Home
/
Data Center
/
Peraturan
/
59 Tahun 2025
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 59 TAHUN 2025
 
TENTANG
 
PEMBELIAN KEMBALI DAN PENJUALAN SECARA LANGSUNG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA SERTA PENERBITAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA SEBAGAI SERI PENUKAR DALAM RANGKA PEMBELIAN KEMBALI SURAT UTANG NEGARA
 
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
 
a. bahwa pengaturan mengenai pengelolaan transaksi surat berharga syariah negara di pasar domestik telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.08/2013 tentang Pembelian Kembali Surat Berharga Syariah Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.08/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.08/2013 tentang Pembelian Kembali Surat Berharga Syariah Negara;
b. bahwa untuk menyesuaikan pengaturan mengenai pengelolaan transaksi surat berharga syariah negara di pasar domestik yang lebih adaptif dan responsif sesuai dengan perkembangan dinamika pasar keuangan syariah domestik sehingga Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.08/2013 tentang Pembelian Kembali Surat Berharga Syariah Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.08/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.08/2013 tentang Pembelian Kembali Surat Berharga Syariah Negara perlu diganti;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (2) huruf e dan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pembelian Kembali dan Penjualan Secara Langsung Surat Berharga Syariah Negara serta Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara sebagai Seri Penukar dalam Rangka Pembelian Kembali Surat Utang Negara;

 
Mengingat:

1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4852);
3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 225, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6994);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2008 tentang Perusahaan Penerbit Surat Berharga Syariah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4887) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2008 tentang Perusahaan Penerbit Surat Berharga Syariah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 168);
5. Peraturan Presiden Nomor 158 Tahun 2024 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 354);
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124 Tahun 2024 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 1063);
 
 
MEMUTUSKAN:

 

Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBELIAN KEMBALI DAN PENJUALAN SECARA LANGSUNG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA SERTA PENERBITAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA SEBAGAI SERI PENUKAR DALAM RANGKA PEMBELIAN KEMBALI SURAT UTANG NEGARA.


BAB I
KETENTUAN UMUM
 
Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
2. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya.
3. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN adalah SUN dan SBSN.
4. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
5. Imbalan adalah pembayaran yang dapat berupa sewa, bagi hasil atau margin, atau bentuk pembayaran lainnya sesuai dengan akad penerbitan SBSN, yang diberikan kepada pemegang SBSN sampai dengan berakhirnya periode SBSN.
6. Pihak adalah orang perseorangan warga negara Indonesia maupun warga negara asing di mana pun mereka bertempat tinggal, perusahaan, usaha bersama, asosiasi, organisasi kemasyarakatan, koperasi, yayasan, institusi/lembaga/otoritas, badan hukum lainnya yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berkedudukan baik di dalam maupun di luar negeri, Bank Indonesia, badan layanan umum, atau pemerintah daerah.
7. Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder adalah transaksi pembelian SBSN di pasar sekunder oleh Menteri sebelum jatuh tempo dengan tunai (cash buyback) dan/atau penukaran (switching) melalui pelunasan sebagian atau seluruh SBSN yang dimiliki oleh Pihak.
8. SBSN Dengan Cara Penukaran Silang (Cross Switching) yang selanjutnya disebut SBSN Cross Switching adalah SBSN yang diterbitkan sebagai seri penukar dalam rangka pembelian kembali SUN di pasar sekunder.
9. Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder melalui metode Lelang yang selanjutnya disebut Lelang Pembelian Kembali SBSN adalah metode Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder melalui lelang yang dilakukan dalam suatu masa penawaran yang telah ditentukan dan diumumkan sebelumnya pada sistem lelang pembelian kembali SBSN yang disediakan oleh Menteri.
10. Pembelian Kembali SBSN dengan Cara Penukaran (Switching) yang selanjutnya disebut Penukaran (Switching) adalah Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder yang penyelesaian transaksinya dilakukan dengan penyerahan SBSN seri lain oleh Menteri.
11. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
12. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah pimpinan unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi urusan pengelolaan pembiayaan dan risiko.
13. Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disebut DJPPR adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi urusan pengelolaan pembiayaan dan risiko.
14. Direktur Pembiayaan Syariah yang selanjutnya disebut Direktur adalah pimpinan unit Eselon II di DJPPR yang mempunyai tugas melaksanakan dan menyelenggarakan fungsi dalam pengelolaan SBSN.
15. Direktorat Pembiayaan Syariah yang selanjutnya disebut Direktorat adalah unit Eselon II di DJPPR yang mempunyai tugas melaksanakan dan menyelenggarakan fungsi dalam pengelolaan SBSN.
16. Dealer SBSN adalah pejabat dan/atau pegawai pada DJPPR yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Direktur Jenderal untuk melaksanakan transaksi SBSN secara langsung.
17. Dealer Utama SBSN adalah bank atau perusahaan efek yang ditunjuk oleh Menteri untuk menjalankan kewajiban tertentu baik di pasar perdana SBSN domestik maupun pasar sekunder SBSN domestik dalam mata uang rupiah maupun dalam valuta asing dengan hak tertentu.
18. Peserta Lelang Pembelian Kembali SBSN yang selanjutnya disebut Peserta Lelang adalah Dealer Utama SBSN yang telah memenuhi persyaratan untuk mengikuti Lelang Pembelian Kembali SBSN.
19. Penawaran Lelang Pembelian Kembali SBSN yang selanjutnya disebut Penawaran Lelang adalah pengajuan penawaran penjualan SBSN oleh Peserta Lelang Pembelian Kembali SBSN.
20. Penawaran Penjualan SBSN adalah pengajuan penawaran penjualan SBSN yang disampaikan oleh Pihak atau Dealer Utama SBSN kepada Menteri dalam rangka transaksi bilateral (bilateral buyback).
21. Setelmen adalah penyelesaian transaksi SBSN yang terdiri atas setelmen dana dan/atau setelmen kepemilikan SBSN.
22. Hari Kerja adalah hari operasional sistem pembayaran terkait penatausahaan SBN yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia.
23. Pasar Perdana adalah kegiatan penawaran dan penjualan SBSN untuk pertama kali.
24. Pasar Sekunder adalah kegiatan perdagangan SBSN yang telah dijual di Pasar Perdana.
25. Pembelian Kembali SBSN Melalui Metode Transaksi Pengumpulan Pemesanan (Bookbuilding) yang selanjutnya disebut Transaksi Pengumpulan Pemesanan (Bookbuilding) adalah metode Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder melalui pengumpulan pemesanan penjualan SBSN dalam suatu periode penawaran yang telah ditentukan dan diumumkan sebelumnya oleh Menteri.
26. Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder Melalui Metode Transaksi Bilateral (Bilateral Buyback) yang selanjutnya disebut Transaksi Bilateral (Bilateral Buyback) adalah metode Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder yang dilakukan melalui pembahasan antara Menteri dan Pihak yang menyampaikan Penawaran Penjualan SBSN, dengan ketentuan dan syarat sesuai kesepakatan.
27. Dealing Room adalah sebuah ruangan yang digunakan untuk melakukan transaksi SBSN secara langsung, yang dilengkapi dengan alat komunikasi, perekam dan perangkat pendukung lainnya.
28. Pembelian Kembali SBSN secara Langsung adalah transaksi pembelian SBSN di pasar sekunder oleh Pemerintah sebelum jatuh tempo dengan cara tunai (cash buyback) atas SBSN yang dimiliki oleh Pihak yang dilakukan melalui fasilitas Dealing Room DJPPR dan fasilitas Dealing Room Dealer Utama.
29. Penjualan SBSN secara Langsung adalah transaksi penjualan SBSN oleh Pemerintah kepada Dealer Utama SBSN melalui fasilitas Dealing Room DJPPR dan fasilitas Dealing Room Dealer Utama.
30. Transaksi SBSN secara Langsung adalah metode Pembelian Kembali SBSN secara Langsung atau Penjualan SBSN secara Langsung yang dilakukan Pemerintah dengan Dealer Utama SBSN melalui fasilitas Dealing Room DJPPR dan fasilitas Dealing Room Dealer Utama.
31. Pemesanan Penjualan SBSN adalah pengajuan Penawaran Penjualan SBSN oleh Pihak untuk menjual SBSN yang dimilikinya kepada Menteri pada periode yang telah ditentukan oleh Menteri dalam rangka Transaksi Pengumpulan Pemesanan (Bookbuilding).
32. Keadaan Kahar adalah suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan dan kendali manusia, tidak dapat dihindarkan, dapat berupa bencana alam, kebakaran, banjir, pemogokan umum, perang (dinyatakan atau tidak dinyatakan), pemberontakan, revolusi, makar, huru-hara, terorisme, wabah/epidemi, dan diketahui secara luas yang mengakibatkan gangguan atau kerusakan pada perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, maupun sarana pendukung teknologi informasi termasuk sumber daya yang mengoperasikan teknologi informasi.
33. Perusahaan Penerbit SBSN adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan ketentuan Undang-Undang tentang Surat Berharga Syariah Negara untuk melaksanakan kegiatan penerbitan SBSN.
 
 
Pasal 2
 
(1) Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi:
a. Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder;
b. Penjualan SBSN secara Langsung; dan
c. penerbitan SBSN Cross Switching.
(2) Peraturan Menteri ini bertujuan untuk:
a. meningkatkan likuiditas SBSN;
b. mengurangi refinancing risk;
c. mengelola tingkat Imbalan; dan
d. melakukan pendalaman dan pengembangan pasar SBSN.
(2) Peraturan Menteri ini bertujuan untuk:
a. meningkatkan likuiditas SBSN;
b. mengurangi refinancing risk;
c. mengelola tingkat Imbalan; dan
d. melakukan pendalaman dan pengembangan pasar SBSN.

 
BAB II

PENYELENGGARA KEGIATAN PEMBELIAN KEMBALI SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DI PASAR SEKUNDER, PENJUALAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA SECARA LANGSUNG, DAN PENERBITAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA CROSS SWITCHING
 
Pasal 3

(1) Menteri menyelenggarakan kegiatan Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder, Penjualan SBSN secara Langsung, dan penerbitan SBSN Cross Switching sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
(2) Menteri dalam menyelenggarakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melimpahkan kewenangan dalam bentuk mandat kepada Direktur Jenderal.
 
 
Pasal 4

(1) Menteri dapat melakukan Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) sebelum jatuh tempo.
(2) Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui metode:
a. Lelang Pembelian Kembali SBSN; atau
b. tanpa lelang, dengan:
1. Transaksi Pengumpulan Pemesanan (Bookbuilding);
2. Transaksi Bilateral (Bilateral Buyback); atau
3. Pembelian Kembali SBSN secara Langsung.
(3) Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan penyelesaian transaksi dengan cara:
a. tunai (cash buyback); atau
b. Penukaran (Switching).
(4) Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder dengan cara tunai (cash buyback) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a penyelesaian transaksinya dilakukan melalui pembayaran secara tunai oleh Menteri.
(5) Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder dengan cara Penukaran (Switching) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dilakukan melalui:
a. penerbitan SBSN seri baru (new issuance); dan/atau
b. penerbitan kembali (reopening) SBSN.
(6) Penerbitan SBSN seri baru (new issuance) dan/atau penerbitan kembali (reopening) SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan satu kesatuan transaksi dari Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder.
(7) Dalam hal terdapat selisih nilai penyelesaian transaksi Penukaran (Switching) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, selisih nilai penyelesaian transaksi dapat dibayar secara tunai.
 
 
Pasal 5

(1) Menteri dapat melakukan Penjualan SBSN secara Langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) melalui penerbitan SBSN seri baru (new issuance) dan/atau penerbitan kembali (reopening) SBSN.
(2) Penjualan SBSN secara Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui metode Transaksi SBSN secara Langsung.

 
Pasal 6

(1) Menteri dapat melakukan penerbitan SBSN Cross Switching sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
(2) Penerbitan SBSN Cross Switching sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai pembelian kembali surat utang negara di pasar sekunder.

 
Pasal 7

(1) Penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5), Pasal 5 ayat (1), dan Pasal 6 ayat (1) dapat dilakukan:
a. secara langsung oleh Pemerintah; atau
b. melalui Perusahaan Penerbit SBSN.
(2) Menteri menyelenggarakan kegiatan persiapan dan pelaksanaan dalam rangka penerbitan SBSN secara langsung oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.
(3) Menteri dalam menyelenggarakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melimpahkan kewenangan dalam bentuk mandat kepada Direktur Jenderal.
(4) DJPPR melalui Direktorat membantu kegiatan persiapan dan pelaksanaan dalam rangka penerbitan SBSN melalui Perusahaan Penerbit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
(5) Dalam melaksanakan penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DJPPR dapat berkoordinasi dengan satuan kerja di lingkungan Kementerian Keuangan, Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan/atau kementerian/lembaga terkait lainnya.

 
Pasal 8

(1) Lelang Pembelian Kembali SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dilakukan melalui Peserta Lelang.
(2) Transaksi Pengumpulan Pemesanan (Bookbuilding) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b angka 1 dilakukan melalui Dealer Utama SBSN.
(3) Transaksi Bilateral (Bilateral Buyback) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b angka 2 dilakukan dengan seluruh Pihak atau Dealer Utama SBSN, setelah terjadinya kesepakatan ketentuan dan syarat.
(4) Pembelian Kembali SBSN secara Langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b angka 3 dilakukan dengan Dealer Utama SBSN melalui fasilitas Dealing Room pada DJPPR dan fasilitas Dealing Room Dealer Utama SBSN yang digunakan untuk melakukan Transaksi SBSN secara Langsung.
(5) Fasilitas Dealing Room sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menggunakan:
a. sistem untuk penyelenggaraan pasar alternatif; atau
b. sistem lain yang digunakan oleh Dealer Utama SBSN dalam melakukan transaksi SBSN di pasar sekunder.
 
 
BAB III
TATA CARA DAN METODE PEMBELIAN KEMBALI SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DI PASAR SEKUNDER
 
Bagian Kesatu
Pembelian Kembali Surat Berharga Syariah Negara dengan Metode Lelang
 
Pasal 9

(1) Menteri dapat melakukan Lelang Pembelian Kembali SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a.
(2) Setiap Pihak dapat menjual dan/atau menawarkan SBSN dalam setiap Lelang Pembelian Kembali SBSN melalui Peserta Lelang.
(3) Peserta Lelang dapat mengajukan Penawaran Lelang atas nama dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan Pihak.

 
Pasal 10

(1) Peserta Lelang menunjuk wakil Peserta Lelang yang berwenang mengikuti pelaksanaan Lelang Pembelian Kembali SBSN.
(2) Peserta Lelang harus menyampaikan informasi secara tertulis mengenai wakil Peserta Lelang kepada Direktur Jenderal melalui Direktur dengan disertai surat pernyataan kesediaan untuk mematuhi ketentuan Lelang Pembelian Kembali SBSN.
(3) Dalam hal terjadi perubahan wakil Peserta Lelang, Peserta Lelang harus menyampaikan informasi perubahan wakil Peserta Lelang kepada Direktur Jenderal melalui Direktur.
(4) Surat penyampaian informasi wakil Peserta Lelang, surat pernyataan kesediaan, dan surat perubahan wakil Peserta Lelang dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A, huruf B, dan huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 
Pasal 11

(1) Dalam pelaksanaan Lelang Pembelian Kembali SBSN, DJPPR melalui Direktur:
a. mengumumkan rencana Lelang Pembelian Kembali SBSN paling lambat 2 (dua) jam sebelum pelaksanaan Lelang Pembelian Kembali SBSN, yang paling sedikit memuat informasi:
1. tanggal pelaksanaan Lelang Pembelian Kembali SBSN;
2. waktu pembukaan dan penutupan Penawaran Lelang;
3. seri SBSN yang akan dibeli kembali;
4. seri dan harga SBSN penukar, dalam hal transaksi Penukaran (Switching);
5. tanggal pengumuman hasil Lelang Pembelian Kembali SBSN; dan
6. tanggal Setelmen;
b. menerima Penawaran Lelang dari Peserta Lelang melalui sistem yang digunakan dalam Lelang Pembelian Kembali SBSN;
c. menyampaikan seluruh Penawaran Lelang sebagaimana dimaksud dalam huruf b kepada Direktur Jenderal dalam rapat penetapan hasil Lelang Pembelian Kembali SBSN; dan
d. mengumumkan hasil Lelang Pembelian Kembali SBSN kepada Peserta Lelang pada hari pelaksanaan Lelang Pembelian Kembali SBSN.
(2) Dalam hal terjadi gangguan atau kerusakan teknis pada sistem Lelang Pembelian Kembali SBSN yang mengakibatkan Lelang Pembelian Kembali SBSN tidak dapat dilaksanakan, Direktur Jenderal atas nama Menteri dapat membatalkan pelaksanaan Lelang Pembelian Kembali SBSN.
(3) Pembatalan pelaksanaan Lelang Pembelian Kembali SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaporkan kepada Menteri.
(4) Tata cara pelaksanaan kegiatan Lelang Pembelian Kembali SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 
Pasal 12

(1) Penawaran harga atas pelaksanaan Lelang Pembelian Kembali SBSN dapat dilakukan dengan:
a. harga beragam (multiple price); atau
b. harga seragam (uniform price).
(2) Penawaran Lelang harga beragam (multiple price) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan cara:
a. kompetitif; dan/atau
b. nonkompetitif.
(3) Penawaran Lelang harga seragam (uniform price) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menggunakan cara nonkompetitif.
(4) Penawaran Lelang dengan cara kompetitif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan Penawaran Lelang yang dilakukan oleh Peserta Lelang dengan mengajukan penawaran berupa harga dan nominal kepada Menteri.
(5) Penawaran Lelang dengan cara nonkompetitif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan ayat (3) merupakan Penawaran Lelang yang dilakukan oleh Peserta Lelang dengan mengajukan penawaran berupa nominal kepada Menteri.

 
Bagian Kedua
Pembelian Kembali Surat Berharga Syariah Negara dengan Metode Transaksi Pengumpulan Pemesanan (Bookbuilding)
 
Pasal 13

(1) Menteri dapat melakukan Transaksi Pengumpulan Pemesanan (Bookbuilding) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b angka 1.
(2) Setiap Pihak dapat menjual dan/atau menawarkan SBSN kepada Menteri melalui Dealer Utama SBSN pada masa Pemesanan Penjualan SBSN yang telah ditentukan.
 
 
Pasal 14

(1) Dalam rangka pelaksanaan Transaksi Pengumpulan Pemesanan (Bookbuilding) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), DJPPR menyampaikan pemberitahuan rencana Transaksi Pengumpulan Pemesanan (Bookbuilding) kepada Dealer Utama SBSN dan diumumkan kepada publik.
(2) Pengumuman rencana Transaksi Pengumpulan Pemesanan (Bookbuilding) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat informasi:
a. periode Pemesanan Penjualan SBSN;
b. seri yang akan dibeli kembali;
c. seri dan harga SBSN penukar, dalam hal transaksi Penukaran (Switching); dan
d. tanggal Setelmen.

 
Pasal 15

(1) Dealer Utama SBSN menerima Pemesanan Penjualan SBSN dari Pihak pada periode Transaksi Pengumpulan Pemesanan (Bookbuilding) yang ditentukan oleh DJPPR.
(2) Dealer Utama SBSN menyampaikan seluruh Pemesanan Penjualan SBSN pada akhir masa pemesanan kepada DJPPR melalui Direktorat dengan paling sedikit memuat informasi:
a. harga dan seri SBSN yang ditawarkan untuk dilakukan Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder;
b. harga dan seri SBSN penukar, dalam hal transaksi Penukaran (Switching);
c. nominal SBSN yang ditawarkan untuk dilakukan Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder; dan
d. nominal SBSN penukar, dalam hal transaksi Penukaran (Switching).
(3) Pemesanan Penjualan SBSN yang telah disampaikan kepada DJPPR melalui Direktorat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dibatalkan.
(4) Direktur menyampaikan seluruh Pemesanan Penjualan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Direktur Jenderal untuk mendapatkan penetapan.

 
Bagian Ketiga
Pembelian Kembali Surat Berharga Syariah Negara dengan Metode Transaksi Bilateral (Bilateral Buyback)
 
Pasal 16

(1) Menteri dapat melakukan Transaksi Bilateral (Bilateral Buyback) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b angka 2.
(2) Transaksi Bilateral (Bilateral Buyback) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pihak secara langsung atau melalui Dealer Utama SBSN.
(3) Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang merupakan orang perseorangan hanya dapat melakukan Transaksi Bilateral (Bilateral Buyback) melalui Dealer Utama SBSN.
(4) Penawaran Penjualan SBSN oleh Dealer Utama SBSN dilakukan atas nama diri sendiri dan/atau atas nama Pihak.

 
Pasal 17

(1) Transaksi Bilateral (Bilateral Buyback) dilakukan oleh pejabat yang berwenang mewakili Pihak dan/atau Dealer Utama SBSN dengan mengajukan permohonan Penawaran Penjualan SBSN kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Direktur.
(2) Penawaran Penjualan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat informasi:
a. seri, harga, dan nominal SBSN yang ditawarkan kepada Menteri untuk dilakukan Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder;
b. seri, harga, dan nominal SBSN penukar, dalam hal transaksi Penukaran (Switching); dan
c. tanggal Setelmen.
(3) Dalam hal pejabat yang berwenang mewakili Pihak dan/atau Dealer Utama SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhalangan, Penawaran Penjualan SBSN diwakili oleh pejabat yang ditunjuk dengan dilengkapi surat kuasa untuk melakukan pembahasan dan/atau menandatangani dokumen kesepakatan.
(4) Surat Penawaran Penjualan SBSN dan surat kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan contoh format tercantum dalam Lampiran huruf E dan huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 
Pasal 18

(1) Minimal nominal Penawaran Penjualan SBSN yang diajukan kepada Menteri oleh Pihak dan/atau Dealer Utama SBSN sebesar Rp250.000.000.000,00 (dua ratus lima puluh miliar rupiah), dengan minimal sebesar Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) untuk 1 (satu) seri.
(2) Dalam hal SBSN yang ditawarkan untuk dibeli kembali oleh Menteri merupakan SBSN dalam valuta asing yang penerbitannya dilakukan di Pasar Perdana domestik, minimal nominal Penawaran Penjualan SBSN yang diajukan sebesar US$25,000,000.00 (dua puluh lima juta dolar Amerika Serikat) atau ekuivalen dengan mata uang asing lain, dengan minimal sebesar US$1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat) untuk 1 (satu) seri.

 
Pasal 19

Ketentuan nominal Penawaran Penjualan SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dapat dikecualikan dalam hal terdapat kebijakan dalam rangka:
a. pengelolaan portofolio oleh Pihak atas pemenuhan kewajiban investasi pada surat berharga negara; dan/atau
b. pendalaman dan pengembangan pasar keuangan.
 
 
Pasal 20

(1) Penawaran Penjualan SBSN yang diajukan Pihak dan/atau Dealer Utama SBSN ditindaklanjuti oleh DJPPR melalui Direktorat dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari Kerja terhitung sejak diterimanya Penawaran Penjualan SBSN.
(2) Penawaran Penjualan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti dengan:
a. persetujuan prinsip Direktur Jenderal atas Penawaran Penjualan SBSN oleh Pihak dan/atau Dealer Utama SBSN; atau
b. penolakan Direktur Jenderal atas Penawaran Penjualan SBSN oleh Pihak dan/atau Dealer Utama SBSN.
(3) Persetujuan prinsip Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ditindaklanjuti melalui pembahasan lebih lanjut dengan Pihak dan/atau Dealer Utama SBSN.
(4) Penolakan atas Penawaran Penjualan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, diinformasikan kepada Pihak dan/atau Dealer Utama SBSN.

 
Pasal 21

Penolakan Penawaran Penjualan SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf b dilakukan dengan mempertimbangkan:
a. tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 16 sampai dengan Pasal 18;
b. strategi pengelolaan portofolio SBSN dan risiko utang;
c. posisi kas Pemerintah;
d. harga yang ditawarkan tidak sesuai dengan benchmark harga yang ditentukan oleh Menteri; dan/atau
e. tidak tercapainya kesepakatan atas ketentuan dan syarat dalam pembahasan lebih lanjut atas Penawaran Penjualan SBSN.

 
Pasal 22

(1) Pembahasan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) dapat berupa:
a. menerima seluruh atau sebagian; atau
b. menolak seluruh,
Penawaran Penjualan SBSN, yang dituangkan dalam berita acara pembahasan.
(2) Dalam hal hasil pembahasan berupa menerima seluruh atau sebagian Penawaran Penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, hasil pembahasan dituangkan dalam dokumen kesepakatan.
(3) Dokumen kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat informasi:
a. seri, nominal dan harga SBSN yang akan dibeli kembali;
b. seri, nominal dan harga SBSN penukar, dalam hal transaksi Penukaran (Switching); dan
c. tanggal Setelmen.
(4) Berita acara pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dokumen kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh Direktur bersama pejabat yang berwenang dan/atau pejabat yang mendapat kuasa sebagai wakil dari Pihak atau Dealer Utama SBSN yang menyampaikan Penawaran Penjualan SBSN.
(5) Dokumen kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Direktur Jenderal sebagai dasar penetapan hasil transaksi Bilateral (Bilateral Buyback).
(6) Dalam hal hasil pembahasan berupa menolak seluruh Penawaran Penjualan SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Direktur menyampaikan laporan tidak tercapainya kesepakatan kepada Direktur Jenderal.

 
BAB IV
TRANSAKSI PEMBELIAN KEMBALI SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA SECARA LANGSUNG ATAU PENJUALAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA SECARA LANGSUNG
 
Pasal 23

(1) Menteri dapat melakukan transaksi Pembelian Kembali SBSN secara Langsung atau Penjualan SBSN secara Langsung dengan Dealer Utama SBSN dalam rangka pengelolaan portofolio SBSN.
(2) Direktur Jenderal melalui Direktur menyampaikan rencana transaksi Pembelian Kembali SBSN secara Langsung atau Penjualan SBSN secara Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Dealer Utama SBSN.
(3) Penyampaian rencana transaksi Pembelian Kembali SBSN secara Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat informasi:
a. seri SBSN yang akan dibeli; dan
b. tanggal Setelmen.
(4) Penyampaian rencana transaksi Penjualan SBSN secara Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat informasi:
a. seri SBSN; dan
b. tanggal Setelmen.

 
Pasal 24

(1) Pelaksanaan Pembelian Kembali SBSN secara Langsung atau Penjualan SBSN secara Langsung dilakukan oleh Dealer SBSN.
(2) Direktur Jenderal menetapkan penunjukan Dealer SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan keputusan.
(3) Keputusan mengenai penetapan Dealer SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
a. pejabat/pegawai yang diberikan wewenang untuk melakukan Transaksi SBSN secara Langsung;
b. batasan nominal Pembelian Kembali SBSN secara Langsung dan Penjualan SBSN secara Langsung; dan
c. penganggaran dan pencantuman dalam rencana dan strategi pengelolaan utang terhadap batasan nominal sebagaimana dimaksud pada huruf b.

 
Pasal 25
 
Hasil pelaksanaan Transaksi SBSN secara Langsung yang dilakukan oleh Dealer SBSN disetujui oleh Direktur dan disampaikan kepada Direktur Jenderal untuk mendapatkan penetapan.
 

Pasal 26

(1) Harga Setelmen atas pelaksanaan Pembelian Kembali SBSN secara Langsung atau Penjualan SBSN secara Langsung berupa harga yang telah disepakati (clean price).
(2) Dalam hal SBSN yang dilakukan Pembelian Kembali SBSN secara Langsung atau Penjualan SBSN secara Langsung memiliki Imbalan, harga Setelmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhitungkan juga Imbalan berjalan (accrued interest).
(3) Direktur Jenderal menetapkan perhitungan Setelmen atas pelaksanaan Pembelian Kembali SBSN Secara Langsung atau Penjualan SBSN secara Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
 
 
BAB V
SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA CROSS SWITCHING
 
Bagian Kesatu
Umum
 
Pasal 27

(1) Dalam rangka mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Menteri dapat menerbitkan SBSN Cross Switching di Pasar Sekunder sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai pembelian kembali surat utang negara di pasar sekunder.
(2) Penerbitan SBSN Cross Switching sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penerbitan SBSN seri baru (new issuance) dan/atau penerbitan kembali (reopening) SBSN.
(3) Dalam hal terdapat selisih nilai penyelesaian transaksi atas penerbitan SBSN Cross Switching sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selisih nilai penyelesaian transaksi dapat dibayar secara tunai.

 
Bagian Kedua
Tata Cara Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara Cross Switching
 
Pasal 28

(1) Ketentuan dan syarat, tata cara teknis, dan mekanisme transaksi SBSN Cross Switching dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri mengenai pembelian kembali surat utang negara di pasar sekunder.
(2) Hasil pelaksanaan transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam dokumen kesepakatan atau dokumen penetapan yang diatur dalam Peraturan Menteri mengenai pembelian kembali surat utang negara di pasar sekunder.
(3) Dokumen kesepakatan atau dokumen penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi dasar penerbitan SBSN Cross Switching.

 
Pasal 29

(1) Direktur Jenderal atas nama Menteri menetapkan hasil penerbitan SBSN Cross Switching.
(2) Hasil penerbitan SBSN Cross Switching sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan kepada publik.
(3) Pengumuman hasil penerbitan SBSN Cross Switching sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat informasi:
a. seri, harga, dan jumlah nominal SBSN Cross Switching; dan
b. tanggal Setelmen.
(4) Setelmen dan pengumuman atas penerbitan SBSN Cross Switching sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai satu kesatuan dengan pelaksanaan Setelmen dan pengumuman transaksi pembelian kembali SUN dengan cara penukaran yang menggunakan SBSN sebagai seri penukar.


BAB VI
PENENTUAN HARGA, PENETAPAN, DAN PENGUMUMAN HASIL TRANSAKSI PEMBELIAN KEMBALI DAN PENJUALAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA SECARA LANGSUNG SERTA PENERBITAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA CROSS SWITCHING
 
Bagian Kesatu
Penentuan Harga
 
Pasal 30

(1) Direktur Jenderal berwenang untuk menentukan:
a. seri dan harga SBSN yang akan dibeli kembali; dan
b. eri dan harga SBSN penukar, dalam hal transaksi Penukaran (Switching),
untuk transaksi Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder dengan cara Lelang Pembelian Kembali SBSN dan Transaksi Pengumpulan Pemesanan (Bookbuilding).
(2) Direktur Jenderal berwenang untuk menyetujui:
a. seri SBSN yang akan dibeli kembali; dan
b. seri SBSN penukar, dalam hal transaksi Penukaran (Switching),
atas Penawaran Penjualan SBSN yang diajukan oleh Pihak dalam hal Transaksi Bilateral (Bilateral Buyback).
(3) Direktur Jenderal menetapkan pemilihan seri SBSN dan penentuan harga SBSN untuk transaksi Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

 
Pasal 31

(1) Penentuan harga untuk pemenang Lelang Pembelian Kembali SBSN atas penawaran harga beragam (multiple price) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a dilakukan dengan:
a. harga beragam (multiple price); atau
b. harga seragam (uniform price).
(2) Harga beragam (multiple price) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan harga yang dibayarkan oleh Menteri sesuai dengan:
a. harga Penawaran Lelang yang diajukan oleh masing-masing Peserta Lelang dalam hal Penawaran Lelang dilakukan dengan cara kompetitif; dan
b. harga rata-rata tertimbang dari Penawaran Lelang kompetitif yang dimenangkan dalam hal Penawaran Lelang dilakukan dengan cara nonkompetitif.
(3) Harga seragam (uniform price) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan harga yang dibayarkan oleh Menteri kepada seluruh pemenang Lelang Pembelian Kembali SBSN sesuai dengan harga benchmark/harga acuan yang ditentukan oleh Direktur Jenderal.
(4) Penentuan harga untuk pemenang Lelang Pembelian Kembali SBSN atas penawaran harga seragam (uniform price) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b dilakukan dengan menggunakan harga yang diumumkan oleh DJPPR pada rencana Lelang Pembelian Kembali SBSN.

 
Bagian Kedua
Penetapan Hasil
 
Pasal 32

(1) Direktur Jenderal atas nama Menteri menetapkan:
a. hasil Lelang Pembelian Kembali SBSN;
b. hasil Transaksi Pengumpulan Pemesanan (Bookbuilding);
c. hasil Transaksi Bilateral (Bilateral Buyback) berdasarkan dokumen kesepakatan;
d. hasil Pembelian Kembali SBSN secara Langsung; dan
e. hasil Penjualan SBSN secara Langsung.
(2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. menerima seluruh atau sebagian; atau
b. menolak seluruh, hasil transaksi.
 
 
Pasal 33

(1) Direktur Jenderal melalui Direktorat menyampaikan hasil penetapan Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder atau Penjualan SBSN secara Langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) kepada Pihak, Peserta Lelang, dan/atau Dealer Utama SBSN.
(2) Penyampaian hasil penetapan Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder atau Penjualan SBSN secara Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat informasi:
a. seri, harga, dan jumlah nominal SBSN yang dibeli kembali;
b. seri, harga, dan serta jumlah nominal SBSN penukar, dalam hal transaksi Penukaran (Switching);
c. seri, harga, dan jumlah nominal SBSN yang dijual, dalam hal transaksi Penjualan SBSN secara Langsung; dan
d. tanggal Setelmen.

 
Bagian Ketiga
Pengumuman Hasil
 
Pasal 34
 
(1) Direktur Jenderal melalui Direktur mengumumkan hasil Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder atau Penjualan SBSN secara Langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) kepada publik.
(2) Pengumuman hasil Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder atau Penjualan SBSN secara Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat informasi:
a. seri dan jumlah nominal SBSN yang dibeli kembali;
b. seri dan jumlah nominal SBSN penukar, dalam hal transaksi Penukaran (Switching);
c. seri dan jumlah nominal SBSN yang dijual, dalam hal transaksi Penjualan SBSN secara Langsung;
d. harga rata-rata tertimbang atau yield rata-rata tertimbang dari masing-masing seri; dan
e. tanggal Setelmen.

 
BAB VII
DOKUMEN PEMBELIAN KEMBALI SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DI PASAR SEKUNDER, PENJUALAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA SECARA LANGSUNG, SERTA PENERBITAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA CROSS SWITCHING
 
Pasal 35
 
(1) Dokumen Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder, Penjualan SBSN di Pasar Sekunder, Penjualan SBSN secara Langsung, dan penerbitan SBSN Cross Switching terdiri atas:
a. ketentuan dan syarat SBSN dan/atau adendum ketentuan dan syarat SBSN;
b. dokumen transaksi aset SBSN;
c. fatwa atau pernyataan kesesuaian SBSN dengan prinsip syariah; dan
d. dokumen kesepakatan atau dokumen penetapan untuk penerbitan SBSN Cross Switching.
(2) Dalam hal diperlukan, selain dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perlu dilengkapi dengan dokumen tambahan berupa perjanjian perwaliamanatan.

 
Pasal 36
 
Ketentuan dan syarat SBSN dan/atau adendum ketentuan dan syarat SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf a, paling sedikit memuat informasi:
a. seri dan nominal SBSN; dan
b. struktur produk SBSN.

 
Pasal 37
 
Dokumen transaksi aset SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b terdiri atas Akad SBSN yang berupa:
a. Akad Ijarah;
b. Akad Istishna;
c. Akad Musyarakah;
d. Akad Mudarabah;
e. Akad lain yang diperlukan untuk memenuhi kesesuaian prinsip syariah; atau
f. akad yang berdasarkan kombinasi dari 2 (dua) akad atau lebih sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf e.

 
Pasal 38

(1) Dokumen transaksi aset SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b ditandatangani oleh Direktur Jenderal dan pihak yang ditunjuk sebagai wali amanat.
(2) Penunjukan wali amanat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
(3) Dalam hal dokumen transaksi aset SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan melalui Perusahaan Penerbit:
a. bertindak sebagai wali amanat, dokumen transaksi aset SBSN ditandatangani oleh Direktur Jenderal dan direktur utama Perusahaan Penerbit SBSN;
b. menunjuk pihak lain sebagai wali amanat berdasarkan persetujuan Direktur Jenderal atas nama Menteri, dokumen transaksi aset SBSN ditandatangani oleh Direktur Jenderal dan pihak lain yang ditunjuk sebagai wali amanat.

 
Pasal 39
 
Fatwa atau pernyataan kesesuaian SBSN dengan prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf c ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
 

Pasal 40

(1) Perjanjian perwaliamanatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) diperlukan dalam hal Penerbitan SBSN dalam rangka Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder, Penjualan SBSN secara Langsung, atau penerbitan SBSN Cross Switching, dilakukan:
a. secara langsung oleh Pemerintah; atau
b. melalui Perusahaan Penerbit SBSN yang menunjuk pihak lain untuk membantu melaksanakan fungsi wali amanat.
(2) Dalam hal penerbitan SBSN dalam rangka Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder, Penjualan SBSN secara Langsung, atau penerbitan SBSN Cross Switching dilakukan secara langsung oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, perjanjian perwaliamanatan ditandatangani oleh Direktur Jenderal dan pihak yang ditunjuk sebagai wali amanat.
(3) Dalam hal penerbitan SBSN dalam rangka Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder, Penjualan SBSN secara Langsung, atau penerbitan SBSN Cross Switching dilakukan melalui Perusahaan Penerbit SBSN yang menunjuk pihak lain untuk membantu melaksanakan fungsi wali amanat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, perjanjian perwaliamanatan ditandatangani oleh direktur utama Perusahaan Penerbit SBSN dan pihak lain yang ditunjuk untuk membantu melaksanakan fungsi wali amanat.
(4) Penunjukan pihak lain untuk membantu melaksanakan fungsi sebagai wali amanat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari Direktur Jenderal atas nama Menteri.

 
BAB VIII
SETELMEN
 
Pasal 41
 
(1) Setelmen Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder, Penjualan SBSN secara Langsung, atau penerbitan SBSN Cross Switching hanya dilakukan kepada:
a. Peserta Lelang yang dinyatakan menang atas nama dirinya sendiri dan/atau kepentingan Pihak lain, untuk Setelmen Lelang Pembelian Kembali SBSN;
b. Dealer Utama SBSN yang ditetapkan dalam dokumen penetapan hasil transaksi Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder atas nama dirinya sendiri dan/atau kepentingan Pihak lain, untuk Setelmen Transaksi Pengumpulan Pemesanan (Bookbuilding);
c. Pihak dan/atau Dealer Utama SBSN sesuai dengan kesepakatan, untuk Setelmen Transaksi Bilateral (Bilateral Buyback);
d. Dealer Utama SBSN sesuai dengan hasil Transaksi SBSN secara Langsung, untuk Setelmen Transaksi SBSN secara Langsung; atau
e. Pihak sesuai dengan hasil transaksi pembelian kembali SUN dengan cara penukaran dengan SBSN sebagai seri penukar, untuk Setelmen penerbitan SBSN Cross Switching.
(2) Peserta Lelang, Pihak, dan/atau Dealer Utama SBSN bertanggung jawab atas Setelmen hasil transaksi Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder, Penjualan SBSN secara Langsung, atau penerbitan SBSN Cross Switching sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

 
Pasal 42

(1) Setelmen Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder, Penjualan SBSN secara Langsung, atau penerbitan SBSN Cross Switching dilakukan dengan ketentuan:
a. untuk Setelmen Lelang Pembelian Kembali SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf a dilakukan paling lambat 5 (lima) Hari Kerja setelah tanggal pelaksanaan Lelang Pembelian Kembali SBSN;
b. untuk Setelmen Transaksi Pengumpulan Pemesanan (Bookbuilding) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf b dilakukan paling lambat 5 (lima) Hari Kerja setelah tanggal penetapan hasil Transaksi Pengumpulan Pemesanan (Bookbuilding);
c. untuk Setelmen Transaksi Bilateral (Bilateral Buyback) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf c dilakukan paling lambat 10 (sepuluh) Hari Kerja setelah tanggal kesepakatan;
d. untuk Setelmen Transaksi SBSN secara Langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf d dilakukan paling lambat 5 (lima) Hari Kerja setelah tanggal pelaksanaan Transaksi SBSN secara Langsung; atau
e. untuk Setelmen penerbitan SBSN Cross Switching sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf e dilakukan bersamaan dengan setelmen transaksi pembelian kembali SUN dengan cara penukaran yang menggunakan SBSN sebagai seri penukar.
(2) Direktur Jenderal menetapkan perhitungan Setelmen Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder atau Penjualan SBSN secara Langsung.
(3) Tata cara pelaksanaan Setelmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh Bank Indonesia.
(4) Berdasarkan Setelmen, SBSN yang dibeli kembali oleh Menteri dinyatakan lunas dan tidak berlaku lagi.

 
Pasal 43
 
Dalam hal Dealer Utama SBSN tidak menyelesaikan transaksi pada tanggal Setelmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1), berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. diumumkan kepada publik;
b. diberikan surat peringatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai dealer utama surat berharga syariah negara;
c. diberlakukan pembatasan transaksi Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder atau Penjualan SBSN secara Langsung kepada Dealer Utama SBSN dengan ketentuan:
1. tidak diperkenankan mengikuti Lelang Pembelian Kembali SBSN untuk 1 (satu) kali pada lelang berikutnya;
2. tidak diperkenankan mengikuti Transaksi Pengumpulan Pemesanan (Bookbuilding) untuk 1 (satu) kali pada periode berikutnya;
3. tidak diperkenankan mengajukan permohonan Penawaran Penjualan SBSN untuk Transaksi Bilateral (Bilateral Buyback) selama 3 (tiga) bulan sejak tanggal Setelmen; atau
4. tidak diperkenankan mengikuti Transaksi SBSN secara Langsung selama 3 (tiga) bulan sejak tanggal Setelmen
d. dilaporkan kepada otoritas di bidang perbankan dan/atau pasar modal; dan
e. transaksi yang tidak diselesaikan pada tanggal Setelmen dinyatakan batal.

 
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
 
Pasal 44
 
(1) Dealer Utama SBSN melaporkan transaksi Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder atau Penjualan SBSN secara Langsung kepada otoritas di bidang pasar modal melalui sistem penerima laporan transaksi efek.
(2) Dalam hal Dealer Utama SBSN tidak melaporkan transaksi Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder atau Penjualan SBSN secara Langsung kepada otoritas di bidang pasar modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dealer Utama SBSN dikenakan pembatasan transaksi Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder atau Penjualan SBSN secara Langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf c.

 
Pasal 45
 
Menteri melalui Direktur Jenderal dapat mengambil langkah yang diperlukan dalam rangka menangani Keadaan Kahar yang terjadi ketika pelaksanaan Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder atau Penjualan SBSN secara Langsung.


 Pasal 46
 
Segala biaya yang timbul dalam pelaksanaan Pembelian Kembali SBSN di Pasar Sekunder dan Penjualan SBSN secara Langsung dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara.
 

BAB X
KETENTUAN PENUTUP
 
Pasal 47
 
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.08/2013 tentang Pembelian Kembali Surat Berharga Syariah Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 572) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.08/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.08/2013 tentang Pembelian Kembali Surat Berharga Syariah Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 125), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


 Pasal 48
 
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
 
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.



Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 Agustus 2025
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI
 
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 11 Agustus 2025
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DHAHANA PUTRA
 
 
 
 
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2025 NOMOR 591

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA