Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
| 1. | Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 17 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; | 
| 2. | Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 225, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6994); | 
| 3. | Peraturan Presiden Nomor 140 Tahun 2024 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 250); | 
 
Menetapkan: 
PERATURAN PRESIDEN TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN.
| 1. | Kementerian Keuangan yang selanjutnya disebut Kementerian adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. | 
| 2. | Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. | 
     
 
| (1) | Kementerian berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. | 
| (2) | Kementerian dipimpin oleh Menteri. | 
 
| (1) | Dalam memimpin Kementerian, Menteri dapat dibantu oleh wakil menteri sesuai dengan penunjukan Presiden. | ||||
| (2) | Wakil menteri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. | ||||
| (3) | Wakil menteri berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. | ||||
| (4) | Wakil menteri mempunyai tugas membantu Menteri dalam memimpin pelaksanaan tugas Kementerian. | ||||
| (5) | Ruang lingkup bidang tugas wakil menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4), meliputi:
  | 
     
 
 
 
| a. | perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang strategi ekonomi dan fiskal, penganggaran, penerimaan negara bukan pajak, pajak, kepabeanan dan cukai, perbendaharaan negara, kekayaan negara, perimbangan keuangan, pengelolaan pembiayaan dan risiko keuangan negara, serta stabilitas dan pengembangan sektor keuangan; | 
| b. | pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian di daerah; | 
| c. | koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian; | 
| d. | pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian; | 
| e. | pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian; | 
| f. | pelaksanaan pengembangan dan pengelolaan teknologi informasi dan komunikasi, serta pengelolaan data, informasi, dan intelijen keuangan; | 
| g. | pelaksanaan pendidikan, pelatihan, sertifikasi kompetensi di bidang keuangan negara, dan manajemen pengetahuan; | 
| h. | pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah; | 
| i. | pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian; dan | 
| j. | pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Presiden. | 
 
| a. | Sekretariat Jenderal; | 
| b. | Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal; | 
| c. | Direktorat Jenderal Anggaran; | 
| d. | Direktorat Jenderal Pajak; | 
| e. | Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; | 
| f. | Direktorat Jenderal Perbendaharaan; | 
| g. | Direktorat Jenderal Kekayaan Negara; | 
| h. | Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan; | 
| i. | Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko; | 
| j. | Direktorat Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan; | 
| k. | Inspektorat Jenderal; | 
| l. | Badan Teknologi, Informasi, dan Intelijen Keuangan; | 
| m. | Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan; | 
| n. | Staf Ahli Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak; | 
| o. | Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak; | 
| p. | Staf Ahli Bidang Pengawasan Pajak; | 
| q. | Staf Ahli Bidang Penerimaan Negara; | 
| r. | Staf Ahli Bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak; | 
| s. | Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara; | 
| t. | Staf Ahli Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional; | 
| u. | Staf Ahli Bidang Jasa Keuangan dan Pasar Modal; dan | 
| v. | Staf Ahli Bidang Hukum dan Hubungan Kelembagaan. | 
 
| (1) | Sekretariat Jenderal berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. | 
| (2) | Sekretariat Jenderal dipimpin oleh Sekretaris Jenderal. | 
     
 
| a. | koordinasi kegiatan Kementerian; | 
| b. | koordinasi dan penyusunan rencana, program, dan anggaran Kementerian; | 
| c. | pembinaan dan pemberian dukungan administrasi yang meliputi ketatausahaan, sumber daya manusia, keuangan, kerumahtanggaan, kerja sama, hubungan masyarakat, arsip, dan dokumentasi Kementerian; | 
| d. | pembinaan dan penataan organisasi dan tata laksana; | 
| e. | koordinasi dan penyusunan peraturan perundang-undangan serta pelaksanaan advokasi hukum | 
| f. | koordinasi dan penyelenggaraan pengelolaan barang milik/kekayaan negara dan pengelolaan pengadaan barang/jasa; dan | 
| g. | pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri. | 
 
| (1) | Sekretariat Jenderal terdiri atas paling banyak 8 (delapan) biro. | 
| (2) | Biro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (3) | Dalam hal tugas dan fungsi Biro sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 8 (delapan) bagian. | 
| (4) | Bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (5) | Dalam hal tugas dan fungsi bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 4 (empat) subbagian. | 
| (6) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikecualikan untuk bagian yang menangani fungsi ketatausahaan pimpinan dapat terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana dan/atau sejumlah subbagian sesuai kebutuhan. | 
| (7) | Pembentukan bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan subbagian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) dilakukan secara selektif dan didasarkan pada kriteria sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | 
 
| (1) | Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Menteri. | 
| (2) | Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal dipimpin oleh Direktur Jenderal. | 
 
Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang strategi ekonomi dan fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
| a. | perumusan kebijakan di bidang strategi makrofiskal, sektoral, pendapatan, belanja, dan pembiayaan; | 
| b. | pelaksanaan kebijakan di bidang strategi makrofiskal, sektoral, pendapatan, belanja, dan pembiayaan; | 
| c. | penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang strategi makrofiskal, sektoral, pendapatan, belanja, dan pembiayaan; | 
| d. | pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang strategi makrofiskal, sektoral, pendapatan, belanja, dan pembiayaan; | 
| e. | pelaksanaan pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang strategi makrofiskal, sektoral, pendapatan, belanja, dan pembiayaan; | 
| f. | pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal; dan | 
| g. | pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri. | 
 
| (1) | Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal terdiri atas Sekretariat Direktorat Jenderal dan paling banyak 6 (enam) direktorat. | 
| (2) | Sekretariat Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (3) | Dalam hal tugas dan fungsi Sekretariat Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 6 (enam) bagian. | 
| (4) | Bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (5) | Dalam hal tugas dan fungsi bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 4 (empat) subbagian. | 
| (6) | Direktorat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (7) | Dalam hal tugas dan fungsi direktorat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 6 (enam) subdirektorat serta subbagian yang menangani fungsi ketatausahaan. | 
| (8) | Subdirektorat sebagaimana dimaksud pada ayat (7) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (9) | Pembentukan bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), subbagian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (7), dan subdirektorat sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan secara selektif dan didasarkan pada kriteria sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | 
| (10) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dikecualikan untuk subdirektorat yang menangani fungsi program dan manajemen pengetahuan dapat dibentuk paling banyak 2 (dua) seksi. | 
 
| (1) | Direktorat Jenderal Anggaran berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. | 
| (2) | Direktorat Jenderal Anggaran dipimpin oleh Direktur Jenderal. | 
 
| a. | perumusan kebijakan di bidang penganggaran dan penerimaan negara bukan pajak; | 
| b. | pelaksanaan kebijakan di bidang penganggaran dan penerimaan negara bukan pajak; | 
| c. | penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penganggaran dan penerimaan negara bukan pajak; | 
| d. | pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang penganggaran dan penerimaan negara bukan pajak; | 
| e. | pelaksanaan pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang penganggaran dan penerimaan negara bukan pajak; | 
| f. | pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal; dan | 
| g. | pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri. | 
 
| (1) | Direktorat Jenderal Anggaran terdiri atas Sekretariat Direktorat Jenderal dan paling banyak 9 (sembilan) direktorat. | 
| (2) | Sekretariat Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (3) | Dalam hal tugas dan fungsi Sekretariat Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 6 (enam) bagian. | 
| (4) | Bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (5) | Dalam hal tugas dan fungsi bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 4 (empat) subbagian. | 
| (6) | Direktorat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (7) | Dalam hal tugas dan fungsi direktorat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 6 (enam) subdirektorat serta subbagian yang menangani fungsi ketatausahaan. | 
| (8) | Subdirektorat sebagaimana dimaksud pada ayat (7) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (9) | Pembentukan bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), subbagian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (7), dan subdirektorat sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan secara selektif dan didasarkan pada kriteria sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | 
| (10) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dikecualikan untuk subdirektorat yang menangani fungsi program dan manajemen pengetahuan dapat dibentuk paling banyak 2 (dua) seksi. | 
 
| (1) | Direktorat Jenderal Pajak berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. | 
| (2) | Direktorat Jenderal Pajak dipimpin oleh Direktur Jenderal. | 
 
 
| a. | perumusan kebijakan di bidang pajak; | 
| b. | pelaksanaan kebijakan di bidang pajak; | 
| c. | penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pajak; | 
| d. | pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pajak; | 
| e. | pelaksanaan pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang pajak; | 
| f. | pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal; dan | 
| g. | pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri. | 
 
| (1) | Direktorat Jenderal Pajak terdiri atas Sekretariat Direktorat Jenderal dan paling banyak 15 (lima belas) direktorat. | 
| (2) | Sekretariat Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (3) | Dalam hal tugas dan fungsi Sekretariat Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 6 (enam) bagian. | 
| (4) | Bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (5) | Dalam hal tugas dan fungsi bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 5 (lima) subbagian. | 
| (6) | Direktorat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (7) | Dalam hal tugas dan fungsi direktorat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 6 (enam) subdirektorat serta subbagian yang menangani fungsi ketatausahaan. | 
| (8) | Subdirektorat sebagaimana dimaksud pada ayat (7) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (9) | Dalam hal tugas dan fungsi subdirektorat sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 4 (empat) seksi. | 
| (10) | Pembentukan bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), subbagian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (7), subdirektorat sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dan seksi sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan secara selektif dan didasarkan pada kriteria sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | 
 
| (1) | Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. | 
| (2) | Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dipimpin oleh Direktur Jenderal. | 
 
 
| a. | perumusan kebijakan di bidang kepabeanan dan cukai; | 
| b. | pelaksanaan kebijakan di bidang kepabeanan dan cukai; | 
| c. | penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang kepabeanan dan cukai; | 
| d. | pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang kepabeanan dan cukai; | 
| e. | pelaksanaan pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang kepabeanan dan cukai; | 
| f. | pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal; dan | 
| g. | pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri. | 
 
| (1) | Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terdiri atas Sekretariat Direktorat Jenderal dan paling banyak 12 (dua belas) direktorat. | 
| (2) | Sekretariat Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (3) | Dalam hal tugas dan fungsi Sekretariat Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 6 (enam) bagian. | 
| (4) | Bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (5) | Dalam hal tugas dan fungsi bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 4 (empat) subbagian. | 
| (6) | Direktorat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (7) | Dalam hal tugas dan fungsi direktorat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 6 (enam) subdirektorat serta subbagian yang menangani fungsi ketatausahaan. | 
| (8) | Subdirektorat sebagaimana dimaksud pada ayat (7) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (9) | Dalam hal tugas dan fungsi subdirektorat sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 4 (empat) seksi. | 
| (10) | Pembentukan bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), subbagian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (7), subdirektorat sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dan seksi sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan secara selektif dan didasarkan pada kriteria sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | 
 
| (1) | Direktorat Jenderal Perbendaharaan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. | 
| (2) | Direktorat Jenderal Perbendaharaan dipimpin oleh Direktur Jenderal. | 
 
 
| a. | perumusan kebijakan di bidang perbendaharaan negara; | 
| b. | pelaksanaan kebijakan di bidang perbendaharaan negara; | 
| c. | penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perbendaharaan negara; | 
| d. | pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang perbendaharaan negara; | 
| e. | pelaksanaan pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang perbendaharaan negara; | 
| f. | pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal; dan | 
| g. | pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri. | 
 
| (1) | Direktorat Jenderal Perbendaharaan terdiri atas Sekretariat Direktorat Jenderal dan paling banyak 8 (delapan) direktorat. | 
| (2) | Sekretariat Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (3) | Dalam hal tugas dan fungsi Sekretariat Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 6 (enam) bagian. | 
| (4) | Bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (5) | Dalam hal tugas dan fungsi bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 4 (empat) subbagian. | 
| (6) | Direktorat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (7) | Dalam hal tugas dan fungsi direktorat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 6 (enam) subdirektorat serta subbagian yang menangani fungsi ketatausahaan. | 
| (8) | Subdirektorat sebagaimana dimaksud pada ayat (7) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (9) | Dalam hal tugas dan fungsi subdirektorat sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 4 (empat) seksi. | 
| (10) | Pembentukan bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), subbagian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (7), subdirektorat sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dan seksi sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan secara selektif dan didasarkan pada kriteria sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | 
 
| (1) | Direktorat Jenderal Kekayaan Negara berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. | 
| (2) | Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dipimpin oleh Direktur Jenderal. | 
 
 
| a. | perumusan kebijakan di bidang kekayaan negara, penilaian, dan lelang; | 
| b. | pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan negara, penilaian, dan lelang; | 
| c. | penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang kekayaan negara, penilaian, dan lelang; | 
| d. | pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang kekayaan negara, penilaian, dan lelang; | 
| e. | pelaksanaan pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang kekayaan negara, penilaian, dan lelang; | 
| f. | pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal; dan | 
| g. | pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri. | 
 
| (1) | Direktorat Jenderal Kekayaan Negara terdiri atas Sekretariat Direktorat Jenderal dan paling banyak 8 (delapan) direktorat. | 
| (2) | Sekretariat Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (3) | Dalam hal tugas dan fungsi Sekretariat Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 6 (enam) bagian. | 
| (4) | Bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (5) | Dalam hal tugas dan fungsi bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 4 (empat) subbagian. | 
| (6) | Direktorat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (7) | Dalam hal tugas dan fungsi direktorat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 6 (enam) subdirektorat serta subbagian yang menangani fungsi ketatausahaan. | 
| (8) | Subdirektorat sebagaimana dimaksud pada ayat (7) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (9) | Dalam hal tugas dan fungsi subdirektorat sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 4 (empat) seksi. | 
| (10) | Pembentukan bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), subbagian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (7), subdirektorat sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dan seksi sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan secara selektif dan didasarkan pada kriteria sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | 
 
| (1) | Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. | 
| (2) | Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dipimpin oleh Direktur Jenderal. | 
 
 
| a. | perumusan kebijakan di bidang alokasi dan pengelolaan dana perimbangan dan transfer ke daerah lainnya, dan pajak daerah dan retribusi daerah; | 
| b. | pelaksanaan kebijakan di bidang alokasi dan pengelolaan dana perimbangan dan transfer ke daerah lainnya, dan pajak daerah dan retribusi daerah; | 
| c. | penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang alokasi dan pengelolaan dana perimbangan dan transfer ke daerah lainnya, dan pajak daerah dan retribusi daerah; | 
| d. | pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang alokasi dan pengelolaan dana perimbangan dan transfer ke daerah lainnya, dan pajak daerah dan retribusi daerah; | 
| e. | pelaksanaan pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang alokasi dan pengelolaan dana perimbangan dan transfer ke daerah lainnya, dan pajak daerah dan retribusi daerah; | 
| f. | pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal; dan | 
| g. | pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri. | 
 
| (1) | Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan terdiri atas Sekretariat Direktorat Jenderal dan paling banyak 8 (delapan) direktorat. | 
| (2) | Sekretariat Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (3) | Dalam hal tugas dan fungsi Sekretariat Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 6 (enam) bagian. | 
| (4) | Bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (5) | Dalam hal tugas dan fungsi bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 4 (empat) subbagian. | 
| (6) | Direktorat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (7) | Dalam hal tugas dan fungsi direktorat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 6 (enam) subdirektorat serta subbagian yang menangani fungsi ketatausahaan. | 
| (8) | Subdirektorat sebagaimana dimaksud pada ayat (7) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (9) | Pembentukan bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), subbagian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (7), dan subdirektorat sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan secara selektif dan didasarkan pada kriteria sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | 
| (10) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dikecualikan untuk subdirektorat yang menangani fungsi program dan manajemen pengetahuan dapat dibentuk paling banyak 2 (dua) seksi. | 
 
| (1) | Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Menteri. | 
| (2) | Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dipimpin oleh Direktur Jenderal. | 
 
 
| a. | perumusan kebijakan di bidang pengelolaan pembiayaan dan risiko keuangan negara; | 
| b. | pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan pembiayaan dan risiko keuangan negara; | 
| c. | penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengelolaan pembiayaan dan risiko keuangan negara; | 
| d. | pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengelolaan pembiayaan dan risiko keuangan negara; | 
| e. | pelaksanaan pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang pengelolaan pembiayaan dan risiko keuangan negara; | 
| f. | pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal; dan | 
| g. | pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri. | 
     
| (1) | Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko terdiri atas Sekretariat Direktorat Jenderal dan paling banyak 8 (delapan) direktorat. | 
| (2) | Sekretariat Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (3) | Dalam hal tugas dan fungsi Sekretariat Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 6 (enam) bagian. | 
| (4) | Bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (5) | Dalam hal tugas dan fungsi bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 4 (empat) subbagian. | 
| (6) | Direktorat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (7) | Dalam hal tugas dan fungsi direktorat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 6 (enam) subdirektorat serta subbagian yang menangani fungsi ketatausahaan. | 
| (8) | Subdirektorat sebagaimana dimaksud pada ayat (7) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (9) | Pembentukan bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), subbagian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (7), dan subdirektorat sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan secara selektif dan didasarkan pada kriteria sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | 
| (10) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dikecualikan untuk subdirektorat yang menangani fungsi setelmen transaksi dapat dibentuk paling banyak 4 (empat) seksi dan subdirektorat yang menangani fungsi program dan manajemen pengetahuan dapat dibentuk paling banyak 2 (dua) seksi. | 
 
| (1) | Direktorat Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. | 
| (2) | Direktorat Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan dipimpin oleh Direktur Jenderal. | 
 
 
| a. | perumusan kebijakan di bidang sektor keuangan, profesi keuangan, dan kerja sama internasional sektor keuangan; | 
| b. | pelaksanaan kebijakan di bidang sektor keuangan, profesi keuangan, dan kerja sama internasional sektor keuangan; | 
| c. | penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang sektor keuangan, profesi keuangan, dan kerja sama internasional sektor keuangan; | 
| d. | pelaksanaan fasilitasi sekretariat Komite Stabilitas Sistem Keuangan; | 
| e. | pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang sektor keuangan, profesi keuangan, dan kerja sama internasional sektor keuangan; | 
| f. | pelaksanaan pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang sektor keuangan, profesi keuangan, dan kerja sama internasional sektor keuangan; | 
| g. | pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal; dan | 
| h. | pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri. | 
 
| (1) | Direktorat Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan terdiri atas Sekretariat Direktorat Jenderal dan paling banyak 6 (enam) direktorat. | 
| (2) | Sekretariat Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (3) | Dalam hal tugas dan fungsi Sekretariat Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 6 (enam) bagian. | 
| (4) | Bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (5) | Dalam hal tugas dan fungsi bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 4 (empat) subbagian. | 
| (6) | Direktorat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (7) | Dalam hal tugas dan fungsi direktorat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 6 (enam) subdirektorat serta subbagian yang menangani fungsi ketatausahaan. | 
| (8) | Subdirektorat sebagaimana dimaksud pada ayat (7) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (9) | Pembentukan bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), subbagian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (7), dan subdirektorat sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan secara selektif dan didasarkan pada kriteria sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | 
| (10) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dikecualikan untuk subdirektorat yang menangani fungsi program dan manajemen pengetahuan dapat dibentuk paling banyak 2 (dua) seksi. | 
| (1) | Inspektorat Jenderal berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. | 
| (2) | Inspektorat Jenderal dipimpin oleh Inspektur Jenderal. | 
 
 
| a. | penyusunan kebijakan teknis pengawasan intern atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian; | 
| b. | pelaksanaan pengawasan intern atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian terhadap kinerja dan keuangan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya; | 
| c. | pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan Menteri; | 
| d. | penyusunan laporan hasil pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian; | 
| e. | pelaksanaan administrasi Inspektorat Jenderal; dan | 
| f. | pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri. | 
 
| (1) | Inspektorat Jenderal terdiri atas Sekretariat Inspektorat Jenderal dan paling banyak 8 (delapan) inspektorat. | 
| (2) | Sekretariat Inspektorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (3) | Dalam hal tugas dan fungsi Sekretariat Inspektorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 6 (enam) bagian. | 
| (4) | Bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (5) | Dalam hal tugas dan fungsi bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 5 (lima) subbagian. | 
| (6) | Inspektorat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (7) | Dalam melaksanakan fungsi administrasi, inspektorat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat dibantu oleh jabatan fungsional dan jabatan pelaksana dan/atau subbagian yang menangani fungsi ketatausahaan. | 
| (8) | Pembentukan bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan subbagian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (7) dilakukan secara selektif dan didasarkan pada kriteria sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | 
 
| (1) | Badan Teknologi, Informasi, dan Intelijen Keuangan berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Menteri. | 
| (2) | Badan Teknologi, Informasi, dan Intelijen Keuangan dipimpin oleh Kepala. | 
 
 
| a. | penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program pengembangan dan pengelolaan teknologi informasi dan komunikasi, pengelolaan data, informasi, dan intelijen keuangan, serta transformasi digital dan manajemen perubahan; | 
| b. | pelaksanaan pengembangan dan pengelolaan teknologi informasi dan komunikasi, pengelolaan data, informasi, dan intelijen keuangan, serta transformasi digital dan manajemen perubahan; | 
| c. | pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan atas pelaksanaan pengembangan dan pengelolaan teknologi informasi dan komunikasi, pengelolaan data, informasi, dan intelijen keuangan, serta transformasi digital dan manajemen perubahan; | 
| d. | pelaksanaan administrasi Badan; dan | 
| e. | pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri. | 
 
| (1) | Badan Teknologi, Informasi, dan Intelijen Keuangan terdiri atas Sekretariat Badan dan paling banyak 6 (enam) pusat. | 
| (2) | Sekretariat Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (3) | Dalam hal tugas dan fungsi Sekretariat Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 5 (lima) bagian. | 
| (4) | Bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (5) | Dalam hal tugas dan fungsi bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 4 (empat) subbagian. | 
| (6) | Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (7) | Dalam hal tugas dan fungsi pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 6 (enam) bidang serta subbagian yang menangani fungsi ketatausahaan. | 
| (8) | Bidang sebagaimana dimaksud pada ayat (7) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (9) | Pembentukan bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), subbagian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (7), dan bidang sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan secara selektif dan didasarkan pada kriteria sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | 
| (10) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dikecualikan untuk bidang yang menangani fungsi program dan manajemen pengetahuan dapat dibentuk paling banyak 2 (dua) subbidang. | 
 
| (1) | Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. | 
| (2) | Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan dipimpin oleh Kepala. | 
 
 
| a. | penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi kompetensi di bidang keuangan negara, dan manajemen pengetahuan; | 
| b. | pelaksanaan pendidikan, pelatihan, sertifikasi kompetensi di bidang keuangan negara, dan manajemen pengetahuan; | 
| c. | pelaksanaan pembinaan jabatan fungsional di bidang keuangan negara; | 
| d. | pelaksanaan pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan atas pelaksanaan pendidikan, pelatihan, sertifikasi kompetensi, pembinaan jabatan fungsional, dan pemanfaatan hasil pendidikan dan pelatihan di bidang keuangan negara, dan manajemen pengetahuan; | 
| e. | pelaksanaan administrasi Badan; dan | 
| f. | pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri. | 
 
| (1) | Badan terdiri atas Sekretariat Badan dan paling banyak 7 (tujuh) pusat. | 
| (2) | Sekretariat Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (3) | Dalam hal tugas dan fungsi Sekretariat Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 5 (lima) bagian. | 
| (4) | Bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (5) | Dalam hal tugas dan fungsi bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 4 (empat) subbagian. | 
| (6) | Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (7) | Dalam hal tugas dan fungsi pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 6 (enam) bidang serta subbagian yang menangani fungsi ketatausahaan. | 
| (8) | Bidang sebagaimana dimaksud pada ayat (7) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (9) | Pembentukan bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), subbagian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (7), dan bidang sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan secara selektif dan didasarkan pada kriteria sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan | 
| (10) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dikecualikan untuk bidang yang menangani fungsi program dan manajemen pengetahuan dapat dibentuk paling banyak 2 (dua) subbidang. | 
 
 
| (1) | Staf Ahli Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak mempunyai tugas memberikan rekomendasi terhadap isu-isu strategis kepada Menteri terkait dengan bidang peraturan dan penegakan hukum penerimaan pajak. | 
| (2) | Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak mempunyai tugas memberikan rekomendasi terhadap isu-isu strategis kepada Menteri terkait dengan bidang kepatuhan penerimaan pajak. | 
| (3) | Staf Ahli Bidang Pengawasan Pajak mempunyai tugas memberikan rekomendasi terhadap isu-isu strategis kepada Menteri terkait dengan bidang pengawasan penerimaan pajak. | 
| (4) | Staf Ahli Bidang Penerimaan Negara mempunyai tugas memberikan rekomendasi terhadap isu-isu strategis kepada Menteri terkait dengan bidang penerimaan negara. | 
| (5) | Staf Ahli Bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak mempunyai tugas memberikan rekomendasi terhadap isu-isu strategis kepada Menteri terkait dengan bidang penerimaan negara bukan pajak. | 
| (6) | Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara mempunyai tugas memberikan rekomendasi terhadap isu-isu strategis kepada Menteri terkait dengan bidang pengeluaran negara. | 
| (7) | Staf Ahli Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional mempunyai tugas memberikan rekomendasi terhadap isu-isu strategis kepada Menteri terkait dengan bidang ekonomi makro dan keuangan internasional. | 
| (8) | Staf Ahli Bidang Jasa Keuangan dan Pasar Modal mempunyai tugas memberikan rekomendasi terhadap isu-isu strategis kepada Menteri terkait dengan bidang jasa keuangan dan pasar modal. | 
| (9) | Staf Ahli Bidang Hukum dan Hubungan Kelembagaan mempunyai tugas memberikan rekomendasi terhadap isu-isu strategis kepada Menteri terkait dengan bidang hukum dan hubungan kelembagaan. | 
 
| (1) | Selain melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61,
  | 
||||
| (2) | Pengaturan lebih lanjut mengenai penugasan dan tata kerja staf ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri. | 
| (1) | Pada Kementerian dapat dibentuk pusat yang disesuaikan dengan kebutuhan dan beban kerja. | 
| (2) | Pusat berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri melalui Sekretaris Jenderal. | 
| (3) | Pusat dipimpin oleh seorang Kepala Pusat. | 
 
| (1) | Pusat terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (2) | Dalam hal tugas dan fungsi pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 4 (empat) bidang dan bagian yang menangani fungsi ketatausahaan. | 
| (3) | Bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (4) | Dalam hal tugas dan fungsi bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dilaksanakan oleh jabatan fungsional, dapat dibentuk paling banyak 3 (tiga) subbagian. | 
| (5) | Bidang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana. | 
| (6) | Pembentukan bidang dan bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan subbagian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan secara selektif dan didasarkan pada kriteria sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | 
| (7) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikecualikan untuk bidang yang menangani fungsi pengelolaan program dan kegiatan Menteri dan wakil menteri dapat dibentuk paling banyak 4 (empat) subbidang. | 
 
 
| (1) | Di lingkungan Kementerian dapat diangkat paling banyak 5 (lima) orang staf khusus. | 
| (2) | Staf khusus bertanggung jawab kepada Menteri. | 
 
 
| (1) | Staf khusus dalam melaksanakan tugasnya wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi yang baik dengan satuan organisasi di lingkungan Kementerian. | 
| (2) | Tata kerja staf khusus diatur oleh Sekretaris Jenderal. | 
 
| (1) | Staf khusus dapat berasal dari pegawai negeri sipil. | 
| (2) | Staf khusus juga dapat berasal dari selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | 
| (3) | Pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan dari jabatan organiknya tanpa kehilangan statusnya sebagai pegawai negeri sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | 
| (4) | Masa bakti staf khusus paling lama sama dengan masa jabatan Menteri. | 
| (5) | Pengangkatan staf khusus ditetapkan dengan Keputusan Menteri. | 
| (6) | Pengangkatan staf khusus sebelum ditetapkannya Peraturan Presiden ini dinyatakan sah dan tetap berlaku. | 
 
| (1) | Pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) yang berhenti atau telah berakhir masa baktinya sebagai staf khusus, diaktifkan kembali dalam jabatan organik sesuai formasi yang tersedia berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. | 
| (2) | Pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) yang telah mencapai batas usia pensiun diberhentikan dengan hormat dan diberikan hak-hak kepegawaiannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | 
 
| (1) | Hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi staf khusus diberikan paling tinggi setara dengan jabatan pimpinan tinggi madya atau jabatan struktural eselon I.b. | 
| (2) | Staf khusus mendapat dukungan administrasi dari Sekretariat Jenderal. | 
| (3) | Dalam hal staf khusus berhenti atau telah berakhir masa baktinya tidak memperoleh uang pensiun dan uang pesangon. | 
 
| (1) | Pegawai negeri sipil yang diangkat menjadi staf khusus tetap menerima gaji sebagai pegawai negeri sipil. | 
| (2) | Pegawai negeri sipil yang diangkat sebagai staf khusus dinaikkan pangkatnya setiap kali setingkat lebih tinggi tanpa terikat jenjang pangkat, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | 
 
| (1) | Unsur pelaksana tugas pokok di daerah merupakan instansi vertikal di lingkungan Kementerian yang terdiri atas Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak, Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan, dan Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. | 
| (2) | Organisasi dan tata kerja Instansi Vertikal di lingkungan Kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri setelah mendapat persetujuan tertulis dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara. | 
 
 
 
| (1) | Dalam mendukung optimalisasi pelaksanaan tugas dan fungsi secara terpadu antarunit organisasi di lingkungan Kementerian perlu didasarkan pada proses bisnis yang menggambarkan tata hubungan kerja yang efektif dan efisien dengan menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan kolaborasi antarunit organisasi di lingkungan Kementerian. | 
| (2) | Proses bisnis antarunit organisasi di lingkungan Kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri. | 
 
 
| (1) | Setiap unsur di lingkungan Kementerian dalam melaksanakan tugas dan fungsi menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan kolaborasi pada lingkungan Kementerian, hubungan antarinstansi pemerintah, dan dengan lembaga lain yang terkait. | 
| (2) | Prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan kolaborasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didukung dengan melakukan interoperabilitas data dan informasi. | 
 
| (1) | Setiap pimpinan unit organisasi bertanggung jawab memimpin dan mengoordinasikan bawahan dan memberikan pengarahan serta petunjuk bagi pelaksanaan tugas sesuai dengan uraian tugas yang telah ditetapkan. | 
| (2) | Pengarahan dan petunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diikuti dan dipatuhi oleh bawahan secara bertanggung jawab serta dilaporkan secara berkala sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | 
 
 
| (1) | Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal, dan Kepala Badan merupakan jabatan pimpinan tinggi madya atau jabatan struktural eselon I.a. | 
| (2) | Staf ahli merupakan jabatan pimpinan tinggi madya atau jabatan struktural eselon I.b. | 
| (3) | Kepala Biro, Direktur, Kepala Pusat, Inspektur, Sekretaris Direktorat Jenderal, Sekretaris Badan, dan Sekretaris Inspektorat Jenderal merupakan jabatan pimpinan tinggi pratama atau jabatan struktural eselon II.a. | 
| (4) | Kepala Bagian, Kepala Bidang, dan Kepala Subdirektorat merupakan jabatan administrator atau jabatan struktural eselon III.a. | 
| (5) | Kepala Subbagian, Kepala Subbidang, dan Kepala Seksi merupakan jabatan pengawas atau jabatan struktural eselon IV.a. | 
 
 
| (1) | Pejabat pimpinan tinggi mad ya atau pejabat struktural eselon I diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri. | 
| (2) | Pejabat pimpinan tinggi pratama atau pejabat struktural eselon II diangkat dan diberhentikan oleh Menteri. | 
| (3) | Pengangkatan pejabat pimpinan tinggi madya atau pejabat struktural eselon I dan pejabat pimpinan tinggi pratama atau pejabat struktural eselon II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan setelah melalui prosedur seleksi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. | 
| (4) | Pejabat administrator atau pejabat struktural eselon III ke bawah diangkat dan diberhentikan oleh Menteri. | 
| (5) | Pejabat administrator atau pejabat struktural eselon III ke bawah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diangkat dan diberhentikan oleh pejabat yang diberi pelimpahan wewenang oleh Menteri. | 
 
 
 
| (1) | Penataan organisasi Kementerian ditetapkan dengan:
  | 
||||
| (2) | Penataan organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengacu pada sistem akuntabilitas kinerja pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan proses bisnis antarunit organisasi di lingkungan Kementerian. | 
 
| (1) | Besaran organisasi Kementerian ditentukan berdasarkan karakteristik tugas dan fungsi serta beban kerja. | 
| (2) | Besaran organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga mempertimbangkan mandat konstitusi, visi dan misi Presiden, tantangan utama bangsa, keterkaitan dengan agenda prioritas nasional, asas desentralisasi, dan peran pemerintah. | 
 
 
 
| (1) | Rincian lebih lanjut mengenai tugas, fungsi, lokasi, kedudukan, dan wilayah kerja eselon III ke bawah pada Kantor Pusat, Instansi Vertikal, dan unit pelaksana teknis Direktorat Jenderal Pajak, sepanjang tidak melakukan perubahan nomenklatur serta pembentukan dan/atau pergeseran satuan kerja anggaran, ditetapkan oleh Menteri. | 
| (2) | Kewenangan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilimpahkan kepada Direktur Jenderal Pajak. | 
| (3) | Salinan penetapan rincian tugas, fungsi, lokasi, kedudukan, dan wilayah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara. | 
 
 
 
 
 
 
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.