran yang direncanakan; dan
b. bulan Januari sampai dengan bulan September tahun anggaran yang direncanakan.
(4) Direktur Jenderal Pajak menyampaikan data rencana besaran PBB Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b kepada Direktur Jenderal Anggaran berdasarkan data terakhir yang diperoleh sesuai dengan hasil kajian oleh Direktorat Jenderal Pajak.
(5) Berdasarkan data rencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 yang telah disampaikan oleh Pengusaha dan Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Anggaran menyusun Rencana PNBP dengan melakukan penelaahan dan penyusunan Rencana PNBP berupa target PNBP panas bumi.
(6) Dalam melakukan penelaahan dan penyusunan Rencana PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Direktorat Jenderal Anggaran dapat mengikutsertakan instansi/unit terkait.
(7) Dalam hal Pengusaha dan/atau Direktorat Jenderal Pajak tidak menyampaikan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Direktorat Jenderal Anggaran dapat melakukan penghitungan Rencana PNBP berdasarkan data historis dan kebijakan fiskal pemerintah.


Pasal 6


(1) Penghitungan PNBP dari kegiatan pengusahaan panas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b meliputi:
a. pelaksanaan Setoran Bagian Pemerintah;
b. pelaksanaan rekonsiliasi data panas bumi dalam rangka penghitungan PNBP panas bumi; dan
c. pemindahbukuan PNBP panas bumi ke RKUN.
(2) Selain melaksanakan penghitungan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal Anggaran juga melakukan pengajuan dan/atau penyelesaian kewajiban pemerintah di sektor panas bumi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 7


(1) Proses pengajuan dan/atau penyelesaian pembayaran kewajiban pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dilaksanakan melalui sistem aplikasi yang dibangun, dikelola, dan/atau dikembangkan oleh Kementerian Keuangan.
(2) Dalam hal:
a. kondisi kahar; atau
b. keadaan lain yang menyebabkan sistem aplikasi tidak dapat digunakan,
proses pengajuan dan/atau penyelesaian pembayaran kewajiban pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui non-aplikasi.
(3) Non-aplikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan mekanisme tata cara persuratan.


Pasal 8


Pelaksanaan Setoran Bagian Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 9


(1) Pelaksanaan rekonsiliasi data panas bumi dalam rangka penghitungan PNBP panas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Anggaran.
(2) Direktorat Jenderal Anggaran melakukan verifikasi melalui rekonsiliasi atas data sebagai berikut:
a. realisasi Setoran Bagian Pemerintah;
b. pencadangan Reimbursement PPN;
c. pencadangan PBB Panas Bumi;
d. pencadangan penggantian Bonus Produksi; dan/atau
e. pencadangan pungutan lainnya yang ditanggung pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pencadangan atas Reimbursement PPN, PBB Panas Bumi, penggantian Bonus Produksi, dan penggantian pungutan- pungutan lainnya yang ditanggung pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dilaksanakan dengan mempertimbangkan pencapaian target PNBP panas bumi.
(4) Rekonsiliasi data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Direktorat Jenderal Anggaran melalui Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan bersama Pengusaha setiap triwulan dalam rangka penghitungan PNBP panas bumi.
(5) Pelaksanaan rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat melibatkan:
a. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral;
b. unit/instansi di lingkungan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara; dan/atau
c. pihak lain.
(6) Pelaksanaan rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan setelah seluruh data dan parameter diterima secara lengkap oleh Direktorat Jenderal Anggaran.
(7) Parameter sebagaimana dimaksud pada ayat (6) paling sedikit:
a. harga jual uap dan/atau harga jual listrik;
b.  produksi uap dan/atau produksi listrik;
c. penjualan uap dan/atau penjualan listrik;
d. kapasitas terpasang;
e. biaya;
f. penghasilan bersih usaha;
g. nilai tukar rupiah terhadap dolar; dan
h. alasan kenaikan dan/atau penurunan parameter sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf f terhadap triwulan sebelumnya.
(8) Hasil pembahasan rekonsiliasi dituangkan dalam berita acara rekonsiliasi dan ditandatangani oleh para pihak yang hadir dalam pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6).


Pasal 10


(1) Berdasarkan berita acara rekonsiliasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8), Direktorat Jenderal Anggaran melakukan penghitungan PNBP panas bumi.
(2) Hasil penghitungan PNBP panas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetorkan dari Rekening Panas Bumi ke RKUN melalui mekanisme pemindahbukuan.
 

Pasal 11


(1) Pemindahbukuan saldo cadangan Reimbursement PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c dilakukan oleh Direktorat Jenderal Anggaran.
(2) Pemindahbukuan saldo cadangan Reimbursement PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dari Rekening Panas Bumi ke RKUN sebagai PNBP panas bumi dengan mempertimbangkan:
a. jangka waktu pencadangan Reimbursement PPN telah melebihi 5 (lima) tahun sejak ditandatanganinya berita acara rekonsiliasi;
b. transaksi Reimbursement PPN tidak memenuhi kualifikasi untuk dibayarkan dan tidak dapat diajukan kembali oleh pengusaha;
c. terdapat selisih lebih antara pencadangan dengan angka pengajuan yang tidak diajukan kembali pada pengajuan Reimbursement PPN; dan/atau
d. dalam rangka optimalisasi PNBP.
(3) Pemindahbukuan saldo cadangan Reimbursement PPN panas bumi dengan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lambat pada triwulan IV.
(4) Direktorat Jenderal Anggaran dapat melakukan konfirmasi kepada Pengusaha dalam rangka pemindahbukuan saldo cadangan Reimbursement PPN.
(5) Pemindahbukuan saldo cadangan Reimbursement PPN panas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tetap mempertimbangkan jumlah outstanding PPN panas bumi yang dimiliki oleh Pengusaha dan tidak menyebabkan terhentinya pembayaran Reimbursement PPN di tahun berjalan.


Pasal 12


Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
 
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 Januari 2025
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal  21 Januari 2025
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM REPUBLIK INDONESIA,

ttd

DHAHANA PUTRA



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2025 NOMOR 44