Home
/
Data Center
/
Peraturan
/
PER - 7/PJ/2025
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 7/PJ/2025

TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN ADMINISTRASI NOMOR POKOK WAJIB PAJAK, PENGUSAHA KENA PAJAK, OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SERTA PERINCIAN JENIS, DOKUMEN, DAN SALURAN UNTUK PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang :
  1. bahwa untuk memberikan kepastian hukum, kemudahan administrasi, dan meningkatkan pelayanan serta sehubungan dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Sistem Inti Administrasi Perpajakan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78 Tahun 2024 tentang Ketentuan Pelaksanaan Bea Meterai, perlu dilakukan penyesuaian dan penyederhanaan ketentuan mengenai petunjuk pelaksanaan administrasi nomor pokok wajib pajak, pengusaha kena pajak, objek pajak pajak bumi dan bangunan, serta perincian jenis, dokumen, dan saluran untuk pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan;
  2. bahwa petunjuk pelaksanaan administrasi nomor pokok wajib pajak, pengusaha kena pajak, objek pajak pajak bumi dan bangunan, serta perincian jenis, dokumen, dan saluran untuk pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan saat ini diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Sertifikat Elektronik, dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-08/PJ/2019 tentang Tata Cara Pemberian, Penyesuaian, dan Penghapusan Nomor Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, serta Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-27/PJ/2021 tentang Jenis Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Secara Elektronik yang Harus Dilampirkan, Tanda Tangan Elektronik, Persyaratan Dokumen Elektronik yang Harus Dilampirkan, Tanda Tangan Elektronik yang Digunakan, Tata Cara Penyampaian Dokumen Elektronik dan Saluran yang Digunakan, serta Tata Cara Tindak Lanjut atas Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan secara Elektronik, namun belum cukup menampung kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sehingga ketentuan-ketentuan tersebut perlu diganti;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 465 huruf a sampai dengan huruf i Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Sistem Inti Administrasi Perpajakan dan Pasal 56 ayat (3)  huruf c Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78 Tahun 2024 tentang Ketentuan Pelaksanaan Bea Meterai, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Petunjuk Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Pengusaha Kena Pajak, Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, serta Perincian Jenis, Dokumen, dan Saluran untuk Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan;

Mengingat  :
  1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78 Tahun 2024 tentang Ketentuan Pelaksanaan Bea Meterai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 768);
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 771);
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124 Tahun 2024 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 1063);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN ADMINISTRASI NOMOR POKOK WAJIB PAJAK, PENGUSAHA KENA PAJAK, PENDAFTARAN OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN, SERTA PERINCIAN JENIS, DOKUMEN DAN SALURAN UNTUK PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
  1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang- Undang.
  2. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang- Undang.
  3. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang selanjutnya disebut Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
  4. Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
  5. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
  6. Kantor Pelayanan Pajak adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
  7. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya.
  8. Warga Negara Indonesia adalah orang bangsa Indonesia asli atau orang bangsa lain yang telah disahkan sebagai warga negara Indonesia berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kewarganegaraan Republik Indonesia.
  9. Penduduk adalah Warga Negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
  10. Nomor Induk Kependudukan adalah nomor identitas Penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal, dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai Penduduk Indonesia.
  11. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya, termasuk kontrak investasi kolektif, bentuk usaha tetap, serta kantor perwakilan perusahaan asing dan kontrak investasi bersama.
  12. Instansi Pemerintah adalah instansi pemerintah pusat, instansi pemerintah daerah, dan instansi pemerintah desa, yang melaksanakan kegiatan pemerintahan serta memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.
  13. Wajib Pajak warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak yang selanjutnya disebut Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi adalah Wajib Pajak warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
  14. Pajak Penghasilan adalah pajak penghasilan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.
  15. Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pajak penjualan atas barang mewah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
  16. Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak pertambahan nilai sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
  17. Bea Meterai adalah pajak atas dokumen.
  18. Pajak Karbon adalah pajak yang dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup.
  19. Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak bumi dan bangunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan selain pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan.
  20. Wajib Pajak Nonaktif adalah Wajib Pajak yang tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif namun belum dilakukan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak.
  21. Kerja Sama Operasi adalah Badan yang berbentuk pengaturan bersama antaranggota kerja sama operasi yang mengatur bahwa anggota kerja sama operasi memiliki pengendalian bersama atau memiliki hak atas aset, dan kewajiban terhadap liabilitas, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
  22. Instansi Pemerintah Daerah adalah satuan kerja perangkat daerah provinsi dan satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota, termasuk Badan Layanan Umum Daerah, selaku pengguna Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan sesuai standar akuntansi pemerintahan.
  23. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Pajak.
  24. Instansi Pemerintah Desa adalah unit organisasi penyelenggara pemerintahan desa selaku pengguna Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa yang wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan sesuai standar akuntansi pemerintahan.
  25. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan atau jasa, tidak termasuk jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, pada 1 (satu) atau lebih tempat kegiatan usaha yang berbeda dengan tempat tinggal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
  26. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali untuk Pajak Penghasilan dapat menggunakan tahun buku dalam hal Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
  27. Portal Wajib Pajak adalah sarana Wajib Pajak untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan secara elektronik pada laman Direktorat Jenderal Pajak.
  28. Contact Center adalah saluran interaksi antara Wajib Pajak dan Direktorat Jenderal Pajak secara elektronik yang dikelola unit tertentu di Direktorat Jenderal Pajak dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
  29. Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama.
  30. Instansi Pemerintah Pusat adalah satuan kerja pada kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, kesekretariatan lembaga negara, dan kesekretariatan lembaga nonstruktural, termasuk Badan Layanan Umum, selaku pengguna Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan sesuai standar akuntansi pemerintahan.
  31. Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak adalah identitas perpajakan yang memuat informasi Nomor Pokok Wajib Pajak dan identitas lainnya yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
  32. Surat Keterangan Terdaftar adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak sebagai pemberitahuan bahwa Wajib Pajak telah terdaftar pada administrasi Direktorat Jenderal Pajak yang berisi identitas Wajib Pajak.
  33. Akun Wajib Pajak adalah tempat pencatatan, penyimpanan, dan penyampaian dokumen, data, dan/atau informasi terkait pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak maupun dari pelaksanaan tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Pajak, yang diidentifikasi menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak.
  34. Kode Otorisasi adalah alat verifikasi dan autentikasi yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melakukan tanda tangan elektronik tidak tersertifikasi yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
  35. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
  36. Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam transaksi elektronik yang dikeluarkan oleh penyelenggara sertifikasi elektronik.
  37. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang- Undang Pajak Pertambahan Nilai.
  38. Kantor Pelayanan Pajak Lama adalah Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar sebelum Wajib Pajak dilakukan pemindahan tempat terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Baru.
  39. Kantor Pelayanan Pajak Baru adalah Kantor Pelayanan Pajak yang menerima pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak dari Kantor Pelayanan Pajak Lama.
  40. Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha adalah nomor identitas yang diberikan untuk setiap tempat kegiatan usaha Wajib Pajak, termasuk tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak.
  41. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
  42. Subunit Organisasi Instansi Pemerintah yang selanjutnya disebut Subunit Organisasi adalah unit pelaksana di bawah Instansi Pemerintah yang diberikan kewenangan oleh Instansi Pemerintah untuk melakukan tindakan dan pertanggungjawaban penerimaan pendapatan pemerintah dan/atau pengeluaran atas beban anggaran belanja serta tidak menyelenggarakan akuntansi dan tidak menyusun laporan keuangan sesuai standar akuntansi pemerintahan.
  43. Nomor Objek Pajak adalah nomor identitas Objek Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
  44. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
  45. Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan, surat ketetapan pajak nihil, atau surat ketetapan pajak lebih bayar.
  46. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang kepada Wajib Pajak.
  47. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
  48. Kantor Virtual (virtual office) atau Kantor Bersama (co-working space) yang selanjutnya disebut Kantor Virtual adalah suatu kantor yang memiliki ruangan fisik dan dilengkapi dengan layanan pendukung kantor yang disediakan oleh Pengusaha jasa kantor virtual untuk dapat digunakan sebagai tempat kedudukan, tempat kegiatan usaha, atau korespondensi secara bersama-sama oleh 2 (dua) atau lebih Pengusaha yang atas pemanfaatan kantor dimaksud terdapat pembayaran dalam bentuk apa pun, tidak termasuk jasa persewaan gedung dan jasa persewaan kantor (serviced office).
  49. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak.
  50. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
  51. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
  52. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
  53. Pengusaha Kena Pajak Toko Retail adalah Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak melalui toko retail.
  54. Pemungut Bea Meterai adalah pihak yang wajib memungut Bea Meterai yang terutang atas dokumen tertentu dari pihak yang terutang, menyetorkan Bea Meterai ke kas negara, dan melaporkan pemungutan dan penyetoran Bea Meterai ke Direktorat Jenderal Pajak.
  55. Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut Objek Pajak adalah bumi dan/atau bangunan yang merupakan objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkebunan, Pajak Bumi dan Bangunan sektor perhutanan, Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan minyak dan gas bumi, Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan untuk pengusahaan panas bumi, Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan mineral atau batubara, dan Pajak Bumi dan Bangunan sektor lainnya.
  56. Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagai pemberitahuan bahwa Objek Pajak dan Wajib Pajak telah terdaftar dalam sistem administrasi perpajakan Direktorat Jenderal Pajak.
  57. Lembaga Pengelola dan Penyelenggara Online Single Submission yang selanjutnya disebut Lembaga Online Single Submission adalah lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal.
  58. Produk Pelayanan adalah hasil dari rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan eksternal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan untuk pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan.
  59. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.

BAB II
ADMINISTRASI NOMOR POKOK WAJIB PAJAK

Bagian Kesatu
Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak

Paragraf 1
Nomor Pokok Wajib Pajak

Pasal 2

(1) Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif wajib mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.
(2) Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tempat diadministrasikannya pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
(3) Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. Nomor Induk Kependudukan yang telah diaktivasi sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak dalam administrasi perpajakan, bagi Wajib Pajak orang pribadi yang merupakan Penduduk; dan
b. nomor dengan format 16 (enam belas) digit yang dihasilkan oleh sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak, bagi Wajib Pajak orang pribadi bukan Penduduk, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah.
(4) Wajib Pajak orang pribadi yang merupakan Penduduk dan Wajib Pajak orang pribadi bukan Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (3), termasuk Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi.
(5) Dalam hal Wajib Pajak orang pribadi yang merupakan Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a memiliki status identitas belum padan sampai berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini, Wajib Pajak dimaksud diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak berupa nomor dengan format 16 (enam belas) digit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b.
(6) Untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan, Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus melakukan perubahan data untuk mengaktivasi Nomor Induk Kependudukan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak.
(7) Dalam hal Wajib Pajak orang pribadi bukan Penduduk di kemudian hari memperoleh Nomor Induk Kependudukan, Wajib Pajak dimaksud harus melakukan perubahan data Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b menjadi Nomor Induk Kependudukan yang telah diaktivasi sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak.


Paragraf 2
Fungsi Nomor Pokok Wajib Pajak

Pasal 3

(1) Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) merupakan nomor identitas yang digunakan Wajib Pajak dalam administrasi pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan.
(2) Pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi administrasi:
a. pembayaran Pajak Penghasilan;
b. pembayaran Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
c. pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan;
d. pemungutan Pajak Pertambahan Nilai;
e. pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkebunan, Pajak Bumi dan Bangunan sektor perhutanan, Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan minyak dan gas bumi, Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan untuk pengusahaan panas bumi, Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan mineral atau batubara, dan Pajak Bumi dan Bangunan sektor lainnya;
f. penyetoran Bea Meterai;
g. pembayaran Pajak Karbon;
h. pemotongan atau pemungutan Pajak Karbon;
i. pelaporan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Karbon, dan Bea Meterai;
j. pemberian layanan perpajakan;
k. pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak;
l. pemberian imbalan bunga;
m. pengajuan upaya administratif dan upaya hukum di bidang perpajakan; dan
n. pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan lainnya,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Selain digunakan dalam administrasi pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Nomor Pokok Wajib Pajak juga dapat digunakan dalam pelaksanaan administrasi pihak lain.


Paragraf 3
Nomor Pokok Wajib Pajak bagi Keluarga

Pasal 4

(1) Terhadap wanita kawin yang tidak dikenai pajak secara terpisah dan anak yang belum dewasa, pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya digabungkan dengan suami sebagai kepala keluarga.
(2) Terhadap wanita kawin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak namun menghendaki pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya digabung dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan suami, wanita kawin tersebut harus mengajukan permohonan untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak Nonaktif.
(3) Apabila di kemudian hari wanita kawin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memenuhi persyaratan objektif dan memenuhi keadaan sebagai berikut:
a. hidup berpisah berdasarkan putusan hakim;
b. melakukan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta secara tertulis;
c. memilih melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari suaminya meskipun tidak terdapat putusan hakim atau tidak terdapat perjanjian pemisahan penghasilan dan harta;
d. suami dari wanita kawin tersebut meninggal dunia; atau
e. bercerai,
wanita kawin dimaksud harus mengajukan pengaktifan kembali Wajib Pajak Nonaktif.
(4) Wanita kawin dengan status kepala keluarga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kependudukan berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. harus mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dalam hal memenuhi persyaratan subjektif dan objektif; dan
b. penghasilan yang diperoleh wanita kawin tersebut tidak dapat digabungkan dengan suaminya.

   
Paragraf 4
Data Unit Keluarga Untuk Kepentingan Perpajakan

Pasal 5

(1) Penggabungan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dilakukan sepanjang wanita kawin dan anak yang belum dewasa telah menjadi bagian dari data unit keluarga untuk kepentingan perpajakan.
(2) Data unit keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan:
a. bagi Wajib Pajak pria kawin, meliputi:
1. data seluruh anggota keluarga yang meliputi Wajib Pajak sendiri, istri, dan anak yang belum dewasa, termasuk anak tiri atau anak angkat yang tercantum dalam kartu keluarga Wajib Pajak atau kartu keluarga lain; dan
2. data anggota keluarga sedarah atau semenda dalam garis keturunan lurus selain anggota keluarga sebagaimana dimaksud pada angka 1 yang menjadi tanggungan sepenuhnya yang tercantum pada kartu keluarga Wajib Pajak atau kartu keluarga lain;
b. bagi Wajib Pajak wanita kawin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf b atau huruf c, meliputi data Wajib Pajak sendiri;
c. bagi Wajib Pajak pria atau wanita tidak kawin yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak sendiri, meliputi:
1. data Wajib Pajak sendiri; dan
2. data anggota keluarga sedarah atau semenda dalam garis keturunan lurus yang menjadi tanggungan sepenuhnya, baik dalam satu kartu keluarga maupun berada pada kartu keluarga lain;
atau
d. bagi Wajib Pajak wanita kawin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4), meliputi:
1. data seluruh anggota keluarga yang meliputi Wajib Pajak sendiri, dan anak yang belum dewasa, termasuk anak tiri atau anak angkat yang tercantum dalam kartu keluarga Wajib Pajak atau kartu keluarga lain; dan
2. data anggota keluarga sedarah atau semenda dalam garis keturunan lurus sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 2.
(3) Dalam hal Wajib Pajak wanita kawin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b memiliki suami yang tidak berpenghasilan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan, wanita kawin tersebut dapat menambahkan data unit keluarga dengan ketentuan sebagai berikut:
1. data seluruh anggota keluarga yang meliputi Wajib Pajak sendiri, suami, dan anak yang belum dewasa, termasuk anak tiri atau anak angkat yang tercantum dalam kartu keluarga Wajib Pajak atau kartu keluarga lain; dan
2. data anggota keluarga sedarah atau semenda dalam garis keturunan lurus selain anggota keluarga sebagaimana dimaksud pada angka 1 yang menjadi tanggungan sepenuhnya yang tercantum pada kartu keluarga Wajib Pajak atau kartu keluarga lain.
(4) Anggota keluarga yang telah terdaftar dalam satu data unit keluarga tidak dapat dicantumkan dalam data unit keluarga lain.
(5) Penyampaian data unit keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui mekanisme perubahan data Wajib Pajak.


Pasal 6

Wajib Pajak menentukan anggota keluarga pada data unit keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) yang digunakan sebagai:
a. daftar anggota keluarga sebagai satu kesatuan ekonomi dengan kepala keluarga sebagai penanggung kewajiban pajak; dan
b. dasar penghitungan besarnya penghasilan tidak kena pajak,
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.


Bagian Kedua
Administrasi Nomor Identitas Perpajakan

Paragraf 1
Nomor Identitas Perpajakan

Pasal 7

(1) Selain Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan nomor identitas perpajakan dalam bentuk Nomor Pokok Wajib Pajak berdasarkan permohonan atau secara jabatan.
(2) Nomor identitas perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. Nomor Induk Kependudukan, bagi orang pribadi yang merupakan Penduduk; dan
b. nomor dengan format 16 (enam belas) digit yang dihasilkan oleh sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak, bagi orang pribadi bukan Penduduk dan Badan.
(3) Nomor identitas perpajakan berupa Nomor Induk Kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat digunakan secara langsung tanpa harus melalui permohonan atau secara jabatan sepanjang memenuhi ketentuan:
a. dapat divalidasi sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak; dan
b. belum diaktivasi sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak.
(4) Ketentuan mengenai administrasi nomor identitas perpajakan dalam bentuk Nomor Pokok Wajib Pajak, bagi orang pribadi atau Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku mutatis mutandis dengan orang pribadi atau Badan yang merupakan Wajib Pajak sepanjang tidak diatur lain dalam ketentuan tersendiri.


Paragraf 2
Fungsi Nomor Identitas Perpajakan

Pasal 8

(1) Nomor identitas perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) digunakan orang pribadi atau Badan sebagai identitas untuk kepentingan administrasi perpajakan tertentu.
(2) Administrasi perpajakan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. pemberian Akun Wajib Pajak;
b. penyetoran dan/atau pelaporan pajak;
c. pencantuman identitas pihak yang dilakukan pemotongan atau pemungutan;
d. pencantuman identitas pembeli barang kena pajak atau penerima jasa kena pajak dalam faktur pajak;
e. permohonan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
f. penerbitan surat keterangan bebas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
g. pengembalian atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dipungut;
h. pembayaran kembali Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sebelumnya mendapatkan fasilitas;
i. penagihan pajak; dan
j. administrasi perpajakan lainnya yang ditetapkan Direktur Jenderal Pajak.


Paragraf 3
Kriteria Orang Pribadi atau Badan yang Dapat Menggunakan Nomor Identitas Perpajakan

Pasal 9

Nomor identitas perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) digunakan oleh orang pribadi atau Badan yang memiliki kriteria sebagai berikut:
  1. subjek pajak luar negeri yang terlibat langsung atau memfasilitasi transaksi antarpihak yang bertransaksi yang ditunjuk oleh Menteri untuk melakukan pemotongan, pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 32A Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
  2. perwakilan negara asing, badan atau organisasi internasional, beserta pejabatnya yang bukan merupakan subjek pajak namun membutuhkan identitas perpajakan untuk kepentingan administrasi perpajakan;
  3. subjek pajak luar negeri yang berada di Indonesia dan sedang dilakukan penagihan pajak oleh Direktur Jenderal Pajak berdasarkan permohonan negara mitra atau yurisdiksi mitra;
  4. orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan menerima atau memperoleh akumulasi penghasilan pada Tahun Pajak berjalan belum melebihi penghasilan tidak kena pajak;
  5. wanita kawin yang menghendaki pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan digabung dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan suami, sepanjang Nomor Induk Kependudukan wanita kawin dimaksud telah tercantum sebagai bagian dari data unit keluarga dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak;
  6. anak yang belum dewasa yaitu anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah, sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan, sepanjang Nomor Induk Kependudukan anak dimaksud telah tercantum sebagai bagian dari data unit keluarga dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak; dan
  7. orang pribadi atau Badan lainnya yang tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif atau bukan merupakan subjek pajak sesuai ketentuan dalam Pasal 16 ayat (6) dan Pasal 39 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan.

Bagian Ketiga
Pendaftaran Wajib Pajak

Paragraf 1
Tempat Pendaftaran Wajib Pajak

Pasal 10

(1) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) meliputi:
a. Wajib Pajak orang pribadi;
b. Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi;
c. Wajib Pajak Badan; dan
d. Instansi Pemerintah yang ditunjuk sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2) Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal orang pribadi.
(3) Tempat tinggal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan menurut keadaan yang sebenarnya, yakni:
a. tempat tinggal tetap orang pribadi beserta keluarganya;
b. tempat pusat kepentingan pribadi dan ekonomi dilakukan, dalam hal orang pribadi tersebut:
1. mempunyai tempat tinggal tetap sebagaimana dimaksud dalam huruf a di 2 (dua) tempat atau lebih; atau
2. tidak mempunyai tempat tinggal tetap sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
atau
c. tempat orang pribadi lebih lama tinggal dalam kurun waktu 1 (satu) tahun kalender terakhir, dalam hal tempat pusat kepentingan pribadi dan ekonomi dilakukan sebagaimana dimaksud dalam huruf b tidak dapat ditentukan.
(4) Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi yang meninggalkan warisan.
(5) Tempat tinggal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditentukan menurut keadaan yang sebenarnya, yakni:
a. tempat tinggal tetap Wajib Pajak orang pribadi yang meninggalkan warisan beserta keluarganya sebelum meninggal dunia; atau
b. tempat pusat kepentingan ekonomi harta warisan berada, dalam hal Wajib Pajak orang pribadi yang meninggalkan warisan tersebut:
1. mempunyai tempat tinggal tetap sebagaimana dimaksud dalam huruf a di 2 (dua) tempat atau lebih; atau
2. tidak mempunyai tempat tinggal tetap sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
(6) Wajib Pajak Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c wajib mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Badan.
(7) Tempat kedudukan Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditentukan menurut keadaan yang sebenarnya, yakni:
a. tempat kantor pimpinan serta pusat administrasi dan keuangan berada sebagaimana tercantum dalam:
1. akta atau dokumen pendirian dan perubahannya;
2. surat keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi bentuk usaha tetap;
3. dokumen izin usaha dan/atau kegiatan; atau
4. surat keterangan tempat kegiatan usaha;
b. tempat kantor pimpinan serta pusat administrasi dan keuangan berada menurut keadaan yang sebenarnya, dalam hal tempat kantor pimpinan serta pusat administrasi dan keuangan berbeda dengan yang tercantum dalam:
1. akta atau dokumen pendirian dan perubahannya;
2. surat keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi bentuk usaha tetap;
3. dokumen izin usaha dan/atau kegiatan; atau
4. surat keterangan tempat kegiatan usaha;
c. tempat kantor pimpinan berada, dalam hal tempat kantor pimpinan terpisah dari tempat pusat administrasi dan keuangan serta tempat menjalankan kegiatan usaha; atau
d. tempat menjalankan kegiatan usaha, bagi Wajib Pajak Badan yang bergerak di sektor usaha tertentu yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(8) Dikecualikan dari penentuan tempat kedudukan Wajib Pajak Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) bagi Wajib Pajak Badan yang berbentuk Kerja Sama Operasi, tempat kedudukan Wajib Pajak Badan ditetapkan pada tempat tinggal atau tempat kedudukan salah satu anggota Kerja Sama Operasi yang berada di dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditunjuk dalam:
a. perjanjian kerja sama Kerja Sama Operasi; atau
b. surat penunjukan,
untuk mewakili Kerja Sama Operasi.
(9) Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d wajib mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Instansi Pemerintah menurut keadaan yang sebenarnya.
(10) Tempat kedudukan Instansi Pemerintah menurut keadaan yang sebenarnya sebagaimana dimaksud pada ayat (9) ditentukan sebagai berikut:
a. tempat kantor kepala Instansi Pemerintah Pusat, kuasa pengguna anggaran, atau pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada Instansi Pemerintah Pusat berada, untuk Instansi Pemerintah Pusat;
b. tempat kantor kepala Instansi Pemerintah Daerah atau pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada satuan kerja perangkat daerah berada, untuk Instansi Pemerintah Daerah; atau
c. tempat kantor kepala desa atau perangkat desa yang melaksanakan pengelolaan keuangan desa berdasarkan keputusan kepala desa berada, untuk Instansi Pemerintah Desa.
(11) Dalam hal tempat kedudukan Instansi Pemerintah menurut keadaan sebenarnya sebagaimana dimaksud pada ayat (10) berada di luar wilayah Indonesia, Instansi Pemerintah dimaksud wajib mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan kantor pusat Instansi Pemerintah yang berada di Indonesia.


Pasal 11

(1) Dalam hal:
a. tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) atau Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4); atau
b. tempat kedudukan Badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (6) atau Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (9),
tidak dapat ditentukan, Direktur Jenderal Pajak berwenang menetapkan Kantor Pelayanan Pajak tertentu sebagai tempat Wajib Pajak terdaftar.
(2) Penetapan tempat pendaftaran Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
a. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, dalam hal tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan Badan berada dalam 2 (dua) atau lebih wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak dalam 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak; atau
b. pejabat setingkat Eselon II yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang ekstensifikasi perpajakan, dalam hal tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan Badan berada dalam 2 (dua) atau lebih wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
(3) Selain berwenang menetapkan Kantor Pelayanan Pajak tertentu sebagai tempat Wajib Pajak terdaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak berwenang:
a. menetapkan tempat terdaftar bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu pada Kantor Pelayanan Pajak tertentu; dan
b. menetapkan tempat pendaftaran tertentu sebagai tempat pendaftaran Wajib Pajak.


Paragraf 2
Jangka Waktu Pendaftaran Wajib Pajak

Pasal 12

(1) Jangka waktu pendaftaran Wajib Pajak ditentukan sebagai berikut:
a. Wajib Pajak orang pribadi:
1. yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu wajib mendaftarkan diri paling lama 1 (satu) bulan setelah kegiatan usaha atau pekerjaan bebas mulai dilakukan; dan
2. yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan menerima atau memperoleh penghasilan di atas penghasilan tidak kena pajak wajib mendaftarkan diri paling lama akhir bulan berikutnya setelah diterimanya penghasilan yang menyebabkan akumulasi penghasilan pada Tahun Pajak berjalan sama dengan atau melebihi penghasilan tidak kena pajak;
b. Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah Wajib Pajak orang pribadi yang meninggalkan warisan tersebut meninggal dunia;
c. Wajib Pajak Badan wajib mendaftarkan diri paling lama 1 (satu) bulan setelah saat didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia; dan
d. Wajib Pajak Instansi Pemerintah wajib mendaftarkan diri paling lama sebelum melakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Wajib Pajak Badan berbentuk Kerja Sama Operasi wajib mendaftarkan diri paling lama 1 (satu) bulan setelah saat:
a. pendirian Kerja Sama Operasi, dalam hal di dalam perjanjian kerja sama Kerja Sama Operasi menunjukkan adanya kriteria sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri yang mengatur mengenai perlakuan perpajakan dalam Kerja Sama Operasi; atau
b. melakukan kegiatan sesuai dengan kriteria sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri yang mengatur mengenai perlakuan perpajakan dalam Kerja Sama Operasi, dalam hal di dalam perjanjian kerja sama Kerja Sama Operasi tidak menunjukkan adanya kriteria tersebut.


Pasal 13

(1) Pendaftaran Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b dilakukan oleh wakil dari Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi.
(2) Dalam hal Wajib Pajak orang pribadi yang meninggalkan warisan tersebut:
a. belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, wakil dari Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi harus melakukan pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak bagi orang pribadi yang meninggalkan warisan untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak dengan status Warisan Belum Terbagi; atau
b. sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, wakil dari Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi harus melakukan perubahan data status Wajib Pajak menjadi Wajib Pajak dengan status Warisan Belum Terbagi,
paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah Wajib Pajak orang pribadi yang meninggalkan warisan tersebut meninggal dunia.


Paragraf 3
Tata Cara Pendaftaran

Pasal 14

(1) Pendaftaran Wajib Pajak dilakukan secara elektronik melalui:
a. Portal Wajib Pajak;
b. laman atau aplikasi lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
c. Contact Center.
(2) Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat melaksanakan pendaftaran secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak melaksanakan pendaftaran:
a. secara langsung; atau
b. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir,
ke Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan, atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(3) Permohonan pendaftaran untuk Wajib Pajak orang pribadi yang merupakan Penduduk tidak perlu dilampiri dokumen persyaratan.
(4) Permohonan pendaftaran untuk Wajib Pajak orang pribadi yang bukan Penduduk dilampiri dengan dokumen persyaratan sebagai berikut:
a. salinan paspor;
b. pasfoto berwarna Wajib Pajak yang bersangkutan; dan
c. pasfoto berwarna Wajib Pajak yang bersangkutan dengan memegang paspor.
(5) Permohonan pendaftaran untuk Wajib Pajak Badan dilampiri dengan dokumen persyaratan sebagai berikut:
a. untuk Wajib Pajak Badan baik yang berorientasi pada profit (profit oriented) maupun yang tidak berorientasi pada profit (non profit oriented), yaitu salinan dokumen pendirian badan usaha, berupa:
1. akta pendirian atau dokumen pendirian dan perubahannya, bagi Wajib Pajak Badan dalam negeri; atau
2. surat keterangan penunjukan dari kantor pusat, bagi bentuk usaha tetap atau kantor perwakilan perusahaan asing;
atau
b. untuk Wajib Pajak Badan berbentuk Kerja Sama Operasi, berupa:
1. salinan perjanjian kerja sama Kerja Sama Operasi; dan
2. surat penunjukan anggota yang mewakili Kerja Sama Operasi, dalam hal perjanjian kerja sama tidak menyebutkan anggota yang ditunjuk untuk mewakili Kerja Sama Operasi.
(6) Permohonan pendaftaran untuk Instansi Pemerintah dilampiri dengan dokumen persyaratan sebagai berikut:
a. untuk Instansi Pemerintah Pusat, berupa salinan dokumen daftar isian pelaksanaan anggaran yang mencantumkan kode satuan kerja dan surat keputusan mengenai penunjukan kuasa pengguna anggaran;
b. untuk Instansi Pemerintah Pusat yang berbentuk badan layanan umum, berupa salinan dokumen daftar isian pelaksanaan anggaran yang mencantumkan kode satuan kerja dan surat keputusan Menteri atau pejabat yang berwenang mengenai penetapan Instansi Pemerintah yang menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum;
c. untuk Instansi Pemerintah Daerah, berupa salinan dokumen pelaksanaan anggaran yang mencantumkan kode satuan kerja dan surat pengangkatan kepala satuan kerja perangkat daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagai pengguna anggaran;
d. untuk Instansi Pemerintah Daerah yang berbentuk badan layanan umum daerah, berupa salinan dokumen pelaksanaan anggaran yang mencantumkan kode satuan kerja dan surat keputusan bupati, wali kota, gubernur, atau pejabat yang berwenang mengenai penetapan Instansi Pemerintah yang menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah; dan
e. untuk Instansi Pemerintah Desa, berupa surat pengangkatan kepala desa.
(7) Pendaftaran Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan oleh:
a. kepala Instansi Pemerintah Pusat, kuasa pengguna anggaran, kepala badan layanan umum atau pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada Instansi Pemerintah Pusat, untuk Instansi Pemerintah Pusat;
b. kepala Instansi Pemerintah Daerah, pengguna anggaran, kepala badan layanan umum daerah atau pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada satuan kerja perangkat daerah, untuk Instansi Pemerintah Daerah; atau
c. kepala desa atau perangkat desa yang melaksanakan pengelolaan keuangan desa berdasarkan keputusan kepala desa, untuk Instansi Pemerintah Desa.
(8) Dalam hal dokumen yang wajib dilampirkan telah tervalidasi dengan basis data pihak yang berwenang atas dokumen dimaksud, permohonan pendaftaran Wajib Pajak tidak perlu dilampiri dengan dokumen tersebut.


Pasal 15

(1) Permohonan pendaftaran Wajib Pajak melalui Portal Wajib Pajak, laman atau aplikasi lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak, dan/atau Contact Center sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) bagi orang pribadi yang merupakan Penduduk dilakukan dengan mengaktivasi Nomor Induk Kependudukan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak.
(2) Aktivasi Nomor Induk Kependudukan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan terlebih dahulu memvalidasi data Nomor Induk Kependudukan dengan basis data kependudukan melalui sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak yang terintegrasi dengan sistem administrasi kependudukan.
(3) Validasi data Nomor Induk Kependudukan dengan basis data kependudukan dilakukan pada saat penyampaian pendaftaran melalui Portal Wajib Pajak, laman atau aplikasi lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak, dan/atau Contact Center.
(4) Dalam hal data Nomor Induk Kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah tervalidasi dengan basis data kependudukan namun belum diaktivasi sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak, orang pribadi yang merupakan penduduk mengaktivasi data Nomor Induk Kependudukan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak dengan:
a. memverifikasi dan mengisi data pendaftaran Wajib Pajak secara daring, untuk permohonan melalui Portal Wajib Pajak atau laman yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak; atau
b. menyampaikan data pendaftaran sebagaimana tercantum dalam formulir pendaftaran Wajib Pajak, untuk permohonan melalui Contact Center,
termasuk menyampaikan alamat pos elektronik dan nomor telepon seluler yang dapat diverifikasi.
(5) Berdasarkan penyampaian data pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Kantor Pelayanan Pajak menindaklanjuti dengan:
a. menerbitkan bukti penerimaan elektronik;
b. mengaktivasi Nomor Induk Kependudukan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak dan menerbitkan surat keterangan aktivasi Nomor Induk Kependudukan;
c. menerbitkan Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak dan Surat Keterangan Terdaftar; dan/atau
d. mengaktivasi Akun Wajib Pajak dan Kode Otorisasi serta menerbitkan surat penerbitan Akun Wajib Pajak dan surat penerbitan Kode Otorisasi Direktorat Jenderal Pajak.
(6) Penerbitan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) hari kerja setelah data pendaftaran sebagaimana tercantum dalam formulir pendaftaran Wajib Pajak disampaikan.
(7) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan kepada Wajib Pajak melalui :
a. Akun Wajib Pajak;
b. alamat pos elektronik yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
c. pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir.
(8) Permohonan pendaftaran Wajib Pajak melalui Portal Wajib Pajak, laman atau aplikasi lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak, dan/atau Contact Center sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) bagi selain orang pribadi yang merupakan Penduduk dilakukan dengan:
a. mengisi dan menyampaikan formulir pendaftaran Wajib Pajak secara daring dan mengunggah salinan dokumen yang disyaratkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, untuk permohonan yang disampaikan melalui Portal Wajib Pajak atau laman atau aplikasi lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak; atau
b. menyampaikan data pendaftaran yang disyaratkan sebagaimana tercantum dalam formulir pendaftaran Wajib Pajak, untuk permohonan melalui Contact Center.
(9) Atas permohonan yang telah disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), kepada Wajib Pajak:
a. diterbitkan bukti penerimaan elektronik; dan
b. dilakukan penelitian atas kesesuaian pemenuhan persyaratan permohonan Wajib Pajak.
(10) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf b, Kepala Kantor Pelayanan Pajak menindaklanjuti dengan menerbitkan:
a.
1. Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak;
2. Surat Keterangan Terdaftar;
3. surat penerbitan Akun Wajib Pajak; dan
4. surat penerbitan Kode Otorisasi Direktorat Jenderal Pajak,
dalam hal permohonan memenuhi persyaratan penerbitan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Wajib Pajak belum terdaftar sebagai Wajib Pajak dalam administrasi Direktorat Jenderal Pajak; atau
b. surat penolakan pendaftaran Wajib Pajak, dalam hal permohonan tidak memenuhi persyaratan penerbitan Nomor Pokok Wajib Pajak atau Wajib Pajak sebelumnya telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dalam administrasi Direktorat Jenderal Pajak,
paling lama 1 (satu) hari kerja setelah bukti penerimaan elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf a diterbitkan.
(11) Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak, Surat Keterangan Terdaftar, surat penerbitan Akun Wajib Pajak, dan surat penerbitan Kode Otorisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf a atau surat penolakan pendaftaran Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf b disampaikan kepada Wajib Pajak melalui:
a. Akun Wajib Pajak;
b. alamat pos elektronik yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
c. pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir.
(12) Dalam hal Wajib Pajak memerlukan pencetakan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (10) Wajib Pajak dapat menyampaikan permintaan pencetakan dokumen tersebut ke seluruh Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan.


Pasal 16

(1) Permohonan pendaftaran Wajib Pajak yang disampaikan secara langsung atau melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) bagi orang pribadi yang merupakan Penduduk dilakukan dengan mengaktivasi Nomor Induk Kependudukan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak.
(2) Aktivasi Nomor Induk Kependudukan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan terlebih dahulu memvalidasi data Nomor Induk Kependudukan dengan basis data kependudukan melalui sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak yang terintegrasi dengan sistem administrasi kependudukan, pada saat permohonan diterima.
(3) Dalam hal data Nomor Induk Kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah tervalidasi dengan basis data kependudukan namun belum diaktivasi sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak, data pendaftaran sebagaimana tercantum dalam formulir pendaftaran Wajib Pajak diverifikasi dan direkam dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak, termasuk merekam data alamat pos elektronik dan nomor telepon seluler yang dapat diverifikasi.
(4) Berdasarkan permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pelayanan Pajak menindaklanjuti dengan:
a. menerbitkan bukti penerimaan surat;
b. mengaktivasi Nomor Induk Kependudukan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak dan menerbitkan surat keterangan aktivasi Nomor Induk Kependudukan;
c. menerbitkan Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak dan Surat Keterangan Terdaftar; dan/atau
d. mengaktivasi Akun Wajib Pajak dan Kode Otorisasi serta menerbitkan surat penerbitan Akun Wajib Pajak dan surat penerbitan Kode Otorisasi Direktorat Jenderal Pajak.
(5) Penerbitan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) hari kerja setelah bukti penerimaan surat diterbitkan.
(6) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Wajib Pajak melalui:
a. Akun Wajib Pajak;
b. alamat pos elektronik yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
c. pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir.
(7) Permohonan pendaftaran yang disampaikan secara langsung atau melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) bagi selain orang pribadi yang merupakan Penduduk dilakukan dengan:
a. mengisi, menandatangani, dan menyampaikan formulir pendaftaran Wajib Pajak; dan
b. melampirkan dokumen yang disyaratkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14.
(8) Atas permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dilakukan penelitian atas kesesuaian pemenuhan persyaratan permohonan Wajib Pajak.
(9) Dalam hal permohonan yang telah dilakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (8):
a. memenuhi persyaratan penerbitan Nomor Pokok Wajib Pajak, kepada Wajib Pajak diterbitkan bukti penerimaan surat; atau
b. tidak memenuhi persyaratan penerbitan Nomor Pokok Wajib Pajak:
1. permohonan Wajib Pajak dikembalikan secara langsung, untuk permohonan yang disampaikan secara langsung; atau
2. kepada Wajib Pajak diterbitkan surat pengembalian permohonan atau surat penolakan pendaftaran Wajib Pajak, untuk permohonan yang disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
(10) Atas permohonan yang telah diterbitkan bukti penerimaan surat, Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan:
a. Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak;
b. Surat Keterangan Terdaftar;
c. surat penerbitan Akun Wajib Pajak; dan
d. surat penerbitan Kode Otorisasi Direktorat Jenderal Pajak,
paling lama 1 (satu) hari kerja setelah bukti penerimaan surat diterbitkan.
(11) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (10) disampaikan kepada Wajib Pajak melalui:
a. Akun Wajib Pajak;
b. alamat pos elektronik yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
c. pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir.
(12) Dalam hal Wajib Pajak memerlukan pencetakan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (10), Wajib Pajak dapat menyampaikan permintaan pencetakan dokumen tersebut ke seluruh Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan.


Pasal 17

Dalam hal diperlukan, Direktur Jenderal Pajak dapat meminta dokumen yang membuktikan status perpajakan pada saat pendaftaran Wajib Pajak wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah, meliputi:
a. salinan putusan hakim, bagi wanita kawin hidup berpisah;
b. salinan surat perjanjian pemisahan penghasilan dan harta, bagi wanita kawin pisah harta; atau
c. surat pernyataan menghendaki melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suami, bagi wanita kawin yang memilih melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suami.


Pasal 18

(1) Dalam hal Wajib Pajak tidak melaksanakan kewajiban untuk mendaftarkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan berdasarkan hasil penelitian administrasi oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak dan diberikan Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak, Surat Keterangan Terdaftar dan/atau surat keterangan aktivasi Nomor Induk Kependudukan.
(2) Penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penelitian atas data dan/atau informasi yang dimiliki atau diperoleh Direktorat Jenderal Pajak, termasuk data dan/atau informasi yang diperoleh dari kegiatan ekstensifikasi dan kegiatan pengumpulan data.
(3) Tanggal terdaftar yang tercantum dalam Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak dan Surat Keterangan Terdaftar yang diterbitkan secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan tanggal penerbitan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Surat Keterangan Terdaftar.

 
Paragraf 4
Saluran dan Tempat Pendaftaran Tertentu Sebagai Tempat Pendaftaran Wajib Pajak

Pasal 19

(1) Laman atau aplikasi lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b meliputi:
a. sistem administrasi badan hukum dan sistem administrasi badan usaha;
b. online single submission; dan
c. laman atau aplikasi lain yang ditetapkan Direktur Jenderal Pajak sebagai saluran pendaftaran tertentu sebagai tempat pendaftaran Wajib Pajak.
(2) Pendaftaran melalui sistem administrasi badan hukum dan sistem administrasi badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diajukan oleh Wajib Pajak Badan melalui notaris.
(3) Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan notaris yang membuat akta pendirian Badan tersebut dan telah diberikan hak akses pada sistem administrasi badan hukum atau sistem administrasi badan usaha.
(4) Selain melalui laman atau aplikasi lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak dapat melakukan pendaftaran melalui tempat pendaftaran tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf b, yaitu:
a. layanan perpajakan di layanan terpadu satu pintu;
b. layanan di luar kantor; dan
c. tempat pendaftaran tertentu lainnya sebagai tempat pendaftaran Wajib Pajak yang ditetapkan Direktur Jenderal Pajak.


Paragraf 5
Administrasi Akun Wajib Pajak, Kode Otorisasi, dan Sertifikat Elektronik

Pasal 20

(1) Wajib Pajak melakukan aktivasi Akun Wajib Pajak bersamaan dengan pendaftaran Wajib Pajak untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak.
(2) Dalam hal aktivasi Akun Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan bersamaan dengan pendaftaran Wajib Pajak, aktivasi Akun Wajib Pajak harus dilakukan oleh:
a. Wajib Pajak yang bersangkutan untuk Wajib Pajak orang pribadi; atau
b. salah satu wakil Wajib Pajak untuk Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi, Badan, atau Instansi Pemerintah.
(3) Orang pribadi atau Badan yang menggunakan nomor identitas perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 juga dapat melakukan aktivasi Akun Wajib Pajak, kecuali anak yang belum dewasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf f.
(4) Aktivasi Akun Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan mengisi dan menyampaikan formulir aktivasi Akun Wajib Pajak.
(5) Atas aktivasi Akun Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), Kepala Kantor Pelayanan Pajak memberikan:
a. Akun Wajib Pajak; dan
b. Kode Otorisasi,
serta menyampaikan surat penerbitan Akun Wajib Pajak dan surat penerbitan Kode Otorisasi Direktorat Jenderal Pajak kepada Wajib Pajak.
(6) Penyampaian surat penerbitan Akun Wajib Pajak dan surat penerbitan Kode Otorisasi Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada Wajib Pajak dilakukan melalui:
a. Akun Wajib Pajak; dan
b. alamat pos elektronik yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak.


Pasal 21

(1) Kode Otorisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (5) huruf b memiliki masa berlaku selama 2 (dua) tahun sejak tanggal Kode Otorisasi diterbitkan.
(2) Wajib Pajak dapat mengajukan permintaan Kode Otorisasi baru ke Direktorat Jenderal Pajak dengan alasan sebagai berikut:
a. masa berlaku Kode Otorisasi akan atau telah berakhir;
b. passphrase Kode Otorisasi tidak diketahui atau lupa; atau
c. sebab lain sehingga Wajib Pajak harus meminta Kode Otorisasi baru.
(3) Permintaan Kode Otorisasi baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan mengisi dan menyampaikan formulir permintaan Kode Otorisasi.
(4) Atas permintaan Kode Otorisasi baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan Pajak memberikan Kode Otorisasi baru dengan menerbitkan surat penerbitan Kode Otorisasi.
(5) Masa berlaku Kode Otorisasi yang lama dinyatakan berakhir saat Kode Otorisasi baru sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan.


Pasal 22

(1) Kode Otorisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (5) huruf b digunakan untuk melakukan Tanda Tangan Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri mengenai ketentuan perpajakan dalam rangka pelaksanaan sistem inti administrasi perpajakan.
(2) Dalam hal Wajib Pajak memilih untuk menggunakan Tanda Tangan Elektronik yang dibuat dengan menggunakan Sertifikat Elektronik yang diterbitkan oleh penyelenggara sertifikasi elektronik, Wajib Pajak harus mendaftarkan terlebih dahulu Sertifikat Elektronik dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak dengan mengisi dan menyampaikan formulir pemberitahuan Sertifikat Elektronik penyelenggara sertifikasi elektronik.


Pasal 23

(1) Aktivasi Akun Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dilakukan dalam rangka pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan atau untuk kepentingan administrasi tertentu.
(2) Pengajuan aktivasi Akun Wajib Pajak dilakukan secara:
a. elektronik melalui Portal Wajib Pajak; atau
b. langsung ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan.
(3) Pengajuan aktivasi Akun Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disetujui sepanjang alamat pos elektronik dan nomor telepon seluler Wajib Pajak telah tervalidasi.


Bagian Keempat
Perubahan Data Wajib Pajak

Paragraf 1
Tata Cara Perubahan Data Wajib Pajak

Pasal 24

(1) Wajib Pajak harus melakukan perubahan data dalam hal data dan/atau informasi yang telah dilaporkan dalam administrasi perpajakan berbeda dengan keadaan yang sebenarnya dengan mengajukan permohonan perubahan data.
(2) Kepala Kantor Pelayanan Pajak dapat melakukan perubahan data Wajib Pajak berdasarkan permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau secara jabatan dalam hal ditemukan data dan/atau informasi yang terdapat dalam administrasi perpajakan berbeda dengan keadaan yang sebenarnya
(3) Termasuk dalam perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yakni:
a. untuk Wajib Pajak orang pribadi:
1. perubahan identitas Wajib Pajak;
2. perubahan data Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6) dan ayat (7);
3. perubahan alamat tempat tinggal Wajib Pajak;
4. penambahan dan pengurangan tempat kegiatan usaha;
5. perubahan sumber penghasilan Wajib Pajak;
6. perubahan status perpajakan Wajib Pajak wanita kawin;
7. perubahan Wajib Pajak menjadi Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi; atau
8. terdapat kesalahan tulis data Wajib Pajak pada administrasi Direktorat Jenderal Pajak;
b. untuk Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi:
1. perubahan wakil Wajib Pajak;
2. perubahan alamat tempat tinggal Wajib Pajak;
3. penambahan dan pengurangan tempat kegiatan usaha;
4. perubahan sumber penghasilan Wajib Pajak; atau
5. terdapat kesalahan tulis data Wajib Pajak pada administrasi Direktorat Jenderal Pajak;
c. untuk Wajib Pajak Badan:
1. perubahan identitas Wajib Pajak yang tidak mengubah bentuk badan hukum, kecuali perubahan bentuk badan hukum tersebut disebabkan adanya ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. perubahan alamat tempat kedudukan Wajib Pajak;
3. penambahan dan pengurangan tempat kegiatan usaha;
4. perubahan jenis kegiatan usaha Wajib Pajak;
5. perubahan struktur permodalan atau kepemilikan Wajib Pajak Badan yang tidak mengubah bentuk badan hukum;
6. terdapat kesalahan tulis data Wajib Pajak pada administrasi Direktorat Jenderal Pajak; atau
7. terdapat perbedaan antara data terkait kategori dan/atau bentuk badan pada basis data perpajakan, dengan kategori dan/atau bentuk badan usaha Wajib Pajak yang sebenarnya dan yang seharusnya tercatat dalam basis data perpajakan dari sejak terdaftar sesuai dengan dokumen yang disampaikan oleh Wajib Pajak;
atau
d. untuk Instansi Pemerintah:
1. perubahan identitas Wajib Pajak yang tidak mengubah kode satuan kerja, kecuali Instansi Pemerintah Daerah;
2. perubahan identitas Wajib Pajak yang tidak mengubah kode referensi wilayah, untuk Instansi Pemerintah Desa;
3. perubahan alamat tempat kedudukan Wajib Pajak;
4. penambahan dan pengurangan Subunit Organisasi;
5. perubahan Kepala Instansi Pemerintah dan/atau pejabat bendahara pengeluaran atau bendahara penerimaan;
6. terdapat kesalahan tulis data Instansi Pemerintah pada administrasi Direktorat Jenderal Pajak; atau
7. terdapat perbedaan antara data terkait kategori dan/atau bentuk Instansi Pemerintah pada basis data perpajakan, dengan kategori dan/atau bentuk Instansi Pemerintah yang sebenarnya dan yang seharusnya tercatat dalam basis data perpajakan dari sejak terdaftar sesuai
dengan dokumen yang disampaikan oleh Wajib Pajak.
(4) Permohonan perubahan data dilakukan secara elektronik melalui:
a. Portal Wajib Pajak;
b. laman atau aplikasi lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
c. Contact Center,
dan disampaikan disertai dokumen pendukung yang menunjukkan adanya perubahan tersebut.
(5) Permohonan perubahan data melalui Contact Center sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c merupakan perubahan data yang dokumen pendukungnya dapat dikonfirmasi secara langsung oleh petugas Contact Center.
(6) Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat melaksanakan perubahan data secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Wajib Pajak melaksanakan perubahan data:
a. secara langsung; atau
b. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir,
ke Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan, atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(7) Dalam hal perubahan data terkait perubahan Wajib Pajak orang pribadi menjadi Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a angka 7, dokumen pendukung yang harus dilampirkan meliputi:
a. salinan akta kematian, surat keterangan kematian, atau dokumen sejenis;
b. dokumen yang menunjukkan kedudukan sebagai wakil Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. dalam hal diwakili oleh pelaksana wasiat, harus melampirkan salinan akta wasiat, surat wasiat, atau dokumen lain yang dipersamakan; atau
2. dalam hal diwakili oleh pihak yang mengurus harta peninggalan, harus melampirkan salinan dokumen penunjukan pihak yang mengurus harta peninggalan;
dan
c. surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dalam hal permohonan perubahan data dilaksanakan oleh seorang kuasa.
(8) Dalam hal perubahan data Wajib Pajak dilakukan secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan Pajak memberitahukan perubahan tersebut kepada Wajib Pajak dengan menyampaikan surat pemberitahuan perubahan data.


Pasal 25

(1) Permohonan perubahan data Wajib Pajak melalui Portal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4) huruf a, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. mengisi, menandatangani secara elektronik, dan menyampaikan formulir perubahan data Wajib Pajak; dan
b. mengunggah salinan dokumen pendukung yang menunjukkan adanya perubahan data.
(2) Permohonan perubahan data Wajib Pajak melalui Contact Center sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4) huruf c, dilakukan dengan menyampaikan data pendukung yang menunjukkan adanya perubahan data.
(3) Atas permohonan perubahan data Wajib Pajak yang disampaikan melalui Portal Wajib Pajak dan Contact Center:
a. dalam hal permohonan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), kepada Wajib Pajak diterbitkan bukti penerimaan elektronik; atau
b. dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), kepada Wajib Pajak tidak diterbitkan bukti penerimaan elektronik dan permohonan Wajib Pajak tidak diproses lebih lanjut.


Pasal 26

(1) Permohonan perubahan data Wajib Pajak secara langsung atau melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (6) dilakukan dengan:
a. mengisi dan menandatangani formulir perubahan data Wajib Pajak; dan
b. melampirkan dokumen pendukung yang menunjukkan adanya perubahan data.
(2) Atas permohonan perubahan data yang disampaikan secara langsung atau melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir:
a. dalam hal permohonan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada Wajib Pajak diterbitkan bukti penerimaan surat; atau
b. dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
1. permohonan dikembalikan kepada Wajib Pajak secara langsung, untuk permohonan yang disampaikan secara langsung; atau
2. kepada Wajib Pajak diterbitkan surat pengembalian permohonan, untuk permohonan yang disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.


Pasal 27

(1) Atas permohonan perubahan data Wajib Pajak yang telah diberikan bukti penerimaan elektronik atau bukti penerimaan surat, Kepala Kantor Pelayanan Pajak melakukan penelitian terhadap kesesuaian data yang tercantum dalam formulir perubahan data dengan dokumen pendukung yang disampaikan.
(2) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan keputusan berupa:
a. surat pemberitahuan perubahan data, dalam hal Wajib Pajak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); atau
b. surat penolakan perubahan data, dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan paling lama 1 (satu) hari kerja setelah bukti penerimaan elektronik atau bukti penerimaan surat diterbitkan.
(4) Dalam hal perubahan data Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyebabkan perubahan informasi dalam Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak, Surat Keterangan Terdaftar, dan/atau surat pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak, Surat Keterangan Terdaftar, dan/atau surat pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
(5) Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyampaikan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan/atau Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak, Surat Keterangan Terdaftar, dan/atau surat pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Wajib Pajak melalui:
a. Akun Wajib Pajak;
b. alamat pos elektronik yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
c. pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir.


Paragraf 2
Tata Cara Pemindahan Tempat Wajib Pajak Terdaftar

Pasal 28

(1) Dalam hal permohonan perubahan data alamat tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) menyebabkan pemindahan wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, permohonan tersebut diproses dengan tata cara pemindahan Wajib Pajak.
(2) Atas permohonan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pelayanan Pajak Lama melakukan penelitian tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak tidak lagi berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Lama.
(3) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diterbitkan keputusan oleh:
a. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Baru berupa surat pindah, dalam hal permohonan Wajib Pajak diterima; atau
b. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Lama berupa surat penolakan pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar, dalam hal permohonan Wajib Pajak ditolak.
(4) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah bukti penerimaan elektronik atau bukti penerimaan surat diterbitkan.
(5) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah terlampaui dan kepada Wajib Pajak belum diterbitkan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Baru harus menerbitkan surat pindah paling lama 1 (satu) hari kerja setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terlampaui.
(6) Keputusan berupa surat pindah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan surat penolakan pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b disampaikan kepada Wajib Pajak melalui:
a. Akun Wajib Pajak;
b. alamat pos elektronik yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
c. pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir.

  
Pasal 29

(1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak dapat melakukan pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar secara jabatan sesuai dengan tempat tinggal atau tempat kedudukan menurut keadaan yang sebenarnya dengan menerbitkan surat pindah.
(2) Kepala Kantor Pelayanan Pajak Baru menyampaikan surat pindah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Wajib Pajak melalui:
a. Akun Wajib Pajak;
b. alamat pos elektronik yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
c. pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir.
   

Pasal 30

(1) Dalam hal Wajib Pajak yang dipindahkan berdasarkan surat pindah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) huruf a dan ayat (5), serta Pasal 29 ayat (1) atau penetapan tempat terdaftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf a masih terdapat pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan yang belum diselesaikan, penerbitan keputusan atas pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban dimaksud dilaksanakan di Kantor Pelayanan Pajak Baru atau Kantor Wilayah baru.
(2) Berdasarkan surat pindah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) huruf a dan ayat (5), serta Pasal 29 ayat (1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak Baru:
a. menerbitkan Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak dan Surat Keterangan Terdaftar, paling lama 1 (satu) hari kerja setelah surat pindah diterima Kantor Pelayanan Pajak Baru; dan
b. melakukan pengawasan dalam rangka pengadministrasian Pengusaha Kena Pajak dengan melakukan penelitian lapangan, dalam hal Wajib Pajak tersebut telah berstatus Pengusaha Kena Pajak.
(3) Kepala Kantor Pelayanan Pajak Baru mengirimkan Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak dan Surat Keterangan Terdaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a kepada Wajib Pajak melalui:
a. Akun Wajib Pajak;
b. alamat pos elektronik yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
c. pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir.
(4) Atas pemindahan Wajib Pajak yang juga berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, tidak dilakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Lama.
(5) Tanggal pengukuhan Pengusaha Kena Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Baru sesuai dengan tanggal pengukuhan Pengusaha Kena Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Lama.


Bagian Kelima
Pelaporan Tempat Kegiatan Usaha Wajib Pajak

Paragraf 1
Tata Cara Pelaporan Tempat Kegiatan Usaha Wajib Pajak

Pasal 31

(1) Wajib Pajak harus melaporkan tempat kegiatan usahanya ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan kepadanya diberikan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha.
(2) Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha juga diberikan secara jabatan bagi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak pada saat pendaftaran Wajib Pajak.
(3) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan paling lama 1 (satu) bulan setelah saat pendirian tempat kegiatan usaha.
(4) Termasuk tempat kegiatan usaha yang diberikan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu:
a. objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkebunan;
b. objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan sektor perhutanan;
c. objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan minyak dan gas bumi;
d. objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan untuk pengusahaan panas bumi;
e. objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan mineral atau batubara;
f. objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan sektor lainnya; dan
g. Subunit Organisasi bagi Wajib Pajak Instansi Pemerintah.
(5) Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a sampai dengan huruf f diterbitkan secara jabatan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar pada saat Wajib Pajak diterbitkan Nomor Objek Pajak.
(6) Dalam hal Wajib Pajak tidak lagi melakukan kegiatan usaha di tempat kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak harus melakukan penghapusan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha yang telah terdaftar dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak.


Pasal 32

(1) Tata cara pelaporan tempat kegiatan usaha dan penghapusan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha dilakukan sesuai dengan tata cara perubahan data Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 sampai dengan Pasal 27.
(2) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian administrasi diketahui bahwa Wajib Pajak tidak melaksanakan:
a. pelaporan tempat kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1), Kepala Kantor Pelayanan Pajak memberikan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha secara jabatan; dan/atau
b. penghapusan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (6), Kepala Kantor Pelayanan Pajak menghapus Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha secara jabatan.


Paragraf 2
Fungsi Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha Wajib Pajak

Pasal 33

Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) digunakan dalam pelaksanaan administrasi perpajakan berupa:
  1. pemberian akses kepada pengurus, pegawai di kantor cabang, atau pegawai di Subunit Organisasi Wajib Pajak untuk dapat membuat atau menandatangani bukti pemotongan Pajak Penghasilan dan faktur pajak;
  2. identifikasi lokasi tempat bekerja setiap pegawai dalam pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21;
  3. identifikasi lokasi tempat tinggal, tempat kedudukan, dan cabang tempat kegiatan usaha Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu dan Wajib Pajak Badan yang dikenakan Pajak Penghasilan final sesuai dengan Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai penyesuaian pengaturan di bidang Pajak Penghasilan untuk melaporkan peredaran usaha masing-masing tempat dimaksud dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan;
  4. identifikasi alamat Pengusaha Kena Pajak penjual barang kena pajak dan/atau pemberi jasa kena pajak yang digunakan untuk melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak dan alamat pembeli barang kena pajak dan/atau penerima jasa kena pajak yang menerima pengiriman atau penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak, untuk pembuatan faktur pajak;
  5. identifikasi lokasi objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan untuk pelaporan objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan; dan
  6. administrasi perpajakan lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Bagian Keenam
Penetapan Wajib Pajak Nonaktif

Paragraf 1
Tata Cara Penetapan Wajib Pajak Nonaktif

Pasal 34

(1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak dapat menetapkan Wajib Pajak Nonaktif, berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan.
(2) Penetapan Wajib Pajak Nonaktif dilakukan atas Wajib Pajak yang memenuhi kriteria:
a. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas namun tidak memenuhi syarat objektif karena menghentikan usahanya atau pekerjaan bebasnya;
b. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas namun tidak memenuhi syarat objektif karena belum atau tidak memperoleh penghasilan, atau memiliki penghasilan di bawah penghasilan tidak kena pajak;
c. Wajib Pajak orang pribadi yang merupakan Warga Negara Indonesia berstatus sebagai Penduduk yang berniat menjadi subjek pajak luar negeri namun belum memenuhi syarat sebagai subjek pajak luar negeri;
d. Wajib Pajak orang pribadi yang merupakan Warga Negara Indonesia berstatus sebagai Penduduk yang tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan objektif karena telah menjadi subjek pajak luar negeri;
e. Wajib Pajak orang pribadi yang merupakan Warga Negara Indonesia berstatus sebagai Penduduk yang tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan objektif;
f. Wajib Pajak orang pribadi yang merupakan wanita kawin dan telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak serta memilih untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya secara digabung dengan suaminya, namun masih memiliki Nomor Induk Kependudukan;
g. Wajib Pajak Badan yang tidak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif namun masih dalam proses atau belum dilakukan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak; dan
h. Instansi Pemerintah yang tidak memenuhi persyaratan sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak namun belum dilakukan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak.
(3) Permohonan penetapan Wajib Pajak Nonaktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara elektronik melalui:
a. Portal Wajib Pajak;
b. laman atau aplikasi lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
c. Contact Center.
dan disampaikan dengan disertai dokumen pendukung yang menunjukkan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Permohonan penetapan Wajib Pajak Nonaktif melalui Contact Center sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c merupakan permohonan penetapan Wajib Pajak Nonaktif yang dokumen pendukungnya dapat dikonfirmasi secara langsung oleh petugas Contact Center.
(5) Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat melaksanakan permohonan penetapan Wajib Pajak Nonaktif secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Wajib Pajak melaksanakan permohonan penetapan Wajib Pajak Nonaktif:
a. secara langsung; atau
b. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir,
ke Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan, atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

  
Pasal 35

(1) Permohonan penetapan Wajib Pajak Nonaktif melalui Portal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) huruf a, dilakukan dengan:
a. mengisi, menandatangani secara elektronik, dan menyampaikan formulir penetapan Wajib Pajak Nonaktif; dan
b. mengunggah salinan dokumen pendukung yang menunjukkan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2).
(2) Permohonan penetapan Wajib Pajak Nonaktif secara elektronik melalui Contact Center sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) huruf c, dilakukan dengan menyampaikan data pendukung yang menunjukkan kriteria  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  34 ayat (2).
(3) Atas permohonan penetapan Wajib Pajak Nonaktif yang disampaikan melalui Portal Wajib Pajak dan Contact Center:
a. dalam hal permohonan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), kepada Wajib Pajak diterbitkan bukti penerimaan elektronik; atau
b. dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), kepada Wajib Pajak tidak diterbitkan bukti penerimaan elektronik dan permohonan Wajib Pajak tidak diproses lebih lanjut.


Pasal 36

(1) Permohonan penetapan Wajib Pajak Nonaktif secara langsung atau melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (5) dilakukan Wajib Pajak dengan:
a. mengisi dan menandatangani formulir penetapan Wajib Pajak Nonaktif; dan
b. melampirkan dokumen pendukung yang menunjukkan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2).
(2) Atas permohonan penetapan Wajib Pajak Nonaktif yang disampaikan secara langsung atau melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir:
a. dalam hal permohonan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada Wajib Pajak diterbitkan bukti penerimaan surat; atau
b. dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
1. permohonan dikembalikan kepada Wajib Pajak secara langsung, untuk permohonan yang disampaikan secara langsung; atau
2. kepada Wajib Pajak diterbitkan surat pengembalian permohonan, untuk permohonan yang disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.


Pasal 37

(1) Atas permohonan penetapan Wajib Pajak Nonaktif yang telah diberikan bukti penerimaan elektronik atau bukti penerimaan surat, Kepala Kantor Pelayanan Pajak melakukan penelitian terhadap pemenuhan ketentuan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2).
(2) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan keputusan berupa:
a. surat penetapan Wajib Pajak Nonaktif, dalam hal Wajib Pajak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2); atau
b. surat penolakan penetapan Wajib Pajak Nonaktif, dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2).
(3) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah bukti penerimaan elektronik atau bukti penerimaan surat diterbitkan.
(4) Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyampaikan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Wajib Pajak melalui:
a. Akun Wajib Pajak;
b. alamat pos elektronik yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
c. pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir.
 

Pasal 38

(1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak secara jabatan dapat menetapkan Wajib Pajak Nonaktif dengan menerbitkan surat penetapan Wajib Pajak Nonaktif, berdasarkan data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2).
(2) Selain berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2), penetapan Wajib Pajak Nonaktif secara jabatan juga dapat dilakukan terhadap Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan:
a. Wajib Pajak tidak melaporkan Surat Pemberitahuan Masa atau Surat Pemberitahuan Tahunan secara berturut-turut dalam 5 (lima) tahun terakhir;
b. Wajib Pajak tidak dilakukan pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga atau pihak lain secara berturut-turut dalam 5 (lima) tahun terakhir;
c. Wajib Pajak tidak melakukan pembayaran pajak secara berturut-turut dalam 5 (lima) tahun terakhir;
d. Wajib Pajak tidak memiliki tunggakan pajak dan/atau tidak sedang melakukan upaya hukum;
e. Wajib Pajak tidak sedang dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan/atau penyidikan tindak pidana perpajakan; dan
f. Wajib Pajak tidak mendapatkan fasilitas atau insentif perpajakan.
(3) Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyampaikan surat pemberitahuan penetapan Wajib Pajak Nonaktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Wajib Pajak melalui :
a. Akun Wajib Pajak;
b. alamat pos elektronik yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
c. pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir.

  
Paragraf 2
Tata Cara Pengaktifan Kembali Wajib Pajak

Pasal 39

(1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak dapat mengaktifkan kembali Wajib Pajak Nonaktif berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan.
(2) Permohonan pengaktifan kembali Wajib Pajak Nonaktif dilakukan secara elektronik melalui:
a. Portal Wajib Pajak;
b. laman atau aplikasi lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
c. Contact Center.
(3) Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat melaksanakan permohonan pengaktifan kembali Wajib Pajak Nonaktif secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib Pajak melaksanakan permohonan pengaktifan kembali penetapan Wajib Pajak Nonaktif:
a. secara langsung; atau
b. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir,
ke Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan, atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.


Pasal 40

(1) Permohonan pengaktifan kembali Wajib Pajak Nonaktif melalui Portal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf a, dilakukan dengan mengisi, menandatangani secara elektronik, dan menyampaikan formulir pengaktifan kembali Wajib Pajak Nonaktif.
(2) Permohonan pengaktifan kembali Wajib Pajak Nonaktif secara elektronik melalui Contact Center sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf c, dilakukan dengan menyampaikan data pengaktifan kembali Wajib Pajak yang disyaratkan sebagaimana tercantum dalam formulir pengaktifan kembali Wajib Pajak Nonaktif.
(3) Atas permohonan pengaktifan kembali Wajib Nonaktif yang disampaikan melalui Portal Wajib Pajak dan Contact Center:
a. dalam hal permohonan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), kepada Wajib Pajak diterbitkan bukti penerimaan elektronik; atau
b. dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), kepada Wajib Pajak tidak diterbitkan bukti penerimaan elektronik dan permohonan Wajib Pajak tidak diproses lebih lanjut.


Pasal 41

(1) Permohonan pengaktifan kembali Wajib Pajak Nonaktif secara langsung atau melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3) dilakukan dengan mengisi dan menandatangani formulir pengaktifan Kembali Wajib Pajak Nonaktif.
(2) Atas permohonan pengaktifan kembali Wajib Pajak Nonaktif yang disampaikan secara langsung atau melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir:
a. dalam hal permohonan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada Wajib Pajak diterbitkan bukti penerimaan surat; atau
b. dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
1. permohonan dikembalikan kepada Wajib Pajak secara langsung, untuk permohonan yang disampaikan secara langsung; atau
2. kepada Wajib Pajak diterbitkan surat pengembalian permohonan, untuk permohonan yang disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir.


Pasal 42

(1) Atas permohonan pengaktifan kembali Wajib Pajak Nonaktif yang telah diberikan bukti penerimaan elektronik atau bukti penerimaan surat, Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat pengaktifan kembali Wajib Pajak Nonaktif.
(2) Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyampaikan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Wajib Pajak melalui:
a. Akun Wajib Pajak;
b. alamat pos elektronik yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
c. pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir.


Pasal 43

(1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak dapat melakukan pengaktifan kembali Wajib Pajak secara jabatan dengan menerbitkan surat pengaktifan kembali Wajib Pajak Nonaktif, dalam hal terdapat data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak tidak lagi memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2).
(2) Data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak:
a. menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa atau Surat Pemberitahuan Tahunan, kecuali untuk pelaporan Surat Pemberitahuan Masa atau Surat Pemberitahuan Tahunan sebelum Wajib Pajak ditetapkan sebagai Wajib Pajak Nonaktif;
b. melakukan pembayaran pajak, kecuali untuk pembayaran pajak sebelum Wajib Pajak ditetapkan sebagai Wajib Pajak Nonaktif;
c. melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
d. mengajukan layanan yang dapat mengubah status menjadi pengaktifan kembali Wajib Pajak Nonaktif; atau
e. melakukan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan lainnya.


Bagian Ketujuh
Tata Cara Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak
 
Pasal 44

(1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak dapat melakukan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak atas Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, berdasarkan permohonan atau secara jabatan.
(2) Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan kriteria:
a. Wajib Pajak orang pribadi telah meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan;
b. Wajib Pajak orang pribadi:
1. telah meninggalkan Indonesia untuk selama- lamanya dan tidak lagi berstatus sebagai Penduduk, bagi orang pribadi yang semula berstatus sebagai Penduduk; atau
2. telah meninggalkan Indonesia untuk selama- lamanya, bagi orang pribadi yang berstatus bukan Penduduk;
c. Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi dalam hal warisan telah selesai dibagi;
d. Wajib Pajak Badan dilikuidasi atau dibubarkan karena penghentian atau penggabungan usaha;
e. Wajib Pajak bentuk usaha tetap telah menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia;
f. Wajib Pajak Badan berbentuk Kerja Sama Operasi yang tidak memenuhi kriteria sebagai Kerja Sama Operasi yang wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
g. Instansi Pemerintah yang sudah tidak memenuhi persyaratan sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, yang dilikuidasi karena mengalami kondisi sebagai berikut:
1. tidak lagi beroperasi sebagai Instansi Pemerintah;
2. pembubaran Instansi Pemerintah yang disebabkan karena penggabungan Instansi Pemerintah; atau
3. tidak lagi beroperasi yang diakibatkan oleh sebab lain;
dan/atau
h. Wajib Pajak yang memiliki lebih dari 1 (satu) Nomor Pokok Wajib Pajak.
(3) Permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Wajib Pajak yang bersangkutan, wakil, atau kuasa Wajib Pajak.
(4) Termasuk pihak yang dapat mengajukan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3):
a. bagi Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, yaitu keluarga sedarah atau semenda;
b. bagi Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, yaitu seorang kuasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
c. bagi Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi dalam hal warisan telah selesai dibagi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, yaitu salah seorang ahli waris, pelaksana wasiat, pihak yang mengurus harta peninggalan, atau kuasa dari wakil Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi; atau
d. bagi Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g, yaitu penanggung jawab proses likuidasi Instansi Pemerintah.
(5) Permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dapat diajukan bersamaan atau setelah pengajuan permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
(6) Permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara elektronik melalui:
a. Portal Wajib Pajak;
b. laman atau aplikasi lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
c. Contact Center.
(7) Permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak melalui Contact Center sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c merupakan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dokumen pendukungnya dapat dikonfirmasi secara langsung oleh petugas Contact Center.
(8) Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat melaksanakan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Wajib Pajak melaksanakan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak:
a. secara langsung; atau
b. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir,
ke Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan, atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(9) Permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan dokumen pendukung, dengan ketentuan:
a. untuk Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan, berupa:
1. salinan akta, surat keterangan kematian, atau dokumen sejenis dari instansi yang berwenang; dan
2. surat pernyataan dari wakil Wajib Pajak yang menyatakan bahwa Wajib Pajak tidak meninggalkan warisan atau surat pernyataan bahwa warisan sudah terbagi dengan menyebutkan ahli waris;
b. bagi Wajib Pajak orang pribadi yang semula berstatus sebagai Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 1:
1. dokumen yang menyatakan bahwa Wajib Pajak orang pribadi telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya; dan/atau
2. dokumen yang menunjukkan Wajib Pajak orang pribadi yang merupakan Penduduk sebagai Warga Negara Indonesia sudah tidak berstatus sebagai Penduduk karena kehilangan kewarganegaraan Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kependudukan;
c. bagi Wajib Pajak orang pribadi bukan Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 2, yaitu dokumen yang menyatakan bahwa Wajib Pajak telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;
d. untuk Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi dalam hal warisan telah selesai dibagi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, berupa surat pernyataan dari wakil Wajib Pajak yang menyatakan bahwa warisan sudah selesai dibagi kepada seluruh ahli waris;
e. untuk Wajib Pajak Badan yang dilikuidasi atau dibubarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, berupa salinan akta pembubaran Badan atau dokumen sejenis yang telah disahkan oleh instansi berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. untuk Wajib Pajak bentuk usaha tetap yang telah menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e, berupa salinan dokumen penghentian kegiatan usaha tersebut;
g. Wajib Pajak Badan berbentuk Kerja Sama Operasi yang tidak memenuhi kriteria sebagai Kerja Sama Operasi yang wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f, berupa salinan dokumen yang menunjukkan Wajib Pajak Badan tidak memenuhi kriteria dimaksud;
h. untuk Instansi Pemerintah yang dilikuidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g, berupa laporan keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelaksanaan likuidasi entitas akuntansi dan akuntansi pelaporan pada kementerian negara/lembaga; atau
i. untuk Wajib Pajak yang memiliki lebih dari satu Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf h, berupa:
1. surat pernyataan bahwa Wajib Pajak memiliki lebih dari satu Nomor Pokok Wajib Pajak; dan
2. salinan seluruh Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimiliki


Pasal 45

(1) Permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak melalui Portal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (6) huruf a, dilakukan dengan:
a. mengisi, menandatangani secara elektronik, dan menyampaikan formulir penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak; dan
b. mengunggah salinan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (9).
(2) Permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak melalui Contact Center sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (6) huruf c, dilakukan dengan menyampaikan data pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (9).
(3) Atas permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak yang disampaikan melalui Portal Wajib Pajak dan Contact Center:
a. dalam hal permohonan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), kepada Wajib Pajak diterbitkan bukti penerimaan elektronik; atau
b. dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), kepada Wajib Pajak tidak diterbitkan bukti penerimaan elektronik dan permohonan Wajib Pajak tidak diproses lebih lanjut.


Pasal 46

(1) Permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak secara langsung, atau melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (8), dilakukan dengan:
a. mengisi dan menandatangani formulir penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak; dan
b. melampirkan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (9).
(2) Atas permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak yang disampaikan secara langsung atau melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir:
a. dalam hal permohonan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada Wajib Pajak diterbitkan bukti penerimaan surat; atau
b. dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
1. permohonan dikembalikan kepada Wajib Pajak secara langsung, untuk permohonan yang disampaikan secara langsung; atau
2. kepada Wajib Pajak diterbitkan surat pengembalian permohonan Nomor Pokok Wajib Pajak, untuk permohonan yang disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir.
(3) Atas permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak yang telah diterbitkan bukti penerimaan elektronik atau bukti penerimaan surat, Kepala Kantor Pelayanan Pajak melakukan Pemeriksaan terhadap pemenuhan persyaratan subjektif dan/atau objektif Wajib Pajak.
(4) Selain memperhatikan pemenuhan persyaratan subjektif dan/atau objektif sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dilakukan sepanjang Wajib Pajak memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. tidak mempunyai utang pajak;
b. tidak sedang dilakukan tindakan:
1. Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan;
2. pemeriksaan bukti permulaan;
3. penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan; atau
4. penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan;
c. tidak sedang dalam proses penyelesaian prosedur persetujuan bersama (mutual agreement procedure);
d. tidak sedang dalam proses penyelesaian kesepakatan harga transfer (advance pricing agreement); dan
e. tidak sedang dalam proses penyelesaian upaya administratif dan upaya hukum, berupa:
1. pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
2. pengajuan keberatan;
3. pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan;
4. pengurangan atau penghapusan sanksi administratif;
5. pengurangan denda administratif Pajak Bumi dan Bangunan;
6. pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar;
7. pengurangan atau pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar;
8. pengurangan atau pembatalan surat tagihan pajak yang tidak benar;
9. pembatalan surat tagihan pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak benar;
10. pembatalan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil Pemeriksaan;
11. gugatan;
12. banding; dan/atau
13. peninjauan kembali.
(5) Berdasarkan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Pelayanan Pajak memberikan keputusan berupa:
a. menerima permohonan Wajib Pajak dengan menerbitkan surat penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, dalam hal Wajib Pajak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4); atau
b. menolak permohonan Wajib Pajak dengan menerbitkan surat penolakan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4).
(6) Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling lama:
a. 6 (enam) bulan setelah bukti penerimaan elektronik atau bukti penerimaan surat diterbitkan, dalam hal permohonan diajukan oleh Wajib Pajak orang pribadi, Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi, atau Instansi Pemerintah; atau
b. 12 (dua belas) bulan setelah bukti penerimaan elektronik atau bukti penerimaan surat diterbitkan, dalam hal permohonan diajukan oleh Wajib Pajak Badan.
(7) Apabila Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak menerbitkan keputusan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6), permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menerbitkan surat penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu penerbitan keputusan berakhir.
(8) Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyampaikan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (7) kepada Wajib Pajak melalui:
a. Akun Wajib Pajak;
b. alamat pos elektronik yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
c. pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir.
(9) Wajib Pajak yang telah menerima keputusan penolakan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dapat mengajukan kembali permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan permohonan tersebut merupakan permohonan baru.
(10) Dalam hal keputusan penolakan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak diterbitkan hanya karena Wajib Pajak masih memiliki utang pajak dan Wajib Pajak melunasi utang pajak tersebut dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak keputusan penolakan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak diterbitkan, Wajib Pajak tidak perlu mengajukan kembali permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak.
(11) Kepala Kantor Pelayanan Pajak dapat melakukan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak bersamaan atau setelah pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
 

Pasal 47

(1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak dapat melakukan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) berdasarkan data dan/atau informasi yang dimiliki atau diperoleh Direktorat Jenderal Pajak
(2) Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan.
(3) Selain dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan, Kepala Kantor Pelayanan Pajak juga dapat melakukan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan berdasarkan hasil penelitian administrasi terhadap:
a. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan serta sudah tidak memiliki Nomor Induk Kependudukan;
b. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya dan tidak memiliki Nomor Induk Kependudukan;
c. anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah, yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
d. Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi dalam hal warisan telah selesai dibagi;
e. Wajib Pajak Badan kantor perwakilan perusahaan asing yang tidak mempunyai kewajiban Pajak Penghasilan Badan yang telah menghentikan kegiatan usahanya;
f. Wajib Pajak bentuk usaha tetap yang telah menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia;
g. Wajib Pajak Badan tertentu selain perseroan terbatas yang secara nyata tidak menunjukkan adanya kegiatan usaha dan tidak mempunyai kewajiban Pajak Penghasilan;
h. Instansi Pemerintah yang tidak memenuhi persyaratan sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, yang dilikuidasi karena mengalami kondisi:
1. tidak lagi beroperasi sebagai Instansi Pemerintah;
2. pembubaran Instansi Pemerintah yang disebabkan karena penggabungan Instansi Pemerintah;
3. tidak mendapat alokasi anggaran pada tahun anggaran berikutnya; atau
4. tidak lagi beroperasi yang diakibatkan oleh sebab lain;
dan/atau
i. Wajib Pajak memiliki lebih dari 1 (satu) Nomor Pokok Wajib Pajak.
(4) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepada Wajib Pajak dapat diterbitkan surat penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak.
(5) Keputusan sebagaimana dimaksud  pada ayat (4) disampaikan kepada Wajib Pajak melalui:
a. Akun Wajib Pajak;
b. alamat pos elektronik yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
c. pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir.
(6) Direktur Jenderal Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak dapat melakukan pembenahan basis data administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak dalam hal terdapat data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa:
a. data dan/atau informasi Wajib Pajak yang terdapat dalam administrasi perpajakan berbeda dengan keadaan yang sebenarnya; dan
b. Wajib Pajak masih memenuhi persyaratan subjektif dan objektif pada saat diterbitkannya surat keputusan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak.


BAB III
ADMINISTRASI PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK

Bagian Kesatu
Tata Cara Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

Pasal 48

(1) Pengusaha yang melakukan penyerahan dan/atau ekspor yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
(2) Ketentuan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri.
(3) Pengusaha kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memilih untuk melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak kecuali yang diwajibkan untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.
(4) Pengusaha yang sejak semula bermaksud melakukan penyerahan dan/atau ekspor sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dapat melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
(5) Kewajiban melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai kewajiban pelaporan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
(6) Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pembenahan basis data Pengusaha Kena Pajak dengan menguji pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif sebagai Pengusaha Kena Pajak.
(7) Pengujian pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif sebagai  Pengusaha  Kena  Pajak  dilakukan  dengan melakukan penelitian lapangan di alamat tempat tinggal, tempat kedudukan, dan/atau tempat kegiatan usaha Pengusaha Kena Pajak.


Pasal 49

Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) yang berbentuk Kerja Sama Operasi wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dalam hal:
a. Kerja Sama Operasi telah melebihi batasan Pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri; dan/atau
b. 1 (satu) atau lebih anggota Kerja Sama Operasi telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.


Pasal 50

(1) Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) melaporkan usahanya pada Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha sebagai Wajib Pajak terdaftar untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
(2) Dalam hal Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) memiliki:
a. tempat tinggal atau tempat kedudukan yang berada di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas; dan
b. tempat kegiatan usaha di luar kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas,
Pengusaha dimaksud melaporkan usahanya pada Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan harus menentukan tempat kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam huruf b sebagai alamat utama Pengusaha Kena Pajak.
(3) Dalam hal Pengusaha memiliki lebih dari 1 (satu) tempat kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, Pengusaha harus menentukan salah satu tempat kegiatan usaha sebagai alamat utama Pengusaha Kena Pajak.


Pasal 51

(1) Pengusaha Badan dapat menggunakan Kantor Virtual sebagai tempat pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dalam hal Pengusaha tersebut:
a. memiliki tempat kedudukan di Kantor Virtual dan hanya memiliki 1 (satu) tempat kegiatan usaha di Kantor Virtual tersebut; atau
b. memiliki tempat kedudukan di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas.
(2) Dalam hal Pengusaha Badan bertempat kedudukan di Kantor Virtual dan memiliki lebih dari 1 (satu) tempat kegiatan usaha, tempat pengukuhan Pengusaha Kena Pajak ditetapkan berada di tempat kegiatan usaha lain selain di Kantor Virtual tersebut.
(3) Kantor Virtual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan sebagai tempat pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sepanjang Pengusaha penyedia jasa Kantor Virtual memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
b. menyediakan ruangan fisik untuk tempat melakukan kegiatan usaha bagi Pengusaha yang akan dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; dan
c. secara nyata melakukan kegiatan layanan pendukung kantor.
(4) Selain harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengusaha yang menyediakan jasa Kantor Virtual harus memiliki:
a. dokumen yang menunjukkan adanya kontrak, perjanjian, atau dokumen sejenis yang masih berlaku antara Pengusaha yang menyediakan jasa Kantor Virtual dan Pengusaha; dan
b. dokumen yang menunjukkan adanya pemberian izin, keterangan usaha, atau keterangan kegiatan dari pejabat atau instansi yang berwenang, yaitu nomor induk berusaha atau dokumen lain yang sejenis.
(5) Pengusaha Badan yang menggunakan Kantor Virtual sebagai tempat pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki klasifikasi lapangan usaha utama di bidang jasa yang kegiatan usahanya dapat dilakukan di Kantor Virtual;
b. memiliki kontrak, perjanjian, atau dokumen sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dengan durasi kontrak penggunaan Kantor Virtual minimal 1 (satu) tahun terhitung sejak pengajuan permohonan Pengusaha Kena Pajak diajukan; dan
c. tidak menggunakan Kantor Virtual tersebut semata- mata sebagai alamat korespondensi.
(6) Pengusaha Badan yang menggunakan Kantor Virtual sebagai tempat pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. tidak memiliki tempat kegiatan usaha lain di luar kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas yang berada selain di Kantor Virtual;
b. memiliki kontrak, perjanjian, atau dokumen sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dengan durasi kontrak penggunaan Kantor Virtual minimal 1 (satu) tahun terhitung dari pengajuan permohonan Pengusaha Kena Pajak diajukan; dan
c. tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha yang berada di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas telah diuji dan dibuktikan secara nyata memiliki kegiatan usaha.


Pasal 52

(1) Permohonan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dilakukan secara elektronik melalui:
a. Portal Wajib Pajak;
b. laman atau aplikasi lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
c. Contact Center.
(2) Dalam hal Pengusaha tidak dapat melaksanakan permohonan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak melaksanakan permohonan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak:
a. secara langsung; atau
b. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir,
ke Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan, atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(3) Permohonan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan dengan mengisi, menandatangani secara elektronik, dan menyampaikan formulir pengukuhan Pengusaha Kena Pajak disertai peta dan foto lokasi usaha.
(4) Dalam hal permohonan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak diajukan oleh Pengusaha Badan yang menggunakan Kantor Virtual sebagai tempat pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1), permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan mengisi, menandatangani secara elektronik, dan menyampaikan formulir pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dengan disertai:
a. peta dan foto lokasi usaha;
b. surat pernyataan tentang kegiatan usaha dan tempat kegiatan usaha yang sebenarnya; dan
c. kontrak, perjanjian atau dokumen sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (5) huruf b, atau Pasal 51 ayat (6) huruf b.
(5) Permohonan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara elektronik melalui Contact Center sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dilakukan dengan menyampaikan data permohonan yang dipersyaratkan sebagaimana tercantum dalam formulir pengukuhan Pengusaha Kena Pajak disertai peta dan foto lokasi usaha yang diunggah melalui saluran yang telah ditetapkan.
(6) Dalam hal permohonan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak diajukan oleh Pengusaha Badan yang menggunakan Kantor Virtual sebagai tempat pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1), permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dengan menyampaikan data permohonan yang dipersyaratkan sebagaimana tercantum dalam formulir pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dengan disertai:
a. peta dan foto lokasi usaha;
b. surat pernyataan tentang kegiatan usaha dan tempat kegiatan usaha yang sebenarnya; dan
c. kontrak, perjanjian atau dokumen sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (5) huruf b, atau Pasal 51ayat (6) huruf b,
yang diunggah melalui saluran yang telah ditetapkan.
(7) Atas permohonan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang disampaikan melalui Portal Wajib Pajak dan Contact Center:
a. dalam hal permohonan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), ayat (5), atau ayat (6) kepada Wajib Pajak diterbitkan bukti penerimaan elektronik; atau
b. dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), ayat (5), atau ayat (6), kepada Wajib Pajak tidak diterbitkan bukti penerimaan elektronik dan permohonan Wajib Pajak tidak diproses lebih lanjut.


Pasal 53

(1) Permohonan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara langsung atau melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir sebagaimana dimaksud dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) dilakukan oleh Pengusaha dengan mengisi dan menandatangani formulir pengukuhan Pengusaha Kena Pajak disertai peta dan foto lokasi usaha.
(2) Dalam hal permohonan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak diajukan oleh Pengusaha Badan yang menggunakan Kantor Virtual sebagai tempat pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1), permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengisi dan menandatangani formulir pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dengan disertai:
a. peta dan foto lokasi usaha;
b. surat pernyataan tentang kegiatan usaha dan tempat kegiatan usaha yang sebenarnya; dan
c. kontrak, perjanjian atau dokumen sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (5) huruf b, atau Pasal 51 ayat (6) huruf b.
(3) Atas permohonan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang disampaikan secara langsung atau melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir:
a. dalam hal permohonan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), kepada Wajib Pajak diterbitkan bukti penerimaan surat; atau
b. dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2):
1. permohonan dikembalikan kepada Wajib Pajak secara langsung, untuk permohonan yang disampaikan secara langsung; atau
2. kepada Wajib Pajak diterbitkan surat pengembalian permohonan, untuk permohonan yang disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.


Pasal 54

(1) Bukti penerimaan elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (7) huruf a atau bukti penerimaan surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (3) huruf a dipersamakan sebagai surat keterangan permohonan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) huruf a Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan.
(2) Bukti penerimaan elektronik atau bukti penerimaan surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lama 1 (satu) hari kerja setelah permohonan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak disampaikan.
(3) Atas permohonan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang telah diberikan bukti penerimaan elektronik atau bukti penerimaan surat, Kepala Kantor Pelayanan Pajak melakukan penelitian kantor untuk:
a. menguji kelengkapan data dan/atau dokumen yang terkait dengan identitas, pendirian, dan/atau kegiatan usaha, termasuk jenis klasifikasi lapangan usaha utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (5);
b. menguji kelengkapan persyaratan dokumen yang dilampirkan berupa peta dan foto lokasi usaha, serta surat pernyataan tentang kegiatan usaha dan tempat kegiatan usaha yang sebenarnya dan dokumen kontrak, perjanjian, atau dokumen sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (5) atau ayat (6); dan
c. menguji status bahwa Pengusaha tidak sedang dilakukan penonaktifan akses pembuatan faktur pajak berdasarkan ketentuan dalam Pasal 65 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan.
(4) Penelitian terhadap data dan/atau dokumen atas identitas, pendirian, dan/atau kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dilakukan dengan meneliti data dan/atau dokumen yang tersedia dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak, meliputi:
a. untuk Pengusaha orang pribadi dapat berupa data dan/atau dokumen identitas diri Pengusaha untuk Warga Negara Indonesia maupun warga negara asing; dan
b. untuk Pengusaha Badan dapat berupa:
1. data dan/atau dokumen yang menunjukkan pendirian atau pembentukan Badan dan perubahannya; dan
2. data dan/atau dokumen yang menunjukkan identitas diri seluruh pengurus atau penanggung jawab Pengusaha.
(5) Berdasarkan penelitian kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Kantor Pelayanan Pajak memberikan keputusan berupa:
a. menerima permohonan dengan menerbitkan surat pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, dalam hal permohonan memenuhi ketentuan untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; atau
b. menolak permohonan dengan menerbitkan surat penolakan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak,
paling lama 10 (sepuluh hari) kerja setelah bukti penerimaan elektronik atau bukti penerimaan surat diterbitkan.
(6) Apabila Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak menerbitkan keputusan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5), permohonan Pengusaha dianggap dikabulkan dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menerbitkan surat pengukuhan Pengusaha Kena Pajak paling lama 1 (satu) hari kerja setelah tanggal jangka waktu pemberian keputusan berakhir.
(7) Surat pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dan ayat (6) atau surat penolakan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b disampaikan kepada Wajib Pajak melalui:
a. Akun Wajib Pajak;
b. alamat pos elektronik yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
c. pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir.
(8) Tanggal pengukuhan yang tercantum dalam surat pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dan ayat (6) yang merupakan tanggal dimulainya kewajiban sebagai Pengusaha Kena Pajak yaitu sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai kewajiban pelaporan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
(9) Kepala Kantor Pelayanan Pajak memberikan akses pembuatan faktur pajak kepada Pengusaha sejak tanggal dimulainya kewajiban sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (8).


Pasal 55

(1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak dapat mengukuhkan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan, dalam hal Pengusaha tidak melaksanakan kewajiban pelaporan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4).
(2) Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan atau penelitian administrasi sesuai data dan/atau informasi yang dimiliki atau diperoleh Direktorat Jenderal Pajak, termasuk data dan/atau informasi yang diperoleh dari kegiatan ekstensifikasi dan kegiatan pengumpulan data.
(3) Berdasarkan hasil Pemeriksaan atau penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan Pajak:
a. menerbitkan dan menyampaikan surat pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; dan
b. memberikan akses pembuatan faktur pajak.
(4) Tanggal pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang tercantum dalam surat pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a yang merupakan tanggal dimulainya kewajiban sebagai Pengusaha Kena Pajak yaitu sesuai dengan tanggal penerbitan surat pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
(5) Surat pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a disampaikan kepada Wajib Pajak melalui:
a. Akun Wajib Pajak;
b. alamat pos elektronik yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
c. pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir.


Bagian Kedua
Kegiatan Pengawasan Dalam Rangka Pengadministrasian Pengusaha Kena Pajak

Pasal 56

(1) Direktur Jenderal Pajak melakukan pengawasan kepada Pengusaha Kena Pajak dalam rangka pengadministrasian Pengusaha Kena Pajak dengan menguji pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif sebagai Pengusaha Kena Pajak.
(2) Pengujian pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan penelitian lapangan di alamat tempat tinggal, tempat kedudukan, dan/atau tempat kegiatan usaha Pengusaha Kena Pajak untuk menguji dan membuktikan kesesuaian antara:
a. lokasi usaha di tempat tinggal, tempat kedudukan, dan/atau tempat kegiatan usaha Pengusaha; dan
b. kegiatan usaha di tempat tinggal, tempat kedudukan, dan/atau tempat kegiatan usaha Pengusaha,
dengan data dan/atau dokumen yang disampaikan oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 atau Pasal 53.
(3) Pengujian pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan kepada Pengusaha Kena Pajak dengan kriteria sebagai berikut:
a. Pengusaha Kena Pajak yang baru memulai kewajiban sebagai Pengusaha Kena Pajak;
b. Pengusaha Kena Pajak yang dilakukan pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar berdasarkan surat pindah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2); dan/atau
c. Pengusaha Kena Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya.
(4) Pengujian pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b dilakukan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah:
a. tanggal pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (8) bagi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a; atau
b. tanggal surat pindah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) huruf a bagi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b.
(5) Dalam hal Pengusaha Badan menggunakan Kantor Virtual sebagai tempat pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, penelitian lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan di:
a. Kantor Virtual untuk menguji:
1. kesesuaian Kantor Virtual sebagai tempat kedudukan Pengusaha Kena Pajak dengan data dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (3) huruf a, untuk Pengusaha Badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a; dan
2. ketentuan penggunaan Kantor Virtual sebagai tempat pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3) dan ayat (4), untuk Pengusaha Badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a dan huruf b;
b. tempat tinggal pengurus sesuai dengan yang tercantum dalam surat pernyataan sebagaimana dimaksud  dalam  Pasal  52  ayat  (4) huruf b, Pasal 52 ayat (6) huruf b, atau Pasal 53 ayat (2) huruf b, dalam hal Pengusaha Badan memiliki tempat kedudukan di Kantor Virtual dan hanya memiliki 1 (satu) tempat kegiatan usaha di Kantor Virtual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a; dan
c. tempat kegiatan usaha yang sebenarnya untuk menguji dan membuktikan kesesuaian kegiatan usaha serta tempat kegiatan usaha yang sebenarnya sesuai dengan yang tercantum dalam surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (4) huruf b, Pasal 52 ayat (6) huruf b, atau Pasal 53 ayat (2) huruf b untuk Pengusaha Badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf b atau Pasal 51 ayat (2).
(6) Dalam hal Pengusaha Badan:
a. bertempat kedudukan di Kantor Virtual;
b. telah diterbitkan surat pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (5) huruf a atau ayat (6); dan
c. diketahui memiliki tempat kegiatan usaha yang sebenarnya yang berada pada wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak yang berbeda dengan wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak tempat kedudukannya,
Kepala Kantor Pelayanan Pajak memindahkan secara jabatan Wajib Pajak ke wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak tempat kegiatan usaha yang sebenarnya dimaksud.
 

Bagian Ketiga
Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

Pasal 57

(1) Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak terhadap Pengusaha yang tidak lagi memenuhi ketentuan sebagai Pengusaha Kena Pajak berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Pertambahan Nilai, berdasarkan permohonan Pengusaha Kena Pajak atau secara jabatan.
(2) Permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dilakukan secara elektronik melalui:
a. Portal Wajib Pajak;
b. laman atau aplikasi lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
c. Contact Center,
dan disampaikan dengan disertai dokumen pendukung yang menunjukkan bahwa ketentuan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak lagi dipenuhi.
(3) Permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak melalui Contact Center sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c merupakan permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang dokumen pendukungnya dapat dikonfirmasi secara langsung oleh petugas Contact Center.
(4) Dalam hal Pengusaha tidak dapat melaksanakan permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha melaksanakan permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak:
a. secara langsung; atau
b. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir,
ke Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan, atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.


Pasal 58

(1) Permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak melalui Portal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf a, dilakukan dengan:
a. mengisi, menandatangani secara elektronik, dan menyampaikan formulir permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; dan
b. mengunggah salinan dokumen pendukung yang menunjukkan bahwa ketentuan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak lagi dipenuhi.
(2) Permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara elektronik melalui Contact Center sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf c, dilakukan dengan menyampaikan data pendukung yang menunjukkan bahwa ketentuan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak lagi dipenuhi.
(3) Atas permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang disampaikan melalui Portal Wajib Pajak dan Contact Center:
a. dalam hal permohonan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), kepada Wajib Pajak diterbitkan bukti penerimaan elektronik; atau
b. dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), kepada Wajib Pajak tidak diterbitkan bukti penerimaan elektronik dan permohonan Wajib Pajak tidak diproses lebih lanjut.


Pasal 59

(1) Permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara langsung atau melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (4) dilakukan dengan:
a. mengisi dan menandatangani formulir permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; dan
b. melampirkan dokumen pendukung yang menunjukkan bahwa ketentuan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak lagi dipenuhi.
(2) Atas permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang disampaikan secara langsung atau melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir:
a. dalam hal permohonan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada Wajib Pajak diterbitkan bukti penerimaan surat; atau
b. dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
1. permohonan dikembalikan kepada Wajib Pajak secara langsung, untuk permohonan yang disampaikan secara langsung; atau
2. kepada Wajib Pajak diterbitkan surat pengembalian permohonan, untuk permohonan yang disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.


Pasal 60

(1) Atas permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang telah diberikan bukti penerimaan elektronik atau bukti penerimaan surat, Kepala Kantor Pelayanan Pajak melakukan Pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai tata cara Pemeriksaan.
(2) Berdasarkan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pelayanan Pajak memberikan keputusan berupa:
a. menerima permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dengan menerbitkan surat pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, dalam hal Pengusaha tidak lagi memenuhi ketentuan sebagai Pengusaha Kena Pajak; atau
b. menolak permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dengan menerbitkan surat penolakan pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, dalam hal Pengusaha masih memenuhi ketentuan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
(3) Penerbitan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal bukti penerimaan elektronik atau bukti penerimaan surat diterbitkan.
(4) Apabila Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak menerbitkan keputusan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), permohonan Pengusaha Kena Pajak dianggap dikabulkan dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menerbitkan surat pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu penerbitan keputusan berakhir.
(5) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Wajib Pajak melalui:
a. Akun Wajib Pajak;
b. alamat pos elektronik yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
c. pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir.


Pasal 61

(1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil penelitian administrasi.
(2) Selain dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan, Kepala Kantor Pelayanan Pajak juga dapat melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan berdasarkan hasil penelitian administrasi terhadap:
a. Pengusaha Kena Pajak dengan status Wajib Pajak Nonaktif;
b. Pengusaha Kena Pajak telah dinonaktifkan akses pembuatan faktur pajak dan tidak melakukan klarifikasi dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak penonaktifan atau klarifikasinya ditolak;
c. Pengusaha Kena Pajak menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang telah mendapatkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap;
d. Pengusaha Kena Pajak yang berdasarkan hasil penelitian lapangan menunjukkan bahwa alamat tempat tinggal, tempat kedudukan, dan/atau tempat kegiatan usaha tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;
e. Pengusaha Kena Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan; dan/atau
f. Pengusaha Kena Pajak bentuk usaha tetap yang telah menghentikan kegiatan usaha di Indonesia.
(3) Pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penerbitan surat pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
(4) Surat pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Wajib Pajak melalui:
a. Akun Wajib Pajak;
b. alamat pos elektronik yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
c. pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir


BAB IV
ADMINISTRASI PENAMBAHAN STATUS WAJIB PAJAK

Bagian Kesatu
Tata Cara Penambahan Status Wajib Pajak

Pasal 62

(1) Wajib Pajak dapat melakukan penambahan status Wajib Pajak untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan.
(2) Status Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Pengusaha Kena Pajak Toko Retail yang berpartisipasi dalam skema pengembalian Pajak Pertambahan Nilai kepada turis asing;
b. Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang mempunyai peredaran usaha tidak melebihi jumlah tertentu;
c. Pemungut Bea Meterai;
d. pihak yang dapat ditunjuk sebagai kuasa Wajib Pajak; dan
e. status Wajib Pajak lainnya yang ditetapkan Direktur Jenderal Pajak.
(3) Ketentuan mengenai persyaratan pemenuhan status Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf e dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Wajib Pajak yang ditetapkan sebagai Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c merupakan Wajib Pajak dengan kriteria:
a. memfasilitasi penerbitan surat berharga berupa cek dan/atau bilyet giro;
b. menerbitkan dan/atau memfasilitasi penerbitan dokumen transaksi surat berharga termasuk dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun; dan/atau
c. menerbitkan dan/atau memfasilitasi penerbitan dokumen berupa:
1. surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya; dan/atau
2. dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah), yang:
a) menyebutkan penerimaan uang; atau
b) berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan,
  dengan jumlah rata-rata 1.000 (seribu) dokumen dalam 1 (satu) bulan.
(5) Permohonan penambahan status Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara:
a. elektronik melalui Portal Wajib Pajak; atau
b. langsung ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan, dalam hal Wajib Pajak tidak dapat mendaftarkan diri secara elektronik sebagaimana dimaksud pada huruf a,
dan disampaikan dengan disertai dokumen yang disyaratkan.
(6) Permohonan penambahan status Wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dengan:
a. untuk permohonan melalui Portal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a:
1. mengisi, menandatangani secara elektronik dan menyampaikan formulir penetapan status Wajib Pajak; dan
2. mengunggah salinan dokumen yang disyaratkan;
b. untuk permohonan langsung ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b:
1. mengisi dan menandatangani formulir penetapan status Wajib Pajak; dan
2. melampirkan dokumen yang disyaratkan.
(7) Dokumen yang disyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yakni:
a. untuk Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berupa salinan surat permohonan untuk ditetapkan sebagai Pemungut Bea Meterai dan surat pernyataan kesediaan untuk ditetapkan sebagai Pemungut Bea Meterai, dalam hal Wajib Pajak telah memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tetapi belum ditetapkan sebagai Pemungut Bea Meterai;
b. untuk pihak dapat yang ditunjuk sebagai kuasa Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d berupa izin praktik untuk konsultan pajak atau surat keterangan terdaftar untuk pihak lain; dan
c. untuk status Wajib Pajak lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e sesuai ketentuan terkait.
(8) Dikecualikan dari ketentuan dilampiri dokumen yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dalam hal penambahan atas status Wajib Pajak:
a. Pengusaha Kena Pajak Toko Retail yang berpartisipasi dalam skema pengembalian Pajak Pertambahan Nilai kepada turis asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a; dan
b. Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b.
(9) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5):
a. dalam hal permohonan memenuhi ketentuan pengisian formulir secara lengkap dan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepada Wajib Pajak diterbitkan:
1. bukti penerimaan elektronik, dalam hal permohonan dilakukan melalui Portal Wajib Pajak; atau
2. bukti penerimaan surat, dalam hal permohonan dilakukan secara langsung; atau
b. dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan pengisian formulir secara lengkap dan/atau tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepada Wajib Pajak tidak diterbitkan bukti penerimaan elektronik atau bukti penerimaan surat dan permohonan Wajib Pajak tidak diproses lebih lanjut.


Pasal 63

(1) Atas permohonan penambahan status Wajib Pajak yang telah diterbitkan bukti penerimaan elektronik atau bukti penerimaan surat, Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar melakukan penelitian administrasi atas permohonan Wajib Pajak.
(2) Berdasarkan penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan keputusan berupa:
a. surat penetapan Pengusaha Kena Pajak Toko Retail untuk penambahan status sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2) huruf a;
b. surat penetapan Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan untuk penambahan status sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2) huruf b;
c. surat penetapan Pemungut Bea Meterai untuk penambahan status sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2) huruf c;
d. surat keterangan dapat ditunjuk sebagai kuasa Wajib Pajak untuk penambahan status sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2) huruf d; dan
e. surat penetapan atau keterangan lainnya untuk penambahan status sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2) huruf e,
dalam hal permohonan memenuhi ketentuan penambahan status Wajib Pajak.
(3) Berdasarkan penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan keputusan berupa:
a. surat penolakan penetapan Pengusaha Kena Pajak Toko Retail untuk penambahan status sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2) huruf a;
b. surat penolakan penetapan Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan untuk penambahan status sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2) huruf b;
c. surat penolakan penetapan Pemungut Bea Meterai untuk penambahan status sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2) huruf c; dan
d. surat penolakan penetapan atau keterangan lainnya untuk penambahan status sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2) huruf e,
dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan penambahan status Wajib Pajak.
(4) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diterbitkan paling lama:
a. 5 (lima) hari kerja untuk penambahan status sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf d terhitung setelah bukti penerimaan elektronik atau bukti penerimaan surat diterbitkan; dan
b. 5 (lima) hari kerja untuk penambahan status sebagaimana   dimaksud   dalam   Pasal   62 ayat (2) huruf c terhitung sejak bukti penerimaan elektronik atau bukti penerimaan surat diterbitkan.
(5) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah terlampaui dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar tidak menerbitkan keputusan, permohonan dianggap diterima dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar harus menerbitkan surat penetapan atau surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berakhir.
(6) Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar menyampaikan surat penetapan atau surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau surat penolakan penetapan atau keterangan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Wajib Pajak melalui:
a. Akun Wajib Pajak; dan
b. alamat pos elektronik yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak.


Pasal 64

(1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dapat melakukan penetapan penambahan atas status Wajib Pajak secara jabatan berdasarkan hasil pemeriksaan atau hasil penelitian administrasi sesuai dengan data dan/atau informasi yang dimiliki atau diperoleh Direktorat Jenderal Pajak, termasuk data dan/atau informasi yang diperoleh dari kegiatan pengumpulan data bahwa Wajib Pajak memenuhi kriteria sebagai Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2) huruf c.
(2) Penetapan penambahan atas status Wajib Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan surat penetapan Pemungut Bea Meterai untuk penambahan status sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2) huruf c.
(3) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Wajib Pajak melalui:
a. Akun Portal Wajib Pajak; dan
b. alamat pos elektronik yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak.


Pasal 65
 
Pengusaha Kena Pajak Toko Retail yang telah diterbitkan surat penetapan Pengusaha Kena Pajak Toko Retail sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) huruf a:
a. menentukan tempat kegiatan usaha dan/atau toko retail yang akan berpartisipasi dalam skema pengembalian Pajak Pertambahan Nilai kepada Turis Asing;
b. menambah dan/atau mengurangi tempat kegiatan usaha dan/atau toko retail sebagaimana dimaksud dalam huruf a; dan
c. membuat hak akses bagi tempat kegiatan usaha dan/atau toko  retail  sebagaimana  dimaksud  dalam huruf a,
secara mandiri melalui Portal Wajib Pajak.


Bagian Kedua
Tata Cara Perubahan Data atas Penambahan Status Wajib Pajak

Pasal 66

(1) Wajib Pajak yang telah mendapatkan penetapan status Wajib Pajak sebagai pihak yang dapat ditunjuk sebagai kuasa Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2) huruf d, dapat melakukan perubahan data status Wajib Pajak.
(2) Perubahan data status Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perubahan atas izin praktik konsultan pajak dan perubahan atas surat keterangan terdaftar untuk pihak lain.
(3) Permohonan perubahan data atas status Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara:
a. elektronik melalui Portal Wajib Pajak; atau
b. langsung ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan, dalam hal Wajib Pajak tidak dapat mendaftarkan diri secara elektronik sebagaimana dimaksud pada huruf a,
dan disampaikan dengan disertai dokumen pendukung.
(4) Permohonan perubahan data atas status Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan:
a. untuk permohonan melalui Portal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a:
1. mengisi, menandatangani secara elektronik dan menyampaikan formulir perubahan data pihak yang dapat ditunjuk sebagai kuasa Wajib Pajak; dan
2. mengunggah salinan dokumen pendukung;
b. untuk permohonan langsung ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b:
1. mengisi dan menandatangani formulir perubahan data pihak yang dapat ditunjuk sebagai kuasa Wajib Pajak; dan
2. melampirkan dokumen pendukung.
(5) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa salinan izin praktik untuk konsultan pajak atau salinan surat keterangan terdaftar untuk pihak lain.
(6) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4):
a. dalam hal permohonan memenuhi ketentuan pengisian formulir secara lengkap, kepada Wajib Pajak diterbitkan:
1. bukti penerimaan elektronik, dalam hal permohonan dilakukan melalui Portal Wajib Pajak; atau
2. bukti penerimaan surat, dalam hal permohonan dilakukan secara langsung.
b. dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan pengisian formulir secara lengkap, kepada Wajib Pajak tidak diterbitkan bukti penerimaan elektronik atau bukti penerimaan surat dan permohonan Wajib Pajak tidak diproses lebih lanjut.


Pasal 67

(1) Atas permohonan perubahan data atas penambahan status Wajib Pajak untuk pihak yang dapat ditunjuk sebagai kuasa Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (3), Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar menerbitkan surat pemberitahuan perubahan data.
(2) Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar menyampaikan surat pemberitahuan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Wajib Pajak melalui:
a. Akun Wajib Pajak; dan
b. alamat pos elektronik yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak.


Bagian Ketiga
Tata Cara Pencabutan Penetapan Status Wajib Pajak

Pasal 68

(1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dapat mencabut penetapan status Wajib Pajak berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan.
(2) Pencabutan penetapan status Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal:
a. Pengusaha Kena Pajak Toko Retail yang berpartisipasi dalam skema pengembalian Pajak Pertambahan Nilai kepada turis asing yang tidak:
1. mencetak dan menempelkan/memasang logo “TAX FREE SHOP” pada setiap tempat kegiatan usaha dan/atau toko retail yang tergabung dalam skema pengembalian Pajak Pertambahan Nilai kepada turis asing; atau
2. menyediakan informasi dalam bentuk cetakan atau informasi dalam media sosial mengenai pengembalian Pajak Pertambahan Nilai kepada turis asing, termasuk informasi mengenai unit pelaksana restitusi Pajak Pertambahan Nilai bandar udara yang ditandai dengan logo “TAX REFUND FOR TOURISTS”;
b. Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang mempunyai peredaran usaha tidak melebihi jumlah tertentu, mempunyai peredaran usaha sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku melebihi Rp1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah);
c. Pemungut Bea Meterai yang tidak lagi memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (4) selama 3 (tiga) bulan berturut-turut;
d. pihak yang dapat ditunjuk sebagai kuasa Wajib Pajak yang dilakukan pencabutan izin praktik konsultan pajak atau surat keterangan terdaftar pihak lain oleh unit pada Kementerian Keuangan yang memiliki tugas mengoordinasikan dan melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, pembinaan, pengembangan, pengawasan dan pelayanan informasi atas profesi keuangan; dan
e. status Wajib Pajak lainnya yang ditetapkan Direktur Jenderal Pajak.
(3) Permohonan pencabutan penetapan status Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara:
a. elektronik melalui Portal Wajib Pajak; atau
b. langsung ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan, dalam hal Wajib Pajak tidak dapat mendaftarkan diri secara elektronik sebagaimana dimaksud pada huruf a,
dan disampaikan dengan disertai dokumen yang disyaratkan.
(4) Permohonan pencabutan penetapan status Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan:
a. secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dengan:
1. mengisi, menandatangani secara elektronik dan menyampaikan formulir pencabutan status Wajib Pajak; dan
2. mengunggah salinan dokumen yang disyaratkan; atau
b. secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dengan:
1. mengisi dan menandatangani formulir pencabutan status Wajib Pajak; dan
2. melampirkan dokumen yang dipersyaratkan.
(5) Dokumen yang disyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa salinan surat permohonan pencabutan penetapan Pemungut Bea Meterai dan surat pernyataan tidak lagi memenuhi kriteria sebagai Pemungut Bea Meterai, untuk Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2) huruf c.
(6) Dikecualikan dari ketentuan untuk melampirkan dokumen yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam hal pencabutan status Wajib Pajak:
a. Pengusaha Kena Pajak Toko Retail yang berpartisipasi dalam skema pengembalian Pajak Pertambahan Nilai kepada turis asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a;
b. Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b; dan
c. pihak yang ditunjuk sebagai kuasa Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d.
(7) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3):
a. dalam hal permohonan memenuhi ketentuan pengisian formulir secara lengkap dan tidak lagi memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2), kepada Wajib Pajak diterbitkan:
1. bukti penerimaan elektronik, dalam hal permohonan dilakukan secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak; atau
2. bukti penerimaan surat, dalam hal permohonan dilakukan secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan;
atau
b. dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan pengisian formulir secara lengkap dan/atau masih memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2), kepada Wajib Pajak tidak diterbitkan bukti penerimaan elektronik atau bukti penerimaan surat dan permohonan Wajib Pajak tidak diproses lebih lanjut.


Pasal 69

(1) Atas permohonan pencabutan atas penambahan status Wajib Pajak yang telah diterbitkan bukti penerimaan elektronik atau bukti penerimaan surat, Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar melakukan penelitian administrasi atas permohonan Wajib Pajak.
(2) Berdasarkan penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan keputusan berupa:
a. surat pencabutan penetapan Pengusaha Kena Pajak Toko Retail untuk pencabutan penetapan atas penambahan status Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2) huruf a;
b. surat pencabutan penetapan Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan untuk pencabutan penetapan atas penambahan status Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2) huruf b;
c. surat pencabutan penetapan Pemungut Bea Meterai untuk pencabutan penetapan penambahan status Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2) huruf c;
d. surat pencabutan keterangan dapat ditunjuk sebagai kuasa Wajib Pajak untuk pencabutan penetapan atas penambahan status Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2) huruf d; dan
e. surat pencabutan penetapan atau keterangan lainnya untuk pencabutan status Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2) huruf e,
dalam hal permohonan memenuhi ketentuan pencabutan status Wajib Pajak.
(3) Berdasarkan penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan keputusan berupa:
a. surat penolakan pencabutan penetapan Pengusaha Kena Pajak Toko Retail untuk pencabutan penetapan atas penambahan status Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2) huruf a;
b. surat penolakan pencabutan penetapan Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan untuk pencabutan penetapan penambahan status Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2) huruf b;
c. surat penolakan pencabutan penetapan Pemungut Bea Meterai untuk pencabutan penetapan penambahan status Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2) huruf c; dan
d. surat penolakan pencabutan penetapan atau keterangan lainnya untuk pencabutan penetapan penambahan status Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2) huruf e,
dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan perubahan atas status Wajib Pajak.
(4) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diterbitkan paling lama:
a. 5 (lima) hari kerja untuk perubahan status sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf d terhitung setelah bukti penerimaan elektronik atau bukti penerimaan surat diterbitkan; dan
b. 5 (lima) hari kerja untuk pencabutan penetapan atas perubahan status Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2) huruf c terhitung sejak bukti penerimaan elektronik atau bukti penerimaan surat diterbitkan.
(5) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah terlampaui dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar tidak menerbitkan keputusan, permohonan dianggap diterima dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar harus menerbitkan surat pencabutan penetapan atau surat pencabutan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berakhir.
(6) Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar menyampaikan surat pencabutan penetapan atau surat pencabutan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau surat penolakan pencabutan penetapan atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Wajib Pajak melalui:
a. Akun Wajib Pajak; dan
b. alamat pos elektronik yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak.


Pasal 70

(1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dapat mencabut penetapan atas penambahan status Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2) huruf c secara jabatan berdasarkan hasil pemeriksaan atau hasil penelitian administrasi sesuai dengan data dan/atau informasi yang dimiliki atau diperoleh Direktorat Jenderal Pajak, bahwa Wajib Pajak tidak lagi memenuhi kriteria sebagai Pemungut Bea Meterai.
(2) Pencabutan penetapan atas penambahan status Wajib Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan surat pencabutan penetapan Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) huruf c.
(3) Keputusan pencabutan penetapan Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Wajib Pajak melalui:
a. Akun Wajib Pajak; dan
b. alamat pos elektronik yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak.


BAB V
ADMINISTRASI PENDAFTARAN OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

Bagian Kesatu
Tata Cara Pendaftaran Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan

Pasal 71

(1) Setiap Wajib Pajak wajib melakukan pendaftaran Objek Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar paling lama 1 (satu) bulan setelah saat terpenuhinya persyaratan subjektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Bumi dan Bangunan untuk diberikan Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan.
(2) Pendaftaran Objek Pajak dilakukan secara elektronik melalui:
a. Portal Wajib Pajak; dan/atau
b. laman atau aplikasi lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak.
(3) Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat melaksanakan pendaftaran Objek Pajak secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib Pajak melaksanakan pendaftaran Objek Pajak:
a. secara langsung; atau
b. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir,
ke Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan, atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(4) Permohonan pendaftaran Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilampiri dokumen Objek Pajak, meliputi:
a. dokumen izin usaha perkebunan yang diterbitkan oleh pemerintah daerah atau Lembaga Online Single Submission dan/atau hak guna usaha yang diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan, untuk Objek Pajak sektor perkebunan;
b. dokumen penugasan atau izin yang diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan atau Lembaga Online Single Submission, untuk Objek Pajak sektor perhutanan;
c. dokumen Kontrak Kerja Sama yang ditandatangani oleh pemerintah dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama, untuk Objek Pajak sektor pertambangan minyak dan gas bumi;
d. dokumen izin, kuasa, atau penugasan yang diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral atau Lembaga Online Single Submission, atau dokumen kontrak, untuk Objek Pajak sektor pertambangan untuk pengusahaan panas bumi;
e. dokumen izin yang diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral atau pemerintah daerah atau Lembaga Online Single Submission, dokumen kontrak, atau perjanjian, untuk Objek Pajak sektor pertambangan mineral atau batubara; atau
f. dokumen izin yang diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan atau Lembaga Online Single Submission, atau di bidang perhubungan, untuk Objek Pajak sektor lainnya.
(5) Selain dilampiri dokumen Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Wajib Pajak harus menyampaikan foto Objek Pajak dan peta batas terluar Objek Pajak yang berkoordinat.
(6) Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat identitas Objek Pajak berupa Nomor Objek Pajak.
(7) Nomor Objek Pajak sebagai identitas Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6) bersifat tetap dan tidak berubah.


Pasal 72

(1) Permohonan pendaftaran Objek Pajak melalui Portal Wajib Pajak  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  71 ayat (2) huruf a, dilakukan dengan:
a. mengisi dan menyampaikan formulir permohonan pendaftaran objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan; dan
b. mengunggah salinan digital dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (4) dan ayat (5).
(2) Formulir pendaftaran objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang telah diisi dan disampaikan melalui Portal Wajib Pajak dianggap telah ditandatangani secara elektronik dan mempunyai kekuatan hukum.
(3) Atas permohonan pendaftaran Objek Pajak yang disampaikan melalui Portal Wajib Pajak:
a. dalam hal permohonan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada Wajib Pajak diterbitkan bukti penerimaan elektronik; atau
b. dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada Wajib Pajak tidak diterbitkan bukti penerimaan elektronik dan permohonan Wajib Pajak tidak diproses lebih lanjut.


Pasal 73

(1) Permohonan pendaftaran Objek Pajak secara langsung atau melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3) dilakukan dengan:
a. mengisi dan menandatangani formulir permohonan pendaftaran objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan; dan
b. melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (4) dan ayat (5).
(2) Atas permohonan pendaftaran Objek Pajak yang disampaikan secara langsung atau melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir:
a. dalam hal permohonan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada Wajib Pajak diterbitkan bukti penerimaan surat; atau
b. dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
1. permohonan dikembalikan kepada Wajib Pajak secara langsung, untuk permohonan yang disampaikan secara langsung; atau
2. kepada Wajib Pajak diterbitkan surat pengembalian permohonan, untuk permohonan yang disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.


Pasal 74

(1) Atas permohonan pendaftaran Objek Pajak yang telah diterbitkan bukti penerimaan elektronik atau bukti penerimaan surat, Kepala Kantor Pelayanan Pajak melakukan penelitian administrasi atas pemenuhan persyaratan permohonan Wajib Pajak.
(2) Berdasarkan hasil penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan keputusan berupa:
a. Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dalam hal permohonan pendaftaran Objek Pajak telah memenuhi persyaratan; atau
b. surat penolakan pendaftaran objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan dalam hal permohonan pendaftaran Objek Pajak tidak memenuhi persyaratan,
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah bukti penerimaan elektronik atau bukti penerimaan surat diterbitkan.
(3) Apabila Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak menerbitkan keputusan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), permohonan dianggap dikabulkan dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menerbitkan Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan paling lama 1 (satu) hari kerja setelah jangka waktu penerbitan keputusan berakhir.
(4) Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan atau surat penolakan pendaftaran objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) disampaikan kepada Wajib Pajak melalui:
a. Akun Wajib Pajak;
b. alamat pos elektronik yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
c. pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir.


Pasal 75

(1) Terhadap Wajib Pajak dapat diterbitkan Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan secara jabatan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak berdasarkan hasil Pemeriksaan atau penelitian administrasi sesuai data dan/atau informasi yang dimiliki atau diperoleh Direktorat Jenderal Pajak, termasuk data dan/atau informasi yang diperoleh dari kegiatan ekstensifikasi dan kegiatan pengumpulan data.
(2) Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Wajib Pajak melalui:
a. Akun Wajib Pajak;
b. alamat pos elektronik yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
c. pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir.


Bagian Kedua
Tata Cara Perubahan Data Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan

Pasal 76

(1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak dapat melakukan perubahan data Objek Pajak yang tercantum dalam Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan.
(2) Perubahan data Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. perubahan nama Objek Pajak;
b. perubahan lokasi Objek Pajak; dan/atau
c. terdapat kesalahan tulis data Objek Pajak pada administrasi Direktorat Jenderal Pajak.
(3) Permohonan perubahan data Objek Pajak dilakukan secara elektronik melalui:
a. Portal Wajib Pajak; dan/atau
b.  laman atau aplikasi lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak
dan disampaikan dengan disertai dokumen pendukung yang menunjukkan adanya perubahan tersebut.
(4) Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat melaksanakan perubahan data Objek Pajak secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Wajib Pajak melaksanakan perubahan data:
a. secara langsung; atau
b. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir,
dan disampaikan dengan disertai dokumen pendukung yang menunjukkan adanya perubahan tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
(5) Termasuk dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), yakni dokumen yang menunjukkan adanya perubahan data Objek Pajak.


Pasal 77
 
(1) Permohonan perubahan data Objek Pajak melalui Portal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (3) huruf a, dilakukan dengan:
a. mengisi, menandatangani secara elektronik, dan menyampaikan formulir permohonan perubahan data objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan; dan
b. mengunggah salinan digital dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (5).
(2) Atas permohonan perubahan data Objek Pajak yang disampaikan melalui Portal Wajib Pajak:
a. dalam hal permohonan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada Wajib Pajak diterbitkan bukti penerimaan elektronik; atau
b. dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada Wajib Pajak tidak diterbitkan bukti penerimaan elektronik dan permohonan Wajib Pajak tidak diproses lebih lanjut.


Pasal 78

(1) Permohonan perubahan data Objek Pajak secara langsung atau melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (4) dilakukan dengan:
a. mengisi dan menandatangani formulir permohonan perubahan data objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan; dan
b. melampirkan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (5).
(2) Atas permohonan perubahan data Objek Pajak yang disampaikan secara langsung atau melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir:
a. dalam hal permohonan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada Wajib Pajak diterbitkan bukti penerimaan surat; atau
b. dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
1. permohonan dikembalikan kepada Wajib Pajak secara langsung, untuk permohonan yang disampaikan secara langsung; atau
2. kepada Wajib Pajak diterbitkan surat pengembalian permohonan, untuk permohonan yang disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.

 
Pasal 79

(1) Atas permohonan perubahan data Objek Pajak yang telah diterbitkan bukti penerimaan elektronik atau bukti penerimaan surat, Kepala Kantor Pelayanan Pajak melakukan penelitian administrasi atas pemenuhan persyaratan permohonan Wajib Pajak.
(2) Berdasarkan hasil penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan keputusan berupa:
a. Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dan surat pemberitahuan perubahan data objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan dalam hal permohonan perubahan data Objek Pajak telah memenuhi persyaratan; atau
b. surat penolakan perubahan data objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan dalam hal permohonan perubahan data Objek Pajak tidak memenuhi persyaratan,
paling lama 5 (lima) hari kerja setelah bukti penerimaan elektronik atau bukti penerimaan surat diterbitkan.
(3) Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan atau surat penolakan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Wajib Pajak melalui:
a. Akun Wajib Pajak;
b. alamat pos elektronik yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
c. pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir.


Pasal 80
 
(1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak dapat melakukan perubahan data Objek Pajak secara jabatan berdasarkan data dan/atau informasi yang dimiliki atau diperoleh Direktorat Jenderal Pajak.
(2) Perubahan data Objek Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil penelitian administrasi.
(3) Berdasarkan hasil penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan penerbitan Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dan surat pemberitahuan perubahan data objek Pajak Bumi dan Bangunan.
(4) Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dan surat pemberitahuan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Wajib Pajak melalui:
a. Akun Wajib Pajak;
b. alamat pos elektronik yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
c. pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir.


Bagian Ketiga
Tata Cara Pencabutan Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan

Pasal 81

(1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak dapat melakukan pencabutan Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan terhadap Objek Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Bumi dan Bangunan, berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan.
(2) Permohonan pencabutan Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dilakukan secara elektronik melalui:
a. Portal Wajib Pajak; dan/atau
b. laman atau aplikasi lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak,
dan disampaikan dengan disertai dokumen pendukung.
(3) Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat melaksanakan permohonan pencabutan Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib Pajak melaksanakan permohonan pencabutan Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan:
a. secara langsung; atau
b. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir,
dan disampaikan dengan disertai dokumen pendukung ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
(4) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) adalah dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (4) yang sudah berakhir dan tidak dilakukan perpanjangan masa berlakunya.


Pasal 82

(1) Permohonan pencabutan Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan melalui Portal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (2) huruf a, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. mengisi dan menandatangani formulir permohonan pencabutan Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan; dan
b. mengunggah salinan digital dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (4).
(2) Atas permohonan pencabutan Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang disampaikan melalui Portal Wajib Pajak:
a. dalam hal permohonan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada Wajib Pajak diterbitkan bukti penerimaan elektronik; atau
b. dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada Wajib Pajak tidak diterbitkan bukti penerimaan elektronik dan permohonan Wajib Pajak tidak diproses lebih lanjut.


Pasal 83

(1) Permohonan pencabutan Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan secara langsung atau melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (3) dilakukan dengan:
a. mengisi dan menandatangani formulir permohonan pencabutan Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan; dan
b. melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (4).
(2) Atas permohonan pencabutan Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang disampaikan secara langsung atau melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir:
a. dalam hal permohonan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada Wajib Pajak diterbitkan bukti penerimaan surat; atau
b. dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
1. permohonan dikembalikan kepada Wajib Pajak secara langsung, untuk permohonan yang disampaikan secara langsung; atau
2. kepada Wajib Pajak diterbitkan surat pengembalian permohonan, untuk permohonan yang disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.


Pasal 84

(1) Atas permohonan pencabutan Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang telah diterbitkan bukti penerimaan elektronik atau bukti penerimaan surat, Kepala Kantor Pelayanan Pajak melakukan pemeriksaan atau penelitian administrasi terhadap pemenuhan persyaratan permohonan Wajib Pajak.
(2) Berdasarkan hasil Pemeriksaan atau penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan keputusan berupa:
a. surat keputusan pencabutan Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dalam hal permohonan pencabutan Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan telah memenuhi persyaratan; atau
b. surat penolakan pencabutan Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan dalam hal permohonan pencabutan Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan tidak memenuhi persyaratan,
paling lama 6 (enam) bulan sejak bukti penerimaan elektronik atau bukti penerimaan surat diterbitkan.
(3) Dalam hal Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak menerbitkan keputusan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), permohonan dianggap dikabulkan dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menerbitkan surat keputusan pencabutan Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu penerbitan keputusan berakhir.
(4) Surat keputusan pencabutan Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan atau surat penolakan pencabutan Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) disampaikan kepada Wajib Pajak melalui:
a. Akun Wajib Pajak;
b. alamat pos elektronik yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
c. pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir.


Pasal 85

(1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak dapat melakukan pencabutan Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan terhadap Objek Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Bumi dan Bangunan secara jabatan, berdasarkan data dan/atau informasi yang dimiliki atau diperoleh Direktorat Jenderal Pajak.
(2) Pencabutan Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil penelitian administrasi.
(3) Berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan penerbitan surat keputusan pencabutan Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan.
(4) Surat keputusan pencabutan Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Wajib Pajak melalui:
a. Akun Wajib Pajak;
b. alamat pos elektronik yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
c. pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir.


BAB VI
CONTOH FORMULIR DAN DOKUMEN ADMINISTRASI NOMOR POKOK WAJIB PAJAK, PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK, PENDAFTARAN OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN, DAN PENAMBAHAN STATUS WAJIB PAJAK

Pasal 86
 
(1) Dokumen berupa:
a. formulir pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) huruf b, Pasal 15 ayat (8), Pasal 16 ayat (3) dan Pasal 16 ayat (7) huruf a untuk:
1. Wajib Pajak orang pribadi dan Warisan Belum Terbagi;
2. Wajib Pajak Badan;
3. Wajib Pajak Instansi Pemerintah;
b. formulir aktivasi Akun Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4);
c. formulir permintaan Kode Otorisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3);
d. formulir pemberitahuan Sertifikat Elektronik penyelenggara sertifikasi elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2);
e. formulir perubahan data Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf a dan Pasal 26 ayat (1) huruf a untuk:
1. Wajib Pajak orang pribadi dan Warisan Belum Terbagi;
2. Wajib Pajak Badan;
3. Wajib Pajak Instansi Pemerintah;
f. formulir penetapan Wajib Pajak Nonaktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf a dan Pasal 36 ayat (1) huruf a;
g. formulir pengaktifan kembali Wajib Pajak Nonaktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 41 ayat (1);
h. formulir penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) huruf a dan Pasal 46 ayat (1) huruf a;
i. formulir pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6), serta Pasal 53 ayat (1) dan ayat (2);
j. surat pernyataan tentang kegiatan usaha dan tempat kegiatan usaha yang sebenarnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (4) huruf b, Pasal 52 ayat (6) huruf b, dan Pasal 53 ayat (2) huruf b;
k. formulir permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) huruf a dan Pasal 59 ayat (1) huruf a;
l. formulir penetapan status Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (6) huruf a angka 1 dan huruf b angka 1 untuk:
1. Pengusaha Kena Pajak Toko Retail (VAT Refund);
2. Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan (Deemed VAT);
3. Pemungut Bea Meterai;
4. pihak yang dapat ditunjuk sebagai kuasa Wajib Pajak;
m. surat permohonan untuk ditetapkan sebagai Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (7) huruf a;
n. surat pernyataan kesediaan untuk ditetapkan sebagai Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (7) huruf a;
o. formulir perubahan data pihak yang dapat ditunjuk sebagai kuasa Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (4) huruf a angka 1 dan huruf b angka 1;
p. formulir pencabutan status Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (4) huruf a angka 1 dan huruf b angka 1 untuk:
1. Pengusaha Kena Pajak Toko Retail (VAT Refund);
2. Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan (Deemed VAT);
3. Pemungut Bea Meterai;
4. pihak yang dapat ditunjuk sebagai kuasa Wajib Pajak;
q. surat permohonan pencabutan penetapan Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (5);
r. surat pernyataan tidak lagi memenuhi kriteria sebagai Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (5);
s. formulir permohonan pendaftaran objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1) huruf a dan Pasal 73 ayat (1) huruf a;
t. formulir permohonan perubahan data objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) huruf a dan Pasal 78 ayat (1) huruf a; dan
u. formulir permohonan pencabutan Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi Dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) huruf a dan Pasal 83 ayat (1) huruf a,
dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(2) Dokumen berupa:
a. Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (5) huruf c, Pasal 15 ayat (10) huruf a angka 1, Pasal 16 ayat (4) huruf c, Pasal 16 ayat (10) huruf a, Pasal 18 ayat (1), Pasal 27 ayat (4), dan Pasal 30 ayat (2);
b. Surat Keterangan Terdaftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (5) huruf c, Pasal 15 ayat (10) huruf a angka 2, Pasal 16 ayat (4) huruf c, Pasal 16 ayat (10) huruf b, Pasal 18 ayat (1), Pasal 27 ayat (4), dan Pasal 30 ayat (2);
c. surat penolakan pendaftaran Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (10) huruf b dan Pasal 16 ayat (9) huruf b angka 2;
d. surat keterangan aktivasi Nomor Induk Kependudukan  sebagaimana  dimaksud  dalam Pasal 15 ayat (5) huruf b, Pasal 16 ayat (4) huruf b, dan Pasal 18 ayat (1);
e. surat penerbitan Akun Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (5) huruf d, Pasal 15 ayat (10) huruf a angka 3, Pasal 16 ayat (4) huruf d, Pasal 16 ayat (10) huruf c, dan Pasal 20 ayat (5);
f. surat penerbitan Kode Otorisasi Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (5) huruf d, Pasal 15 ayat (10) huruf a angka 4, Pasal 16 ayat (4) huruf d, dan Pasal 20 ayat (5);
g. surat pemberitahuan perubahan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (8), Pasal 27 ayat (2) huruf a, dan Pasal 67 ayat (1);
h. surat pengembalian permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (9) huruf b angka 2, Pasal 26 ayat (2) huruf b angka 2, Pasal 36 ayat (2) huruf b angka 2, Pasal 41 ayat (2) huruf b angka 2, Pasal 46 ayat (2) huruf b angka 2, Pasal 53 ayat (3) huruf b angka 2, Pasal 59 ayat (2) huruf b angka 2, Pasal 73 ayat (2) huruf b angka 2, Pasal 78 ayat (2) huruf b angka 2, dan Pasal 83 ayat (2) huruf b angka 2;
i. surat penolakan perubahan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf b;
j. surat pindah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) huruf a dan ayat (5), serta Pasal 29 ayat (1);
k. surat penolakan pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) huruf b;
l. surat penolakan penetapan Wajib Pajak Nonaktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf b;
m. surat penetapan Wajib Pajak Nonaktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf a dan Pasal 38 ayat (1);
n. surat pengaktifan kembali Wajib Pajak Nonaktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dan Pasal 43 ayat (1);
o. surat penolakan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (5) huruf b;
p. surat penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (5) huruf a dan ayat (7), serta Pasal 47 ayat (4);
q. surat pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4), Pasal 54 ayat (5) huruf a dan ayat (6), serta Pasal 55 ayat (3) huruf a;
r. surat penolakan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (5) huruf b;
s. surat pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) huruf a dan ayat (4), serta Pasal 61 ayat (3);
t. surat penolakan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) huruf b;
u. surat penetapan Pengusaha Kena Pajak Toko Retail (VAT Refund) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) huruf a;
v. surat penetapan Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan (Deemed VAT) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) huruf b;
w. surat penetapan Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) huruf c dan Pasal 64 ayat (2);
x. surat keterangan dapat ditunjuk sebagai kuasa Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) huruf d;
y. surat penolakan penetapan Pengusaha Kena Pajak Toko Retail (VAT Refund) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (3) huruf a;
z. surat penolakan penetapan Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan (Deemed VAT) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (3) huruf b;
aa. surat penolakan penetapan Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (3) huruf c;
bb. logo “TAX FREE SHOP” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2) huruf a angka 1;
cc. logo “TAX REFUND FOR TOURISTS” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2) huruf a angka 2;
dd. surat pencabutan penetapan Pengusaha Kena Pajak Toko Retail (VAT Refund) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) huruf a;
ee. surat pencabutan penetapan Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan (Deemed VAT) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) huruf b;
ff. surat pencabutan penetapan Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) huruf c dan Pasal 70 ayat (2);
gg. surat pencabutan keterangan dapat ditunjuk sebagai kuasa Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) huruf d;
hh. surat penolakan pencabutan penetapan Pengusaha Kena Pajak Toko Retail (VAT Refund) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (3) huruf a;
ii. surat penolakan pencabutan penetapan Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan (Deemed VAT) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (3) huruf b;
jj. surat penolakan pencabutan penetapan Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (3) huruf c;
kk. Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (SKT PBB) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (2) huruf a dan ayat (3), Pasal 75 ayat (1), Pasal 79 ayat (2) huruf a, serta Pasal 80 ayat (3);
ll. surat penolakan pendaftaran objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (2) huruf b;
mm. surat pemberitahuan perubahan data objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2) huruf a dan Pasal 80 ayat (3);
nn. surat penolakan perubahan data objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2) huruf b;
oo. surat keputusan pencabutan Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (SKT PBB) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) huruf a dan ayat (3), serta Pasal 85 ayat (3); dan
pp. surat penolakan pencabutan Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (SKT PBB) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) huruf b,
dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


BAB VII
PERINCIAN JENIS, DOKUMEN, DAN SALURAN UNTUK PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN

Pasal 87
 
(1) Pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak dapat dilaksanakan:
a. secara elektronik, yaitu melalui:
1. Portal Wajib Pajak;
2. laman atau aplikasi lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
3. Contact Center; atau
b. selain secara elektronik, yaitu:
a. secara langsung; atau
b. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir,
ke Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan, atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(2) Pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan melalui laman atau aplikasi lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sepanjang laman atau aplikasi lain yang disediakan Instansi Pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain tersebut telah bekerja sama atau ditunjuk oleh Menteri atau Direktur Jenderal Pajak.
(3) Dalam hal pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Wajib Pajak melalui pos, jasa ekspedisi, atau jasa kurir tidak lengkap atau tidak dapat divalidasi oleh sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak, permohonan tersebut dianggap bukan sebagai permohonan.
(4) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat pengembalian permohonan yang disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dan mengembalikan permohonan Wajib Pajak, kecuali ketentuan perundang- undangan di bidang perpajakan mengatur lain.
(5) Surat pengembalian permohonan yang disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 88
 
Jenis pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak dan persyaratan dokumen yang harus dilampirkan terkait pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan, serta saluran yang digunakan tercantum dalam Lampiran III huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 89
 
Tindak lanjut pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan, tata cara penerbitan keputusan dalam bentuk elektronik, dokumen elektronik, dan tata cara penyampaian keputusan dan dokumen elektronik dilaksanakan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
 
 
Pasal 90
 
(1) Wajib Pajak dapat melakukan konfirmasi validitas atas Produk Pelayanan dan keputusan dalam bentuk elektronik bertanda tangan elektronik yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
(2) Keputusan dalam bentuk elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Konfirmasi validitas Produk Pelayanan dan keputusan dalam bentuk elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan pengecekan:
a. kode verifikasi yang tercantum dalam dokumen elektronik atau cetakan;
b. kode respons cepat (QR Code) yang tercantum dalam dokumen elektronik atau cetakan; atau
c. dokumen elektronik yang ditandatangani secara elektronik.
(4) Pengecekan kode verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dapat dilakukan melalui:
a. laman Direktorat Jenderal Pajak;
b. telepon kring pajak; atau
c. Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan tempat Produk Pelayanan atau keputusan dalam bentuk elektronik diterbitkan.
(5) Pengecekan kode respons cepat (QR Code) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dapat dilakukan dengan melakukan pemindaian kode respons cepat.
(6) Pengecekan dokumen elektronik yang ditandatangani secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dilakukan dengan cara mengunggah dokumen dalam bentuk portable document format (pdf) pada salah satu laman resmi yang disediakan kementerian yang menaungi penyelenggara sertifikat elektronik atau badan yang menerbitkan sertifikat elektronik Instansi Pemerintah.
 

BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 91
 
(1) Nomor Pokok Wajib Pajak cabang dapat digunakan untuk pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan untuk:
a. Masa Pajak sampai dengan Masa Pajak Desember 2024;
b. Bagian Tahun Pajak sampai dengan Bagian Tahun Pajak yang berakhir pada Desember 2024; dan/atau
c. Tahun Pajak sampai dengan Tahun Pajak 2024.
(2) Pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan yang menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan:
a. Wajib Pajak orang pribadi; atau
b. wakil Wajib Pajak Badan, yaitu pengurus pusat atau pengurus cabang,
pada Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar sesuai tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak
(3) Pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan yang menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh pengurus cabang atau pengurus pusat sepanjang identitas wakil Wajib Badan dapat divalidasi.
(4) Dalam hal pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan oleh pengurus pusat, wakil Wajib Pajak Badan dimaksud harus melampirkan surat penunjukan pengurus pusat untuk mewakili cabang dimaksud.
(5) Sertifikat elektronik, electronic filling identification number dan akun Pengusaha Kena Pajak yang diberikan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Sertifikat Elektronik, dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dapat digunakan untuk pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan:
a. Masa Pajak sampai dengan Masa Pajak Desember 2024;
b. Bagian Tahun Pajak sampai dengan Bagian Tahun Pajak yang berakhir pada Desember 2024;
c. Tahun Pajak sampai dengan Tahun Pajak 2024; dan/atau
d. Masa Pajak Januari 2025 dan setelahnya bagi Pengusaha Kena Pajak tertentu sebagaimana ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(6) Dalam hal Wajib Pajak:
a. belum memiliki sertifikat elektronik atau sertifikat elektronik yang dimiliki telah berakhir masa berlakunya;
b. belum memiliki electronic filling identification number, atau sudah memiliki electronic filling identification number namun tidak diketahui atau lupa; atau
c. belum memiliki akun Pengusaha Kena Pajak,
Wajib Pajak dapat mengajukan permintaan sertifikat elektronik, electronic filling identification number, atau aktivasi akun Pengusaha Kena Pajak berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 04/PJ/2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Sertifikat Elektronik, dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak untuk pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak dan Tahun Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7) Pengusaha Kena Pajak dapat dilakukan aktivasi akun Pengusaha Kena Pajak untuk pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan Masa Pajak sampai dengan Masa Pajak Desember 2024.



BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 92

Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:
1. dokumen perpajakan yang diterbitkan Direktorat Jenderal Pajak mengenai:
a. pendaftaran Wajib Pajak, perubahan data Wajib Pajak, pemindahan Wajib Pajak, penetapan Wajib Pajak nonaktif, pengaktifan kembali Wajib Pajak nonaktif dan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak;
b. pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
c. penetapan dan pencabutan penetapan Pemungut Bea Meterai; dan
d. pendaftaran Objek Pajak, perubahan data Objek Pajak, dan pencabutan Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan,
yang diterbitkan sejak tanggal 1 Januari 2025 sampai dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini tetap sah dan berlaku;
2. pendaftaran Wajib Pajak, perubahan data Wajib Pajak, pemindahan Wajib Pajak, penetapan Wajib Pajak nonaktif, pengaktifan kembali Wajib Pajak nonaktif dan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dilakukan sejak tanggal 1 Januari 2025 sampai dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini, berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal ini;
3. pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang dilakukan sejak tanggal 1 Januari 2025 sampai dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini, berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal ini;
4. terhadap Wajib Pajak yang menggunakan Kantor Virtual sebagai tempat kedudukan dan telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di Kantor Virtual sebelum Peraturan Direktur Jenderal ini berlaku tetapi tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a, harus mengajukan permohonan perubahan data Wajib Pajak berupa perubahan tempat kedudukan Wajib Pajak menjadi tempat kegiatan usaha menurut keadaan sebenarnya paling lambat tanggal 31 Desember 2025;
5. Pengusaha Kena Pajak yang:
a. baru memulai kewajiban sebagai Pengusaha Kena Pajak; atau
b. dilakukan pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar, 
  sejak tanggal 1 Januari 2025 sampai dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini, dilakukan kegiatan pengawasan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 paling lama 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
6. penetapan dan pencabutan penetapan Pemungut Bea Meterai yang dilakukan sejak tanggal 1 Januari 2025 sampai dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini, berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal ini;
7. pendaftaran Objek Pajak, perubahan data Objek Pajak, dan pencabutan Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang dilakukan sejak tanggal 1 Januari 2025 sampai dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini, berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal ini.


BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 93

Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:
1. petunjuk pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-08/PJ/2019 tentang Tata Cara Pemberian, Penyesuaian, dan Penghapusan Nomor Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan;
2. petunjuk pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Sertifikat Elektronik, dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
3. petunjuk pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-02/PJ/2021 tentang Tata Cara Pemberian dan Penggunaan Nomor Identitas Subunit Organisasi Instansi Pemerintah serta Kewajiban Pelaporan Pajak Instansi Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-02/PJ/2021 tentang Tata Cara Pemberian dan Penggunaan Nomor Identitas Subunit Organisasi Instansi Pemerintah serta Kewajiban Pelaporan Pajak Instansi Pemerintah Direktur Jenderal Pajak,
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 94

Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:
1. Peraturan  Direktur  Jenderal  Pajak  Nomor PER-20/PJ/2018 tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak Secara Elektronik Melalui Sistem Administrasi Badan Hukum dan Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik;
2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-01/PJ/2019 tentang Tata Cara Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak dalam Rangka Ekstensifikasi;
3. Peraturan  Direktur  Jenderal  Pajak  Nomor PER-08/PJ/2019 tentang Tata Cara Pemberian, Penyesuaian, dan Penghapusan Nomor Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan;
4. Peraturan  Direktur  Jenderal  Pajak  Nomor PER-17/PJ/2019 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Kewajiban Pengusaha Kena Pajak Toko Retail yang Berpartisipasi dalam Skema Pengembalian Pajak Pertambahan Nilai kepada Turis Asing,
5. Peraturan  Direktur  Jenderal  Pajak  Nomor PER-04/PJ/2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Sertifikat Elektronik, dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
6. Pasal 4 dan Pasal 5 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-02/PJ/2021 tentang Tata Cara Pemberian dan Penggunaan Nomor Identitas Subunit Organisasi Instansi Pemerintah serta Kewajiban Pelaporan Pajak Instansi Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-02/PJ/2021 tentang Tata Cara Pemberian dan Penggunaan Nomor Identitas Subunit Organisasi Instansi Pemerintah serta Kewajiban Pelaporan Pajak Instansi Pemerintah Direktur Jenderal Pajak;
7. Peraturan  Direktur  Jenderal  Pajak  Nomor PER-27/PJ/2021 tentang Jenis Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Secara Elektronik yang Harus Dilampirkan, Tanda Tangan Elektronik, Persyaratan Dokumen Elektronik yang Harus Dilampirkan, Tanda Tangan Elektronik yang Digunakan, Tata Cara Penyampaian Dokumen Elektronik dan Saluran yang Digunakan, serta Tata Cara Tindak Lanjut atas Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan secara Elektronik,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 95

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Mei 2025
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

SURYO UTOMO

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA